kondisi lahan atau lingkungan. Dengan demikian konsep ini mencakup aspek struktur ekosistem structural attribute of ecosystem, yaitu jenis dan susunan
tanamankomoditasnya; fungsi ekosistem functional attribute of ecosystem yaitu produktivitas, kelestarian dan perbaikan lahanlingkungan hidup; dan yang tak
kalah penting yaitu kelembagaan, tenaga kerja, teknik pengelolaan dan sosial ekonomi. Kerangka ini akan semakin luas lagi jika diingat bahwa pelaksana
agroekologi adalah: a.
petani b.
perusahaan swasta c.
Badan Usaha Milik Negara d.
PemerintahDinas terkait Berdasarkan konsep ini, menjadi jelas bahwa agroekologi merupakan
bentukan sistem yang komplek yang semestinya tidak diselesaikan secara parsial dengan beberapa komponen saja.Interaksi antar komponen menuntut penalaran
yang komprehensif, dengan mempertimbangkan seluruh komponen secara simultan Marsono, 2007.
2.2.4.1 Agroekologi Sapi Perah
Penampilan produksi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor keturunan genetik, pakan, pengelolaan, perkandangan, pemberantasan dan
pencegahan penyakit serta faktor lingkungan lainnya. Salah satu faktor lingkungan yang cukup dominan dalam mempengaruhi produktivitas ternak
adalah iklim mikro. Iklim mikro di suatu tempat yang tidak mendukung bagi kehidupan ternak membuat potensi genetik seekor ternak tidak dapat ditampilkan
secara optimal. Ada empat unsur iklim mikro yang dapat mempengaruhi produktivitas ternak secara langsung yaitu : suhu, kelembaban udara, radiasi dan
kecepatan angin, sedangkan dua unsur lainnya yaitu evaporasi dan curah hujan mempengaruhi produktivitas ternak secara tidak langsung. Interaksi keempat
unsur iklim mikro tersebut dapat menghasilkan suatu indeks dengan pengaruh yang berbeda terhadap ternak Yani dan Purwanto, 2006.
Faktor lingkungan adalah faktor yang memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap tingkat produksi. Di antara sekian banyak komponen faktor
lingkungan, yang paling nyata pengaruhnya terhadap sapi perah, terutama pada masa laktasi produksi susu adalah temperatur. Temperatur selalu berkaitan erat
dengan kelembaban. Supaya dapat berproduksi baik, sapi perah harus dipelihara pada kondisi lingkungan yang nyaman comfort zone, dengan batas maksimum
dan minimum temperatur dan kelembaban lingkungan berada pada thermo neutral zone. Di luar kondisi ini sapi perah akan mengalami stres. Stres yang banyak
terjadi adalah stres panas. Hal ini disebabkan THI berada di atas THI normal Ilmu Peternakan, 2009.
Sapi perah FH sangat peka terhadap perubahan suhu tinggi. Apabila sapi FH ditempatkan pada lokasi yang memiliki suhu tinggi, maka sapi-sapi tersebut
akan mengalami cekaman panas terus menerus yang berakibat pada menurunnya produktivitas sapi FH. Cekaman panas yang diterima oleh sapi FH sebenarnya
dapat direduksi oleh angin dengan kecepatan tertentu. Usaha lain yang perlu dilakukan untuk mereduksi cekaman panas sapi FH adalah modifikasi lingkungan
ternak melalui pemberian naungan, pemilihan bahan atap dan pengaturan ketinggian kandang.
Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang mempengaruhi produksi sapi perah, karena dapat menyebabkan perubahan
keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi dan keseimbangan tingkah laku ternak Esmay 1982 dalam Yani dan Purwanto,
2006. Suhu udara dan kelembaban harian di Indonesia umumnya tinggi, yaitu berkisar antara 24
– 34 C dan kelembaban 60 - 90. Hal tersebut akan sangat
mempengaruhi tingkat produktivitas sapi FH. Pada suhu dan kelembaban tersebut, proses penguapan dari tubuh sapi FH akan terhambat sehingga mengalami
cekaman panas. Pengaruh yang timbul pada sapi FH akibat cekaman panas adalah 1 penurunan nafsu makan; 2 peningkatan konsumsi minum; 3 penurunan
metabolisme dan peningkatan katabolisme; 4 peningkatan pelepasan panas
melalui penguapan; 5 penurunan konsentrasi hormone dalam darah; 6 peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung McDowell 1972
dalam Yani dan Purwanto, 2006.
2.2.5 Teori Kelayakan Usaha