Karakteristik dan Cara Penularan Penderita HIV/AIDS yang Memanfaatkan Klinik Voluntary Counselling And Testing (VCT) Pusat Pelayanan Khusus (Pusyansus) RSUP H.Adam Malik Medan Tahun 2008
KARAKTERISTIK DAN CARA PENULARAN PENDERITA HIV/AIDS YANG MEMANFAATKAN KLINIK VOLUNTARY COUNSELLING
AND TESTING (VCT) PUSAT PELAYANAN KHUSUS (PUSYANSUS) RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2008
SKRIPSI
Oleh :
NIM : 051000588 SULAWATI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
KARAKTERISTIK DAN CARA PENULARAN PENDERITA HIV/AIDS YANG MEMANFAATKAN KLINIK VOLUNTARY COUNSELLING
AND TESTING (VCT) PUSAT PELAYANAN KHUSUS (PUSYANSUS) RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2008
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
NIM : 051000588 SULAWATI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(3)
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi Dengan Judul
KARAKTERISTIK DAN CARA PENULARAN PENDERITA HIV/AIDS YANG MEMANFAATKAN KLINIK VOLUNTARY COUNSELLING
AND TESTING (VCT) PUSAT PELAYANAN KHUSUS (PUSYANSUS) RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2008
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh
NIM : 051000588 SULAWATI
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 22 Juni 2010 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Asfriyati, SKM, M.Kes NIP. 19701220 199403 2 001 NIP. 19510520 198703 2 001
Penguji II Penguji III
dr. Ria Masniari Lubis, MSi
NIP. 19581110 198403 1 002 NIP. 19761005 200912 2 003 Drs. Heru Santoso, MS, Ph.D
Medan, Desember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan
(4)
ABSTRAK
KARAKTERISTIK DAN CARA PENULARAN PENDERITA HIV/AIDS YANG MEMANFAATKAN KLINIK VOLUNTARY COUNSELLING
AND TESTING (VCT) PUSAT PELAYANAN KHUSUS (PUSYANSUS) RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2008
HIV (Human Immuno Deficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS (Acquired Immuno
Deficiency Syndrome). Data RSUP H. Adam Malik jumlah kunjungan ke klinik Voluntary Counselling and Testing (VCT) Pusyansus sejak tahun 2005 sampai
dengan tahun 2008 cenderung meningkat jumlahnya. Data terakhir tahun 2008 jumlah kunjungan sebanyak 1029 orang dan pasien yang terinfeksi HIV/AIDS sebanyak 353 orang di antara 50 orang meninggal dunia.
Tujuan penelitian adalah mengetahui karakteristik dan cara penularan penderita HIV/AIDS yang memanfaatkan klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008.
Jenis penelitian adalah deskriptif. Data diperoleh dari data rekam medik di Kinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik tahun 2008. Sampel adalah seluruh penderita HIV/AIDS yang berkunjung ke Klinik VCT Pusyansus yang tercatat lengkap dengan kriteria penderita masih hidup sebanyak 273. Analisis data dilakukan secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita HIV/AIDS berumur 20-29 tahun sebanyak 142 penderita (52,0%), berjenis kelamin laki-laki 190 penderita (69,60%), latar belakang SMA sebanyak 228 penderita (83,5%), penderita yang bekerja sebanyak 181 penderita (66,3%), dan cara penularan melalui heteroseksual sebanyak 183 penderita (67,0%). Variabel umur dan cara penularan, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dan cara penularan penderita HIV/AIDS rendah memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008.
Variabel umur, jenis kelamin, status bekerja, dan cara penularan penderita HIV/AIDS melaksanakan kunjungan rendah, kecuali umur penderita 5-9 tahun dan
≥50 tahun serta latar belakang pendidikan tidak sekolah melaksanakan kunjungan
tinggi. Diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam program penyuluhan bagi usia remaja dalam mencegah sedini mungkin penularan HIV/AIDS dan perlunya penelitian terhadap variabel-variabel lain terhadap pemanfaatan Klinik VCT Pusyansus, misalnya perilaku penderita dan model pelayanan VCT.
Kata Kunci : Karakteristik, Cara Penularan, Memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus
(5)
ABSTRACT
CHARACTERISTICS AND TRANSMISSION WAYS OF THE PATIENTS WITH HIV/AIDS AND THE USE OF VOLUNTARY COUNSELING
AND TESTING (VCT) IN SPECIAL SERVICE CENTER (PUSYANSUS) OF H. ADAM MALIK GENERAL
HOSPITAL MEDAN IN 2008
HIV (Human Immunodeficiency Virus) is a virus attacking the human immune system and lead to AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). The data of total visitation in the Voluntary Counseling and Testing Clinic Adam Malik Central General Hospital Medan since 2005 until 2008 tended to increase. The last data in 2008 included 1029 visitors and 353 patients infected by HIV/AIDS and even 50 of them died.
The objective of the study is to know the characteristics and transmission modes of the patients with HIV /AIDS utilized VCT clinic Adam Malik Central General Hospital Medan in 2008.
The type of the study is a descriptive study. Data for this study covering the periode Januari to December 2008 were obtaine from the medical record of the VCT Clinic Adam Malik Central General Hospital Medan.A total of 273 people were diagnosed with HIV/AIDS and still alive during the periode under study.
The results of the study indicated that majority of the patients with HIV/AIDS based on age 52.0% were in 20-29 years, based on sex status 69.6% were males, based on eduation background 83.5% from senior high school, based on work status 66.3% were worker and 67.0% transmitted by HIV/AIDS by heterosexual. The variables of age, sex, education background, occupation and transmission modes of the patients with HIV/AIDS found that they were lack of using the VCT Clinic Adam Malik Central General Hospital Medan in 2008.
The variables of age, sex, occupational status and transmission of HIV/AIDS showed that the patients did not make a routine visitation unless of those aged 5-9 years and ≥ 50 years with the unschooled background did a routine visitation. It is expected that the results of the study may be used as substance to evaluation the counseling program for the adolescent age to prevent as early as possible the spreading of HIV/AIDS and it is important to study the other variables related to the use of VCT Clinic in next study, for example, behavior the patients and VCT service model.
Keywords : Characteristic, Transmission of HIV/AIDS, Voluntary Counseling and Testing (VCT) Clinic
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Sulawati
Tempat/Tanggal Lahir : Namuterasi, 6 September 1969
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Nama Ayah : Sapuan
Nama Ibu : Yatinem
Jumlah Anggota Keluarga : 6 (Enam)
Alamat Rumah : Jalan Sisingamangaraja Gg. Keluarga No. 25 Medan Riwayat Pendidikan : 1. SDN Namuterasi Binjai
2. SLTP Nasional Namuterasi Binjai 3. SPK Malahayati Medan
4. Bidan D I Malahayati Medan 5. Akbid Depkes RI Medan Riwayat Pekerjaan
1. Rumah Sakit Permata Bunda Medan (1991 – sekarang) 2. Akbid Kholisatur Rahmi Binjai (2003 – sekarang)
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik guna memenuhi salah satu syarat gelar kesarjanaan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul penelitian ini adalah : “Karakteristik dan Cara Penularan Penderita HIV/AIDS yang Memanfaatkan Klinik Voluntary Counselling And
Testing (VCT) Pusat Pelayanan Khusus (Pusyansus) RSUP H.Adam Malik Medan
Tahun 2008”.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi isi dan pembahasannya. Untuk itu penulis menerima dengan senang hati segala saran maupun kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini.
Dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan, bantuan dan saran dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu dr. Yusniwarti Yusad, MSi selaku Ketua Departemen Kependudukan dan Biostatistik FKM USU.
3. Ibu Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
(8)
4. Ibu Asfriyati, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II dan Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan saran dan kritikan dalam memberikan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
6. Bapak Drs. Heru Santoso, MS, Ph.D selaku Dosen Penguji III yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.
7. Bapak dr. M. Nur Rasyd Lubis, SpB FINANCS selaku Direktur SDM dan Pendidikan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
8. Seluruh Staf Klinik VCT Pusyansus Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skrispi ini.
9. Para Dosen dan Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
10.Kepada Ayahanda Tercinta Sapuan dan Ibunda Tercinta Yatinem yang telah memberikan doa tanpa kenal waktu, semangat, nasihat, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhitung banyaknya. Kalian adalah inspirasi terbesar dalam pencapaian tujuan hidupku.
11.Kepada suami tersayang M. Irham yang telah banyak memberikan motivasi dan dukung dalam penyelesaian skripsi ini.
12.Teman-teman seprofesi di Rumah Sakit Permata Bunda Medan dan Akademi Kebidanan Kholisatur Rahmi Binjai.
(9)
13.Rekan-rekan peminatan Kependudukan dan Biostatistik dan seluruh teman-teman di FKM USU.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi Bagian Voluntary Counselling And Testing (VCT) RSUP H.Adam Malik Medan dimana penelitian ini dilakukan.
Medan, Nopember 2010 Penulis,
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 5
1.3Tujuan Penelitian ... 5
1.3.1 Tujuan Umum ... 6
1.3.2 Tujuan Khusus ... 6
1.4Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Definisi HIV/AIDS ... 7
2.2 Epidemiologi AIDS ... 7
2.3 Patogenesis ... 8
2.4 Tanda dan Gejala AIDS ... 9
2.5 Cara Penularan HIV/AIDS ... 11
2.6 Pencegahan HIV/AIDS ... 12
2.7 Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia ... 14
2.8 Pelayanan Kesehatan untuk AIDS... 15
2.9 Voluntary Counselling and Testing (VCT) ... 16
2.9.1 Definisi Konseling dalam VCT ... 16
2.9.2 Peran Konseling dan Testing Sukarela ... 17
2.9.3 Model Pelayanan Konseling dan Testing HIV/ AIDS Sukarela (VCT) ... 18
2.9.4 Pemanfaatan Klinik VCT ... 18
2.10Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan ... 20
2.11KarakteristikPenderita HIV/AIDS ... 23
2.11.1 Umur ... 23
2.11.2 Jenis Kelamin ... 25
2.11.3 Pendidikan ... 26
2.11.4 Pekerjaan ... 27
2.11.5 Cara Penularan ... 27
2.12Variabel yang Diteliti ... 29
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
3.1Jenis Penelitian ... 30
3.2Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30
(11)
3.2.2 Waktu Penelitian ... 30
3.3Populasi dan Sampel Penelitian ... 30
3.3.1 Populasi ... 30
3.3.2 Sampel ... 30
3.4Metode Pengumpulan Data ... 31
3.5Definisi Operasional Variabel... 31
3.6Variabel Penelitian dan Aspek Pengukuran ... 31
3.7Analisis Data ... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 34
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 34
4.1.1 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan ... 34
4.1.2 Visi dan Misi ... 35
4.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi ... 36
4.1.4 Bagan Struktur Organisasi Unit Pelayanan VCT. 37 Hasil Penelitian ... 38
4.2.1 Karakteristik Penderita HIV/AIDS ... 38
4.2.2 Cara Penularan HIV/AIDS ... 39
4.2.3 Pemanfaatan Klinik VCT Pusyansus ... 39
4.2.4 Tabulasi Silang Karakteristik dan Cara Penularan Penderita HIV/AIDS yang Memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus ... 40
BAB V PEMBAHASAN ... 43
5.1Karakteristik Penderita HIV/AIDS yang Memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus RSUP H.Adam Malik Medan Tahun 2008 ... 43
5.1.1. Umur ... 43
5.1.2 Jenis Kelamin ... 44
5.1.3. Pendidikan... 46
5.1.4. Pekerjaan ... 48
5.2 Cara Penularan Penderita HIV/AIDS yang Memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus RSUP H.Adam Malik Medan Tahun 2008 ... 49
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 51
6.1Kesimpulan... 51
6.2Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(12)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel ... 32 Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Penderita HIV/AIDS di Klinik
VCT Pusyansus RSUP H.Adam Malik Tahun 2008 ... 38 Tabel 4.2 Distribusi Cara Penularan Penderita HIV/AIDS di Klinik
VCT Pusyansus RSUP H.Adam Malik Tahun 2008…... 39 Tabel 4.3 Distribusi Penderita HIV/AIDS yang Memanfaatan
Klinik VCT Pusyansus RSUP H.Adam Malik Tahun 2008 40 Tabel 4.4 Tabulasi Silang Karakteristik dan Cara Penularan Penderita
HIV/AIDS yang Memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus
(13)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Variabel yang Diteliti dalam Penelitian Karakteristik Penderita dan Cara Penularan HIV/AIDS yang
Memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam
Malik tahun 2008... 29 Gambar 4.1 Bagan Struktur Organisasi Unit Pelayanan VCT ... 37
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Responden
Lampiran 2 Surat Penelitian Survei Pendahuluan Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 4 Surat Penelitian Izin Survei Lapangan Lampiran 5 Master Data
(15)
ABSTRAK
KARAKTERISTIK DAN CARA PENULARAN PENDERITA HIV/AIDS YANG MEMANFAATKAN KLINIK VOLUNTARY COUNSELLING
AND TESTING (VCT) PUSAT PELAYANAN KHUSUS (PUSYANSUS) RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2008
HIV (Human Immuno Deficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS (Acquired Immuno
Deficiency Syndrome). Data RSUP H. Adam Malik jumlah kunjungan ke klinik Voluntary Counselling and Testing (VCT) Pusyansus sejak tahun 2005 sampai
dengan tahun 2008 cenderung meningkat jumlahnya. Data terakhir tahun 2008 jumlah kunjungan sebanyak 1029 orang dan pasien yang terinfeksi HIV/AIDS sebanyak 353 orang di antara 50 orang meninggal dunia.
Tujuan penelitian adalah mengetahui karakteristik dan cara penularan penderita HIV/AIDS yang memanfaatkan klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008.
Jenis penelitian adalah deskriptif. Data diperoleh dari data rekam medik di Kinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik tahun 2008. Sampel adalah seluruh penderita HIV/AIDS yang berkunjung ke Klinik VCT Pusyansus yang tercatat lengkap dengan kriteria penderita masih hidup sebanyak 273. Analisis data dilakukan secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita HIV/AIDS berumur 20-29 tahun sebanyak 142 penderita (52,0%), berjenis kelamin laki-laki 190 penderita (69,60%), latar belakang SMA sebanyak 228 penderita (83,5%), penderita yang bekerja sebanyak 181 penderita (66,3%), dan cara penularan melalui heteroseksual sebanyak 183 penderita (67,0%). Variabel umur dan cara penularan, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dan cara penularan penderita HIV/AIDS rendah memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008.
Variabel umur, jenis kelamin, status bekerja, dan cara penularan penderita HIV/AIDS melaksanakan kunjungan rendah, kecuali umur penderita 5-9 tahun dan
≥50 tahun serta latar belakang pendidikan tidak sekolah melaksanakan kunjungan
tinggi. Diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam program penyuluhan bagi usia remaja dalam mencegah sedini mungkin penularan HIV/AIDS dan perlunya penelitian terhadap variabel-variabel lain terhadap pemanfaatan Klinik VCT Pusyansus, misalnya perilaku penderita dan model pelayanan VCT.
Kata Kunci : Karakteristik, Cara Penularan, Memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus
(16)
ABSTRACT
CHARACTERISTICS AND TRANSMISSION WAYS OF THE PATIENTS WITH HIV/AIDS AND THE USE OF VOLUNTARY COUNSELING
AND TESTING (VCT) IN SPECIAL SERVICE CENTER (PUSYANSUS) OF H. ADAM MALIK GENERAL
HOSPITAL MEDAN IN 2008
HIV (Human Immunodeficiency Virus) is a virus attacking the human immune system and lead to AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). The data of total visitation in the Voluntary Counseling and Testing Clinic Adam Malik Central General Hospital Medan since 2005 until 2008 tended to increase. The last data in 2008 included 1029 visitors and 353 patients infected by HIV/AIDS and even 50 of them died.
The objective of the study is to know the characteristics and transmission modes of the patients with HIV /AIDS utilized VCT clinic Adam Malik Central General Hospital Medan in 2008.
The type of the study is a descriptive study. Data for this study covering the periode Januari to December 2008 were obtaine from the medical record of the VCT Clinic Adam Malik Central General Hospital Medan.A total of 273 people were diagnosed with HIV/AIDS and still alive during the periode under study.
The results of the study indicated that majority of the patients with HIV/AIDS based on age 52.0% were in 20-29 years, based on sex status 69.6% were males, based on eduation background 83.5% from senior high school, based on work status 66.3% were worker and 67.0% transmitted by HIV/AIDS by heterosexual. The variables of age, sex, education background, occupation and transmission modes of the patients with HIV/AIDS found that they were lack of using the VCT Clinic Adam Malik Central General Hospital Medan in 2008.
The variables of age, sex, occupational status and transmission of HIV/AIDS showed that the patients did not make a routine visitation unless of those aged 5-9 years and ≥ 50 years with the unschooled background did a routine visitation. It is expected that the results of the study may be used as substance to evaluation the counseling program for the adolescent age to prevent as early as possible the spreading of HIV/AIDS and it is important to study the other variables related to the use of VCT Clinic in next study, for example, behavior the patients and VCT service model.
Keywords : Characteristic, Transmission of HIV/AIDS, Voluntary Counseling and Testing (VCT) Clinic
(17)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya-upaya kesehatan berupa upaya pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) bersifat menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan sosial budaya, termasuk ekonomi, ligkungan fisik dan biologis yang bersifat dinamis dan kompleks (Rasmaliah, 2001).
Dewasa ini sebagai akibat sampingan dari globalisasi di segala bidang, berbagai negara menghadapi masalah kesehatan masyarakat yaitu Penyakit Menular Seksual/Sexually Transmited Disease (PMS/STD) (Depkes RI, 2005). Salah satu PMS yang paling berbahaya dan sangat ditakuti adalah Acquired Immuno Deficiency
Syndrome (AIDS) (Rasmaliah, 2001). AIDS merupakan suatu syndrome/kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh Retrovirus HIV (Human Immunodeficiency
Virus) yang mengakibatkan rusaknya atau menurunnya sistem kekebalan tubuh
terhadap berbagai penyakit (Zulkifli, 2004).
AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1981 di Amerika Serikat, berkembang sangat cepat sehingga dalam kurun waktu yang singkat telah menjadi pandemi yang menyerang jutaan penduduk dunia (Siregar, 2004).
Menurut data World Health Organization (WHO) 33 juta orang di seluruh dunia hidup dengan HIV/AIDS, dimana dua juta di antaranya meninggal dunia. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia perhitungan kumulatif jumlah
(18)
kasus AIDS di Indonesia hingga Juni 2009 adalah sebanyak 17,699 kasus, dengan 3586 diantaranya meninggal dunia (Antara, 2009).
Jumlah penderita HIV dan AIDS di Provinsi Sumatera Utara dari tahun 1994 sampai bulan April tahun 2009 yaitu 808 orang penderita HIV dan 872 penderita AIDS. Jumlah kumulatif HIV dan AIDS berdasarkan Kabupaten/Kota terbanyak adalah Kota Medan yaitu 600 penderita HIV dan 581 penderita AIDS. Menurut jenis kelamin jumlah kumulatif HIV dan AIDS terbanyak adalah laki-laki, 508 penderita HIV dan 741 penderita AIDS. Kelompok umur penderita terbanyak umur 20-29 tahun dimana 500 penderita HIV dan 412 penderita AIDS. Faktor resiko penderita HIV terbanyak terinfeksi melalui Intra Drug User (IDU) 327 penderita, dan penderita AIDS terbanyak terinfeksi dengan cara heteroseksual 328 penderita (KPA Sumut, 2009).
Project Officer Global Fund AIDS Sumatera Utara ditemukan dari data
layanan dan perawatan hingga Januari 2010 tercatat ada 2.733 orang di Sumut dinyatakan positif HIV/AIDS. Dari jumlah tersebut 2.123 adalah laki-laki dan 561 orang wanita, sedangkan 49 lagi adalah anak-anak berumur di bawah usia 14 tahun yang terinfeksi dari bawaan orangtuanya (Harian Sumut, 2010).
Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh penderita telah menurun. HIV/AIDS dapat menular ke orang lain melalui: hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV, jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian, mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV dan ibu penderita HIV positif kepada bayinya
(19)
ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI) (Parikesit, 2008).
Pada prinsipnya semua rumah sakit harus mau dan mampu merawat ODHA, namun kenyataannya karena berbagai hal belum semua rumah sakit dapat melaksanakannya, seperti ketidaksiapan rumah sakit dalam merawat pasien AIDS, masalah dokter yang mau merawat dan melawan satu manajemen rumah sakit yang melihat aspek ekonomi dan aspek-aspek lain selain kesehatan. Aspek kesehatan AIDS diduga mempunyai dampak negatif terhadap faktor ekonomi rumah sakit (Djoerban, 2001).
RSUP H. Adam Malik adalah rumah sakit Pemerintah kelas A, saat ini merupakan salah satu pusat konseling HIV/AIDS di Sumatera Utara. Dalam memberikan perawatan bagi pasien dengan HIV/AIDS, RSUP H. Adam Malik mengikuti petunjuk-petunjuk penatalaksanaan perawatan yang dikeluarkan oleh Depkes RI. Pada tahun 2005 di RSUP H. Adam Malik telah dibentuk tempat pelayanan HIV/AIDS yang disebut dengan Tim Pusat Pelayanan Khusus (Pusyansus) yang bertugas untuk mengkoordinir semua pelayanan termasuk perawatan bagi pasien HIV/AIDS yang terdiri dari dokter umum, dokter spesialis, perawat, dan analis.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di Voluntary
Counselling and Testing (VCT) Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan diperoleh
jumlah penderita yang terinfeksi HIV/AIDS tahun 2005 sebanyak 33 orang dengan jumlah kunjungan 170 orang, tahun 2006 sebanyak 247 orang dengan jumlah kunjungan 2577 orang, tahun 2007 sebanyak 260 orang dengan jumlah kunjungan
(20)
751 orang, dan tahun 2008 sebanyak 353 orang dengan jumlah kunjungan 1029 orang.
Hasil wawancara dengan Kepala Ruangan Pusyansus menyatakan bahwa kunjungan pasien setelah terinfeksi HIV/AIDS, dimulai hari pertama kunjungan pasien melakukan pemeriksaan CD4, RFT (ginjal), LFT (hati) dan poto thorax. Kemudian hari berikutnya memberi tahu tentang hasil pemeriksaan dan pemberian obat yang dilaksanakan setelah pemeriksaan pada minggu pertama. Kemudian minggu berikutnya (Minggu II) pasien dianjurkan kontrol untuk pemeriksaan keadaan umum pasien sekaligus pemberian obat. Selanjutnya dianjurkan kontrol ulang pada dua minggu sekali atau, jika keadaan umum pasien membaik boleh satu bulan sekali selama seumur hidup.
Menurut Sianturi dalam Putri (2007) dari 42 Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) yang ada di 10 provinsi di Indonesia sebanyak 9,5% mengatakan bahwa tidak pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan, 31% menyatakan pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan tetapi ditolak, 15% ditunda pengobatannya, 61% pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk melakukan tes tetapi bukan karena kemauannya sendiri, 57% mempunyai penilaian negatif kepada orang lain, dan 55% tidak diberikan penjelasan mengenai sakit yang diderita.
Menurut Notoatmodjo (2005) penggunaan pelayanan kesehatan tersebut adalah kependudukan, struktur sosial, psikologi sosial, sumber keluarga, sumber daya masyarakat, organisasi, dan model-model sistem kesehatan. Penggunaan pelayanan kesehatan berhubungan dengan umur, seks, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, suku bangsa dan besamya keluarga.
(21)
Pusyansus menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu pada ODHA, baik dari segi pelayanan kesehatan yang tidak memberi perilaku yang berbeda dengan pasien lain, biaya yang tidak memberatkan maupun fasilitas yang telah disesuaikan untuk pasien HIV/AIDS. Adanya penilaian ataupun ketakutan ODHA tentang adanya perlakuan yang berbeda, mahalnya harga obat serta keterbatasan pengguna fasilitas yang ada menyebabkan ODHA tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan (Djoerban, 2001).
Berdasarkan latar belakang tersebut, melakukan penelitian mengenai Karakteristik Penderita dan Cara Penularan HIV/AIDS yang Memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik tahun 2008.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana karakeristik penderita dan cara penularan HIV/AIDS yang memanfaatkan klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik penderita dan cara penularan HIV/AIDS yang memanfaatkan klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui umur penderita HIV/AIDS yang memanfaatkan klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik.
(22)
2. Untuk mengetahui jenis kelamin penderita HIV/AIDS yang memanfaatkan klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan.
3. Untuk mengetahui pendidikan penderita HIV/AIDS yang memanfaatkan klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik.
4. Untuk mengetahui status bekerja penderita HIV/AIDS yang memanfaatkan klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik.
5. Untuk mengetahui cara penularan penderita HIV/AIDS yang memanfaatkan klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi petugas kesehatan dalam memberikan konseling terhadap sasaran berisiko tinggi penderita HIV/AIDS secara lebih efektif di Klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan dan juga dapat memberikan bahan acuan bagi pihak lain yang akan melanjutkan penelitian atau penelitian lain yang berhubungan dengan pemanfaatan VCT Pusyansus.
(23)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi HIV/AIDS
AIDS singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Acquired artinya didapat bukan penyakit turunan. Immuno berarti sistem kekebalan tubuh. Deficiency artinya kekurangan, sedangkan syndrome adalah kumpulan gejala. Jadi AIDS adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga tubuh mudah diserang penyakit penyakit lain yang dapat berakibat fatal, padahal penyakit tersebut tidak akan menyebabkan gangguan yang sangat berarti pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya normal. HIV (Human Immuno Deficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Virus ini dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia dan menimbulkan kelainan patologi (Zein, 2007).
Selanjutnya pendapat Burn (2001) HIV (Human Imnunodecificiency Virus = Virus penurunan kekebalan tubuh manusia) adalah kuman yang sangat kecil yang disebut virus. AIDS adalah penyakit yang berkembang kemudian setelah seseorang terkena infeksi HIV.
2.2 Epidemiologi AIDS
Sindroma AIDS pertama kali dilaporkan oleh Gottlieb dari Amerika pada tahun 1981 sejak saat itu jumlah negara yang melaporkan
(24)
kasus-kasus AIDS meningkat dengan cepat. Dewasa ini penyakit HIV/AIDS telah merupakan pandemi, telah menyerang jutaan penduduk dunia, pria, wanita, bahkan anak-anak. WHO memperkirakan bahwa sekitar 15 juta orang diantaranya 14 juta remaja dan dewasa terinfeksi HIV. Setiap hari 5000 orang tertular virus HIV (Siregar, 2004),.
Menurut Lembaga Internasional Program PBB mengenai HIV/AIDS (UNAIDS) mengumumkan bahwa di seluruh dunia, setiap 11 detik seorang tewas akibat AIDS dan satu orang tertular virus AIDS setiap enam detik. Penyakit tersebut akan merenggut 68 juta jiwa lagi jika upaya pencegahan tidak ditingkatkan (Satumed, 2008).
2.3 Patogenesis
Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limfosit T helper/ induser yang mengandung marker CD 4 (sel T4). Limfosit T4 merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau hilangnya sistem imunitas seluler, tejadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel limfosit T4 setelah HIV mengikat diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang bahan virus genetik. Infeksi HIV dengan demikian akan menjadi irreversible dan berlangsung seumur hidup (Siregar, 2004).
(25)
Secara berlahan tetapi pasti limfosit T penderita HIV semakin tertekan atau semakin menurun dari waktu ke waktu. Sistem immun individu terhadap mikroorganisme patogen berdasarkan jumlah limfosit T-CD 4 secara normal berkisar 600-1200 mm3, jika lebih rendah, immun tubuh mudah terserang berbagai penyakit (Nasrodin, 2007).
2.4 Tanda dan Gejala AIDS
Global Programme on AIDS dari Badan Kesehatan dunia (WHO)
mengusulkan ”Pembagian Tingkat Klinik Penyakit Infeksi HIV” sesudah mengadakan pertemuan di Geneva bulan Juni tahun 1989 dan bulan penderita seropositif HIV dari 26 Pusat Perawatan yang berasal dari 5 benua. Pembagian tingkat klinik infeksi HIV tersebut adalah sebagai berikut (Djoerban, 2001):
Tingkat Klinik 1 (Asimptomatik/LGP): 1. Tanpa gejala sama sekali
2. Limfadenopati Generalisata Persisten (LGP): yakni pembesaran kelenjar getah bening di beberapa tempat yang menetap
Pada tingkat ini pasien belum mempunyai keluhan dan dapat melakukan aktivitasnya secara normal.
Tingkat Klinik 2 (Dini) :
1. Penurunan berat badan kurang dari 10%.
2. Kelainan mulut dan kulit yang ringan, misalnya dermatitis seboroika, prurigo, infeksi jamur pada kuku, ulkus pada mulut berulang, dan cheilitis angularis. 3. Herpes Zoster yang timbul pada 5 tahun terakhir.
(26)
Pada tingkat ini, pasien sudah menunjukkan gejala tetapi aktivitas tetap normal. Tingkat Klinik 3 (Menengah) dengan tanda dan gejala:
1. Penurunan berat badan >10% berat badan.
2. Diare kronik > 1 bulan, penyebab tidak diketahui.
3. Panas tidak diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan, hilang timbul terus-menerus.
4. Kandidiasis mulut.
5. Bercak putih berambut di mulut. 6. Tuberkolosis paru setahun.
7. Infeksi bakteril yang berat, misalnya pneumonia.
Pada tingkat klinik 3, penderita biasanya berbaring di tempat tidur lebih dari 12 jam sehari, selama sebulan terakhir.
Tingkat Klinik 4 (Lanjut) dengan tanda dan gejala: 1. Badan menjadi kurus.
2. Pnemonia Pneumosistis Karini. 3. Toksoplasmosis otak.
4. Kriptosporidiosis di luar paru.
5. Penyakit virus sitomegalo pada organ tubuh, kecuali di limpa, hati atau kelenjar getah bening.
6. Mikosis (infeksi jamur) apa saja (misalnya histoplasmosis) yang endemik menyerang banyak organ tubuh.
7. Limfoma. 8. Sarkoma kaposi.
(27)
9. Ensefalopati HIV, yaitu gangguan kognitif atau disfungsi motorik yang mengganggu aktivitas sehari-hari, progresif sesudah beberapa minggu atau beberapa bulan, tanpa dapat ditemukan penyebabnya selain HIV.
2.5 Cara Penularan HIV/AIDS
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan, tempat keluar kuman dan tempat kuman masuk (port ’d entree).
Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel lymfosit T dan sel otak sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati diluar tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang terbukti menularkannya diantaranya semen, cairan vagina atau serviks, dan darah penderita. Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui:
1. Transmisi seksual, penularan melalui hubungan seksual baik homoseksual maupun heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki-laki-laki dengan laki-laki-laki-laki. Senggama berati kontak seksual penetrasi vaginal, anal (anus/dubur), oral (mulut) antara dua individu. Risiko tertinggi penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV. Kontak seksual langsung mulut ke penis (zakar) atau mulut ke vagina, merupakan risiko rendah tertular HIV. Tingkatan risiko tergantung pada
(28)
masuknya”, seperti adanya luka kecil pada alat kelamin, mulut, gusi, dan atau penyakit gigi dan mulut yang diderita.
2. Transmisi non seksual, ada dua yaitu transmisi parental yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalahgunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Dapat juga terjadi melalui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan. Sedangkan transmisi transplasental yaitu penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai risiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan, dan sewaktu menyusui. Penularan melalui Air Susu Ibu (ASI) termasuk penularan dengan risiko rendah. Selain itu juga penularan HIV/AIDS dapat melalui transfusi darah/produk darah yang sudah tercemar (Zein, 2007).
2.6 Pencegahan HIV/AIDS
Menurut Zulkifli (2004) penyakit AIDS adalah penyakit yang sudah pasti akan mendatangkan kematian maka pencegahan merupakan upaya penanggulangan yang terutama harus dilakukan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah: 1. Pencegahan penularan melalui jalur non seksual:
a. Transfusi darah, cara ini dapat dengan mengadakan pemeriksaan donor darah sehingga darah yang bebas HIV saja yang ditransfusikan.
b. Penularan AIDS melalui jarum suntik oleh dokter paramedis dapat dicegah dengan upaya sterilisasi yang baku atau menggunakan jarum suntik sekali pakai.
(29)
2. Pencegahan penularan melalui jalur seksual, penularan ini dapat dilakukan dengan pendidikan/penyuluhan yang intensif yang ditujukan pada perubahan cara hidup dan perilaku seksual, karena pada hakekatnya setiap individu secara potensi adalah pelaku seks. Potensi ini mencapai puncaknya pada usia remaja dan membutuhkan penyaluran sampai seseorang mencapai usia tua. Adanya salah informasi dalam kehidupan remaja yang beranggapan bahwa masturbasi lebih berdosa dibanding dengan senggama sehingga banyak remaja yang terjerumus untuk menyalurkan hasrat seksualnya kepada wanita tunasusila, sehingga mereka rawan tertular AIDS. Untuk menanggulanginya harus dilakukan penyuluhan untuk memberikan informasi yang benar mengenai AIDS. Selain itu upaya pencegahan yang dapat dilakukan dengan mengurangi pasangan seksual, monogami, menghindari hubungan seksual dengan WTS, tidak melakukan hubungan seksual dengan penderita atau yang diduga menderita AIDS dan meninggalkan penggunaan kondom.
3 Pencegahan penularan dari ibu dan anak, upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada penularan ini adalah dengan menganjurkan kepada ibu yang menderita AIDS atau HIV positif untuk tidak hamil (Depkes RI, 2005).
Ada beberapa strategi yang penting dalam mencegah penularan HIV/AIDS ibu ke bayi. Pertama, dengan pemberian obat antiretroviral. Obat ini bekerja langsung menghambat replikasi dan perkembangan virus HIV Kedua, melakukan persalinan yang aman pada saat kehamilan, selama persalinan, dan setelah persalinan. Cara persalinan yang diperkenankan pada ibu dengan HIV positif adalah dengan operasi,
(30)
persalinan normal. Setelah anak dilahirkan, ada beberapa hal yang juga harus diperhatikan terutama saat menyusui si bayi. Disarankan, ibu yang melahirkan anak dengan HIV positif sebaiknya tidak menyusui karena dapat terjadi penularan HIV dari ibu ke bayi antara 10-20%, terlebih jika payudara ibu mengalami luka lecet ataupun radang (Mulyana, 2008).
2.7 Penangulangan HIV/AIDS di Indonesia
Prinsip dasar penanggulangan HIV/AIDS dan narkoba di Indonesia (Djoerban, 2001):
1. Setiap upaya penanggulangan HIV/AIDS dan narkoba harus mencerminkan nilai-nilai sosio-budaya masyarakat setempat.
2. Setiap kegiatan diharapkan untuk mempertahankan dan memperkukuh ketahanan dan kesejahteraan keluarga serta sistem dukungan sosial yang mengakar dalam masyarakat.
3. Pencegahan penularan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba diarahkan kepada upaya pendidikan dan penyuluhan untuk memantapkan perilaku.
4. Setiap orang berhak mendapatkan informasi yang benar guna melindungi diri sendiri dan orang lain terhadap infeksi HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba. 5. Setiap kebijakan, pelayanan dan kegiatan harus tetap menghormati harkat dan
martabat individu.
6. Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV/AIDS harus didahului dengan penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan yang bersangkutan. Sebelum dan sesudah pemeriksaan harus diberikan konseling yang memadai dan hasil pemeriksaan wajib dirahasiakan.
(31)
7. Setiap pemberi layanan berkewajiban memberikan pelayanan tanpa diskriminasi pada pengidap HIV/AIDS.
2.8 Pelayanan Kesehatan untuk AIDS
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) memerlukan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan, pemantauan yang seksama untuk mencegah infeksi, serta pengobatan segera agar infeksi sekunder tidak berlarut-larut dan menyebabkan cacat.
Seringkali merawat ODHA lebih sulit dari penyakit kronik lain, karena: 1. Terbatasnya tenaga yang terdidik dan terlatih
2. ODHA memerlukan dukungan emosi khusus.
3. Pemantauan medik untuk mencegah kekambuhan sehingga dapat dicegah perawatan di rumah sakit.
4. Beberapa tenaga kesehatan sendiri masih cemas dan ketakutan untuk merawat karena belum mendapat penerangan dan pendidikan yang baik.
Fasilitas kesehatan yang diperlukan oleh ODHA adalah sebagai berikut: 1. Fasilitas Perawatan Akut
Fasilitas rawat inap intensif yang mempunyai staf lengkap dan sudah berpengalaman. Di ruang rawat ini pasien AIDS diawasi 24 jam penuh. Jenis pelayanan dasar yang diperlukan adalah penyakit dalam, bedah, anastesi, laboratorium, radiologi, gizi, dan farmasi.
2. Fasilitas Perawatan Khusus
Adalah fasilitas perawatan yang sudah terbiasa merawat pasien AIDS. Unit ini menyediakan perawatan untuk pasien AIDS yang tidak dalam fase akut tetapi
(32)
1. Fasilitas Perawatan Intermediat
Fasilitas ini diperlukan untuk ODHA yang tidak terus menerus memerlukan dokter atau perawat yang berpengalaman. Ini berlaku baik untuk fasilitas rawat inap maupun rawat jalan.
2. Fasilitas Perawatan Masyarakat (Shelter)
ODHA yang sedang tidak dirawat di rumah sakit kadang-kadang memerlukan beberapa jenis fasilitas non medik, seperti perumahan, pengadaan makanan, dan bantuan aktifitas sehari-hari seperti makan, mandi atau ke toilet.
3. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
Puskesmas yang diperlukan adalah yang dilengkapi dengan pelayanan psikologis, rehabilitasi, sosial, gizi, dan pendidikan kesehatan.
4. Perawatan Kesehatan di Rumah
Fasilitas ini diperlukan oleh ODHA agar ia tetap tinggal dirumahnya sambil terus dipantau dan mendapat perawatan medik yang berkesinambungan. Untuk tujuan tersebut diperlukan pekerja sosial, perawat, dan relawan baik dari kalangan agama maupun dari lapisan masyarakat lain (Djoerban, 2001).
2.9 Voluntary Counselling and Testing (VCT) 2.9.1 Definisi Konseling dalam VCT
Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS (Depkes RI, 2005).
(33)
VCT merupakan proses konseling pra testing, post testing dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidential dan secara dini membantu orang mengetahui status HIV. Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang HIV dan manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing dan perencanaan atas issue HIV yang akan dihadapi. Konseling post testing membantu seseorang untuk mengerti dan menerima status (HIV +) dan merujuk pada layanan dukungan (KPA Sumut, 2009).
2.9.2 Peran Konseling dan Testing Sukarela
Konseling dan Testing Sukarela yang dikenal sebagai Voluntary Counselling
and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai
pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV/AIDS berkelanjutan.
1. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat klien mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling, dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi opurtunistik, dan ART.
2. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh interfensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko terinfeksi HIV, mendapatkan informasi HIV/AIDS, mempelajari status dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku berisiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat.
(34)
3. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dari orang lain, setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi yang ada (Depkes RI, 2005).
2.9.3 Model Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)
Model Pelayanan VCT terdiri dari: 1. Mobile VCT (Penjangkauan dan Keliling)
Layanan ini dapat dilaksanakan oleh LSM atau layanan kesehatan yang langsung mengunjungi sasaran kelompok masyarakat yang memiliki perilaku berisiko atau berisiko tertular HIV/AIDS di wilayah tertentu. Layanan ini diawali dengan survei atau penelitian atas kelompok masyarakat di wilayah tersebut dan layanan dukungan lainnya di daerah setempat.
2. Statis VCT (Klinik VCT tetap)
Pusat Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela terintegrasi dalam sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya, artinya bertempat dan menjadi bagian dari layanan kesehatan yang telah ada. Sarana kesehatan harus memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan Konseling dan Testing HIV/AIDS, layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan terkait dengan HIV/AIDS (Depkes RI, 2005).
2.9.4 Pemanfaatan Klinik VCT
Pemanfaatan merupakan kunjungan terhadap penggunaan fasilitas kesehatan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, inap, kunjungan rumah oleh petugas kesehatan maupun dalam bentuk kegiatan lain dan pemanfaatan pelayanan kesehatan tersebut. Kunjungan juga berarti adanya kepercayaan pasien terhadap organisasi penyelenggara pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhannya. Besarnya tingkat
(35)
kunjungan pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan dapat dilihat dari dimensi waktu, yaitu harian, mingguan, bulanan dan tahunan (Idawani, 2001).
Menurut Dever yang dikutip oleh Rachman (1994), faktor–faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah :
1. Faktor sosiokultural, terdiri dari :
a. Norma dan nilai sosial dan keyakinan yang ada di masyarakat
Norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada dimasyarakat akan mempengaruhi seseorang dalam bertindak termasuk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.
b. Teknologi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan
Kemajuan teknologi di satu sisi dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti : transplantasi organ, penemuan organ–organ artificial serta kemajuan dibidang radiologi. Sedangkan di sisi lain dapat menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagai contoh dengan ditemukannya berbagai vaksin untuk penyakit menular akan mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan.
2. Faktor Organisasional, terdiri dari :
a. Ketersediaan sumber daya, yaitu sumber daya yang mencukupi baik dari segi kuantitas dan kualitas, sangat mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan.
b. Keterjangkauan lokasi, yakni berkaitan dengan tempat dan waktu. Keterjangkauan tempat diukur dengan jarak tempuh, waktu dan biaya.
(36)
c. Keterjangkauan sosial, yaitu konsumen memperhitungkan sikap petugas kesehatan terhadap konsumen seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras, dan hubungan keagamaan.
3. Faktor interaksi konsumen dan petugas kesehatan, termasuk di dalamnya
a. Faktor sosiodemografi, yaitu : umur, jenis kelamin, ras, bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga, dan status sosial ekonomi.
b. Faktor sosiopsikologi, yaitu: persepsi sakit, gejala sakit, dan keyakinan terhadap perawatan medis atau dokter.
c. Faktor epidemiologis, yaitu : mortalitas, morbiditas, dan faktor risiko.
2.10 Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan
Menurut Anderson yang dikutip Notoatmodjo (2003) tipe-tipe kategori dari model-model penggunaan pelayanan kesehatan tersebut adalah kependudukan, struktur sosial, psikologi sosial, sumber keluarga, sumber daya masyarakat, organisasi, dan model-model sistem kesehatan.
1. Model demograft (kependudukan)
Tipe variabel-variabel yang dipakai adalah umur, seks, status perkawinan, dan besamya keluarga. Variabel-variabel ini digunakan sebagai ukuran mutlak atau indikator fisiologis yang berbeda (umur, seks) dan siklus hidup (status perkawinan, besarnya keluarga) dengan asumsi bahwa perbedaan derajat kesehatan, derajat kesakitan, dan penggunaan pelayanan kesehatan sedikit banyak akan berhubungan dengan variabel di atas
2. Model-model struktur sosial (social structur models)
(37)
Variabel-variabel ini mencerminkan keadaan sosial dari individu atau keluarga di dalam masyarakat. Mereka mengingatkan akan berbagai gaya kehidupan yang diperlihatkan oleh individu-individu dan keluarga dari kedudukan sosial tertentu. 3. Model-model sosial psikologis (psychological models)
Tipe variabel yang dipakai adalah ukuran dari sikap, dan keyakinan individu
-Variabel-variabel sosio-psikologis pada umumnya terdiri dari 4 kategori:
a. Pengertian kerentanan terhadap penyakit.
b. Pengertian keseluruhan dari penyakit.
c. Keuntungan yang diharapkan dari pengambilan tindakan dalam menghadapi penyakit.
d. Kesiapan tindakan individu.
4. Model sumber keluarga (family resource models)
Dalam model ini variabel bebas yang dipakai adalah pendapatan keluarga, cakupan asuransi keluarga atau sebagai anggota suatu asuransi kesehatan dan pihak yang membiayai pelayanan kesehatan keluarga dan sebagainya- Karakteristik ini untuk
mengukur kesanggupan dari individu atau keluarga untuk memperoleh pelayanan kesehatan mereka.
5. Model sumber daya masyarakat (community resource models)
Pada model ini tipe model yang digunakan adalah penyediaan pelayanan kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat, dan ketercapaian dari pelayanan kesehatan yang tersedia dan sumber-sumber di dalam masyarakat. Model sumber daya masyarakat selanjutnya adalah suplai ekonomis yang berfokus pada ketersediaan sumber-sumber kesehatan pada masyarakat setempat. Dengan demikian model ini
(38)
6.. Model-model organisms (organization models)
Dalam model ini variabel yang dipakai adalah pencerminan perbedaan bentuk-bentuk sistem pelayanan kesehatan. Biasanya variabel yang digunakan adalah:
1) gaya (style) praktek pengobatan (sendiri, rekanan, atau group)
2) sifat (nature) dari pelayanan tersebut (membayar langsung atau tidak)
3) letak dari pelayanan (tempat pribadi, rumah sakit, atau klinik)
4) petugas kesehatan yang pertama kali kontak dengan pasien (dokter, perawat, asisten dokter).
7.. Model sistem kesehatan
Keenam, kategori model penggunaan fasilitas kesehatan tersebut tidak begitu terpisah, meskipun ada perbedaan dalam sifat (nature). Model sistem kesehatan mengintegrasikan keenam model terdahulu ke dalam model yang lebih sempuma. Untuk itu, maka demografi, ciri-ciri struktur sosial, sikap, dan keyakinan individu atau keluarga, sumber-sumber di dalam masyarakat dan organisasi pelayanan kesehatan yang ada, digunakan bersama dengan faktor-faktor yang berhubungan seperti kebijaksanaan dan struktur ekonomi pada masyarakat yang lebih luas (negara).
8. Model kepercayaan kesehatan (the health belief models)
Model kepercayaan adalah suatu bentuk penjabaran dari model sosiopsikologis seperti disebutkan di atas. Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa problem-problem kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (preventive health behavior), yang oleh
(39)
Becker (1974) dikembangkan dari teori lapangan (Fieldtheory, Lewin, 1954) menjadi model kepercayaan kesehatan (health beliefmodel).
2.11 Karakteristik Penderita HIV/AIDS 2.11.1 Umur
Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu bertambahnya proses perkembangan tidak secepat ketika berusia belasan tahun. Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada bertambahnya pengetahuan yang diperoleh, tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau pengingatan suatu pengetahuan akan berkurang (Notoatmodjo, 2006).
Klasifikasi menurut WHO, batasan remaja adalah usia 10-20 tahun, dibagi dalam dua bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. Dalam hal ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda (youth). Di Indonesia remaja yang mendekati batasan PBB tentang pemuda adalah kurun usia 14-24 tahun (Djoerban, 2001).
Hurlock (2000) menyatakan tahapan umur dalam rentang kehidupan adalah : 1. Bayi kelahiran sampai akhir minggu kedua.
2. Masa bayi; akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua. 3. Awal masa kanak-kanak; dua sampai enam tahun.
4. Akhir masa kanak-kanak; enam sampai sepuluh atau dua belas tahun.
5. Masa puber atau pramasa remaja: sepuluh atau dua belas sampai tiga belas atau empat belas tahun.
(40)
7. Awal masa dewasa: delapan belas sampai empat puluh tahun. 8. Usia pertengahan; empat puluh sampai enam puluh tahun. 9. Masa tua atau usia lanjut; enam puluh tahun sampai meninggal.
Penelitian dari enam rumah sakit di Jakarta pada tahun 1996, dari 52 rekam medik pasien AIDS bahwa dari sebaran umur paling banyak pasien berasal dari kelompok umur 30-39 tahun (53,8%), lebih dari 95% pasien AIDS berusia diantara 20-49 tahun (Djoerban, 2001).
Distribusi umur penderita AIDS pada tahun 2007 memperlihatkan tingginya persentase jumlah usia muda dan jumlah usia anak. Penderita dari golongan umur 20-29 tahun mencapai 54,77% dan bila digabung dengan golongan sampai 49 tahun, maka angka menjadi 89,37%. Sementara persentase anak < 5 tahun mencapai 1,22%. Pada tahun 2006 sebanyak 4360 anak tertular HIV dan separuhnya telah meninggal (KPA, 2007).
Dinas Kesehatan Provinsi Papua per 31 maret 2006 menyebutkan angka HIV/AIDS Papua 2.179 kasus. Sebanyak 1.226 kasus HIV dan 973 AIDS, dan 289 sudah meninggal. Kasus HIV/AIDS terbanyak justru pada kelompok usia produktif (15-39 tahun), yakni sekitar 75,2 persen. Jumlah kasus HIV/AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun yaitu sebanyak 916 kasus, kelompok umur 30-39 tahun 544 kasus dan kelompok umur 40-49 tahun 203 kasus (Trendo, 2006).
Jumlah penderita HIV/AIDS sampai April 2009 berdasarkan umur di Propinsi Sumatera Utara sampai April 2009, dimana umur <1 tahun sebanyak 5 penderita, 8 penderita umur 1-4 tahun, 5 penderita umur 5-9 tahun, 46 penderita umur 10-19
(41)
tahun, 921 penderita usia 20-29 tahun, 523 penderita usia 30-39 tahun, 121 penderita usia 40-49 tahun dan usia >50 tahun sebanyak 41 penderita (KPA Sumut, 2009).
2.11.2 Jenis Kelamin
Secara umum setiap penyakit dapat menyerang manusia baik laki-laki maupun perempuan tetapi pada beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi antara laki-laki dan perempuan. Ini disebabkan karena perbedaan pekerjaan, kebiasaan hidup dan prilaku hidup serta kondisi fisiologis (Rasmaliah. 2001).
Lebih dari 80% infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama laki-laki tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak 90 % terjadi dari ibu pengidap HIV (Parikesit, 2008).
Menurut Menko Kesra Aburizal Bakrie di Jayapura, pada temu regional dalam rangka Akselerasi Program Penanggulangan HIV/AIDS di Tanah Papua mengatakan bahwa secara nasional proporsi HIV/AIDS pada perempuan hanya sekitar 18 persen, tetapi di Papua justru berada pada angka yang cukup besar yaitu 48,5 persen (Trendo, 2006).
Jumlah penderita HIV/AIDS sampai April 2009 berdasarkan jenis kelamin di Propinsi Sumatera Utara sampai April 2009, berjenis kelamin laki-laki 1335 penderita dan perempuan 341 penderita (KPA Sumut, 2009).
Faktor-faktor yang menyebabkan perempuan lebih rentan tertular HIV/AIDS, yaitu faktor biologis dan faktor sosial ekonomi. Faktor biologis; risiko perempuan tertular HIV melalui hubungan seksual adalah 2-4 kali lebih besar dibandingkan dengan risiko pada laki-laki. Sedangkan faktor sosial ekonomi; banyak perempuan
(42)
dunia pelacuran. Di Uganda, infeksi HIV pada gadis usia 13-19 tahun tiga kali lebih besar dibandingkan pada remaja laki-laki dari kelompok usia yang sama (Djoerban, 2001).
2.11.3 Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Menurut Wiet Hary menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorag menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Pada umumnya, semakin tinggi pengetahuan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya (Notoatmodjo, 2006).
Di Amerika, Sahara Afrika dan Asia, dua pertiga infeksi HIV/AIDS adalah laki-laki muda dengan usia 15-29 tahun dengan pendidikan yang rendah, sehingga pengetahuan merekapun kurang, dan biasanya tidak datang berobat, setelah kematian baru terdeteksi (Satumed. 2008).
Berdasarkan survei prilaku penderita HIV/AIDS di Kota Yogyakarta tahun 2005 bahwa responden berpendidikan SMA atau yang sederajat (49%), sebanyak 15% berpendidikan SMP atau yang sederajat dan 18% berpendidikan SD atau sederajat. Hanya 13% responden yang berpendidikan D1 atau lebih. Proporsi responden yang berpendidikan sekolah menengah ke atas adalah paling tinggi pada kelompok mahasiswa (100%) dan homoseksual (94,5%), sementara proporsi responden yang berpendidikan SD yang paling tinggi adalah pada kelompok waria (41%). Sedangkan penelitian penderita HIV/AIDS yang berobat di Pokdisus AIDS FKUI-RSCM menunjukkan asal dari berbagai jenis lapisan sosial masyarakat yaitu
(43)
ada yang lulusan SD, SMP, SMA, Akademi bahkan beberapa lulusan S2 (Djoerban, 2001).
2.11.4 Pekerjaan
Berbagai jenis pekerjaan akan berpengaruh pada frekuensi dan distribusi penyakit (Rasmaliah. 2001). Risiko tinggi untuk terinfeksi HIV/AIDS antara lain orang yang bekerja di tempat hiburan, supir jarak jauh, nelayan, anak buah kapal, dan PSK (Zulkifli, 2004).
Perempuan yang paling banyak terinfeksi HIV/AIDS adalah perempuan yang berpenghasilan rendah atau tidak memiliki penghasilan karena sebagian besar perempuan yang terkena adalah yang pekerjaannya sebagai pekerja seks komersial (PSK) (Djoerban, 2001).
2.11.5 Cara Penularan
Penularan virus HIV/AIDS melalui hubungan seksual, suntikan jarum suntik yang terkontaminasi HIV, transfusi darah atau komponen darah yang terkontaminasi HIV, ibu hamil ke bayi yang dikandungnya dan sperma terinfeksi HIV yang tersimpan di bank sperma. (Djoerban, 2001).
Penularan HIV/AIDS di Papua 90 persen disebabkan oleh hubungan heteroseksual (BPS & Depkes RI, 2007). Jumlah pengidap penyakit HIV/AIDS di Papua sangat tinggi dan cara penularannya 98 persen melalui hubungan seksual, padahal secara nasional 50,1 persen terjadi akibat penyalahgunaan narkoba suntik (Trendo, 2006).
(44)
Menurut Nafsiah, penularan dengan menggunakan jarum suntik, mencapai 55%, hubungan seks dengan waria 34%, dengan PSK langsung mencapai 10,2% dan PSK tidak langsung (lokasinya tidak menetap) 5,7% (Kompas, 2008).
Kelompok homoseksual (termasuk biseksual) terbesar pengidap HIV di Amerika Serikat. Di San Fransisco pada tahun 1978 hanya 4% kaum homoseksual diperkirakan mengidap HIV, tiga tahun kemudian angka ini bertambah menjadi 24%, 8 tahun kemudian menjadi 80% dan pada saat ini telah menjadi 100%. Pada tahun 1982 di London hanya 3,7% kaum homoseksual mengidap penyakit HIV, tiga tahun kemudian menjadi 21%, dan saat ini lebih dari 35% (Djoerban, 2001).
Jumlah penderita HIV/AIDS berdasarkan faktor risiko di Propinsi Sumatera Utara sampai April 2009, faktor resiko heteroseksual 634 penderita, homoseksual 22 penderita, Intra Drug User (IDU) 576 penderita, transfusi darah 35 penderita, perinatal 15 penderita, ibu rumah tangga 30 penderita, biseksual 7 penderita dan tidak diketahui 107 penderita (KPA Sumut, 2009)..
Perbandingan antara penderita dari daerah urban (perkotaan) dan pural (pedesaan) umumnya lebih tinggi di daerah urban karena di kota lebih banyak dilakukan promiskuitas (hubungan seksual dengan banyak mitra seksual), maka kelompok masyarakat berisiko tinggi adalah kelompok masyarakatt yang melakukan promiskuitas yaitu kaum homoseksual termasuk kelompok biseksual, heteroseksual, dan penyalahgunaan narkotika suntik, serta penerimaan transfusi darah termasuk penderita hemofili dan penyakit-penyakit darah, anak dan bayi yang lahir dari ibu pengidap HIV (Rasmaliah, 2001).
(45)
2.12 Variabel yang Diteliti
Gambar 2.1 Variabel yang Diteliti dalam Penelitian Karakteristik Penderita dan Cara Penularan HIV/AIDS yang Memanfaatkan Klinik VCT
Pusyansus RSUP H. Adam Malik tahun 2008 Karakteristik :
• Umur
• Jenis Kelamin
• Pendidikan
• Status bekerja
(46)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan mengetahui karakteristik penderita dan cara penularan HIV/AIDS yang memanfaatkan klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di RSUP H. Adam Malik dengan pertimbangan bahwa rumah sakit ini adalah merupakan rumah sakit yang menyediakan pelayanan bagi penderita HIV/AIDS
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember 2009– Januari 2010.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita HIV/AIDS yang berkunjung ke klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008 berjumlah 353 kasus dan tercatat di rekam medik serta dalam laporan klinik VCT.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah seluruh penderita HIV/AIDS yang berkunjung ke klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan yang tercatat dengan lengkap di rekam medik tahun 2008 dengan kriteria penderita HIV/AIDS yang masih hidup sebanyak 273 kasus.
(47)
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data diperoleh dari rekam medis di Kinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik tahun 2008.
3.5 Definisi Operasional Variabel
1. Umur adalah lamanya waktu hidup sejak dilahirkan sampai usia penderita HIV/AIDS tercatat di rekam medik yang datang pertama kali berkunjung ke Pusyansus RSUP H. Adam Medan.
2. Jenis kelamin adalah sifat gender penderita HIV/AIDS tercatat di rekam medik yang datang pertama kali berkunjung ke Pusyansus RSUP H. Adam Medan.
3. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah dicapai dan belum memasuki masa usia pendidikan tercatat di rekam medik yang datang berkunjung pertama kali ke Pusyansus RSUP H. Adam Medan.
4. Status bekerja adalah penderita HIV/AIDS tercatat di rekam medik yang datang berkunjung pertama kali yang memiliki pekerjaan dan tidak memiliki pekerjaan di Pusyansus RSUP H. Adam Medan.
5. Cara penularan adalah cara penderita terinfeksi penyakit HIV/AIDS tercatat di rekam medik yang berkunjung ke Pusyansus RSUP H. Adam Medan.
6. Pemanfaatan klinik VCT Pusyansus adalah frekuensi kunjungan penderita HIV/AIDS yang tercatat di rekam medik dari pertama kali berkunjung bulan Januari 2008 sampai kunjungan terakhir Desember 2008 di RSUP H. Adam Malik Medan.
3.6 Variabel Penelitian dan Aspek Pengukuran
(48)
Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel
Variabel Kategori Skala Ukur
Umur
1. <1 tahun 2. 1-4 tahun 3. 5-9 tahun 4. 10-19 tahun 5. 20-29 tahun 6. 30-39 tahun 7. 40-49 tahun 8. ≥ 50 tahun
Nominal
Jenis Kelamin 1. Perempuan
2. Laki-laki Nominal
Pendidikan
1.Tidak sekolah 2.SD
3.SLTP 4.SLTA 5. AKademi
6. Perguruan Tinggi
Ordinal
Status Bekerja 1. Bekerja
2. Tidak Bekerja Nominal
Cara Penularan
1. Homoseksual 2. Heteroseksual 3. Biseksual 4. Perinatal 5. Transfusi darah 6. Intra Drug User IDU 7. Tidak diketahui
Nominal
Pemanfaatan Klinik VCT Pusyansus
1.Kunjungan yang teratur dilaksanakan mulai terinfeksi dilakukan selama seminggu 2 kali dan minggu berikutnya 1 kali, kemudian 2 minggu sekali/per bulan sampai Desember 2008. (Tinggi)
2. Kunjungan dilaksanakan tidak teratur setelah terinfeksi HIV/AIDS (Rendah)
(49)
3.7 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis yang bersifat deskriptif untuk mengetahui karakeristik dan cara penularan penderita HIV/AIDS yang memanfaatkan klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008.
(50)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik (RSUP H. Adam Malik) merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/ VII/1990 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991.
RSUP H. Adam Malik juga sebagai Pusat Rujukan untuk wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara dan Riau yang dibangun diatas tanah ± 10 Ha dan berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17 Km 12 Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya Medan Propinsi Sumatera Utara.
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan sedangkan untuk pelayanan rawat inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992. Pada tanggal 1 Januari 1993 secara resmi Pusat Pendidikan Fakultas Kedokteran USU Medan dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik sebagai tanda dimulainya Soft Opening. Kemudian diresmikan oleh Bapak Presiden RI pada tanggal 21 Juli 1993.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 280/KMK.05/2007 dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan dengan No. 756/Menkes/SK/VI/2007 tepatnya pada Juli 2007 RSUP H. Adam Malik telah berubah status menjadi Badan Layanan
(51)
Umum (BLU) bertahap dengan tetap mengikuti pengarahan-pengarahan yang diberikan oleh DitjenYanmed dan Departemen Keuangan untuk perubahan status menjadi BLU penuh. Untuk mewujudkan hal ini perlu pemberdayaan dan kemandiraan instalasi dan SMF (Satuan Medis Fungsional) sehingga produktif dan efisien.
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik sebagai salah satu unit organik Departemen Kesehatan RI yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Pelayanan Medik wajib melaksanakan Sistem Laporan Rumah Sakit. Sistem Pelaporan Rumah Sakit sangat ditentukan oleh Sistem Pencatatan Data yang dilakukan masing-masing unit kerja.
Seiring dengan meningkatnya prevalensi kasus HIV/AIDS di Indonesia khususnya di Sumatera Utara, maka dibentuk Klinik VCT Pusat Pelayanan Khusus RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2005. Klinik ini bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS melalui peningkatan mutu pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS sukarela dan perlindungan bagi petugas layanan VCT dan klien. Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1507/Menkes/SK/X/2005 tentang Pedomanan Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS secara Sukarela (Voluntary Counselling and Testing).
4.1.2 Visi dan Misi
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Nomor : OT.01.01/IV.2.1/27/2009 tentang Penetapan Visi dan Misi RSUP H. Adam Malik, maka rumusan visi dan misi RSUP H. Adam Malik adalah sebagai berikut.
(52)
1. Visi
Adapun Visi RSUP H. Adam Malik Medan adalah “Menjadi Pusat Rujukan Pelayanan Kesehatan Pendidikan dan Penelitian yang Mandiri dan Unggul di Sumatera Tahun 2015”.
2. Misi
Untuk mewujudkan visi tersebut, maka dirumuskan Misi RSUP H. Adam Malik Medan, yaitu :
a. Melaksanakan pelayanan yang paripurna, bermutu dan terjangkau.
b. Melaksanakan pendidikan, pelatihan dan penelitian kesehatan profesional.
c. Melaksanakan kegiatan pelayanan dengan prinsip efektif, efisien, akuntabel dan mandiri.
4.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 224/MenKes/PER/III/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, maka uraian tugas pokok dan fungsi RSUP H. Adam Malik sebagai berikut.
1. Tugas Pokok
a. Melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
(53)
Ka. Pelayanan Medis
Petugas Laboratorium
Sekretaris/Administrasi
Konselor Pekerja Sosial/ Petugas Management Ka. Pelayanan Non Medis
Kepala Klinik VCT
b. Bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Sumatera Utara dan lembaga lainnya dalam menyelenggarakan pendidikan klinik calon dokter spesialis serta tenaga kesehatan lainnya.
2. Fungsi
a. Menyelenggarakan pelayanan medis.
b. Menyelenggarakan pelayana penunjang medis dan non medis. c. Menyelenggarakan pelayanan Asuhan Keperawatan.
d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan.
e. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan. f. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.
4.1.4 Bagan Struktur Organisasi Unit Pelayanan VCT
Bagan struktur organisasi unit pelayanan VCT RSUP H. Adam Malik berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1507/Menkes/SK/X/2005 tentang Pedomanan Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS secara Sukarela (Voluntary Counselling and Testing) terlihat pada bagan berikut.
...
(54)
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Karakteristik Penderita HIV/AIDS
Jumlah penderita HIV/AIDS dalam penelitian ini adalah 273 penderita yang memanfaatkan klinik Voluntary Conselling and Testing (VCT) Pusat Pelayanan Khusus (Pusyansus) RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008. Adapun karakteristik penderita HIV/AIDS yang menjadi sampel dalam penelitian ini dapat lihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Penderita HIV/AIDS yang Memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008
Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Umur
<1 tahun 1 0,4
1-4 tahun 1 0,4
5-9 tahun 1 0,4
20-29 tahun 142 52,0
30-39 tahun 101 37,0
40-49 tahun 20 7,2
≥ 50 tahun 7 2,6
Jenis Kelamin
Perempuan 83 30,4
Laki-laki 190 69,6
Pendidikan
Tidak sekolah 2 0,7
SD 3 1,1
SMP 19 7,0
SMA 228 83,5
Akademi 8 2,9
Akademi/Perguruan Tinggi 13 4,8
Status Bekerja
Tidak bekerja 92 33,7
Bekerja 181 66,3
Pada Tabel 4.1 di atas diperoleh data distribusi karakteristik penderita HIV/AIDS berdasarkan umur yang memanfaatkan klinik VCT Pusat Pelayanan
(55)
Khusus RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008 sebagian besar berumur 20-29 tahun sebanyak 142 penderita (52,0%), 190 penderita (69,6%) berjenis kelamin laki-laki, 228 penderita (83,5%) berlatar belakang pendidikan SMA dan yang memiliki status bekerja 181 penderita (66,3%).
4.2.2 Cara Penularan HIV/AIDS
Distribusi cara penularan penderita HIV/AIDS yang memanfaatkan i klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008 dalam penelitian ini dapat lihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.2 Distribusi Cara Penularan Penderita HIV/AIDS yang Memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008
Cara Penularan Frekuensi Persentase (%)
Homoseksual 7 2,6
Heteroseksual 183 67,0
Biseksual 0 0,0
Perinatal 2 0,7
Transfusi darah/Produk darah 10 3,7
Intra Drug User (IDU) 61 22,3
Tidak diketahui 10 3,7
Jumlah 273 100,0
Pada Tabel 4.2 di atas diperoleh data distribusi penderita HIV/AIDS berdasarkan cara penularan penderita yang memanfaatkan klinik VCT Pusat Pelayanan Khusus RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008 sebagian besar terinfeksi dengan cara heteroseksual 183 penderita (67,0%).
4.2.3 Pemanfaatan Klinik VCT Pusyansus
Distribusi penderita HIV/AIDS yang memanfaatkan klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008 dalam penelitian ini dapat dilihat pada
(56)
Tabel 4.3 Distribusi Penderita HIV/AIDS yang Memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008
Pemanfaatan VCT Pusyansus Frekuensi Persentase (%)
Rendah 217 79,5
Tinggi 56 20,5
Jumlah 273 100,0
Pada Tabel 4.3 di atas diperoleh data distribusi penderita HIV/AIDS yang berkunjung untuk memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008 sebagian besar dengan kategori rendah kunjungannya atau melaksanakan kunjungan tidak teratur 217 penderita (79,5%).
4.2.4 Tabulasi Silang Karakteristik dan Cara Penularan Penderita HIV/AIDS yang Memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus
Hasil tabulasi silang karakteristik penderita HIV/AIDS (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan) dan cara penularan (variabel independen) yang memanfaatkan klinik VCT Pusat Pelayanan Khusus RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008 (variabel dependen) dapat dilihat pada tabel berikut ini.
(57)
Tabel 4.4 Tabulasi Silang Karakteristik dan Cara Penularan Penderita HIV/AIDS yang Memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008
Pemanfaatan VCT Pusyansus
Total Rendah Tinggi
f % f % f %
Karakteristik Umur
< 1 tahun 1 100,0 0 0,0 1 100.0
1-4 tahun 1 100,0 0 0,0 1 100.0
5-9 tahun 0 0,0 1 100,0 1 100.0
20-29 tahun 119 83,8 23 16,2 142 100.0
30-39 tahun 81 80,2 20 19,8 101 100.0
40-49 tahun 12 60,0 8 40,0 20 100.0
≥ 50 tahun 3 42,9 4 57,1 7 100.0
Jenis Kelamin
Perempuan 69 83,1 14 16,9 83 100.0
Laki-laki 148 77,9 42 22,1 190 100.0
Pendidikan
Tidak sekolah 2 100,0 0 0,0 2 100.0
SD 2 66,7 1 33,3 3 100.0
SMP 15 78,9 4 21,1 19 100.0
SMA 184 80,7 44 19,3 228 100.0
Akademi 6 75,0 2 25,0 8 100.0
Perguruan Tinggi 9 69,2 2 30,8 13 100.0
Status Bekerja
Tidak Bekerja 72 78,3 20 21,7 92 100.0
Bekerja 145 80,1 36 19,9 181 100.0
Cara Penularan
Homoseksual 7 100,0 0 0,0 7 100.0
Heteroseksual 153 83,6 30 16,4 183 100.0
Perinatal 2 100,0 0 0,0 2 100.0
Transfusi darah/ Produk
darah 6 60,0 4 40,0 10 100.0
IDU 42 68,9 19 31,1 61 100.0
Tidak diketahui 7 70,0 3 30,0 10 100.0
Pada Tabel 4.4 di atas diperoleh hasil tabulasi silang penderita HIV/AIDS berdasarkan umur pada kunjungan ke klinik VCT Pusyansus RSUD H. Adam Malik Medan Tahun 2008, bahwa penderita yang berumur 20-29 tahun, dimana sebagian
(58)
besar melaksanakan kunjungan rendah 119 penderita (83,3%). Kemudian berdasarkan jenis kelamin laki-laki, sebagian besar melaksanakan kunjungan rendah 148 penderita (80,1%). Selanjutnya yang memiliki pendidikan SMA, sebagian besar melaksanakan kunjungan rendah 184 penderita (80,7%). Sementara penderita dengan status bekerja, sebagian besar melaksanakan kunjungan rendah 145 penderita (80,1%). Untuk variabel penularan penderita HIV/AIDS di klinik VCT yang terinfeksi sebagian besar terinfeksi dengan cara heteroseksual sebagian besar melaksanakan kunjungan rendah 153 penderita (83,6%).
(59)
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Penderita HIV/AIDS yang Memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus RSUD H. Adam Malik Medan Tahun 2008
5.1.1. Umur
Permasalahan HIV/AIDS sejak lama menjadi isu bersama yang terus menyedot perhatian berbagai kalangan, terutama sektor kesehatan. Namun sesungguhnya masih banyak informasi dan pemahaman tentang permasalahan kesehatan yang masih belum diketahui lebih jauh oleh masyarakat. Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada bertambahnya pengetahuan yang diperoleh, tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau pengingatan suatu pengetahuan akan berkurang (Notoatmodjo, 2006).
Hasil penelitian distribusi frekuensi penderita HIV/AIDS yang memanfaatkan Klinik VCT Pusyansus RSUD H. Adam Malik Medan terdapat variasi karakteristik berdasarkan kelompok umur, sebanyak 142 penderita (52,0%) pada kelompok umur 20-29 tahun yang melaksanakan kunjungan tidak teratur (rendah).
Distribusi umur penderita AIDS pada tahun 2007 di Indonesia memperlihatkan tingginya persentase jumlah usia muda. Penderita dari golongan umur 20-29 tahun mencapai 54,77% dan bila digabung dengan golongan sampai 49 tahun maka angka menjadi 89,37% (KPA, 2007). Bahkan saat ini di Propinsi Sumatera Utara penderita HIV dan AIDS dari tahun 1994 sampai bulan April tahun 2009 kelompok umur penderita terbanyak umur 20-29 tahun dimana 500 penderita
(60)
merupakan usia yang paling banyak menderita HIV/AIDS melalui hubungan seksual, dan penggunaan obat terlarang (Djoerban, 2001).
Penelitian yang dilakukan Trendo (2006) bahwa di Dinas Kesehatan Provinsi Papua per 31 Maret 2006 angka HIV/AIDS Papua 2.179 kasus. Sebanyak 1.226 kasus HIV dan 973 AIDS, dan 289 sudah meninggal. Kasus HIV/AIDS terbanyak justru pada kelompok usia produktif (15-39 tahun), yakni sekitar 75,2 persen. Jumlah kasus HIV/AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun yaitu sebanyak 916 kasus, kelompok umur 30-39 tahun 544 kasus dan kelompok umur 40-49 tahun 203 kasus.
Hasil penelitian ini diperoleh penderita HIV/AIDS sebagian besar usia dewasa yang melakukan kunjungan tidak teratur. Jika dilihat dari latar belakang pendidikan sebagian besar berpendidikan menengah (SMP/SMA) yang juga melakukan kunjungan tidak teratur, dengan demikian penderita usia dewasa yang memiliki latar belakang pendidikan menengah menyebabkan tidak memanfaatkan atau melakukan kunjungan tidak teratur (rendah) di Klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan. Untuk mencegah penyebaran penyakit HIV/AIDS supaya petugas kesehatan atau instansi terkait (komunitas HIV/AIDS) tidak saja melaksanakan penyuluhan bagi resiko tinggi tetapi juga melaksanakan penyuluhan pada usia remaja agar penyebaran HIV/AIDS dapat menurun.
5.1.2. Jenis Kelamin
Secara umum setiap penyakit dapat menyerang manusia, baik laki-laki maupun perempuan tetapi pada beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi antara laki-laki dan perempuan. Ini disebabkan karena kebiasaan hidup dan prilaku hidup dan kondisi fisiologis (Rasmaliah, 2001).
(61)
Hasil penelitian penderita HIV/AIDS berdasarkan karakteristik jenis kelamin, 190 penderita (69,6%) berjenis kelamin laki-laki dan 83 penderita (30,4%) penderita perempuan yang melaksanakan kunjungan tidak teratur (rendah) Data tersebut dapat diartikan bahwa proporsi laki-laki lebih banyak menderita HIV/AIDS dibandingkan proporsi perempuan, karena laki-laki cenderung memiliki prilaku resiko sebagai pengguna jasa wanita pekerja seksual dan pengguna narkotika karena memiliki penghasilan dibandingkan wanita. Laki-laki yang berprilaku risiko tinggi cenderung terinfeksi melalui seksual dan IDU.
Menko Kesra, Aburizal Bakrie yang dikutip Trendo (2006) menyatakan di Jayapura pada Temu Regional dalam rangka Akselerasi Program Penanggulangan HIV/AIDS di Tanah Papua mengatakan bahwa secara nasional proporsi HIV/AIDS pada perempuan hanya sekitar 18 persen, tetapi di Papua justru berada pada angka yang cukup besar yaitu 48,5 persen. Sementara di Propinsi Sumatera Utara 70% penderita adalah laki-laki, sisanya 30% adalah perempuan.
Pendapat Djoerban (2001) bahwa faktor-faktor yang menyebabkan perempuan lebih rentan tertular HIV/AIDS, yaitu faktor biologis dan faktor sosial ekonomi. Faktor biologis; risiko perempuan tertular HIV melalui hubungan seksual adalah 2-4 kali lebih besar dibandingkan dengan risiko pada laki-laki.
Selanjutnya pendapat Parikesit (2008) menyatakan lebih dari 80% infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90% terjadi dari ibu pengidap HIV. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
(62)
pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah faktor sosiodemografi adalah jenis kelamin (Notoatmodjo, 2003).
Kunjungan pemeriksaan HIV di Klinik VCT Rumah Sakit Dr. Oen Kadangsapi Solo bahwa jika ternyata hasilnya testnya positif HIV, maka juga langsung memberikan pil ARV (anti retro viral) untuk pencegahan dini, agar tidak berkembang menjadi AIDS, semuanya gratis dan tidak dipungut biaya. Namun sebagian belum mengambil hasil tesnya, karena kebanyakan beralasan sibuk atau belum sempat (KKBKR, 2010).
Mengacu pada hasil penelitian bahwa jenis kelamin penderita HIV/AIDS melaksanakan kunjungan tidak teratur di Klinik VCT Pusyansus disebabkan jenis kelamin penderita berada pada usia dewasa. Pada umumnya kategori jenis kelamin berada pada umur dewasa yaitu 20-29 tahun, dimana pada usia ini penderita tidak melaksanakan kunjungan teratur (rendah) sehingga kategori jenis kelamin penderita juga tidak melaksanakan kunjungan teratur di Klinik VCT Pusyansus.
5.1.3. Pendidikan
Notoatmodjo (2003) menyatakan pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Selanjutnya Djoerban (2001) menyatakan penderita HIV/AIDS yang berobat di Pokdisus AIDS FKUI-RSCM menunjukkan asal dari berbagai jenis lapisan sosial masyarakat. Ada yang lulusan SD, SMP, SMA, Akademi bahkan beberapa lulusan S2.
(1)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Penderita HIV/AIDS yang memanfaatkan lebih banyak berumur 20-29 tahun 142 orang (52,0%) melaksanakan kunjungan rendah dan paling sedikit berumur 5-9 tahun 1 orang (0,4%) melaksanakan kunjungan teratur (tinggi). 2. Jenis kelamin penderita lebih banyak laki-laki 190 orang (69,6%) melaksanakan
kunjungan tidak teratur kecuali 1 orang berumur 5-9 tahun (0,4%) dan lebih sedikit perempuan 83 orang (30,4%) melakukan kunjungan tidak teratur (rendah). 3. Latar belakang pendidikan penderita lebih banyak SMA 228 orang (83,5%)
dan paling sedikit penderita yang tidak sekolah 2 orang (0,7%) melakukan kunjungan tidak teratur (rendah).
4. Status pekerjaan penderita HIV/AIDS lebih banyak memiliki pekerjaan 181 orang (66,3%) dan lebih sedikit tidak memiliki pekerjaan 92 orang (33,7%) melaksanakan kunjungan tidak teratur.
5. Cara penularan penderita HIV/AIDS lebih banyak terinfeksi melalui heteroseksual 183 orang (67%) dan lebih sedikit terinfeksi dengan cara perinatal 2 orang (0,7%) melakukan kunjungan tidak teratur (rendah).
6.2 Saran
1. Diharapkan kepada petugas kesehatan maupun instansi terkait seperti LSM, Komunitas HIV/AIDS di Kota Medan memberikan penyuluhan khususnya
(2)
2. Diharapkan perlunya penelitian lain dari variabel-variabel terhadap pemanfaatan Klinik VCT Pusyansus dalam penelitian selanjutnya, misalnya prilaku penderita dan model pelayanan VCT.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Antara, 2009. Indonesia, Penderita HIV/AIDS Capai 200 Ribu 09-07-2008.
BPS & Depkes RI, 2007. Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS 2003-2007.
Burn, A. A., dkk, 2001. Pemberdayaan Wanita dalam Bidang Kesehatan, Yayasan Essentia Medica, Jakarta.
Dinkes Sumut. 2008. Gambaran Kasus HIV dan AIDS Di Sumatera Utara. Medan.
Depkes RI, 2005. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1507/Menkes/SK/X/2005 Tentang Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Secara Sukarela.
Harian Sumut, 2010. 49 Anak di bawah 14 Tahun Positif HIV/AIDS hariansumutpos.com/rubrik/kesehatan. Diakses tanggal 02-03-20010.
Hurlock, Elizabeth, B. 2000. Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatn Sepanjang Rentang Kehidupan, Erlangga, Jakarta.
Idawani, 2001. Hubungan antara Mutu dan Cakupan Pelayanan Unit Rawat Jalan di RSU NAD, Tesis, Banda Aceh.
Djoerban, Z. 2001. Membidik AIDS Ikhtiar Memahami HIV dan ODHA, Galang Press Yogyakarta bekerjasama dengan Yayasan Memajukan Ilmu Penyakit Dalam, Yogyakara.
Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (KKBKR), 2010. Kunjungan Pelaksanaan HIV di Klinik VCT Meningkat. http//:www.menkokesra.go.id content//view/1145. Diakses tanggal 02-03-20010.
Kompas, 2008. Jumlah Pengidap HIV/AIDS Naik, Perlu Strategi Besar dan Jakarta Pusat yang Tertinggi. berita_detil.asp?Vnomer=1195.Diakses tanggl 09-07-2008.
KPA. 2007. Draft Final Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2007-2010.
(4)
KPA, 2010. Strategi dan Rencana Aksi Penanggulangan Nasional HIV/AIDS 2010-2014.
Mulyana, RS. 2008. Cara Mencegah Penularan HIV dari Ibu ke Bayi. http://www.satudunia.net/ad/recdirect/2431/. Diakses 6 November 2008. Nasronudin, 2007. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler Klinis dan Sosial.
Airlangga University Press, Surabaya.
Notoatmodjo, S . 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. _______. 2003. Pendidikan dan Ilmu Prilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. _______. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta. Owur, Jhon, 2009. Akses Universal pada ART Belum Menghilangkan Stigma
Terkait HIV di Tanzania.
Parikesit, A. A. 2008. Lebih Jauh dengan HIV/AIDS dan Penanggulanggannya.
Putri, FI. 2007. Pengaruh Persepsi Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) Tentang Pelayanan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Pusat Pelayanan Khusus (Pusyansus) HIV/AIDS di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2007. Skripsi FKM USU.
Rachman, 1994. Pengembangan Dalam Pelayanan Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Rasmaliah. 2001. Epidemiologi HIV/AIDS dan Upaya Penanggulangannya. USU digital library, Medan.
Rumah Sakit H.Adam Malik, 2008. Profil Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Tahun 2007
Satumed. 2008. Berbagai Temuan dalam Konferensi HIV-AIDS Dunia. http//www.situs.kespro.info/pmshivaids/index.htm. Diakses 6 November 2008 Siregar, F, A. 2004. Pengenalan dan Pencegahan AIDS. USU digital library,
Medan.
(5)
Trendo-Jier, 2006. Penularan HIV/AIDS di Papua,Umumnya melalui Hubungan Seksual 06-2009
Zein, U dan Habib, H. 2007. 111 Pertanyaan Seputar HIV/AIDS Yang Perlu Anda Ketahui. USU Press, Medan.
Zulkifli, 2004. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). USU digital library, Medan.
(6)
Lampiran 1
DATA RESPONDEN
KARAKTERISTIK DAN CARA PENULARAN PENDERITA HIV/AIDS YANG MEMANFAATKAN KLINIK VOLUNTARY COUNSELLING AND TESTING
(VCT) PUSAT PELAYANAN KHUSUS (PUSYANSUS) RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2008
Kode Responden :
Alamat : ... I. Karakteristik
1. Umur : ...tahun : 2. Jenis Kelamin :
1. Laki-laki 2. Perempuan
3. Pendidikan tertinggi yang pernah ditamatkan : 1. Tidak Sekolah/ SD
2. SMP/SMA/ 3. PT/Akademi 4. Status Bekerja:
1. Bekerja 2. Tidak Bekerja II. Cara Penularan
1. Homoseksual 2. Heteroseksual 3. Biseksual 4. Perinatal 5. Transfusi darah 6. Intra Drug User IDU 7. Tidak diketahui
III. Kunjungan Penderita HIV/AIDS ke Klinik Voluntary Counselling And Testing (VCT) Pusyansus RSUP H.Adam Malik Medan sejak terinfeksi mulai Januari s/d Desember 2008...