Fisiologi Bandeng Karakteristik Bandeng

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Bandeng

Karakteristik bandeng yang akan dibahas dalam penelitian ini hanya sebagai gambaran sepintas mengenai ikan bandeng. Karakteristik ini mencakup fisiologi dan budidaya bandeng.

2.1.1 Fisiologi Bandeng

Berdasarkan Ghufran 1997, ikan Bandeng yang berasal dari filum Chordata yang merupakan famili Chanidae, memiliki nama genus Chanos dan nama spesies Chanos chanos adalah salah satu jenis ikan laut, walaupun hidup di tambak dan bahkan dibudidayakan di air tawar. Ikan Bandeng terkenal sebagai ikan petualang, karena ikan ini dapat berenang mulai dari perairan laut yang memiliki salinitas lebih besar atau sama dengan 35 permil yang merupakan habitat asli ikan Bandeng, kemudian dapat masuk ke muara- muara sungai yang memiliki salinitas 5-20 permil, bahkan sampai ke tempat- tempat yang airnya tawar. Hal ini menyebabkan ikan Bandeng digolongkan ke dalam euryhalin, yaitu organisme yang mampu mentolerir perubahan salinitas yang sangat besar. Ikan Bandeng memiliki ciri fisik seperti badan memanjang, padat, kepala tanpa sisik, mulut kecil terletak di ujung kepala dengan rahang tanpa gigi , dan lubang hidung terletak didepan mata. Kulit Bandeng berwarna putih bersih dikarenakan sisiknya yang kecil-kecil dan dagingnya yang putih, sehingga sering disebut sebagai Milkfish. Ikan Bandeng juga memiliki warna lain, yaitu di bagian punggung nampak warna biru kehitaman seperti warna air laut. Warna ikan ini sepertinya sangat dipengaruhi oleh keadaan air. Apabila berada di air yang keruh, maka warna ikan sedikit berubah nampak lebih hitam pada bagian punggungnya. Sebaliknya pada air yang jernih warna ikan akan menjadi putih bersih atau keperakan Hadie dan Supriatna, 1986. Walaupun seringkali menempuh perjalanan jauh, ikan Bandeng akan tetap kembali ke pantai apabila akan berkembang biak. Benih ikan Bandeng atau nener yang masih bersifat planktonik terbawa oleh gerakan air, berupa arus, angin atau gelombang akan mencapai daerah pantai dengan ukuran panjang sekitar 11-13 mm dan berat 0.01 gram dalam usia 203 minggu Ghufran, 1997. Selain bersifat euryhalin, ikan Bandeng juga tahan terhadap temperatur yang tinggi terutama pada tambak pemeliharaan. Temperatur tertinggi yang dapat ditolerir oleh ikan Bandeng adalah 40 C, namun ikan Bandeng ternyata sangat sensitif terhadap temperatur yang rendah, bahkan dapat mematikan ikan Bandeng. Ikan Bandeng akan mengalami stress pada temperatur 12 C, dan bila terlalu lama pada temperatur tersebut Bandeng akan mati Hadie dan Supriatna, 1986. Penyebaran ikan Bandeng sangat luas dari daerah Samudera Hindia sampai ke Pantai Barat Amerika. Di Indonesia penyebarannya meliputi daerah-daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Pulau Bali Hadie dan Supriatna, 1986. Ikan Bandeng memakan banyak tumbuh-tumbuhan berupa plankton tumbuhan dan hewan yang melayang- layang dalam air. Ikan Bandeng mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut berupa jenis tumbuhan mikroskopis dalam jumlah banyak. Ikan Bandeng memakan makanan yang berukuran kecil tersebut dengan cara menghisap dengan mulutnya. Cara makan tersebut dibantu dengan berfungsinya inang alat penyaring yang dapat menahan partikel-partikel kecil dari air Hadie dan Supriatna, 1986.

2.1.2 Budidaya Bandeng