Ritual Menanda Tahun Metode Analisis Data

38 dimasak dengan air santan dan diberi kunyit dan bumbu-bumbu untuk memberikan warna yang khas serta diberikan cabe merah. Daun pembungkus adalah yang diambil dari tumbuhan hutan dalam bahasa Pakpak disebut langge yang menambah rasa wangi yang khas.

4.1.9. Ritual Menanda Tahun

Setelah perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan tersedia dan kesepakatan mengenai haripun telah disepakati, maka upacara menandatahun pun segera dilaksanakan. Ada permulaan acara diadakan serah terima olehsukut“tuan rumah”menanda tahun pada tahun lalu kepadasukut“tuan rumah”menanda tahun tahun ini. Selaku sukut “tuan rumah” berperan penting dalam pelaksanaan ritual menanda tahun. Sebagai sukut “tuan rumah”menandatahun mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dituruti selama satu tahun. Kewajiban-kewajiban atau tabu-tabu yang harus dijalankan dalam satu tahun tersebut adalah tidak bisa memotong rambut selama satu tahun. Kemudian kewajiban yang harus ditaati selama proses berjalannya upacara ritual menanda tahun tidak bisa mencabut suatu tanaman, dan tidak bekerja keladang. Setelah selesai acara penyerahan sukut“tuan rumah”menanda tahun tahun lalu kepada sukut“tuan rumah”menanda tahun tahun ini, maka sukut“tuan rumah”menanda tahun untuk tahun ini memberikan kata sambutan atau ucapan terima kasih kepada sukut “tuan rumah”menanda tahun tahun lalu karena telah memberikan kepercayaan sebagai sukut‘tuan rumah” menanda tahun. 39 Acara selanjutnya dipegang oleh sibasoguru “dukun” untuk pemotongan ayam kurban. Namun, sebelum melakukan pemotongan ayam kurban, sibasoguru “dukun” terlebih dahulu memanjatka doa. Adapun doa yang dipanjatkan adalah sebagai berikut ini: “En mo tuhu manuk kuseat, barang ise pe nahan melanggar perbuaten nasa bana mo ko menggagat. Ibagasen sidaren kuberre kami mo ko mangan, mangan mo ko. Kami isen sisada rube si enem kuta imo nalako merbulaban ibagasen katika en. Marang kade pe nahan simasa ikatika en bagahken mo. Janah barang ise pe nahan melanggar pati- patin si kuulaken kami en asa bana mo ko menggagat. Jadi ibagasen sidaren kami lako mengulaken ulan nami imo ulan pertahunen. Asa tuhu mo begeken empung pengisi ladang en, merembahken simerandal, merembahken sari matua, asa beak gabe kami imo sisada rube sienem kuta ibagasen sidaren nai, janahpe mula siso sellohna i ulaken kami marang pe ise simelanggar pati-patin en, syarat-syaraten en bana mo ko sumempa, bana moko menggagat asa anggiat kami ibagasen sisada rube sienem kuta gabe merembahken kini beak, mangan moko.” “Inilah ayam kupotong, barang siapa nantinya melanggar perjanjian ini, kepada dialah karma itu. Pada hari ini kami akan memberikan engkau makan, makanlah engkau. Kami disini Sisada Rube Sienem Kuta untuk melaksanakan perjanjian. Apapun nantinya yang akan terjadi berilah petunjukmu, dan barang siapa yang melanggar peraturan-peraturan yang kami kerjakan ini dialah yang akan mendapatkan karmanya. Jadi, pada hari ini kami akan mengerjakan pekerjaan kami yaitu pekerjaandoa tahunan. Kami mohon dengarkanlah penguasa pengisi alam gaib, membawa kebaikan, membawa panjang umur, murah rejeki kami yang ada di Sisada Rube Sienem Kuta mulai pada saat ini, dan apabila yang kami lakukan atau kerjakan yang melanggar aturan-aturan 40 perjanjian, tabu-tabu ini kepadanyalah karma itu,. Dan semoga kami di Sisada Rube Sienem Kuta membawakan rejeki. Makanlah engkau”. Kemudian ayam kurban dipotong diatas benih yang telah disiapakan oleh sukut dimana nantinya benih yang dicampur darah ayam kurban tersebut yang akan dibagikan kepada setiap warga untuk digabung dengan benih tahunan mereka. Kemudian sibasoguru “pemimpin ritual” disaksikan para peserta menanda tahun, dan memperlihatkan gerak-gerik dan organ tubuh ayam kurban setelah disembelih dan dibelah. Dari situlah sibasoguru “dukun” meramalkan kejadian- kajadian atau hal-hal yang harus ditaati oleh seluruh penduduk Sisada Rube selama satu tahun. Setelah ayam kurban benar-benar mati sibasoguru “dukun” melihat letak dan posisi ayam yang merupakan isyarat atau gerak-gerik. Adapun isyarat-isyarat yang dilihat olehsibasoguru “dukun” adalah sebagai berikut. a.Letak dan Posisi Ayam: b.Letak kepala ayam dan c. Isi mulut dari ayam. Setelah sibasoguru “dukun” melihat letak dan posisi ayam, letak kepala ayam, isi dari mulut ayammaka sibasoguru “dukun” mengumumkan kepadamasyarakat tentang hal-hal yang yang harus dipatuhi, dan bagaimana kehidupan masyarakat kedepannya. Maka hal selanjutnya yang harus dilakukan sibasoguru “dukun” dan masyarakat Sisada Rube Sienem Kutaadalah tudung kepala dipakaikan kepada sukut“tuan rumah”menanda tahun. Makna dari menudungi takal “menutupi kepala” ini adalah supaya tanaman tertutup dari hama-hama, dan dibuka secara serentak oleh 41 masyarakat sambil megucapkan kata-kata “terbukalah rejeki kepada seluruh masyarakat Sisada Rube SienemKuta”. Kemudian diikuti dengan kata sambutan dari utusan masyarakat dari pihak berru “pengambil anak gadis” yaitu marga Bancin. Upacara menanda tahun hampir selesai. Tibalah saatnya semua masyarakat yang hadir dalam acara ritual menanda tahun makan bersama pelleng “makanan khas suku Pakpak” yang telah dibungkus dengan daun langge “tumbuhan hutan” yang disebut nakan tendi “kebatinan”. Sehubungan dengan itu hidangan daging ayam khusus yang disebut sulang dibagikan kepada kelompok utusan masyarakat. Pada akhir upacara adalah “rebbu”.Rebbu dapat diartikan puasa, hal ini diyakini sebagai bentuk akan keyakinan hal-hal yang telah dipatuhi oleh masyarakat Sisada Rube Sienem Kuta, dan dikemudian hari masyarakat diharapkan akan jadinduma “makmur”. Rebbu “puasa” dilaksanakan setelah sibasoguru “dukun”memberikan tanda atau batas-batas kampung yang ikut dalam pelaksanaan ritual menandatahun di Sisada Rube Sienem Kuta. Pelaksanaan rebbu“puasa” dilaksanakan pada hari itu juga, masyarakat tidak bisa melakukan aktifitas pada hari itu juga dan masyarakat juga harus tidur sampai senja. Setelah matahari terbenam barulah bisa melakukan aktifitas sebagaimana biasanya. Setelah pengumuman diumumkan kepada masyarakat tibalah saatnya pembagian benih padi yang dipakai pada saat ritual menanda tahun kepada masyarakat untuk nantinya benih tersebut dicampurkan dengan benih yang akan ditanam di ladang masing-masing. 42 Tibalah saatnya hari dan tanggalmardang“menanam padi”. Masyarakat Sisada Rube secara bergotong royong pergi mardang “menanam padi” diladang masyarakat yang telah disepakati sebelumya. 4.1.10.Upacara Menanda Tahun dan Kaitannya Dengan KonservasiLingkungan. Pelaksanaan upacara menanda tahun ternyata mempunyai kaitan terhadap lingkungan alam dan sosial. Unsur-unsur yang berkaitan secara langsung adalah adanya: tabu-tabu, runggu “musyawarah”, kata-kata wejangan, dan aturan-aturan lainya. Tabu-tabu yang secara langsung yang berdampak positif terhadap lingkungan alam, khususnya hutan, misalnya tabu membakar hutan, tabu menebang atau membuka hutan untuk dijadikan ladang pada sembarangan waktu dan tempat. Kemudian adanya sanksi dicemooh, dikucilkan atau diusir. Dalam kegiatan runggu “rapat” pada tahun 1991, misalnya merubah besarnya sanksi bagi pelanggar tabu sesuai dengan keadaan ekonomi penduduk, seperti bagi pembakar hutan dan pembabatan hutan secara liar. Kalau sebelumnya cukup dengan membayar denda seekor ayam dan satu kaleng beras, diputuskan menjadi seekor babi atau kambing dengan empat kaleng beras untuk luas sekitar seperempat hutan hektare hutan. Dalam kata wejangan para pengetuai maupun utusan lainnya, selalu menekankan pentingnya memelihara hutan, mentaati tabu-tabu dan aturan-aturan untuk membuka hutan. Mengawali dari bagaimana cara memiliki hutan atau tanah, penjelasan dari roh- roh padi maupun penguasa ghaib lainya, pemilihan lokasi hutan, pengerahan tenaga kerja, dan tujuan upacara menanda tahun. Melalui kata-kata wejangan ini, pengetahuan tersebut diturunkan kepada para peserta upacara dan kemudian para peserta menurunkannya atau memberitahukan kepada warga yang tidak turut serta. 43 Aturan-aturan dan tabu-tabu yang berkenan, ternyatata juga lebih kompleks atau lebih banyak dikenakan bagi para keturunan diluar marga Manik. Misalnya untuk bisa memiliki sebidang tanah atau hutan, harusmelalui prosedur memberikan sesuatu barang atau makanan kepada keturunan marga Manik, juga tabu-tabu berdasarkan ramalan sibasoguru dukun lebih banyak dan bervariasi bagi mereka. Secara kwantifikasi memang tidak dapat dirinci sejauh mana pengaruh upacara menanda tahun terhadap kelestarian lingkungan alam di SisadaRube Sienem Kuta, namun dengan adanya tabu, pengetahuan dan sanksi-sanksi tersebut setidaknya dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk tidak membakar atau membuka hutan secara sembarangan, memiliki tanah atau hutan secara sembarangan dan memperlakukan orang ataukelompok lain secara sembarangan. Untuk memperkuat argumentasi ini dapat dilihat dari adanya keserentakan dalam perladangan, seperti keteraturan dalam perladangan, seperti keteraturan dalam lokasi dan tahapan produksi karena dituntut untuk mematuhi aturan-aturan yang berkenaan dengan upacara. Lokasi ladang mengelompok dan teratur. Kompleksnya syarat bagi pendatang sehingga pemilikan tanah atau hutan didominasi oleh keturunan dari marga Manik, akibatnya terdapat pemerataan dalam pemilikan hutan, karena kuturunan marga Manik merupakan mayoritas penduduk dari segi jumlah. Aturan-aturan dan tabu-tabu ini juga ternyata berpengaruh terhadap tetap lebih dihormati atau dianggap tinggi statusnya dari marga Manik dari pada marga-marga pendatang lainnya, karena selain tetap diakuinya mereka sebagai marga tanoh “pemilik tanah”, dan juga keturunan dari marga lainnya mayoritas termasuk sebagai kelompok beru “pengambil anak gadis”, sehingga harus hormat dan patuh. 44 Contoh lain padamasa lalu “cerita lisan informan”, ternyata dua kali terjadi pertengkaran diwilayah Sisada Rube yang dapat diselesaikan atau didamaikan dalam momen upacara menanda tahun. Pertama antara keturunan marga Manik dengan marga Solin, kedua pertengkaran antara penduduk lebuh “kampung” Simerpara dengan Kecupak. Dari contoh diatas dapat dikatakan bahwa penduduk lebih berhati-hati dan terbatas dalam bertindak baik terhadap alam maupun dalam hubungan dengan individu atau kelompok lainnya. Mereka juga menjadi lebih mengerti hak dan tanggung jawab terhadap lingkungan alam maupun terhadap sesama penduduk. Secara konkrit dapat dilihat dari data sekunder yang ada dikantor Kepala Desa tentang luas hutan. Ternyata dibandingkan dengan dua desa tetangga lainya yang melaksanakan upacara menanda tahun, luas hutannya lebih sedikit dari ketiga desa yang mencakup Sisada Rube. Misalnya di Sisada Rube luas hutannya sekitar 4.278 Ha, dengan rincian 470 Ha di Desa Simerpara, sementara Desa Salak I tidak dijumpai lagi adanya hutan dan di Desa Binanga Boang hanya sekitar 250 Ha. Keduanya sejak lama tidak melaksanakan upacara menanda tahun tersebut. Contoh konkrit dalam kaitannya dengan gengsi dari pihak keturunan marga Manik adalah lebih beragam dan banyaknya hak-hak yang dimiliki. Misalnya, bilamana keturunan marga diluarnya mengadakan pesta, maka mereka harus minta restu atau izin, disamping wajib memberikan sesuatu seperti daging, kain ataupun uang sebagai upah marga tanoh “tuan tanah”. Juga untuk duduk sebagai Kepala Desa atau sebagai calon Kepala Desa, secara tersirat harus marga Manik, dan juga nyatanya hingga penelitian ini dilakukan belum pernah diduduki oleh marga lain. Bila dikaitkan dengan 45 populasi mereka yang mayoritas, aturan-aturan ini menjadi lebih ideal untuk kesinambungan sehingga konflik dan kecemburuan sosial bisa lebih dieratkan. 46 4.2Makna Upacara Ritual Menanda Tahundi Sisada Rube Pada Masyarakat Pakpak dan Simbol-simbol Serta Perlengkapan Upacara Ritual Menanda Tahun. 4.2.1. Makna Upacara Ritual Menanda Tahun Di Sisada Rube Pada Masyarakat Pakpak. Upacara menanda tahun adalah salah satu jenis upacara yang berkaitan dengan proses perladangan bagi orang Pakpak umumnya dan masyarakat Sisada Rubekhususnya. Upacara menanda tahun memiliki makna yang tersendiri bagi masyarakat Sisada Rube, sehingga upacara menanda tahun ini harus dilakukan setiap tahunnya demi keberkahan hasil ladang masyarakat Sisada Rube. Sejarah mula terjadinya upacara menanda tahun di Sisada RubeSienem Kuta bermula dengan meningkatkan nilai rasa kegotong-royongan yang dilakukan secara bersamaan guna mengurangi hama diperladangan masyarakat Sisasda Rube Sienem Kuta. Karena jikamenanda tahun dilaksanakan tidak secara serentak tentunya hama akan berpencar keladang masyarakat. jadi, pertama sekali makna dari pelaksanaan ritual menanda tahun ini adalah meningkatkan nilai rasa kegotong-royongan antara masyaratkat Sisada Rube. Pada jaman dahulu, empung arnia “nenek moyang”Sisada Rube pernah melaksanakan menanda tahun tidak secara serentak pertama sekali mereka mengalami berkurangnya hasil panen mereka, hama semakin banyak, dan rasa kegotong-royongan tidak ada lagi. 47 Sehingga dengan adanya pelaksanaan ritual menanda tahun secara serentak meningkatkan adanya rasa toleransi kegotong-royongan atau saling membantu antara masyarakat Sisada Rube. Karena pada jaman dahulu masyarakat Pakpak Sisada Rube tidak mengenal yang namanya upah “gaji” tetapi mereka masih memakai yang istilahnya mersiurup-urupen“saling membantu”, berbeda dengan jaman sekarang ini ada istilah Pakpak Sadikema “berapa gajinya’ ataupun sering dikataken upahen “bekerja namun harus ada imbalan”. Upacara ritual menanda tahun memiliki tabu-tabu yang harus ditaati dan dilakukan setiap masyarakat Sisada Rube. Karena tabu-tabu itu sendiri memiliki makna sehingga harus ditaati masyarakat Sisada Rube selama upacara ritual menanda tahun berlangsung dengan tujuan tidak menyalahi dan melanggar aturan-aturan demi keberhasilan ladang, dan bagaimana kehidupan masyarakat Sisada Rube kedepannya. Adapun tabu-tabu yang harus dilakukan atau ditaati selama berlangsungnya upacara ritual menanda tahun adalah sebagai berikut: 1. Masyarakat Sisada Rube tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya : keladang, memotong kayu, memotong rumput, mengkorek tanah, karena tabu- tabu ini memiliki makna bagi masyarakat Sisada Rube. Jika mereka melakukan kegiatan ini diantara salah satunya maka hama akan merusak tanaman yang mereka tanam, dalam arti kata hama akan memotongi tanaman mereka jika masyarakat Sisada Rube memotong kayu. Hama juga akan memotong tanaman mereka tersebut jika mereka memotong kayu, dan jika mereka mengkorek tanah maka akibatnya tanaman mereka juga nantinya akan dikorek oleh hama atau hewan pengganggu lainnya seperti halnya yang 48 diistilahkan masyarakat di Sisada Rube isungke perkepar dirusak dari seberang. 2. Tidak bisa menyalakan api selama satu hari itu sebelum matahari tenggelam, hal ini memiliki makna jika kita menyalakan api tentunya nantinya hama atau hewan pengganggu akan merajalela merusak tanaman kita seperti panasnya api yang bisa membakar karena pada masyarakat pakpak api merupakan sibolis setan. 3. Tidak bisa memotong rambut pada hari itu juga terutama sukut tuan rumah menanda tahun hal ini juga memiliki makna bagi masyarakat Sisada Rube, jika melakukan pemotongan rambut tentu nantinya hewan pengganggu tanaman juga akan memotong dan menghabisi tanaman masyarakat. Dengan demikian tabu-tabu diatas harus dilaksanakan dan dihargai jika masyarakat ingin tanaman mereka selamat dan juga agar hasil panen mereka akan bertambah bahkan rejeki mereka akan bertambah dua kali lipat dari sebelumnya. Karena ini merupakan amanah yang harus dilakukan yang telah dilaksanakan nenek moyang orang Pakpak sejak jaman dahulu. 49 4.2.2. Makna Simbol-simbol dan Perlengkapan Upacara Ritual Menanda Tahun di Sisada Rube Pada Masyarakat Pakpak. Hidup ini memang digerakkan oleh simbol-simbol, dibentuk oleh simbol-simbol, dan dirayakan dengan simbol-simbol yang memiliki makna dalam kehidupan sehari hari. Demikian juga didalam kebudayaan tentunya memiliki simbol-simbol yang memiliki makna tersendiri bagi kehidupan masyarakat berbudaya. Demikian juga halnya dengan masyarakat Pakpak yang masih meyakini dan percaya terhadap simbol-simbol kebudayaan, dimana mereka masih menganggap adanya roh-roh leluhur nenek moyang mereka terhadap simbol kebudayaan mereka. Demikian halnya didalam upacara ritual menandatahun ada simbol-simbol ataupun lambang-lambang yang memiliki kekuatan gaib yang masih dipercaya pada saat ini yang masih memiliki makna yang dapat membawa rejeki kepada masyarakat Sisada Rube jika tanda arau simbol-simbol itu dihargai. Adapun mankna simbol dalam upacara ritual menanda tahun adalah sebagai berikut:

a. Batu tetal