66
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kesesuaian Agroekologi pada Peternakan Sapi Perah yang Tergabung Dalam Koperasi Mahesa
Agroekologi adalah suatu hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya agar dapat beradaptasi untuk mencukupi kebutuhannya
dengan mementingkan faktor lingkungan dan faktor budidaya lingkungan. Faktor- faktor tersebut salah satunya mencakup klimatologi pertanian yang meliputi suhu,
kelembaban, curah hujan, dan ketinggian tempat. Keadaan agroekologi yang sesuai dapat mempengaruhi produktivitas. Begitu juga dengan peternakan sapi
perah. Kesesuaian agroekologi yang terdapat di peternakan sapi perah dapat membuat sapi beradaptasi sehingga dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik.
Usaha peternakan
sapi perah
merupakan suatu
usaha yang
menguntungkan. Walaupun modal awal dan biaya pengeluaran cukup besar, namun pendapatan yang diterima pun cukup besar. Hal ini dikarenakan ternak
sapi perah dapat berproduksi setiap hari. Berarti, peternak setiap hari akan mendapatkan penerimaan dari hasil susu sapi yang dijualnya. Tidak hanya itu saja,
saat ini sudah banyak lembaga-lembaga seperti koperasi yang berperan sebagai pengepul susu dari peternakan sapi perah dan bekerja sama dengan perusahaan
susu ternama sebagai pembeli tetap dari susu hasil peternakan. Jadi peternak tidak perlu mengkhawatirkan tempat menjualkan atau mendistribusikan susu hasil
ternaknya. Karena banyaknya keuntungan dan kemudahan penjualan susu sapi itulah yang membuat banyak orang mendirikan usaha peternakan sapi perah.
Peternakan sapi perah saat ini sudah banyak dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia. Tidak hanya di daerah dataran tinggi saja, tetapi peternakan sapi
perah juga didirikan di daerah dataran rendah, bahkan dekat atau berbatasan dengan laut, yang tentunya suhunya lebih panas dari biasanya. Namun ternyata
ternak sapi perah yang dibudidayakan dapat hidup dan berkembang dengan baik. Walaupun jumlah produksi susu yang dihasilkan masih lebih rendah daripada sapi
perah yang dibudidayakan di dataran tinggi, tapi dengan jumlah produksi yang ada ternyata sudah cukup memberikan keuntungan yang didapatkan oleh
peternak.
Kota Jember merupakan salah satu kota yang penduduknya cukup banyak mendirikan usaha peternakan sapi perah. Di Jember juga terdapat koperasi yang
bekerja sama dengan perusahaan susu besar, yaitu Koperasi Galur Murni dan Koperasi Mahesa. Koperasi Mahesa beranggotakan peternak yang wilayahnya
tersebar di Kecamatan Ambulu yaitu Desa Sabrang dan Andongsari, Kecamatan Tempurejo yaitu di Desa Wonoasri, dan Kecamatan Sukorambi yaitu di Desa
Jubung. Masing-masing kecamatan berada di lingkungan dengan sistem agroekologi yang berbeda-beda. Namun pada umumnya, peternakan
– peternakan tersebut berada di daerah dataran rendah yang tentunya berbanding terbalik
dengan keadaan lingkungan peternakan sapi perah pada umumnya. Berikut ini adalah tabel agroekologi peternakan sapi perah yang ditinjau dari faktor
klimatologi :
Tabel 5.1 Agroekologi Peternakan Sapi Perah Ditinjau dari Faktor Klimatologi
Kriteria Standarisasi
Wilayah Jubung Sabrang
Andongsari Wonoasri
Suhu
o
C 27
– 29 25
– 28 23 - 32 23 - 32
26 – 30
Kelembaban 60
– 70 45
30 30
40 Ketinggian
Dat. Tinggi Dat. Rendah
m dpl 500
100 – 500
87 15
16 18
Curah hujan
mm per
tahun 1800
27,73 126,04
136,16 237,21
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember 2014
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa setiap desa mempunyai klimatologi yang berbeda-beda. Klimatologi yang terdapat di setiap daerah
ternyata juga berbeda dengan standard klimatologi peternakan sapi perah. Perbedaan klimatologi tersebut juga mempengaruhi produktivitas sapi perah
dalam menghasilkan susu. Berikut ini adalah tabel jumlah ternak sapi perah yang diternakkan oleh peternak yang tergabung dalam Koperasi Mahesa di masing-
masing desa :
Tabel 5.2 Jumlah Ternak Sapi Perah dan Indukan yang Diternakkan oleh Peternak yang Tergabung dalam Koperasi Mahesa di Masing-
masing Desa
No. Nama Desa Jumlah Ternak
Jumlah Indukan
1 Jubung
156 52
2. Sabrang
306 102
3. Andongsari
210 70
4. Wonoasri
66 22
Sumber : Data Primer yang Diolah Tahun 2013 Lampiran 2
Desa Jubung yang terdapat di Kecamatan Sukorambi memiliki suhu rata- rata harian antara 25 sampai 28 derajat Celcius, yang berarti masih masuk dalam
standard suhu peternakan yaitu 27 sampai 29 derajat Celcius. Kelembaban dari Desa Jubung adalah 45 yang ternyata berada di bawah standard peternakan sapi
perah, yaitu 60 – 70. Begitu juga dengan ketinggian tempat di atas permukaan
laut di Desa Jubung yang terdapat di daerah dataran rendah yaitu berada di 87 meter di atas permukaan laut. Sedangkan standard minimal dataran rendah untuk
peternakan sapi perah adalah 100 meter di atas permukaan laut. Curah hujan di Desa Jubung adalah 27,73 mm per tahun, sedangkan curah hujan sesuai standard
adalah 1800 mm per tahun. Dari keadaan klimatologi Desa Jubung ini, kriteria yang sesuai standard adalah suhu. Tampaknya kesesuaian agroekologi yang
ditinjau dari segi klimatologi mempengaruhi produktivitas sapi dalam memproduksi susu. Jumlah sapi perah yang diternakkan di Desa Jubung adalah
156 ekor sapi. Dari 156 ekor sapi perah tersebut, 52 ekor indukannya rata-rata memproduksi 23 liter per hari, yaitu 15 liter pada pagi hari dan 8 liter pada sore
hari. Sedangkan pada peternakan yang keadaan agroekologinya sesuai dengan standard, produksi rata-rata adalah 30 liter, yaitu 20 liter pada pagi hari dan 10
liter pada sore hari. Jadi, pada peternakan sapi perah di Desa Jubung Kecamatan Sukorambi ini tidak sesuai dengan keadaan agroekologi peternakan yang ditinjau
dari segi klimatologi dengan selisih produksi susu rata-rata sebesar 7 liter per hari atau penurunan produksi sekitar 23,3. Persentase ini diperoleh dengan cara
menghitung selisih produksi rata-rata peternakan yang agroekologinya sesuai dengan standart dengan produksi rata-rata peternakan sapi perah di Desa Jubung.
Kemudian hasil selisih tersebut dibagi dengan produksi rata-rata peternakan yang agroekologinya sesuai standart, dikali 100.
Kecamatan Ambulu terdapat 2 desa yang mendirikan usaha peternakan sapi perah, yaitu Desa Sabrang dan Desa Andongsari. Walaupun kedua desa ini
berada di satu kecamatan, tapi ternyata memiliki klimatologi yang berbeda. Suhu rata-rata harian di Desa Sabrang dan Desa Andongsari adalah 23 - 32
o
C. Suhu di kedua desa ini masih memungkinkan untuk sesuai standard peternakan sapi perah
yaitu 27 – 29
o
C. Kedua desa ini mempunyai kelembaban yang sama, yaitu 30. Namun pada dasarnya, tingkat kelembabannya masih di bawah standard
peternakan sapi perah. Begitu juga dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut untuk kedua desa ini. Kecamatan Ambulu dekat dengan laut, jadi berada di
dataran rendah, yaitu 15 m dpl untuk Desa Sabrang, dan 16m dpl di Desa Andongsari. Tentunya keadaan ini jauh di bawah standard minimal dataran
rendah peternakan sapi perah, yaitu 100 m dpl. Begitu juga dengan curah hujan di kedua desa ini masih di bawah standard peternakan sapi perah, yaitu 126,04 mm
per tahun di Desa Sabrang, dan 136,16 mm per tahun di Desa Andongsari. Dari semua kriteria klimatologi, hanya ada satu kriteria yang masih memungkinkan
sesuai dengan standard. Produktivititas sapi perah pada peternakan yang berada di Kecamatan Ambulu ini tergolong rendah. Hal ini dapat diketahui dari rata-rata
produksi sapi pada Desa Sabrang. Jumlah sapi perah yang diternakkan di Desa Sabrang adalah 306 ekor. Dari jumlah ternak sebanyak 306 ekor tersebut, 102
ekor indukannya dapat memproduksi susu rata-rata 18 liter per hari, yaitu 12 liter pada pemerahan pagi hari dan 6 liter pada pemerahan sore hari. Sedangkan pada
Desa Andongsari, jumlah ternak sapi perahnya adalah 210 ekor. Dari 210 ekor sapi perah tersebut, dimana indukannya berjumlah 70 ekor, mampu memproduksi
susu rata-rata 15 liter per hari, yaitu 10 liter pada pagi hari dan 5 liter pada sore hari. Terdapat selisih yang cukup signifikan pada produksi susu yang dihasilkan
kedua desa ini dengan produksi susu yang berada di daerah yang keadaaan klimatologinya sesuai standard, yaitu 12 liter per hari pada Desa Sabrang atau
penurunan produksi sebesar 40 dan 15 liter per hari pada Desa Andongsari atau penurunan produksi sebesar 50.
Desa Wonoasri berada di Kecamatan Tempurejo. Desa ini berdekatan dengan daerah perkebunan. Suhu di Desa Wonoasri ini sekitar 26 sampai 30
o
C, yang berarti masih ada kemungkinan sesuai dengan standard peternakan sapi
perah. Adapun kelembabannya adalah 40, masih di bawah standard peternakan. Begitu pula dengan ketinggian tempatnya yang masih berada di bawah standard
minimal peternakan, yaitu berada di dataran rendah dengan ketinggian 18 m dpl. Desa Wonoasri ini memiliki curah hujan yang rendah, namun paling tinggi
diantara ketiga desa lainnya, yaitu antara 237,21 mm per tahun. Jadi, Desa Wonoasri Kecamatan Tempurejo hanya memiliki satu kriteria standard
peternakan sapi perah, yaitu kriteria suhu rata-rata harian. Peternakan yang berada di Desa Wonoasri yang tidak sesuai dengan standard klimatologi peternakan sapi
perah ini memiliki produktivitas yang sama seperti pada Desa Sabrang. Jumlah ternak sapi perah di Desa Sabrang ini adalah 66 ekor. Dari 66 ekor sapi perah
tersebut, terdapat 22 ekor indukan yang mempu memproduksi susu rata-rata 18 liter per hari, yaitu 12 liter pada pagi hari dan 6 liter pada sore hari. Hal itu berarti
terdapat selisih produksi susu pada peternakan sapi perah yang sesuai dengan standard klimatologi sebesar 12 liter atau penurunan produksi sebesar 40.
Hasil dari perbandingan keempat desa dengan standard klimatologi peternakan menunjukkan bahwa sebagian besar peternakan berada di bawah
standard. Hanya suhu rata-rata harian yang masih memungkinkan masuk dalam standard. Sedangkan kriteria lainnya berada jauh di bawah standard minimal
klimatologi peternakan sapi perah, yaitu kelembaban, ketinggian tempat dari permukaan laut, dan curah hujan..
Agroekologi peternakan sapi perah bukan menjadi faktor utama yang menentukan produktivitas sapi perah. Walaupun keadaan klimatologi daerah
peternakannya berbeda dengan standardnya, namun apabila ditunjang dengan pemeliharaan yang baik, misalnya dengan pemberian pakan yang tepat dan sesuai
atau dengan melakukan modifikasi lingkungan kandang, maka produktivitas sapi akan meningkat.
Modifikasi lingkungan kandang merupakan upaya mengubah kondisi lingkungan kandang dengan menyesuaikan keadaan fisiologis sapi perah agar
dapat berproduksi maksimal. Dari penelitian di atas, dapat diketahui bahwa sapi perah dapat berproduksi lebih banyak di suhu yang optimal, yaitu antara 27
– 29
o
C. Sedangkan peternakan sapi perah yang tergabung dalam Koperasi Mahesa rata-rata suhunya masih memungkinkan sesuai dengan standard, walaupun tidak
sesuai untuk kriteria lainnya. Peternak dapat mengatasi hal tersebut dengan melakukan modifikasi kandang. Adapun usaha modifikasi kandang yang dapat
dilakukan adalah dengan melakukan beberapa cara, yaitu meninggikan atap kandang sampai dengan 4 meter, mengganti atap kandang dengan bahan yang
dapat menahan radiasi matahari seperti atap rumbia, alang-alang, dan daun kelapa. Usaha lainnya juga dapat dilakukan dengan melakukan penyiraman air ke tubuh
sapi, pembuatan tempat penampung air minum di depan sapi, dan pemberian kipas angin atau blower.
Sapi perah pada umumnya terbiasa hidup dengan lingkungan yang berada di dataran tinggi, kelembaban tinggi, dan suhu yang dingin. Ketika peternak
membeli indukan sapi perah di daerah dataran tinggi seperti di Malang, awalnya sapi mengalami stress karena harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Ketika sapi mengalami stress, produksi susunya rendah. Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Hanya butuh sekitar satu minggu untuk sapi beradaptasi.
Setelah itu sapi bisa berproduksi dengan jumlah normal, walaupun kuantitasnya tidak sebanyak ketika sapi berada di lingkungan sebelumnya. Berbeda halnya
dengan sapi yang diternakkan mulai dari lahir. Jadi jika indukan disuntik IB inseminasi buatan, anak sapi pedhet yang lahir di lingkungan dataran rendah
akan dapat langsung beradaptasi, sekalipun berada di daerah yang panas. Sehingga ketika sapi sudah mulai dewasa dan sudah bisa berproduksi, sapi akan
menghasilkan susu dengan baik. Karena itulah standard agroekologi peternakan yang ditinjau dari segi klimatologinya tidak menghambat peternak untuk
mendirikan usaha peternakan. Jadi, walaupun klimatologinya tidak sesuai, jika proses pemeliharaannya dilakukan dengan baik, pakan yang cukup, maka ternak
akan dapat tumbuh, berkembang, dan berproduksi dengan baik.
5.2 Kelayakan Finansial Peternakan Sapi Perah pada Koperasi Mahesa