Dimensi ekonomi Analisis Kondisi dan Status Perikanan Tangkap Kabupaten Indramayu

107

6.2.2 Dimensi ekonomi

Di kawasan Asia Tenggara, tujuan sosial dan ekonomi seringkali bertentangan dalam pengelolaan penangkapan ikan perairan pantai. Di negara dimana pemerintahnya menekankan tujuan-tujuan ekonomi, kebijakan ditujukan untuk menjamin persediaan ikan yang memadai dengan harga yang dapat dijangkau oleh para konsumen lokal, guna meningkatkan pendapatan valuta asing dari produk-produk perikanan seperti udang, dan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi tingkat keuntungan dalam sektor perikanan Bailey 1988. Pengelolaan dimensi ekonomi dapat mengalokasikan sumber daya ikan dengan daya dukung ekonomi secara efisien yaitu bagaimana pemanfaatan sumber daya ikan dapat meningkatkan keuntungan dalam ukuran uang dan meningkatkan pendapatan nelayan secara merata dengan tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi serta produktivitas sumber daya secara terus menerus. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nelayan antara lain dengan meningkatkan produksi hasil tangkapan melalui penggunaan unit penangkapan yang produktif dan efisien sesuai dengan kondisi wilayah setempat dan tidak merusak kelestarian sumber daya ikan. Pengelolaan perikanan tangkap diarahkan untuk peningkatan kesejahteraan nelayan, meningkatkan ekonomi masyarakat, menciptakan lapangan pekerjaan dan penerimaan pendapatan asli daerah dari sektor perikanan dan kelautan. Peningkatan pendapatan nelayan merupakan dampak program kerja yang sangat berarti dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan. Pendapatan nelayan dapat meningkat melalui optimasi produktivitas usaha dan adanya daya serap produksi yang memadai secara berkelanjutan. Oleh karena itu fungsi pengaturan, pelayanan dan pembinaan secara komprehensif merupakan bagian terpenting untuk memfasilitasi tercapainya peningkatan pendapatan. 108 Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan perangkat lunak RAPFISH menunjukkan bahwa indeks dimensi ekonomi sebesar 39,72. Nilai indeks dimensi ekonomi ini berada pada kisaran 25 - 50 Gambar 16. Kondisi demikian menjelaskan bahwa berdasarkan penilaian status pembangunan berkelanjutan, indeks dimensi ekonomi di Kabupaten Indramayu berada pada kategori kurang berkelanjutan. Gambar 16 Hasil ordinasi RAPFISH: indeks dimensi ekonomi Kabupaten Indramayu. Dengan telah diketahuinya nilai indeks dimensi ekonomi dari analisis RAPFISH, selanjutnya dapat dilakukan analisis leverage pengungkit. Hasil analisis atribut pengungkit leverage attributes RAPFISH untuk dimensi ekonomi ditunjukkan pada Gambar 17. Pada Gambar 18 ditunjukkan hasil analisis Monte Carlo untuk dimensi Ekonomi. RAPFISH Ordination 39,72 DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Dimensi Ekonomi Berkelanjutan Other Distingishing Features Real Fisheries References Anchors Other Distinguishing Features 109 Leverage of Attributes 1,13 2,73 4,01 2,98 2,37 4,58 1,29 0,95 2,67 0,30 1 2 3 4 5 6 Keuntungan GDPorang 1000s Kontribusi PAD Transfer keuntungan Besarnya pasar Besarnya subsidi Sarana ekonomi Penghasilan thd UMR Pendapapatan di luar tangkap Tekanan kerja Attribute Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100 Gambar 17 Hasil analisis atribut pengungkit RAPFISH dimensi ekonomi. Pada Gambar 17 tersebut di atas menunjukkan bahwa indikator yang menjadi pengungkit utama leverage attributes dimensi ekonomi, yaitu: 1 Besarnya subsidi Nelayan di Kabupaten Indramayu dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu 1 kelompok nelayan tetap, yaitu nelayan setempat yang seluruh waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan; 2 nelayan sambilan, yaitu nelayan setempat yang sebagian waktunya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan; dan 3 nelayan pendatang, yaitu nelayan dari daerah lain yang ikut melakukan operasi penangkapan di daerah tersebut. Besarnya Subsidi Kontribusi PAD Penyerapan TK GDPPDRB 110 Nelayan ini dikenal pula dengan nelayan musiman yang berpindah-pindah daerah penangkapannya. Sedangkan berdasarkan kepemilikan modal usaha penangkapan, maka nelayan Kabupaten Indramayu digolongkan menjadi dua, yaitu: nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki usaha penangkapan ikan atau sering disebut sebagai juragan, sedangkan nelayan buruh yaitu nelayan yang bekerja di kapal dan diberi upah oleh nelayan pemilik atau sering juga disebut sebagai anak buah kapal ABK. Nelayan di Kabupaten Indramayu mengalami perkembangan setiap tahunnya. Hal ini dapat menggambarkan bahwa sektor perikanan dan kelautan dapat digunakan sebagai penghasil bagi nelayan. Nelayan sambilan dan nelayan pendatang pada tahun tertentu mengalami penurunan karena beberapa nelayan harus memilih pekerjaan. Beberapa diantaranya menjadi juragan yang hanya sesekali pergi melaut, mengurus tambak dan lain sebagainya. Adapun nelayan pendatang di daerah Indramayu untuk melakukan operasi penangkapan tergantung pada musim ikan yang terjadi di daerah tersebut DKP Indramayu, 2003. Nelayan di Kabupaten Indramayu dalam pengembangan usahanya senantiasa dihadapkan pada permasalahan-permasalahan. Fauzi 2005 mengungkapkan bahwa paling tidak terdapat dua faktor umum yang menjadi sandungan dalam pengembangan perikanan di luar konteks sumberdaya alam itu sendiri. Pertama adalah faktor struktural berupa hambatan kelembagaan bagi nelayan untuk melakukan mobilitas vertikal. Hal ini terlihat dari kelembagaan pemasaran maupun kelembagaan usaha produksi yang kurang kondusif bagi nelayan untuk berkembang. Kedua adalah faktor teknis yang terkait dengan lemahnya permodalan yang menyebabkan rendahnya produktivitas dan pendapatan nelayan. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang bersifat pemberian bantuan kredit 111 subsidi, seperti kredit investasi kecilkredit modal kerja permanen KIKKMKP yang merupakan kredit jangka menengah dan jangka panjang untuk keperluan rehabilitasi, modernisasi dan perluasan proyek. Kebijakan yang sekarang dilakukan oleh pemerintah adalah pemberdayaan eknomi masyarakat pesisir PEMP. Pada awalnya program PEMP ini diinisiasi untuk memberdayakan masyarakat pesisir sekaligus mengatasi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak BBM terhadap perekonomian masyarakat pesisir, yang difokuskan pada penguatan modal melalui perguliran dana ekonomi produktif. Secara umum, pemberian subsidi telah menyebabkan terjadinya over capacity di bidang perikanan. Fauzi 2005 mengungkapkan bahwa subsidi yang diberikan pada perikanan yang nota bene merupakan sumber daya yang bersifat common property, justru hanya akan menimbulkan economic waste. Hal ini dikarenakan, dalam jangka pendek kredit di bidang perikanan memang dapat membantu industri perikanan tersebut untuk mencapai akselerasi dalam produktivitas. Termasuk juga kredit yang terjadi pada perikanan di Indonesia, seperti halnya program motorisasi perikanan dan kredit KIKKMKP. Dampak jangka pendek dari kredit tersebut terlihat dari pesatnya pertumbuhan perikanan dan meningkatnya produksi perikanan secara aggregat. Namun demikian, dalam jangka panjang hal ini harus dicermati karena sifat sumberdaya ikan yang sangat khas, justru dikhawatirkan malah akan meningkatkan kapasitas perikanan yang berakibat pada penurunan manfaat ekonomi dan timbulnya over eksploitasi yang berlebihan. Hal ini sudah terlihat di perikanan yang padat seperti halnya perikanan pantai utara Jawa, termasuk didalamnya adalah Indramayu, dimana produktivitas nelayan terlihat mengalami tren yang menurun dan berkurangnya sumber daya ikan trip yang makin lama dan daerah penangkapan yang makin jauh. 112 2 Pendapatan asli daerah Pasca dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Pemerintah Daerah, termasuk Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu “menggenjot” sumber-sumber pendapatan yang berbasiskan sumber daya seperti sumber daya pesisir dan laut untuk membangun daerahnya. Apabila fokus peningkatan pendapatan asli daerah PAD melalui sumber daya pesisir dan laut ini tidak diiringi dengan konsep pengelolaan konservasi yang jelas, dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang berujung pada over fishing dan kemiskinan masyarakat nelayan. Dalam Pasal 18 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten memiliki wewenang ekonomi kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut paling jauh 12 dua belas mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas danatau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 13 sepertiga dari wilayah kewenangan provinsi untuk Kabupatenkota. Adapun kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut tersebut meliputi: 1 eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut, 2 pengaturan administratif, 3 pengaturan tata ruang, 4 penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah, 5 ikut serta dalam pemeliharaan keamanan dan 6 ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Pemerintah Daerah, maka ada beberapa implikasi terhadap eksploitasi sumber daya pesisir dan laut, khususnya dalam hal perwilayahan daerah penangkapan ikan, yaitu pemerintah daerah harus dengan lebih pasti mengetahui potensi perikanan serta batas-batas wilayahnya sebagai dasar untuk menentukan jenis dan tipe kegiatan perikanan yang sesuai di daerahnya. Apabila tidak, maka dikhawatirkan terjadi kerusakan 113 sumber daya yang berujung pada pemiskinan masyarakat setempat, khususnya masyarakat nelayan. Kekhawatiran tersebut di atas nampaknya terjadi di Kabupaten Indramayu, sejak tahun 1999, angka perkembangan alat tangkap meningkat secara signifikan. Hal ini mencerminkan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu lebih mementingkan tingkat produksi, sementara potensi sumber daya ikannya jauh di bawah angka tangkapan faktual. Dengan demikian, fokus peningkatan PAD hanya akan mendorong perikanan di Kabupaten Indramayu ke arah tidak berkelanjutan. 114 RAPFISH Ordination Median with Error Bars showing 95Confidence of Median -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Fisheries Sustainability Other Distingishing Features RAPFISH Ordination - Monte Carlo Scatter Plot -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Fisheries Sustainability Other Distingishing Features Gambar 18 Hasil analisis grafik scatter simulasi Monte Carlo RAPFISH dimensi ekonomi. Other Distinguishing Features Other Distinguishing Features 115

6.2.3 Dimensi Sosial