merupakan usia yang paling banyak menderita HIVAIDS melalui hubungan seksual, dan penggunaan obat terlarang Djoerban, 2001.
Penelitian yang dilakukan Trendo 2006 bahwa di Dinas Kesehatan Provinsi Papua per 31 Maret 2006 angka HIVAIDS Papua 2.179 kasus. Sebanyak 1.226 kasus
HIV dan 973 AIDS, dan 289 sudah meninggal. Kasus HIVAIDS terbanyak justru pada kelompok usia produktif 15-39 tahun, yakni sekitar 75,2 persen. Jumlah kasus
HIVAIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun yaitu sebanyak 916 kasus, kelompok umur 30-39 tahun 544 kasus dan kelompok umur 40-49 tahun 203 kasus.
Hasil penelitian ini diperoleh penderita HIVAIDS sebagian besar usia dewasa yang melakukan kunjungan tidak teratur. Jika dilihat dari latar belakang pendidikan
sebagian besar berpendidikan menengah SMPSMA yang juga melakukan kunjungan tidak teratur, dengan demikian penderita usia dewasa yang memiliki latar
belakang pendidikan menengah menyebabkan tidak memanfaatkan atau melakukan kunjungan tidak teratur rendah di Klinik VCT Pusyansus RSUP H. Adam Malik
Medan. Untuk mencegah penyebaran penyakit HIVAIDS supaya petugas kesehatan atau instansi terkait komunitas HIVAIDS tidak saja melaksanakan penyuluhan bagi
resiko tinggi tetapi juga melaksanakan penyuluhan pada usia remaja agar penyebaran HIVAIDS dapat menurun.
5.1.2. Jenis Kelamin
Secara umum setiap penyakit dapat menyerang manusia, baik laki-laki maupun perempuan tetapi pada beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi
antara laki-laki dan perempuan. Ini disebabkan karena kebiasaan hidup dan prilaku hidup dan kondisi fisiologis Rasmaliah, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian penderita HIVAIDS berdasarkan karakteristik jenis kelamin, 190 penderita 69,6 berjenis kelamin laki-laki dan 83 penderita 30,4 penderita
perempuan yang melaksanakan kunjungan tidak teratur rendah Data tersebut dapat diartikan bahwa proporsi laki-laki lebih banyak menderita HIVAIDS dibandingkan
proporsi perempuan, karena laki-laki cenderung memiliki prilaku resiko sebagai pengguna jasa wanita pekerja seksual dan pengguna narkotika karena memiliki
penghasilan dibandingkan wanita. Laki-laki yang berprilaku risiko tinggi cenderung terinfeksi melalui seksual dan IDU.
Menko Kesra, Aburizal Bakrie yang dikutip Trendo 2006 menyatakan di Jayapura pada Temu Regional dalam rangka Akselerasi Program Penanggulangan
HIVAIDS di Tanah Papua mengatakan bahwa secara nasional proporsi HIVAIDS pada perempuan hanya sekitar 18 persen, tetapi di Papua justru berada pada angka
yang cukup besar yaitu 48,5 persen. Sementara di Propinsi Sumatera Utara 70 penderita adalah laki-laki, sisanya 30 adalah perempuan.
Pendapat Djoerban 2001 bahwa faktor-faktor yang menyebabkan perempuan lebih rentan tertular HIVAIDS, yaitu faktor biologis dan faktor sosial
ekonomi. Faktor biologis; risiko perempuan tertular HIV melalui hubungan seksual adalah 2-4 kali lebih besar dibandingkan dengan risiko pada laki-laki.
Selanjutnya pendapat Parikesit 2008 menyatakan lebih dari 80 infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama laki-laki, tetapi proporsi
penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90 terjadi dari ibu pengidap HIV. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah faktor sosiodemografi adalah jenis kelamin Notoatmodjo, 2003.
Kunjungan pemeriksaan HIV di Klinik VCT Rumah Sakit Dr. Oen Kadangsapi Solo bahwa jika ternyata hasilnya testnya positif HIV, maka juga
langsung memberikan pil ARV anti retro viral untuk pencegahan dini, agar tidak berkembang menjadi AIDS, semuanya gratis dan tidak dipungut biaya. Namun
sebagian belum mengambil hasil tesnya, karena kebanyakan beralasan sibuk atau belum sempat KKBKR, 2010.
Mengacu pada hasil penelitian bahwa jenis kelamin penderita HIVAIDS melaksanakan kunjungan tidak teratur di Klinik VCT Pusyansus disebabkan jenis
kelamin penderita berada pada usia dewasa. Pada umumnya kategori jenis kelamin berada pada umur dewasa yaitu 20-29 tahun, dimana pada usia ini penderita tidak
melaksanakan kunjungan teratur rendah sehingga kategori jenis kelamin penderita juga tidak melaksanakan kunjungan teratur di Klinik VCT Pusyansus.
5.1.3. Pendidikan