Latar Belakang Penelitian KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
4 Reksadana syariah yang juga sering disebut dengan istilah Islamic
Investment Fund atau Syariah Mutual Fund merupakan lembaga intermediari intermediary yang membantu surplus unit melakukan penempatan dana untuk
selanjutnya diinvestasikan kembali reinvestment. Selain untuk memberikan kemudahan bagi calon investor untuk berinvestasi di pasar modal maka
pembentukan Islamic Investment Fund atau Syariah Mutual Fund juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kelompok investor yang menginginkan
keuntungan dari sumber dan mekanisme investasi yang bersih dan dapat dipertanggungjawabkan secara religius serta tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah, misalnya tidak diinvestasikan pada saham-saham atau obligasi dari perusahaan yang pengelolaan atau produknya bertentangan
dengan syariat Islam. Seperti pabrik makananminuman yang mengandung alkohol, daging babi, rokok dan tembakau, jasa keuangan konvensional, serta
bisnis hiburan yang berbau maksiat MUI, 2001. Perbedaan yang paling nampak dari operasional reksadana syariah
dengan reksadana konvensional adalah proses screening dalam mengkonstruksi portofolio. Filterasi menurut prinsip syariah akan mengeluarkan saham yang
memiliki aktivitas haram. Proses cleansing atau filterasi terkadang juga menjadi ciri tersendiri, yaitu membersihkan pendapatan yang dianggap
diperoleh dari kegiatan haram, dengan membersihkannya sebagai charity Yoga Saltian, 2006:2.
Di Indonesia sekarang ini, proses screening terhadap produk saham yang berprinsip syariah sudah tidak terlalu sulit lagi, karena sudah ada indeks
5 saham berbasis syariah yaitu Jakarta Islamic Indeks JII, yang dapat
mempermudah pemilihan saham dan pengukuran kinerja investasi berbasis syariah. Selain itu instrumen pasar modal syariah lainnya yang sudah mulai
marak adalah obligasi syariah, sedangkan pasar uang syariah sudah lebih dahulu berkembang dipelopori dengan pendirian bank berbasis syariah dengan
nama Bank Muamalat.
Kegiatan investasi yang bernafaskan Islam khususnya reksadana akan menarik, terutama karena memberi keyakinan bahwa kegiatan investasi juga
merupakan sebentuk kegiatan muamalah keperdataan dalam Islam. Reksadana syariah ini dapat dijadikan salah satu alternatif masyarakat Indonesia yang
mayoritas muslim untuk ikut serta dalam kegiatan pasar modal dengan cara yang halal, sesuai syariat agama. Mengingat hal tersebut, Indonesia jelas merupakan
pasar potensial untuk tumbuhnya investasi yang bersifat islam seperti reksadana syariah.
Pertumbuhan dan perkembangan reksadana syariah mengalami kenaikan cukup pesat. Hal ini terlihat dari data statistik bahwa sampai dengan
tahun 2003 hanya ada tiga reksadana syariah dimana satu diantaranya efektif pada tahun yang sama, sedangkan pada tahun 2004 terdapat sebanyak tujuh
reksadana syariah baru dinyatakan efektif, sehingga sampai dengan akhir tahun 2004 secara kumulatif terdapat sepuluh reksadana syariah telah ditawarkan
kepada masyarakat atau meningkat sebesar 233,33 persen jika dibandingkan dengan tahun 2003 yang hanya terdapat tiga reksadana syariah dengan total
Nilai Aktiva Bersih NAB sebesar Rp 168,11 M www.reksadanasyariah.net
.
6 Harus diakui bahwa sampai dengan akhir tahun 2004, total NAB reksa
dana syariah baru mencapai Rp. 525,97 Milyar 0,51 dari total NAB industri reksadana di pasar modal Indonesia yaitu sebesar Rp. 1,04 Trilyun. Namun jika
dibandingkan dengan NAB reksadana syariah sampai dengan tahun 2003, maka terlihat meningkat sebesar 312,872 yaitu dari Rp 168,11 Milyar pada
akhir tahun 2003 menjadi Rp.525,97 M pada akhir tahun 2004 www.reksadanasyariah.net
. Pada tahun 2008, NAB reksadana syariah diterpa krisis turun hingga
17,72 dibandingkan 2007. Jika pada tahun 2007 NAB reksadana syariah mencapai Rp 2,20 triliun maka pada tahun 2008 turun menjadi hanya Rp 1,814
triliun www.kilasberita.com
. Meskipun sempat turun nilai NAB di tahun 2008, namun hal itu tidak berlangsung lama karena pada tahun 2009 reksadana
yang mencatat persentase pertumbuhan paling fantastis adalah reksadana syariah. Reksadana syariah berhasil tumbuh hingga 283 selama periode
Januari-Mei 2009, dimana pada bulan Januari tercatat dana kelolaan sebesar Rp 769,78 M menjadi Rp 2,946 triliun di bulan mei 2009
www.vibiznews.com .
Perkembangan reksadana syariah tidak terlepas dari berbagai macam faktor yang mendasari. Perubahan yang terjadi pada faktor-faktor tersebut
dapat mempengaruhi perkembangan reksadana syariah baik secara positif maupun negatif. Variabel yang dapat digunakan untuk menganalisis
perkembangan reksadana syariah adalah Nilai Aktiva Bersih NAB dari reksadana syariah tersebut.
7 Investasi di reksadana syariah merupakan aktivitas investasi yang juga
akan dihadapkan pada berbagai macam risiko yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Untuk mengurangi kemungkinan risiko yang
akan terjadi, investor memerlukan berbagai macam informasi, baik informasi yang bersifat fundamental juga bersifat teknikal. Informasi bersifat
fundamental yaitu informasi berasal dari dalam perusahaan, informasi bersifat teknikal adalah informasi dari luar perusahaan seperti politik, makroekonomi
dan lain-lain. Iklim investasi yang kondusif cenderung dikaitkan dengan perbaikan
indikator makroekonomi. Kinerja pasar modal saham misalnya dapat dipengaruhi oleh banyak faktor terutama variabel-variabel makro ekonomi.
Dalam kegiatan ekonomi makro terkandung aspek produksi, pendapatan, pengeluaran, anggaran nasional, jumlah uang beredar dan neraca pembayaran.
Kondisi ekonomi makro yang stabil merupakan energi pendorong bagi berkembangnya pasar modal. terdapat empat faktor ekonomi makro yang
berpengaruh terhadap kinerja pasar modal, dua di antaranya adalah kurs mata uang dan inflasi I Putu Gede Ari Suta, 2000:13.
Nilai tukar ialah harga suatu mata uang yang diekspresikan terhadap mata uang lainnya. Nilai tukar dapat dipresentasikan sebagai sejumlah mata
uang lokal yang dibutuhkan untuk membeli satu unit mata uang asing Manurung dkk., 2008 : 6. Resiko nilai kurs merupakan resiko yang timbul
akibat pengaruh perubahan nilai tukar mata uang domestik dengan nilai tukar mata uang negara lain asing. Perusahaan yang menggunakan mata uang asing
8 dalam menjalankan aktivitas operasional dan investasinya akan menghadapi
resiko nilai tukar kurs. Perubahan nilai tukar yang tidak diantisipasi oleh perusahaan akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan Salvatore
Dominick,1997:140. Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat
mempengaruhi iklim investasi dalam negeri, khususnya pasar modal. Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dollar misalnya akan memberikan
dampak terhadap perkembangan persaingan produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila ini terjadi, secara tidak langsung
akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan karena meningkatnya nilai eksport dibandingkan dengan nilai import, sebaliknya akan berpengaruh
pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Memburuknya neraca pembayaran negara akan berpengaruh terhadap cadangan devisa, berkurangnya cadangan
devisa akan mempengaruhi kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif terhadap
perdagangan saham di pasar modal. Keadaan ini, bagi investor asing akan cenderung melakukan penarikan modal sehingga terjadi capital inflow I Putu
Gede Ari Suta, 2000:15. Terjadinya penurunan kurs yang berlaku akan berdampak kepada
perusahaan-perusahaan yang menggantungkan faktor-faktor produksi terhadap barang-barang import, besarnya belanja import dari perusahaan seperti ini akan
mempertinggi biaya produksi, serta menurunnya laba perusahaan. Sehingga harga saham perusahaan tersebut akan anjlok di pasar modal.
9 Makroekonomi kedua adalah inflasi, inflasi adalah kecenderungan
naiknya harga–harga secara umum yang berlaku dari waktu kewaktu, inflasi menunjukkan meningkatnya arus harga secara umum. Pembangunan akan
berjalan lancar bila inflasi dapat ditekan serendah mungkin. Apabila inflasi naik, akan berdampak pada naiknya harga bahan baku
yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya daya saing terhadap produk barang yang dihasilkan suatu perusahaan. Hal ini akan berdampak
buruk pada harga saham perusahaan itu di pasar modal. Selain itu, meningkatnya inflasi akan menaikkan biaya perusahaan yang mengakibatkan
menurunnya profitabilitas perusahaan-perusahaan yang mencatatkan sahamnya di bursa efek yang pada akhirnya akan memperkecil deviden yang diterima
oleh pemegang saham. Menurunnya pendapatan deviden yang diterima oleh investor maka akan semakin menurunkan minat masyarakat investor untuk
berinvestasi dipasar modal seperti reksadana. Besar kecilnya laju inflasi dapat mempengaruhi suku bunga riil. Hal ini
cukup berpengaruh bagi instrumen-instrumen pasar modal yang memberikan tingkat pendapatan tetap seperti obligasi. Jika bunga tinggi, investor cenderung
mengurangi kegiatan investasinya. Dana investor lebih suka diendapkan di bank dalam bentuk deposito. Sebaliknya bila inflasi turun, investor cenderung
melakukan investasi di pasar modal, mengingat besarnya return yang di terimanya di pasar modal I Putu Gede Ari Suta, 2000:14.
10 Makroekonomi ketiga dalam penelitian ini adalah SWBI Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia . SWBI merupakan SBI-nya bagi perbankan syariah. SWBI adalah sertifikat yang diterbitkan oleh BI sebagai bukti penitipan dana
berjangka pendek dengan prinsip wadiah , sedangkan Wadiah adalah perjanjian penitipan dana antara pemilik dana dengan pihak yang dipercaya untuk
menjaga dana titipan tersebut. Bank Indonesia, 2003: 6. Hubungan SWBI dengan NAB seperti halnya hubungan antara suku bunga dengan harga saham
adalah negatif atau berlawanan arah. Begitu pula yang terjadi pada SWBI sama dengan suku bunga, apabila SWBI dengan tingkat yang memadai maka
pemodal akan memindahkan investasinya dari reksadana ke deposito syariah, demikian pula sebaliknya jika SWBI turun maka pemodal akan memindahkan
investasinya dari deposito syariah ke investasi lain seperti reksadana sehingga NAB reksadana akan meningkat.
Di samping faktor makroekonomi, dalam mengembangkan pasar modal syariah, PT Bursa Efek Jakarta BEJ bersama dengan PT Danareksa
Investment Management DIM telah meluncurkan indeks saham yang dibuat berdasarkan syariah Islam, yaitu Jakarta Islamic Index JII. JII Beroperasi
sejak tanggal 3 juli 2000 dan menggunakan tahun 1 januari 1995 sebagai data base dengan nilai 100. Jakarta Islamic Index terdiri atas 30 jenis saham yang
dipilih dari saham-saham yang sesuai dengan syariah Islam. Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolok ukur
benchmark untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham dengan basis syariah. Melalui indeks diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor
11 untuk mengembangkan investasi dalam ekuiti secara syariah Burhanuddin
Susanto, 2008: 128. Ini berarti pergerakan dari JII akan dibarengi dengan pergerakan dari nilai reksadana syariah karena dalam reksadana syariah ada
yang di investasikan dalam bentuk saham yang tentunya sesuai dengan syariah islam.
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan reksadana telah dilakukan, di antaranya oleh M Romas Sjahputra 2005, dimana inflasi, kurs nilai tukar,
dan Jakarta Islamic Index JII pengaruhnya positif, sedangkan untuk SBI pengaruhnya negatif. Dari semua variabel yang diteliti, JII merupakan variabel
yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja reksadana syariah sedangkan pengaruh variabel lainnya tidak signifikan.
Menurut Abdul Muthalib 2005, mengenai ”Pengaruh Variabel Makro Ekonomi Terhadap Tingkat Kinerja Reksadana Saham Periode 1998-2004”.
Variabel independen yang digunakan yaitu : pendapatan nasional bersih, jumlah uang yang beredar, inflasi ,suku bunga SBI, nilai tukar rupiah terhadap
US dollar. Hasilnya hanya terdapat satu variabel independen yang signifikan terhadap kinerja reksadana saham yaitu tingkat pertumbuhan pendapatan
nasional bersih. Menurut Hadori Yunus Idrus Mahidin 2005 mengenai“Critical
Factors yang Mempengaruhi Niali Aktiva Bersih Reksadana Syariah”. SWBI mempunyai hubungan negatif dan tidak signifikan dengan NAB Danareksa
Syariah Berimbang, sedangkan JII berpengaruh positif yang sangat kuat serta signifikan terhadap NAB Danareksa Syariah Berimbang dan inflasi
12 berhubungan negatif yang rendah dan tidak signifikan terhadap NAB
Danareksa Syariah berimbang. Menurut Reno Virlandana A dan Budi Hermana 2005 mengenai
“Hubungan Antara Reksadana Syariah, Nisbah Bank Syariah dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia Pada Periode Januari 2001 - Desember 2004” Hasilnya
bahwa pergerakan Nilai Aktiva Bersih unit reksadana syariah berhubungan kuat positif dengan index syariah JII dan Index Harga Saham Gabungan
IHSG. tetapi berhubungan kuat negatif dengan equivalent rate nisbah simpanan bank syariah dan sertifikat wadiah bank indonesia SWBI.
Menurut Shandy Rahmadani Tayibnapis 2008 mengenai “Analisis Pengaruh Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, Jakarta Islamic Index, Inflasi dan
Valuta Asing Terhadap Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah Studi kasus Reksadana Danareksa Syariah Berimbang”. Hasilnya dimana SWBI dan JII
memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap NAB Danareksa Syariah Berimbang sedangkan inflasi berpengaruh negatif dan tidak signifikan
serta valuta asing pengaruhnya positif dan tidak signifikan. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, untuk itu
dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Variabel Makroekonomi dan Indeks Syariah Terhadap Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah”. Pada
penelitian kali ini ada tiga variabel makroekonomi yang akan digunakan ialah nilai tukar rupiah terhadap US Dollar, inflasi, dan SWBI Sertifikat Wadiah
Bank Indonesia dan indeks syariah yaitu JII serta NAB Reksadana Syariah. Perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya adalah pertama pada
13 penelitian ini objek yang dipakai tidak hanya menggunakan satu produk
reksadana syariah saja tetapi seluruh produk reksadana syariah selama periode penelitian. kedua, metode yang digunakan yaitu metode analisis jalur Path
Analysis.