140
Apabila dijumlahkan keseluruhan produksi aktual masing-masing alat tangkap dari tahun 1995 hingga tahun 2004, maka dihasilkan informasi yang
tersaji pada Gambar 35. Pada Gambar 35 tersebut terlihat bahwa fenomena over
fishing di perairan Kabupaten Indramayu sejak tahun 1995 hingga tahun 2004 terjadi secara fluktuatif. Hal ini dicerminkan dengan angka garis produksi aktual
yang naik-turun diantara angka produksi lestari. Namun demikian, angka produksi aktual tidak melabung jauh di atas angka produksi lestari sebagaimana
yang terjadi pada Gambar 33. Bahkan pada Gambar 35 menunjukkan telah terjadi angka penurunan produksi aktual yang tajam pada tahun 2002, yaitu
sebesar 19.361,00 ton.
Gambar 35
Produksi aktual seluruh alat tangkap yang beroperasi di dalam perairan Kabupaten Indramayu dan produksi lestari perikanan
tangkap dalam ton.
6.4 Pengukuran Kapasitas Perikanan T angkap dengan Data Envelopment Analysis DEA
Salah satu metode pengukuran kapasitas perikanan adalah mengetahui kondisi efisiensi relatif dari perikanan tangkap di perairan laut Indramayu dengan
Data Envelopment Analysis DEA. DEA dapat digunakan untuk mengukur
0.00 5,000.00
10,000.00 15,000.00
20,000.00 25,000.00
30,000.00 35,000.00
40,000.00
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Tahun Produksi ton
Produksi Aktual MSY
141
efisiensi relatif pada kasus entitas yang memiliki multiple inputs atau multiple outputs Cooper, et al, 2004.
Dalam analisis efisiensi armada penangkapan dengan DEA frontier ini, hal pertama yang dilakukan adalah mencoba memasukkan semua jenis alat
tangkap dan seluruh variabel untuk melihat efisiensi relatif setiap alat tangkap dari setiap variabel yang diperoleh. Jenis alat tangkap dalam analisis ini yaitu
dogol, gillnet, jaring klitik, pancing, payang, pukat pantai, purse seine dan sero yang berbasis di Indramayu. Variabel yang digunakan dalam analisis DEA ini
yaitu investasi, penerimaan bersih keuntungan, biaya operasional per trip, biaya tetap per tahun, jumlah tenaga kerja per trip, kekuatan mesin yang digunakan
armada penangkapan, dan jumlah hari dalam 1 trip penangkapan. Untuk mengukur dan membandingkan efisiensi setiap alat tangkap yang
berbasis di Indramayu, maka Decision Making Unit DMU-nya adalah 8 alat tangkap dengan data primer survei tahun 2006. Data yang digunakan dalam
analisis efisiensi menggunakan DEA frontier dibedakan menjadi 2 jenis yaitu data input dan data output, dimana input merupakan kendala dan output merupakan
hasil yang diharapkan. Input yang digunakan dalam analisis ini ada 5 yaitu investasi yang digunakan, biaya operasional per trip, biaya tetap per tahun,
kekuatan mesin GT dan jumlah hari dalam 1 trip penangkapan, sedangkan output yang digunakan ada 2 yaitu keuntungan penerimaan bersih yang
diperoleh dan tenaga kerja yang diserap Sularso, 2006. Data input dan output yang digunakan dalam analisis DEA Fontier ini dapat dilihat pada Tabel 15.
142
Tabel 15 Data input dan output dalam analisis DEA Frontier
Alat tangkap Investasi
Rp Penerimaan
Bersih Rp
Biaya per trip
Rp Biaya
Tetap
Rp
Σ TK
Rp GT
Rp
Σ
hari dalam
1 trip Rp
Dogol 38.000.000
300.000 100.000
2.750.000 4
26 1
Gillnet 530.000.000
30.000.000 50.000.000
5.400.000 10
100 40
Jaring klitik 12.600.000
578.000 72.000
2.450.000 5
16 1
Pancing 45.000.000
1.500.000 2.000.000
5.000.000 5
66 5
Payang 66.000.000
2.000.000 1.000.000
5.000.000 15
26 4
Pukat pantai 17.000.000
400.000 600.000
6.700.000 3
26 3
Purse seine 730.000.000
125.000.000 250.000.000 17.200.000 30
100 15
Sero 11.500.000
180.000 120.000
580.000 1
8 1
Sumber : Data primer hasil survei lapang 2006
Pengolahan data dalam DEA Frontier dengan menggunakan software Frontier Analyst. Hasil yang diperoleh dari pengolahan DEA frontier ini yaitu
terdapat 4 jenis alat tangkap yang paling efisien mencapai skor 100 antara lain jaring klitik, payang, gillnet dan purse seine. Sedangkan yang lainnya yaitu dogol
80,00, sero 76,83, pancing 66,55 dan yang paling rendah efisiensinya adalah pukat pantai 46,16. Untuk lebih jelas hasil dari pengujian dapat dilihat
pada Tabel 16.
Tabel 16. Hasil analisis DEA Frontier dengan memasukkan seluruh variabel
Jenis Alat Tangkap Nilai
Jaring klitik 100,00
Payang 100,00
Gillnet 100,00
Purse seine 100,00
Dogol 80,00
Sero 76,83
Pancing 66,55
Pukat pantai 46,16
143
Selanjutnya dengan software frontier analyst Frontier, 2003, didapatkan distribusi angka efisiensi dan potensi perbaikan efisiensi sebagaimana terlihat
pada Gambar 36.
Gambar 36 Distribusi efisiensi alat tangkap perikanan di Kabupaten Indramayu. Grafik distribusi menunjukkan bahwa dari 8 jenis alat tangkap yang
beroperasi di Indramayu, 4 diantaranya sudah efisien dan 4 lainnya kurang efisien. Berdasarkan grafik tersebut dapat ditetapkan angka yang dianggap
efisien bernilai di atas 90 atau mencapai nilai 100, selanjutnya alat tangkap dengan angka efisiensi di bawah 90 memerlukan perbaikan. Hal ini tentu
sangat tergantung dari kebijakan dalam pengelolaan perikanan di Indramayu sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Alat tangkap yang efisiensinya di
bawah 90 namun masih di atas 50 masih dapat diperbaiki, namun alat tangkap yang efisiensinya sangat rendah di bawah 50 dapat diperbaiki tapi
sangat memerlukan perbaikan yang sangat besar, oleh karena itu dapat dipertimbangkan tidak dipergunakan lagi, dengan pemikiran penggunaan alat
Jumlah Alat Tangkap
Nilai Persentase DEA
144
tangkap tersebut sudah tidak menguntungkan. Dalam konteks ini angka efisiensi dapat dijadikan acuan untuk menentukan kebijakan penggunaan alat tangkap
yang berbasis di Indramayu. DEA dapat pula digunakan untuk menghitung perbaikan angka efisiensi,
secara prinsip adalah dengan mengurangi input atau menambah output Cooper et al., 2004. DEA menghasilkan suatu resume potensi perbaikan angka efisiensi
secara total maupun setiap alat tangkap dalam bentuk besaran persentase pengurangan input atau penambahan output tiap variabel. Tampilan resume total
potensi perbaikan angka efisiensi ditunjukkan dalam pie chart sebagaimana Gambar 37.
Gambar 37 Potensi perbaikan efisiensi alat tangkap.
Gambar 37 tersebut di atas memperlihatkan bahwa efisiensi secara umum bisa ditingkatkan dengan cara mengurangi effort jumlah hari per trip
sebesar 19,14 , pengurangan kekuatan mesin GT sebesar 21,93 , penurunan biaya tetap per tahun sebesar 14,36 , penurunan biaya operasional
145
per trip sebesar 15,25 dan penurunan investasi sebesar 18,4 . Khusus berkaitan dengan biaya operasional penangkapan, mengandung arti bahwa saat
ini biaya operasional penangkapan ikan di Indramayu terlalu tinggi high cost. Jumlah hari per trip effort dan kekuatan mesin GT merupakan variabel yang
dapat dijadikan instrumen pengendalian kapasitas. Gambar 37 juga dapat menjelaskan bahwa kondisi faktual penangkapan ikan di Indramayu sebagian
besar sudah melebih kapasitas over capacity dilihat dari berlebihnya pemanfaatan utility faktor input seperti jumlah hari per trip atau effort, kekuatan
mesin atau GT dan biaya. Proyeksi perbaikan angka efisiensi setiap alat tangkap yang tidak efisien
dalam bentuk besaran persentase pengurangan input atau penambahan output tiap variabel, yaitu :
1. Pukat pantai
Pukat pantai memperoleh nilai efisiensi 46,16. Untuk meningkatkan efisiensi alat tangkap pukat pantai dilakukan dengan cara mengurangi input
berupa jumlah hari per trip effort sebesar 79,87, kekuatan mesin kapal GT kapal sebesar 63,07, biaya tetap sebesar 78,04, biaya operasional per trip
sebesar 74,59, dan investasi sebesar 53,84. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 38.
146
Gambar 38 Proyeksi perbaikan efisiensi alat tangkap pukat pantai.
2. Pancing
Alat tangkap pancing memperoleh nilai efisiensi 66,55. Untuk meningkatkan efisiensi alat tangkap pancing dilakukan dengan cara mengurangi
input berupa jumlah hari per trip effort sebesar 53,80, kekuatan mesin kapal GT kapal sebesar 64,80, biaya tetap sebesar 33,45, biaya operasional per
trip sebesar 33,45, dan investasi sebesar 33,45. Peningkatan efisiensi dapat pula dilakukan dengan meningkatkan output, antara lain peningkatan jumlah
tenaga kerja sebesar 36,55. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 39.
147
Gambar 39 Proyeksi perbaikan efisiensi alat tangkap pancing.
3. Sero
Alat tangkap sero memperoleh nilai efisiensi 76,83. Untuk meningkatkan efisiensi alat tangkap sero dilakukan dengan cara mengurangi input berupa
jumlah hari per trip effort sebesar 64,13, kekuatan mesin kapal GT kapal sebesar 70,98, biaya tetap sebesar 23,17, biaya operasional per trip sebesar
23,17, dan investasi sebesar 48,60. Peningkatan efisiensi alat tangkap sero dapat pula dilakukan dengan meningkatkan output, antara lain peningkatan
jumlah tenaga kerja sebesar 33,65. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 40.
148
Gambar 40 Proyeksi perbaikan efisiensi alat tangkap sero.
4. Dogol
Alat tangkap dogol memperoleh nilai efisiensi 80,00. Untuk meningkatkan efisiensi alat tangkap dogol dilakukan dengan cara mengurangi
input berupa jumlah hari per trip effort sebesar 20,00, kekuatan mesin kapal GT kapal sebesar 50,77, biaya tetap sebesar 28,73, biaya operasional per
trip sebesar 42,40, dan investasi sebesar 73,47. Peningkatan efisiensi alat tangkap dogol dapat pula dilakukan dengan meningkatkan output, antara lain
peningkatan penerimaan bersih sebesar 54,13. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 41.
149 Gambar 41 Proyeksi perbaikan efisiensi alat tangkap dogol.
7 ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP
Berdasarkan uraian pada bab terdahulu pemanfaatan sumber daya ikan di Kabupaten Indramayu secara ekologis, ekonomi, sosial, teknologi, etika, dan
kelembagaan dalam kondisi tidak berkelanjutan. Oleh karena itu, perlu dilakukan rencana pengelolaan guna menciptakan kegiatan perikanan yang berkelanjutan
sebagaimana yang tertuang dalam visi dan misi Rencana Strategi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu.
Adapun Visi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu yaitu “Menjadikan Dinas Perikanan dan Kelautan sebagai pendorong terwujudnya
masyarakat perikanan dan kelautan yang sejahtera, maju, mandiri, dan berorientasi bisnis dalam tatanan pengelolaan sumber daya yang efisien dan
lestari”. Sedangkan Misi pembangunan perikanan dan kelautan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu adalah:
1 Mengembangkan sumber daya manusia aparatur dan nelayan. 2 Penataan dan pengembangan landasan hukum, kelembagaan, sarana, dan
prasarana perikanankelautan. 3 Pemulihan dan perlindungan sumber daya hayati perikanan dan kelautan.
Untuk mencapai Visi dan Misi tersebut di atas, perlu disusun rencana pengelolaan sumber daya ikan yang dikaji dari faktor-faktor pengungkit yang
berpengaruh dalam keberlanjutan sumber daya yang dikaitkan dengan rencana strategi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu. Secara lebih
lengkap, faktor-faktor pengungkit yang berpengaruh terhadap keberlanjutan sumber daya ikan di Kabupaten Indramayu ditunjukan pada Tabel 17.
151
Tabel 17 Faktor-faktor pengungkit yang berpengaruh terhadap keberlanjutan
sumber daya ikan di Kabupaten Indramayu
No. Dimensi
Faktor Pengungkit
1. Ekologi
• Tekanan terhadap lahan mangrove
• Sedimentasi
2. Ekonomi
• Besarnya subsidi
• Pendapatan asli daerah
3. Sosial
• Tingkat pendidikan
• Frekuensi konflik
4. Teknologi
• Alat tangkap destruktif
• Mobilitas alat tangkap
5. Etika
• Mitigasi habitat dan ekosistem
• Aturan pengelolaan
6. Kelembagaan
• Transparansi
• Intensitas pemanfaatan
7.1 Faktor Pengungkit Dimensi Ekologi 1 Tekanan terhadap lahan mangrove