26
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data ialah sebuah cara penelitian dalam pengkajian data
baik dari tinjauan pustaka maupun penelitian lapangannya.
Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Metode Observasi
Metode ini dilakukan untuk mengamati secara langsung daerah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi yang mampu memberikan informasi
data yang dibutuhkan, teknik yang dipergunakan penulis adalah teknik catat. b.Metode Wawancara
Menurut Bungin 2001:133, metode wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap
muka antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai. Metode ini dilakukan langsung mewawancarai informan guna memperoleh
informasi yang lebih lengkap tentang upacara ritual menanda tahun di Sisada Rube pada masyarakat Pakpak.
Teknik yang digunakan yaitu teknik wawancara dan teknik rekam. c.Metode Kepustakaan
Dalam penelitian ini juga akan diteliti data sekunder. Dengan demikian, data yang akan dijadikan dalam penelitian ini menggunakan metode kepustakaan.
Metode ini juga merupakan salah satu sumber data penelitian kualitatif yang sudah lama digunakan karena sangat bermanfaat. Dalam penelitian ini
27
penulisjuga mencari buku-buku pendukung yang berkaitan dengan msalah dalam penulisan proposal skripsi ini dengan menggunakan teknik catat.
3.5. Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah metode atau cara dalam mengolah data mentah sehingga menjadi data akurat dan ilmiah. Pada dasarnya dalam menganalisis data
diperlukan imajinasi dan kreativitas sehingga diuji kemampuan peneliti dalam menalar
sesuatu.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Menganalisis data kualitatif, boleh dikatakan sebagai suatu kegiatan yang berlangsung
secara terus menerus, bukan hanya suatu saat setelah penelitian usai. Pekerjaan ini merupakan proses yang berkelanjutan, bukan kegiatan sesaat.
Dalam metode analisis data ini, penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1 Menulis data yang diperoleh dari lapangan; 2 Data yang diperoleh diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia;
3Setelah data diterjemahkan kemudian diklasifikasikan sesuai dengan objek penelitia; 4Setelah diklasifikasikan, data-data dianalisis sesuai dengan kajian yang ditetapkan;
dan 5Membuat kesimpulan.
BAB IV
28
PEMBAHASAN
4.1.
Tahapan Upacara Ritul Menanda Tahun di Sisada Rube Pada Masyarakat Pakpak.
Upacara menanda tahunadalah salah satu satu jenis upacara yang berkaitan dengan proses perladangan bagi orang Pakpak umumnya dan SisadaRube khususnya.
Upacara ini dilakukan sekitar bulan Mei atau Juni, setiap tahunnya, menjelang musim
tanam padi.
Pada mulanya pelaksanaan menanda tahundi Sisada Rube dilakukan melaui tiga tahap . tahap pertama, dilakukan secara bersamaan dibukit yang disebut Cimpedak,
sekitar 1,5 kilo meter dari kantor kepala desa Kecupal II. Kedua, dilakukan secara terpisah, penduduk desa Kecupak I dan II tetap dibukit Cimpedak, sementara penduduk
Simerpara, melakukan sendiri secara berpindah-pindah diladang yang baru pertama kali dibuka, yakni diladang generasi tertua dari mereka. Alasan pemisahan saat itu selain
karena jauhnya lokasi pertama dari Lebuh Simerpara Desa Simerpara, juga karena dianggap penduduknya sudah mampu melaksanakan secara tersendiri. Tetapi
kemudian, sekitar tiga generasi yang lalu, penyatuan upacara tersebut “harus” dilakukan karena semakin berkembangnya marga Manik dan terjadinya konflik. Pihak
marga Bancin sebagai Berru pengambil anak gadisdan Berutu sebagai puangpemberi anak gadismerasa berkewajiban untuk mengakurkan keduanya. Setelah tercapai
kesepakatan maka ditetapkan waktu yang tepat untuk menyatukan kembali pelaksanaan upacara dan lokasi yang paling ideal adalah Delleng Simenoto karena persis ada
diperbatasan wilayah Simerpara dengan Kecupak I dan Kecupak II. Sebagai lambang
29
perdamaian seorang bermarga Bancin memahat sebuah patung kadal yang hingga sekarang tetap berada dilokasi.
Waktu pelaksanaan upacara ritual menanda tahun menurut informan selalu sekitar Mei atau Juni. Pertimbangannya karena pada bulan-bulan tersebutlah musim
hujan tiba sehingga cocok dengan musim tanam. Tentang hari pelaksanaannya ditentukan berdasarkan kalender tradisional meniti ari. Dalam kalender lokal dikenal
hari-hari baik dan tidak baik. Jadi pilihan dijatuhkan pada hari yang baik. Seperti pada upacara menanda tahun pada tahun 1991, ditetapkan tanggal 1 juni 1991 tepatnya hari
sabtu, yang dalam penanggalan menurut warga setempat disebut beraspati naik hari yang baik untuk menanam.
4.1.1
Membunyikan Tabularang
Dalam melaksanakan upacara menanda tahun selalu diawali dengan pertaki tokoh adat untuk menyebarluaskan pengumuman dengan membunyikan tabularang.
Pengumuman dilaksanakan dengan menyembunyikan tabularanglonceng yang terbuat dari kaleng-kaleng sambil mengumumkan kepada masyarakat secara lisan untuk
berkumpul ditempat yang telah ditentukan dalam rangka melaksanakan rapat persiapan pelaksanaan menanda tahun.
Setelah dapat hari dan tanggal yang telah ditentukan dalam pengumuman maka masyarakat datang berkumpul untuk melaksanakan rapat, dimana dalam rapat tersebut
dihadiri oleh utusan-utusan Rube kampung dan tidak ketinggalan juga kaum perempuan aktif dalam menghadiri rapat tersebut, dan selalu turut diundang
pemerintah Desa, Kecamatan, bahkan pemerintah Kabupaten.
30
4.1.2. Runggu
Rapat dalam bahasa Pakpak disebut runggu, dalam melaksanakan rapat dipinpin oleh pertaki tokoh adat. Didalam melaksanakan rapat pertama sekali memberikan kata
sambutan ialah pertaki tokoh adat. Hal-hal yang dibahasa dalam rapat menanda tahun tersebut adalah:
1 Pemilihan sukut menanda tahun tuan rumah; 2 Pembentukan panitia acara menanda tahun;
3 Penentuan waktu atau hari pelaksanaan menanda tahun; 4 Pendanaan menanda tahun;
5 Penunjukan sibasoguru dukun pemimpin upacara ritual menandatahun; 6 Pembagian bata-batas lahan perladangan dan ;
7 Penentuan waktu gotong royong untuk persiapan lahan penanaman padi serta keputusan-keputusan hal lainnya untuk kelancaran dalam acara ritual menanda
tahun. Hasil keputusan rapat menanda tahun tersebut diumumkan kepada masyarakat
dengan membunyikan kembali tabularang lonceng dengan berkeliling di Sisada Rube kampung. Adapun hal-hal yang diumumkan kepada masyarakat di Sisada Rube
kampung adalah pengumuman biaya bersama dalam pelaksanaan menanda tahun . Biaya pelaksanaan menanda tahun sejak jaman dahulu adalah hasil dari swadaya
masyarakat dipungut sebagaimana hasil keputusan rapat pada runggu rapat persiapan
31
menanda tahun. Adapun pungutan yang dikenakan pada masyarakat dengan takaran beras sebanyak tiga muk dalam setiap rumah tangga. Pada saat memberikan sumbangan
beras tersebut masyarakata wajib mengucapkan kata-kata atau doa-doa seperti berikut ini:
“En mo tuhu beras menanda tahun ndai, asa lambang mo tuhu dukut, mberras mo tuhu page ndaoh karina pengago”
“Inilah beras untuk menanda tahun tadi , jauhlah semua hama-hama dan bertambahlah hasil panen kita nantinya”.
Setelah beras terkumpul semuanya maka beras tersebut diserahkan kepada sukut tuan rumah menanda tahun, dan biasanya jumlah beras yang terkumpul sebanyak 27
kaleng 270 liter. Beras yang terkumpul inilah nantinya yang akan digunakan untuk keperluan makan bersama atau pun disebut sebagai nakan tendi.
4.1.3. Ritual Pemberangkatan Mersiurup-urupen
Mersiurup-urupen gotong royong adalah merupaka salah satu tradisi yang selalu dilakukan masyarakat Sisada Rubesampai pada saat ini untuk saling
meringankan pekerjaan secara bersama-sama. Sebelum berangkat keladang masyarakat berkumpul ditempat yang telah ditentukan untuk memanjatkan doa pemberangkatan
rumabi membuka lahan yang dilakukan warga dengan bergotong royong.
Ritual pemberangkatan gotong royong dilaksanakan oleh sibaso atau pemimpin ritual dengan tujuan supaya dalam melaksanakan gotong royong dan pembagian batas-
batas lahan masyarakat aman, dan tidak mendapatkan gangguan fisik atau gangguan
gaib. Adapun doa pemberangkatan gotong royong tersebut adalah sebagai berikut:
32
“O ale pengulu balang balangse en mo kuberreken pelleng sicina mbara merdenganken daroh matah, asa aremben laus dukak en lako tumabah asa ulang mengugahi i
tumabah ndaoh hali ndaoh habat, murah rejeki, tambah mo perejekinna ibas ia mengulaken ulanna i i juma nai i sidari baremben nai”
“Wahai penguasa alam gaib ini kami persembahkan pelleng sicina mbara dan darah ayam yang mentah, dimana besok anak kami ini berangkat kehutan untuk mengerjakan
pekerjaannya, jauh-jauhlah semua mara bahaya, dan murahlah rejekinya sewaktu dia mengerjakan pekerjaannya itu diladang mulai hari esok sampai selama-lamanya”.
Setelah acara ritua pembukaanlahan selesai, maka wargamasyarakat makan pelleng makanan khas bersama yang telah disediakan sukut tuan rumah menanda
tahun yang dikerjakan secara bergotong royong.
4.1.4. Menoto
Menotoberdoa adalah doa-doa yang dipanjatkan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur agar terhindar dari segala bahaya dan hasil tani nantinya mendapatkan
hasil yang memuaskan. Adapun doa dalam menoto tersebut adalah sebagai berikut:
“Aku sidari en nai mo katengku kumulai menoto, kerna ibas sidari en ma ngo ari mende ibas perberkatta lako perbagian tanohta en”
“Mulai hari inilah akan kumulai menoto, karena hari inilah hari yang baik untuk kita berangkat membagi tanah kita ini”.
33
“En simbernaik ku kabus iterruh nai laus mibabo asa menangkih mo karina perejekin nami mulai sidari en nai soh mi ari kaduian”
“Inilah simbernaik pohon hutan saya bersihkan dari bawah keatas supaya naiklah semua rejeki kami mulai hari ini sampai selama-lamanya.
“En waren kutanemken penggancih pengago, asa tanem karina pengago isenda nai ulang lot ne mengidah kami”
“Inilah tali kutanam sebagai pengganti hama, biar tertanamlah semua hama mulai dari sekarang dan tidak ada yang dapa melihat kami”.
“Enggo kutultuli ndai golokku lako berkat misen, lako mengrabiken perjuman en mahan kenggeluhen. Asa ciboni mo karina segala pengago, ulang nenge roh pengago
mendahiken kami sisada dungguken en mulai sidari en nai” “sudah kutempa tadi parangku sebelum berangkat ketempat ini, untuk membuka ladang
ini sebagai sumber kehidupan. Kiranya semua hama akan sembunyi dan tidak akan mengganggu dan tidak mendatangi kami satu keturunan mulai hari ini”.
4.1.5. Tumabah
Tumabah adalah menebang pohon-pohon untuk membuka perladangan. Biasanya tumabah dilakukan dihutan, dengan tujuan dari tumabah ini adalah untuk
memepermudah penanaman padi dan juga sebagi proses untuk pembersihan lahan agar nantinya tanaman padi yang telah ditanam akan tumbuh dan mendapatkan sinar
matahari. Dan didalam tumabah ini hal-hal yang dilakukan juga adalah menuhtuhi.Menuhtuhi adalah memotong bagian ranting dari pohon-pohon disekitar
34
perladangan agar tidak menghalangi pertumbuhan tanaman. Setelah itu diadakan juga rumabi pebersihan rerumputan supaya tidak menghalangi penanaman dan
pertumbuhan padi yang yang ditanam nantinya.
4.1.6. Menuluhi Menutungi
Setelah tanaman penggangu ditebang, rumput dikumpulkan dan lahan dibersihkan dengan membakar rumput yang telah dikumpulkan.
Sebelum menutungi membakar terlebih dahulu penutungi orang yang membakar memakan napuren penter sirih sebagai penghormatan kepada penguasa
alam gaib dan juga memanjatkan doa-doa terhadap penguasa alam gaib supaya tidak ada halangan untuk penanaman dan hasil panen akan melimpah ruah.
Adapun doa yang diucapkan penutungi orang yang membakar rumput adalah sebagai berikut:
“En mo pung aku naing menutungi. Bage penutungi rambah en mo tuhu karina sinasa pengago mulai sidaren nai sakat mikaduan, asa messeng mo tuhu karinana pengago i.
Makin tambahna mo rejeki nami karinana sisada rube ” “Kakeknenek saya ingin membakar. Seperti pembakaran rumput inilah semuanya
hama mulai dari sekarang sampai selamanya, biar terbakarlah semua hama tersebut, makin bertambahlah rejeki kami mulai sekarang sampai selama-lamanya satu kampung
ini”.
4.1.7. Menghabam
35
Menghabam adalah merupakan penghormatan kepada penguasa alam gaib dengan menanam tumbuhan tertentu yang dianggap memiliki makna yang tersirat didalam
kehidupan masyarakat.setiap orang Pakpak mengadakan upacara adat baik upacara sukacita maupun dukacita tanaman ini harus ada.
Adapun jenis tanaman tersebut antara lain:
1 Bengkuang;
2 Sampilit;
3 Turbangen
4 Silinjuhang;
5 Tebbu;
6 Galuh sintabar
Tanaman ini ditanam ditengah-tengah perladangan disekitar penebangan pohon, dengan tujuan tanaman padi terlindung dari segala hama. Adapun doa yang dipanjatkan
padasaat menghabam penanaman tumbuhan diatas adalah sebagai berikut: “En mo tuhu bengkuang kusuan. En bengkuang en asa ulang lot pengago-pengago
baho sinasa permaran’ “Inilah kutanam bengkuang, ini kutanam supaya tidak ada hama dan turunnya hujan es
dan tidak ada mara bahaya”. “En mo tuhu kusuan sampilit, asa mpilit mo tuhu karina sinasa jadi, pilit karina simada
toko i juma en nai” “Inilah kutanam tumbuhan sampilit, biar pergilah semua yang tidak baik dari ladang
ini”
36
“En mo tuhu kusuan turbangen asa terbang milangit mo tuhu karina sinasa jadi dekket pengago karina ijuma en nai”
“Inilah kutanam turbangenbangun-bangun supaya terbang kelangitlah segala hama dan semuanya yang tidak baik dari ladang ini”.
“En mo tuhu kusuan silinjuhang, asa bage silinjuhang en mo perberitaan ijuma en nai” “Inilah kutanam tumbuhan silinjuhang, supaya seperti silinjuhang inilah berita dari
ladang ini”. “En mo tuhu kusuan tebbu, asa bage pertenggi tebbu en mo kenggeluhen dekket
perasan, tenggimo perejekin soh mi ari podi” “Inilah kutanam tebu, seperti tebu inilah kehidupan dan pemikiran, dan manislah serlalu
rejeki sampai akhir jaman”. “En mo tuhu kusuan galuh sitabar, asa bage galuh sitabar en mo mentabar karina
marang kade silot ibabo tanoh en” “Inilah kutanam pisang sitabar, seperti pisang sitabar inilah semuanya, yang bisa
mengobati segala penyakit yang ada dibumi ini”.
4.1.8. Jalannya Upacara
37
Pada pagi harinya semua warga masyarakat Sisada Rube berangkat kegunung kelokasi tempat menanda tahun, dimana lokasi yang telah ditetapkan di Delleng
Simenoto. Tempat ini berada di kaki gunung, dimana ditempat ini sudah dibuat tanda menanda tahun.
Tanda tersebut yaitu sebuah patung cicak yang terbuat dari ukiran batu. masyarakat memegang hak ulayat Sisada Rube adalah marga Manik. Sehingga sukut
tuan rumahmenanda tahun harus dari marga Manik. Adapun marga yang lain yang tinggal menetap di Sisada Rube adalah marga lain yang memperistri putri marga Manik
dan mereka disebut berru dan marga lain pengambilan istri oleh marga Manik dan mereka disebut puang.
Antusias masyarakat dalam pelaksanaan menanda tahunsangat besar. Kelompok anggota masyarakat datang berbondong-bondong menghadiri acara tersebut diantaranya
sukut “pelaksana utama”, pegetuai marga Manik “tokoh masyarakat”, kelompok desa, kelompok berru“pengambil gadis”, kelompok puang “pemberi gadis”, simatah daging
“pemuda-pemudi”, sibasoguru “pemimpin ritual”, pengurus agama. Semua hal-hal atau peralatan yang telah disiapkan seperti: pelleng “makanan khas
Pakpak”, ranting pohon rube, ardang “tugal”, pancungan bambu, jennap“parang khusus”, benih padi, peramaken “tikar pandan”, ayam kurban satu ekor, napuren penter
“sekapur sirih”, dan tudung kepala diletakkan ata disusun disekitar batu cicak. Batu cicak yang sudah berusia puluhan tahun bahkan ratusan tahun dan juga
dibuat aula sebagai tempat masyarakat untuk mengikuti acara menandatahun. Aula tersebut juga adalah sebagai tempat ibu-ibu membungkusi pelleng “makanan khas suku
Pakpak”. Makanan itu disediakan untuk seluruh masyarakat yang hadir dalam upacara ritual menanda tahun. Pelleng “makanan khas suku Pakpak” ini terbuat dari nasi yang
38
dimasak dengan air santan dan diberi kunyit dan bumbu-bumbu untuk memberikan warna yang khas serta diberikan cabe merah. Daun pembungkus adalah yang diambil
dari tumbuhan hutan dalam bahasa Pakpak disebut langge yang menambah rasa wangi yang khas.
4.1.9. Ritual Menanda Tahun
Setelah perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan tersedia dan kesepakatan mengenai haripun telah disepakati, maka upacara menandatahun pun segera
dilaksanakan.
Ada permulaan acara diadakan serah terima olehsukut“tuan rumah”menanda tahun pada tahun lalu kepadasukut“tuan rumah”menanda tahun tahun ini. Selaku sukut
“tuan rumah” berperan penting dalam pelaksanaan ritual menanda tahun. Sebagai sukut “tuan rumah”menandatahun mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dituruti
selama satu tahun. Kewajiban-kewajiban atau tabu-tabu yang harus dijalankan dalam satu tahun tersebut adalah tidak bisa memotong rambut selama satu tahun. Kemudian
kewajiban yang harus ditaati selama proses berjalannya upacara ritual menanda tahun
tidak bisa mencabut suatu tanaman, dan tidak bekerja keladang.
Setelah selesai acara penyerahan sukut“tuan rumah”menanda tahun tahun lalu kepada sukut“tuan rumah”menanda tahun tahun ini, maka sukut“tuan rumah”menanda
tahun untuk tahun ini memberikan kata sambutan atau ucapan terima kasih kepada sukut “tuan rumah”menanda tahun tahun lalu karena telah memberikan kepercayaan
sebagai sukut‘tuan rumah” menanda tahun.
39
Acara selanjutnya dipegang oleh sibasoguru “dukun” untuk pemotongan ayam kurban. Namun, sebelum melakukan pemotongan ayam kurban, sibasoguru “dukun”
terlebih dahulu memanjatka doa. Adapun doa yang dipanjatkan adalah sebagai berikut
ini:
“En mo tuhu manuk kuseat, barang ise pe nahan melanggar perbuaten nasa bana mo ko menggagat. Ibagasen sidaren kuberre kami mo ko mangan, mangan mo ko. Kami
isen sisada rube si enem kuta imo nalako merbulaban ibagasen katika en. Marang kade pe nahan simasa ikatika en bagahken mo. Janah barang ise pe nahan melanggar pati-
patin si kuulaken kami en asa bana mo ko menggagat. Jadi ibagasen sidaren kami lako mengulaken ulan nami imo ulan pertahunen. Asa tuhu mo begeken empung pengisi
ladang en, merembahken simerandal, merembahken sari matua, asa beak gabe kami imo sisada rube sienem kuta ibagasen sidaren nai, janahpe mula siso sellohna i ulaken
kami marang pe ise simelanggar pati-patin en, syarat-syaraten en bana mo ko sumempa, bana moko menggagat asa anggiat kami ibagasen sisada rube sienem kuta
gabe merembahken kini beak, mangan moko.” “Inilah ayam kupotong, barang siapa nantinya melanggar perjanjian ini, kepada dialah
karma itu. Pada hari ini kami akan memberikan engkau makan, makanlah engkau. Kami disini Sisada Rube Sienem Kuta untuk melaksanakan perjanjian. Apapun
nantinya yang akan terjadi berilah petunjukmu, dan barang siapa yang melanggar peraturan-peraturan yang kami kerjakan ini dialah yang akan mendapatkan karmanya.
Jadi, pada hari ini kami akan mengerjakan pekerjaan kami yaitu pekerjaandoa tahunan. Kami mohon dengarkanlah penguasa pengisi alam gaib, membawa kebaikan, membawa
panjang umur, murah rejeki kami yang ada di Sisada Rube Sienem Kuta mulai pada saat ini, dan apabila yang kami lakukan atau kerjakan yang melanggar aturan-aturan
40
perjanjian, tabu-tabu ini kepadanyalah karma itu,. Dan semoga kami di Sisada Rube Sienem Kuta membawakan rejeki. Makanlah engkau”.
Kemudian ayam kurban dipotong diatas benih yang telah disiapakan oleh sukut dimana nantinya benih yang dicampur darah ayam kurban tersebut yang akan
dibagikan kepada setiap warga untuk digabung dengan benih tahunan mereka. Kemudian sibasoguru “pemimpin ritual” disaksikan para peserta menanda
tahun, dan memperlihatkan gerak-gerik dan organ tubuh ayam kurban setelah disembelih dan dibelah. Dari situlah sibasoguru “dukun” meramalkan kejadian-
kajadian atau hal-hal yang harus ditaati oleh seluruh penduduk Sisada Rube selama satu tahun.
Setelah ayam kurban benar-benar mati sibasoguru “dukun” melihat letak dan posisi ayam yang merupakan isyarat atau gerak-gerik. Adapun isyarat-isyarat yang
dilihat olehsibasoguru “dukun” adalah sebagai berikut. a.Letak dan Posisi Ayam:
b.Letak kepala ayam dan c. Isi mulut dari ayam.
Setelah sibasoguru “dukun” melihat letak dan posisi ayam, letak kepala ayam, isi dari mulut ayammaka sibasoguru “dukun” mengumumkan kepadamasyarakat
tentang hal-hal yang yang harus dipatuhi, dan bagaimana kehidupan masyarakat kedepannya. Maka hal selanjutnya yang harus dilakukan sibasoguru “dukun” dan
masyarakat Sisada Rube Sienem Kutaadalah tudung kepala dipakaikan kepada sukut“tuan rumah”menanda tahun. Makna dari menudungi takal “menutupi kepala” ini
adalah supaya tanaman tertutup dari hama-hama, dan dibuka secara serentak oleh
41
masyarakat sambil megucapkan kata-kata “terbukalah rejeki kepada seluruh masyarakat Sisada Rube SienemKuta”. Kemudian diikuti dengan kata sambutan dari
utusan masyarakat dari pihak berru “pengambil anak gadis” yaitu marga Bancin. Upacara menanda tahun hampir selesai. Tibalah saatnya semua masyarakat yang
hadir dalam acara ritual menanda tahun makan bersama pelleng “makanan khas suku Pakpak” yang telah dibungkus dengan daun langge “tumbuhan hutan” yang disebut
nakan tendi “kebatinan”. Sehubungan dengan itu hidangan daging ayam khusus yang disebut sulang dibagikan kepada kelompok utusan masyarakat.
Pada akhir upacara adalah “rebbu”.Rebbu dapat diartikan puasa, hal ini diyakini sebagai bentuk akan keyakinan hal-hal yang telah dipatuhi oleh masyarakat Sisada
Rube Sienem Kuta, dan dikemudian hari masyarakat diharapkan akan jadinduma “makmur”.
Rebbu “puasa” dilaksanakan setelah sibasoguru “dukun”memberikan tanda atau batas-batas kampung yang ikut dalam pelaksanaan ritual menandatahun di Sisada Rube
Sienem Kuta. Pelaksanaan rebbu“puasa” dilaksanakan pada hari itu juga, masyarakat tidak bisa melakukan aktifitas pada hari itu juga dan masyarakat juga harus tidur
sampai senja. Setelah matahari terbenam barulah bisa melakukan aktifitas sebagaimana biasanya.
Setelah pengumuman diumumkan kepada masyarakat tibalah saatnya pembagian benih padi yang dipakai pada saat ritual menanda tahun kepada masyarakat untuk
nantinya benih tersebut dicampurkan dengan benih yang akan ditanam di ladang masing-masing.
42
Tibalah saatnya hari dan tanggalmardang“menanam padi”. Masyarakat Sisada Rube secara bergotong royong pergi mardang “menanam padi” diladang masyarakat
yang telah disepakati sebelumya.
4.1.10.Upacara Menanda Tahun dan Kaitannya Dengan KonservasiLingkungan.
Pelaksanaan upacara menanda tahun ternyata mempunyai kaitan terhadap lingkungan
alam dan sosial. Unsur-unsur yang berkaitan secara langsung adalah adanya: tabu-tabu,
runggu “musyawarah”, kata-kata wejangan, dan aturan-aturan lainya. Tabu-tabu yang secara langsung yang berdampak positif terhadap lingkungan alam, khususnya hutan,
misalnya tabu membakar hutan, tabu menebang atau membuka hutan untuk dijadikan ladang pada sembarangan waktu dan tempat. Kemudian adanya sanksi dicemooh,
dikucilkan atau diusir. Dalam kegiatan runggu “rapat” pada tahun 1991, misalnya merubah besarnya sanksi bagi pelanggar tabu sesuai dengan keadaan ekonomi
penduduk, seperti bagi pembakar hutan dan pembabatan hutan secara liar. Kalau sebelumnya cukup dengan membayar denda seekor ayam dan satu kaleng beras,
diputuskan menjadi seekor babi atau kambing dengan empat kaleng beras untuk luas sekitar seperempat hutan hektare hutan.
Dalam kata wejangan para pengetuai maupun utusan lainnya, selalu menekankan pentingnya memelihara hutan, mentaati tabu-tabu dan aturan-aturan untuk membuka
hutan. Mengawali dari bagaimana cara memiliki hutan atau tanah, penjelasan dari roh- roh padi maupun penguasa ghaib lainya, pemilihan lokasi hutan, pengerahan tenaga
kerja, dan tujuan upacara menanda tahun. Melalui kata-kata wejangan ini, pengetahuan tersebut diturunkan kepada para peserta upacara dan kemudian para peserta
menurunkannya atau memberitahukan kepada warga yang tidak turut serta.
43
Aturan-aturan dan tabu-tabu yang berkenan, ternyatata juga lebih kompleks atau lebih banyak dikenakan bagi para keturunan diluar marga Manik. Misalnya untuk bisa
memiliki sebidang tanah atau hutan, harusmelalui prosedur memberikan sesuatu barang atau makanan kepada keturunan marga Manik, juga tabu-tabu berdasarkan ramalan
sibasoguru dukun lebih banyak dan bervariasi bagi mereka. Secara kwantifikasi memang tidak dapat dirinci sejauh mana pengaruh upacara
menanda tahun terhadap kelestarian lingkungan alam di SisadaRube Sienem Kuta, namun dengan adanya tabu, pengetahuan dan sanksi-sanksi tersebut setidaknya
dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk tidak membakar atau membuka hutan secara sembarangan, memiliki tanah atau hutan secara sembarangan dan
memperlakukan orang ataukelompok lain secara sembarangan. Untuk memperkuat argumentasi ini dapat dilihat dari adanya keserentakan dalam
perladangan, seperti keteraturan dalam perladangan, seperti keteraturan dalam lokasi dan tahapan produksi karena dituntut untuk mematuhi aturan-aturan yang berkenaan
dengan upacara. Lokasi ladang mengelompok dan teratur. Kompleksnya syarat bagi pendatang sehingga pemilikan tanah atau hutan didominasi oleh keturunan dari marga
Manik, akibatnya terdapat pemerataan dalam pemilikan hutan, karena kuturunan marga Manik merupakan mayoritas penduduk dari segi jumlah. Aturan-aturan dan tabu-tabu
ini juga ternyata berpengaruh terhadap tetap lebih dihormati atau dianggap tinggi statusnya dari marga Manik dari pada marga-marga pendatang lainnya, karena selain
tetap diakuinya mereka sebagai marga tanoh “pemilik tanah”, dan juga keturunan dari marga lainnya mayoritas termasuk sebagai kelompok beru “pengambil anak gadis”,
sehingga harus hormat dan patuh.
44
Contoh lain padamasa lalu “cerita lisan informan”, ternyata dua kali terjadi pertengkaran diwilayah Sisada Rube yang dapat diselesaikan atau didamaikan dalam
momen upacara menanda tahun. Pertama antara keturunan marga Manik dengan marga Solin, kedua pertengkaran antara penduduk lebuh “kampung” Simerpara dengan
Kecupak. Dari contoh diatas dapat dikatakan bahwa penduduk lebih berhati-hati dan
terbatas dalam bertindak baik terhadap alam maupun dalam hubungan dengan individu atau kelompok lainnya. Mereka juga menjadi lebih mengerti hak dan tanggung jawab
terhadap lingkungan alam maupun terhadap sesama penduduk. Secara konkrit dapat dilihat dari data sekunder yang ada dikantor Kepala Desa
tentang luas hutan. Ternyata dibandingkan dengan dua desa tetangga lainya yang melaksanakan upacara menanda tahun, luas hutannya lebih sedikit dari ketiga desa
yang mencakup Sisada Rube. Misalnya di Sisada Rube luas hutannya sekitar 4.278 Ha, dengan rincian 470 Ha di Desa Simerpara, sementara Desa Salak I tidak dijumpai lagi
adanya hutan dan di Desa Binanga Boang hanya sekitar 250 Ha. Keduanya sejak lama tidak melaksanakan upacara menanda tahun tersebut.
Contoh konkrit dalam kaitannya dengan gengsi dari pihak keturunan marga Manik adalah lebih beragam dan banyaknya hak-hak yang dimiliki. Misalnya, bilamana
keturunan marga diluarnya mengadakan pesta, maka mereka harus minta restu atau izin, disamping wajib memberikan sesuatu seperti daging, kain ataupun uang sebagai
upah marga tanoh “tuan tanah”. Juga untuk duduk sebagai Kepala Desa atau sebagai calon Kepala Desa, secara tersirat harus marga Manik, dan juga nyatanya hingga
penelitian ini dilakukan belum pernah diduduki oleh marga lain. Bila dikaitkan dengan
45
populasi mereka yang mayoritas, aturan-aturan ini menjadi lebih ideal untuk kesinambungan sehingga konflik dan kecemburuan sosial bisa lebih dieratkan.
46
4.2Makna Upacara Ritual Menanda Tahundi Sisada Rube Pada Masyarakat Pakpak dan Simbol-simbol Serta Perlengkapan Upacara Ritual Menanda
Tahun. 4.2.1. Makna Upacara Ritual Menanda Tahun Di Sisada Rube Pada Masyarakat
Pakpak.
Upacara menanda tahun adalah salah satu jenis upacara yang berkaitan dengan proses perladangan bagi orang Pakpak umumnya dan masyarakat Sisada
Rubekhususnya. Upacara menanda tahun memiliki makna yang tersendiri bagi masyarakat Sisada
Rube, sehingga upacara menanda tahun ini harus dilakukan setiap tahunnya demi keberkahan hasil ladang masyarakat Sisada Rube.
Sejarah mula terjadinya upacara menanda tahun di Sisada RubeSienem Kuta bermula dengan meningkatkan nilai rasa kegotong-royongan yang dilakukan secara
bersamaan guna mengurangi hama diperladangan masyarakat Sisasda Rube Sienem Kuta. Karena jikamenanda tahun dilaksanakan tidak secara serentak tentunya hama
akan berpencar keladang masyarakat. jadi, pertama sekali makna dari pelaksanaan ritual menanda tahun ini adalah meningkatkan nilai rasa kegotong-royongan antara
masyaratkat Sisada Rube. Pada jaman dahulu, empung arnia “nenek moyang”Sisada Rube pernah
melaksanakan menanda tahun tidak secara serentak pertama sekali mereka mengalami berkurangnya hasil panen mereka, hama semakin banyak, dan rasa kegotong-royongan
tidak ada lagi.
47
Sehingga dengan adanya pelaksanaan ritual menanda tahun secara serentak meningkatkan adanya rasa toleransi kegotong-royongan atau saling membantu antara
masyarakat Sisada Rube. Karena pada jaman dahulu masyarakat Pakpak Sisada Rube tidak mengenal yang namanya upah “gaji” tetapi mereka masih memakai yang
istilahnya mersiurup-urupen“saling membantu”, berbeda dengan jaman sekarang ini ada istilah Pakpak Sadikema “berapa gajinya’ ataupun sering dikataken upahen
“bekerja namun harus ada imbalan”. Upacara ritual menanda tahun memiliki tabu-tabu yang harus ditaati dan
dilakukan setiap masyarakat Sisada Rube. Karena tabu-tabu itu sendiri memiliki makna sehingga harus ditaati masyarakat Sisada Rube selama upacara ritual menanda tahun
berlangsung dengan tujuan tidak menyalahi dan melanggar aturan-aturan demi keberhasilan ladang, dan bagaimana kehidupan masyarakat Sisada Rube kedepannya.
Adapun tabu-tabu yang harus dilakukan atau ditaati selama berlangsungnya upacara ritual menanda tahun adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat Sisada Rube tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya :
keladang, memotong kayu, memotong rumput, mengkorek tanah, karena tabu- tabu ini memiliki makna bagi masyarakat Sisada Rube. Jika mereka
melakukan kegiatan ini diantara salah satunya maka hama akan merusak tanaman yang mereka tanam, dalam arti kata hama akan memotongi tanaman
mereka jika masyarakat Sisada Rube memotong kayu. Hama juga akan memotong tanaman mereka tersebut jika mereka memotong kayu, dan jika
mereka mengkorek tanah maka akibatnya tanaman mereka juga nantinya akan dikorek oleh hama atau hewan pengganggu lainnya seperti halnya yang
48
diistilahkan masyarakat di Sisada Rube isungke perkepar dirusak dari seberang.
2. Tidak bisa menyalakan api selama satu hari itu sebelum matahari tenggelam,
hal ini memiliki makna jika kita menyalakan api tentunya nantinya hama atau hewan pengganggu akan merajalela merusak tanaman kita seperti panasnya
api yang bisa membakar karena pada masyarakat pakpak api merupakan sibolis setan.
3. Tidak bisa memotong rambut pada hari itu juga terutama sukut tuan rumah
menanda tahun hal ini juga memiliki makna bagi masyarakat Sisada Rube, jika melakukan pemotongan rambut tentu nantinya hewan pengganggu
tanaman juga akan memotong dan menghabisi tanaman masyarakat. Dengan demikian tabu-tabu diatas harus dilaksanakan dan dihargai jika
masyarakat ingin tanaman mereka selamat dan juga agar hasil panen mereka akan bertambah bahkan rejeki mereka akan bertambah dua kali lipat dari sebelumnya.
Karena ini merupakan amanah yang harus dilakukan yang telah dilaksanakan nenek moyang orang Pakpak sejak jaman dahulu.
49
4.2.2. Makna Simbol-simbol dan Perlengkapan Upacara Ritual Menanda Tahun di Sisada Rube Pada Masyarakat Pakpak.
Hidup ini memang digerakkan oleh simbol-simbol, dibentuk oleh simbol-simbol, dan dirayakan dengan simbol-simbol yang memiliki makna dalam kehidupan sehari
hari. Demikian juga didalam kebudayaan tentunya memiliki simbol-simbol yang memiliki makna tersendiri bagi kehidupan masyarakat berbudaya.
Demikian juga halnya dengan masyarakat Pakpak yang masih meyakini dan percaya terhadap simbol-simbol kebudayaan, dimana mereka masih menganggap
adanya roh-roh leluhur nenek moyang mereka terhadap simbol kebudayaan mereka. Demikian halnya didalam upacara ritual menandatahun ada simbol-simbol ataupun
lambang-lambang yang memiliki kekuatan gaib yang masih dipercaya pada saat ini yang masih memiliki makna yang dapat membawa rejeki kepada masyarakat Sisada
Rube jika tanda arau simbol-simbol itu dihargai. Adapun mankna simbol dalam upacara ritual menanda tahun adalah sebagai
berikut:
a. Batu tetal
Batu tetal patung cicak adalah patung yang dipahat dari batu oleh beru marga Manik yaitu marga Bancin. Batu tetal patung cicak merupakan tanda atau lambang
perdamaian bagi masyarakat Sisada Rube yang sampai sekarang masih tetap berada dilokasi upacara ritual menanda tahun. Pada jaman arnia dahulu marga Manik
memiliki konflik antar sesama marga Manik, sehingga beru pengambil anak gadis dari marga Manik yaitu marga Bancin mengukir batu tetal batu cicak sebagai
lambang perdamain. Diatas batu tetal “batu cicak” inilah marga Manik berjanji yang
50
disaksikan beru “pengambil anak gadis” mereka bahwa untuk kedepannya mereka tidak akan berkonflik lagi.
Batu tetal “patung cicak” memiliki makna sebagai lambang perdamaian bagi masyarakat Sisada Rube. Batu tetal “patung cicak” juga sangat bermakna bagi
masyarakat Sisada Rube karena batu cicak ini merupakan lambang dari perdamaian masyarakat Sisada Rube itu sendiri. Karena dapat kita lihat sifat cicak adalah saling
menguntungkan bagi manusia, oda nggeut mengago “membawa keberuntungan” hendaknya seperti itulah sifat manusia yang tidak merugikan terhadap orang lain.
b. Belagen mbentar peramaken.