Oseanografi 1 Iklim Potensi Sumber Daya Hayati 1 Mangrove

85 ± 10 m 2 yang ditumbuhi jenis rerumputan dan jenis mangrove Avicenia sp, kondisi pulau terlihat pada saat pasang air laut. Pulau Candikian tersusun dari batu karang dan hancuran terumbu karang, pasir putih dan merupakan hutan bakau Brugiera sp. Pada waktu surut jelas terlihat batu-batu karang yang merupakan bagian dari pulau tersebut. Luas daratan pulau tersebut ± 20 m 2 dan terpisah menjadi dua bagian daratan pasir putih.

5.2 Oseanografi 1 Iklim

Iklim di Kabupaten Indramayu dipengaruhi oleh angin munson yang mengakibatkan dua musim yaitu musim barat dan musim timur. Angin umumnya berasal dari barat laut 29,35, timur laut 22,01, dan utara 18,32 dengan kecepatan angin umumnya berkisar antara 3 – 5 meter per detik. Musim barat terjadi pada bulan Desember sampai bulan Februari, dimana angin umumnya 30 – 40 bertiup dari arah barat laut dengan kecepatan 4 – 6 meter per detik. Pada musim barat, sebagian kecil 10 angin bertiup dari arah barat daya dengan kecepatan angin 3 meter per detik. Selanjutnya pada bulan Juni sampai bulan Agustus merupakan puncak musim timur dimana angin umumnya 30 – 40 bertiup dari arah timur laut dengan kecepatan 3 – 6 meter per detik DKP dan PKSPL, 2001. 2 Pasang surut Pasang surut merupakan gerakan permukaan air laut yang teratur secara periodik dan secara umum dipengaruhi oleh posisi bulan dan matahari disamping karakter perairan pantai seperti wilayah kepulauan dan kedalaman juga mempengaruhi sifat pasang surut secara lokal. Pengaruh posisi bulan dapat 86 dicirikan dengan adanya pasang purnama dan pasang perbani, sedangkan karakteristik pantai akan mempengaruhi tipe pasang surut seperti diurnal, semidiurnal, dan campuran. Sifat diurnal apabila hanya mengalami satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, semidiurnal terjadi jika pantai mengalami dua kali pasang dan dua kali surut dengan ketinggian yang sama. Sifat pasang surut campuran terjadi apabila pantai mengalami dua kali pasang dan dua kali surut dengan ketinggian yang berbeda. Berdasarkan data prakiraan dari stasiun Tanjung Priok dan Cirebon, tipe pasang surut di Kabupaten Indramayu termasuk kategori campuran mengarah ke semidiurnal. Kisaran pasang surut terbesar adalah 1 meter dan kisaran pasang surut kedua adalah 0,5 – 0,7 meter DKP dan PKSL, 2001.

5.3 Potensi Sumber Daya Hayati 1 Mangrove

Berdasarkan laporan DKP dan PKSPL 2001, hutan mangrove di Kabupaten Indramayu dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu hutan mangrove binaan dan hutan alami. Hutan mangrove binaan terdapat di Indramayu daratan dan berada di bawah pengelolaan Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan BKPH Indramayu. Berdasarkan pengelolaannya, hutan mangrove binaan tersebut dapat dibagi menjadi empat Resort Pemangkuan Hutan RPH, yaitu RPH Cemara, Cangkring, Purwa dan Pabean Ilir. Keseluruhan wilayah RPH berada di dalam wilayah Losarang, Sindang dan Indramayu. Wilayah di luar tiga kecamatan tersebut tidak memiliki hutan mangrove. Kepadatan hutan mangrove yang tertinggi berada di daerah tanah timbul seperti di Desa Cemara, Desa Cangkring dan muara Sungai Cimanuk. Kepadatan mangrove mencapai 0,8 indm2 di Desa Cemara, 0,21 indm2 di Desa 87 Cangkring dan 3,62 indm2 di muara Sungai Cimanuk. Jenis mangrove yang ditemukan dengan kerapatan jenis terbesar adalah bakau Rhizophora macronata dan api-api Avicenia alba. Di muara Sungai Cimanuk ditemukan jenis mangrove drujonjeruju Acanthis ilicifolius, L yang tumbuh dominan di hutan mangrove yang rusak DKP dan PKSPL, 2001. Selain di wilayah daratan tersebut di atas, Pulau Biawak juga merupakan pulau hutan mangrove yang banyak ditumbuhi berbagai jenis bakau sebagai ciri khas ekosistem mangrove yang didominasi oleh jenis Rhizophora mucronata. Kondisi ekosistem mangrove masih baik dengan tumbuhnya berbagai ragam jenis mangrove yang sudah langka sebagaimana jarang dijumpai di pantai utara Jawa. 2 Terumbu Karang Terumbu karang di daerah Indramayu terdapat di Pulau Biawak dan sekitarnya. Berdasarkan laporan Dinas Perikanan Jawa Barat tahun 2004 tingkat kerusakan terumbu karang di sekitar Pula Biawak mencapai 47,58. Hal ini terjadi akibat masih adanya kegiatan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak dan potasium sianida serta penangkapan ikan yang kurang ramah lingkungan. Di wilayah Pulau Gosong dan Pulau Candikian jarang ditemukan terumbu karang yang berukuran besar, akibat dari pengerukan dan penangkapan ikan dengan menggunaan bom serta potasium sianida seperti halnya yang terjadi di Pulau Biawak.

5.4 Perikanan 1 Perikanan laut