Faktor Pengungkit Dimensi Ekologi 1 Tekanan terhadap lahan mangrove

151 Tabel 17 Faktor-faktor pengungkit yang berpengaruh terhadap keberlanjutan sumber daya ikan di Kabupaten Indramayu No. Dimensi Faktor Pengungkit 1. Ekologi • Tekanan terhadap lahan mangrove • Sedimentasi 2. Ekonomi • Besarnya subsidi • Pendapatan asli daerah 3. Sosial • Tingkat pendidikan • Frekuensi konflik 4. Teknologi • Alat tangkap destruktif • Mobilitas alat tangkap 5. Etika • Mitigasi habitat dan ekosistem • Aturan pengelolaan 6. Kelembagaan • Transparansi • Intensitas pemanfaatan

7.1 Faktor Pengungkit Dimensi Ekologi 1 Tekanan terhadap lahan mangrove

Sebagaimana pada Bab 6, bahwa Kabupaten Indramayu termasuk salah satu wilayah yang memiliki tingkat kerusakan hutan mangrove terparah di Jawa Barat. Hampir 50 dari 17.782 ha hutan mangrove diantaranya, tergolong rusak berat dan sekitar 8.233 ha lahan yang tercakup dalam delapan kecamatan dikategorikan sebagai daerah kritis. Salah satu faktor meningkatnya tekanan terhadap lahan mangrove adalah konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak. Hal ini dikarenakan, tingginya tingkat permintaan terhadap produksi udang tambak menjadi dorongan yang kuat untuk membuka hutan mangrove menjadi tambak. Ironisnya, sistem budidaya tambak yang dilakukan dengan pola intensif cenderung tidak berkelanjutan. Hal yang terjadi adalah budidaya tambak yang colaps tidak berkelanjutan sehingga menyebabkan areal bekas hutan mangrove yang dijadikan tambak menjadi terbengkalai idle. Kondisi ini selain memberi dampak negatif terhadap kualitas lingkungan di wilayah pesisir Kabupaten 152 Indramayu juga memberi dampak secara ekonomi karena lahan tersebut menjadi lahan yang tidak produktif. Sementara itu, maraknya pembukaan hutan mangrove menjadi lahan tambak disebabkan oleh kebijakan yang tertuang dalam Rencana Strategis Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu tahun 2001-2005 yang lebih memfokuskan pada peningkatan produksi melalui luasan tambak. Bahkan, dalam kurun waktu tersebut Rencana Strategis Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu merencanakan perluasan tambak seluas 450 ha 90 ha per tahun. Oleh karena itu, untuk menuntaskan masalah tekanan terhadap hutan mangrove salah satunya perlu dilakukan rehabilitasi terhadap hutan mangrove. Rehabilitasi hutan mangrove terutama ditujukan untuk kawasan-kawasan perlindungan dan budidaya perikanan, yaitu mulai dari muara Sungai Cilet kecamatan Kandanghaur sampai dengan muara Sungai Prawira Kepolo Desa Singaraja Kecamatan Indramayu sepanjang 36,6 km. Apabila lebar hutan mangrove ke arah daratan 5 km, maka luas kawasan menjadi 18.300 ha, sedangkan kondisi yang ada sekarang di bawah pengawasan Perhutani hanya sekitar 5.823 ha. Hal ini masih memerlukan rehabilitasi yang cukup luas agar sesuai dengan fungsi dari hutan mangrove berfungsi dengan baik. Jenis mangrove yang ditanam harus disesuaikan dengan kondisi alam wilayahnya. Rehabilitasi hutan mangrove akan mengindikasikan bahwa kesadaran akan pentingnya pelestarian hutan mangrove di wilayah Kabupaten Indramayu semakin meningkat. Namun demikian, perbaikan ekosistem kawasan pesisir dan laut, khususnya hutan mangrove tidak bisa dilaksanakan secara parsial tetapi harus sinergis dan melibatkan berbagai kelompok masyarakat pesisir dan pelaku pembangunan lainnya agar pengelolaan pesisir dapat terintegrasi dengan baik dan berkelanjutan. 153 Selain program rehabilitasi hutan mangrove, penyusunan tata ruang wilayah pesisir secara terpadu juga merupakan hal yang harus segera dilakukan. Secara keseluruhan, rencana tata ruang diharapkan dapat mewujudkan keterkaitan antar kegiatan dengan memanfaatkan ruang dalam kurun waktu 10 tahun mendatang yang terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan untuk pembangunan berkelanjutan. Sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama membudidayakan berdasarkan keadaan dan potensi sumber daya alam dan manusia. Kawasan budidaya meliputi kawasan pertanian, kawasan hutan produksi, kawasan pemukiman, kawasan industri dan kawasan wisata. Penataan ruang wilayah pesisir, yang pada dasarnya merupakan rencana pengalokasian potensi sumberdaya alam dan SDM, dilakukan berdasarkan sistem zonasi. Setiap zona yang telah ditetapkan peruntukannya harus dikaji daya dukungnya untuk menetapkan pengalokasian kegiatan-kegiatan serta rencana pengendaliannya melalui mekanisme perizinan. Sebagai contoh, zona pertambakan yang biasanya memanfaatkan hutan mangrove perlu ditetapkan luas maksimum area yang akan dikembangkan serta jenis teknologi yang akan diintroduksikan. Pembatasan luas areal maksimum dimaksudkan untuk mengendalikan kegiatan pemanfaatan agar tidak melampaui daya dukung hutan mangrove dan lingkungan pesisir serta ekosistem pantai secara keseluruhan. Sedangkan pembatasan terhadap introduksi teknologi dimaksudkan untuk mencegah benturan kepentingan dalam pemanfaatan ruang dengan kegiatan- kegiatan produktif lainnya. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa pendekatan yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah eksploitasi hutan mangrove adalah 154 pembagian peran antara pemerintah dan masyarakat. Peran pemerintah dalam menjaga kerusakan mangrove antara lain: 1 Peningkatan pengawasan dan penegakan hukum 2 Penyediaan bibit dan dana penanaman hutan mangrove 3 Mengadakan sosialisasipenyuluhan ke semua lapisan masyarakat tentang dampak penggundulan hutan mangrove 4 Mengajak partisipasi masyarakat untuk penanaman, perawatan dan melindungi hutan mangrove 5 Membuat peraturan dengan sanksi yang tegas bagi perusak tanaman reboisasi dan melaksanakan reboisasipenanaman bakau di sepanjang jalur hijau. Sedangkan peran masyarakat dalam melestarikan hutan mangrove antara lain adalah: 1 Mematuhi dan menjalankan konservasi tanaman hutan mangrove 2 Ikut mengawasi kelestarian hutan 3 Melaksanakan reboisasi swadaya 4 Menjaga hutan mangrove dengan melaporkan pada aparat yang terdekat 5 Menyebarluaskan informasi kepada masyarakat lain agar hutan mangrove jangan ditebang, masyarakat sebagai pengelola hutan mangrove, dan masyarakat ikut mengawasi berkembangnya reboisasi yang sudah dilakukan oleh pemerintah. 2 Sedimentasi Pengaruh sedimentasi dari sungai akan menyebabkan pendangkalan di sekitar muara sungai tempat keluar dan masuk kapal nelayan dan menimbulkan penambahan lahan di sekitar sungai. Proses sedimentasi menjadi berlebihan 155 apabila aktivitas di hulu seperti eksploitasi hutan yang tidak terkendali illegal logging, erosi, dan aktivitas manusia lainnya tidak bisa terhubungkan sesuai Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Untuk itu, pendekatan yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah sedimentasi adalah pembagian peran antara pemerintah dan masyarakat. Peran pemerintah yang perlu dilakukan menurut masyarakat antara lain adalah memberikan penyuluhan dan pelatihan tentang pengelolaan mangrove, membuat bendungan dam, pengawasan terhadap penebangan liar, memasang patok dan batas hutan pantai, pembentengan sungai 200 m dari garis pantai, pemasangan klep pada tempat yang tepat, mengeruk alur keluar masuk kapal perikanan, penyediaan sumur bor bantuan, dan memasang pemecah ombak di pantai. Sementara itu masyarakat berperan dalam hal menghindari penebangan pohonhutan, ikut gotong-royong menjaga hutan mangrove dan perawatan bendungan serta sumur bor yang ada, masyarakat tidak menambang pasir sembarangan, menanam mangrove secara swadaya serta ikut melaksanakan reboisasi hutan pantai.

7.2 Faktor Pengungkit Dimensi Ekonomi 1 Besarnya subsidi