tahun, 921 penderita usia 20-29 tahun, 523 penderita usia 30-39 tahun, 121 penderita usia 40-49 tahun dan usia 50 tahun sebanyak 41 penderita KPA Sumut, 2009.
2.11.2 Jenis Kelamin
Secara umum setiap penyakit dapat menyerang manusia baik laki-laki maupun perempuan tetapi pada beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi antara laki-
laki dan perempuan. Ini disebabkan karena perbedaan pekerjaan, kebiasaan hidup dan prilaku hidup serta kondisi fisiologis Rasmaliah. 2001.
Lebih dari 80 infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama laki-laki tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada
bayi dan anak 90 terjadi dari ibu pengidap HIV Parikesit, 2008. Menurut Menko Kesra Aburizal Bakrie di Jayapura, pada temu regional dalam
rangka Akselerasi Program Penanggulangan HIVAIDS di Tanah Papua mengatakan bahwa secara nasional proporsi HIVAIDS pada perempuan hanya sekitar 18 persen,
tetapi di Papua justru berada pada angka yang cukup besar yaitu 48,5 persen Trendo, 2006.
Jumlah penderita HIVAIDS sampai April 2009 berdasarkan jenis kelamin di Propinsi Sumatera Utara sampai April 2009, berjenis kelamin laki-laki 1335 penderita
dan perempuan 341 penderita KPA Sumut, 2009. Faktor-faktor yang menyebabkan perempuan lebih rentan tertular HIVAIDS,
yaitu faktor biologis dan faktor sosial ekonomi. Faktor biologis; risiko perempuan tertular HIV melalui hubungan seksual adalah 2-4 kali lebih besar dibandingkan
dengan risiko pada laki-laki. Sedangkan faktor sosial ekonomi; banyak perempuan miskin, termasuk gadis-gadis yang belum masuk usia puber yang masuk ke dalam
Universitas Sumatera Utara
dunia pelacuran. Di Uganda, infeksi HIV pada gadis usia 13-19 tahun tiga kali lebih besar dibandingkan pada remaja laki-laki dari kelompok usia yang sama Djoerban,
2001.
2.11.3 Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri
sendiri. Menurut Wiet Hary menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorag menyerap dan memahami pengetahuan yang
mereka peroleh. Pada umumnya, semakin tinggi pengetahuan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya Notoatmodjo, 2006.
Di Amerika, Sahara Afrika dan Asia, dua pertiga infeksi HIVAIDS adalah laki-laki muda dengan usia 15-29 tahun dengan pendidikan yang rendah, sehingga
pengetahuan merekapun kurang, dan biasanya tidak datang berobat, setelah kematian baru terdeteksi Satumed. 2008.
Berdasarkan survei prilaku penderita HIVAIDS di Kota Yogyakarta tahun 2005 bahwa responden berpendidikan SMA atau yang sederajat 49, sebanyak
15 berpendidikan SMP atau yang sederajat dan 18 berpendidikan SD atau sederajat. Hanya 13 responden yang berpendidikan D1 atau lebih. Proporsi
responden yang berpendidikan sekolah menengah ke atas adalah paling tinggi pada kelompok mahasiswa 100 dan homoseksual 94,5, sementara proporsi
responden yang berpendidikan SD yang paling tinggi adalah pada kelompok waria 41. Sedangkan penelitian penderita HIVAIDS yang berobat di Pokdisus AIDS
FKUI-RSCM menunjukkan asal dari berbagai jenis lapisan sosial masyarakat yaitu
Universitas Sumatera Utara
ada yang lulusan SD, SMP, SMA, Akademi bahkan beberapa lulusan S2 Djoerban, 2001.
2.11.4 Pekerjaan