157
7.3 Faktor Pengungkit Dimensi Sosial 1 Tingkat pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat nelayan di Kabupaten Indramayu mendorong mereka dalam melakukan kegiatan perikanan yang
cenderung merusak. Seperti penggunaan alat tangkap yang merusak potasium dan penebangan hutan mangrove yang banyak digunakan untuk bahan bakar
arang.
2 Frekuensi konflik
Padatnya jumlah armada penangkapan ikan yang beroperasi di perairan pantai telah mengakibatkan tingkat persaingan yang sangat tinggi dalam
penggunaan teknologi penangkapan efektif dan perebutan daerah penangkapan yang potensial. Sementara itu, terjadinya konflik antar nelayan dalam
penangkapan ikan merupakan ekses dari kelangkaan sumber daya ikan itu sendiri. Artinya, konflik antar nelayan akan senantiasa terjadi bila sumber daya
ikan di suatu wilayah sudah sangat berkurang. Konflik antar nelayan yang terjadi di perairan Kabupaten Indramayu dapat
dibagi menjadi empat jenis, yaitu: 1 konflik antara nelayan arad dengan nelayan sero; 2 konflik antara nelayan arad dengan nelayan trammel net nelayan
rajungan; 3 konflik antara nelayan arad dengan nelayan payang; dan 4 konflik dalam pemanfaatan ruang, terutama dalam pemanfaatan tanah timbul akibat
sedimentasi Satria, et al, 2002. Dari ketiga jenis konflik di atas, yang sering terjadi adalah konflik fishing
ground yang disebabkan oleh pelanggaran jalur-jalur penangkapan ikan. Oleh karena itu, untuk menuntaskan masalah ini perlu penegakkan hukum yang tegas,
khususnya pelaksanaan Keputusan Menteri Pertanian No. 392KptsIK.120499. SK Mentan ini merupakan suatu upaya menuju kepada kegiatan penangkapan
158
yang lebih teratur sehingga dapat menjamin keberlanjutan usaha dan mencegah timbulnya konflik perebutan daerah penangkapan ikan. Pelaksanaan penetapan
jalur penangkapan tersebut di lapangan hingga saat ini masih sulit dilakukan, karena lemahnya sosialisasi dan pelaksanaan MCS Monitoring, Controlling dan
Surveilance di tingkat stakeholders. Adapun pengaturann sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 392KptsIK.120499, yaitu:
1 Jalur penangkapan ikan :
1 Jalur-jalur penangkapan I adalah perairan pantai selebar 3 mil laut yang diukur dari titik terendah pada waktu air surut;
2 Jalur-jalur penangkapan II adalah perairan selebar 4 mil laut yang diukur dari garis luar jalur penangkapan I;
3 Jalur-jalur penangkapan III adalah perairan selebar 5 mil laut yang diukur dari garis luar jalur penangkapan II;
4 Jalur-jalur penangkapan IV adalah perairan di luar jalur penangkapan III.
2 Penggunaan kapal dan alat tangkap pada masing-masing jalur diatur sebagai berikut:
1 Jalur Penangkapan I tertutup bagi: Kapal penangkap ikan bermesin dalam inboard berukuran di atas 5
GT atau berkekuatan di atas 10 DK; semua jenis jaring trawl, pukat cincin purse seine, jaring lingkar gill net di atas 120 m panjang
rentangan. 2 Jalur Penangkapan II tertutup bagi:
Kapal penangkap ikan inboard berukuran di atas 25 GT atau di atas 50 DK; jaring trawl dasar berpanel otter board yang panjang tali ris
atasbawahnya di atas 12 m, jaring trawl melayang pelagic trawl,
159
jaring trawl yang ditarik 2 kapa l pair trawl, dan pukat cincin yang panjangnya di atas 300 meter.
3 Jalur Penangkapan III tertutup bagi: Kapal penangkap ikan inboard berukuran di atas 100 GT atau di atas
200 DK; jaring trawl dasar dan melayang berpanel otter board yang panjang tali ris atasbawahnya di atas 20 m, pair trawl , dan pukat cincin
yang panjangnya di atas 600 m. 4 Jalur Penangkapan IV tertutup bagi : Pair trawl di perairan Samudera
Indonesia 3 Semua jaring yang ukuran matanya kurang dari 25 mm dan purse seine yang
ukuran matanya kurang dari 60 mm dilarang digunakan di semua jalur penangkapan.
4 Di perairan Selat Madura dan Selat Bali tertutup bagi penggunaan beam trawl, otter trawl, dan pair trawl untuk penangkapan ikan dasar atau pelagis.
Sementara itu, dengan telah ditetapkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian digantikan oleh
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, maka semakin jelas bahwa daerah berwenang dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di wilayah
yang menjadi kewenangannya. Pemerintah Kabupaten dan kota diberikan kewenangan untuk mengelola wilayah perairan pantai hingga 4 mil laut,
sedangkan pemerintah provinsi memiliki kewenangan untuk mengelola wilayah perairan dari batas 4 mil laut hingga 12 mil laut.
160
7.4 Faktor Pengungkit Dimensi Teknologi 1 Alat tangkap destruktif