8
4 Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan menjadi rujukan terutama mengenai kondisi keberlanjutan sumber daya ikan di perairan Kabupaten Indramayu.
1.6 Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah : Pemanfaatan sumber daya ikan di Kabupaten Indramayu pada masa kini tidak berkelanjutan.
2 KERANGKA PEMIKIRAN
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai
dengan memperhatikan potensi stok sumber daya ikan yang telah dikaji oleh Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2004 yang menyatakan bahwa
perikanan tangkap di kabupaten Indramayu sudah over fishing. Kenapa hal ini terjadi apakah jumlah alat tangkap dan armada kapal perikanan yang ada saat ini
sudah melebihi batas yang optimum? Bagaimana kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah di bidang perikanan tangkap baik sebelum
maupun sesudah ditetapkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ?. Khusus untuk efektivitas kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya ikan perlu diketahui lebih lanjut adalah:
1 Apakah di dalam proses penyusunan kebijakan-kebijakan tersebut, sudah melibatkan masyarakat terkait dan bagaimana implikasinya di lapangan ?.
2 Apakah kebijakan tersebut tidak menimbulkan konflik ?. 3 Apakah kebijakan tersebut dapat dilaksanakan serta diterima masyarakat ?.
4 Bagaimana dampak pemanfaatan sumber daya ikan terhadap aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, etika dan kelembagaan.
Apabila hal tersebut telah dilaksanakan, maka akan diketahui status perikanan tangkap berdasarkan tiga pilar utama pembangunan berkelanjutan,
yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Berdasarkan penelitian pendahuluan diperoleh hasil bahwa:
10
1 Dari faktor ekologi terdapat tiga indikasi permasalahan, yaitu penangkapan sumber daya ikan berlebih over fishing, kerusakan lingkungan, dan
degradasi ekosistem pesisir mangrove dan terumbu karang. 2 Dari faktor sosial ekonomi diperoleh informasi bahwa tingkat kesejahteraan
dan pendapatan nelayan sangat rendah, sumber daya manusia rendah, serta belum ada budaya konservasi.
3 Dari faktor teknologi terlihat bahwa produksi perikanan sudah tinggi, masih terdapat alat tangkap ilegal seperti jaring arad serta penggunaan bom dan
racun yang tidak ramah lingkungan. Ada berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi aspek
keberlanjutan pemanfaatan sumber daya ikan, salah satunya adalah RAPFISH Rapid Appraisal for Fisheries. Metode RAPFISH adalah teknik analisis yang
dipakai untuk mengevaluasi keberlanjutan suatu kegiatan perikanan secara multidisipliner. Teknik RAPFISH didasarkan pada teknik ordinasi menempatkan
sesuatu pada urutan atribut yang terukur secara Multi Dimensional Scaling MDS. MDS sendiri pada dasarnya merupakan teknik statistik melalui
transformasi multidimensi ke dalam dimensi yang lebih rendah. Dimensi dalam RAPFISH menyangkut aspek keberlanjutan ekologi, ekonomi, teknologi, sosial,
etika dan kelembagaan. Setiap dimensi memiliki atribut atau indikator yang terkait dengan keberlanjutan sebagaimana diisyaratkan dalam Code of Conduct
for Responsible Fisheries CCRF FAO1995. Menurut Imron 2000 terdapat tiga pendekatan yang dapat dipergunakan
sebagai dasar pengelolaan sumber daya, yaitu 1 berdasarkan pertimbangan historis, 2 pertimbangan kepentingan ekonomi dan 3 pertimbangan aspek bio-
oseanografi jangka panjang. Ketiga pendekatan ini sangat fungsional untuk dapat menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan pengalokasiannya
bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Pembangunan perlu melandaskan
11
pada kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan untuk memastikan bahwa ketersediaan sumber daya alam dapat dinikmati oleh generasi berikutnya.
Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya WCED, 1987. Sumber daya ikan merupakan salah satu sumber daya hayati yang
terbukti memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap kesejahteraan bangsa. Sifat sumber daya ikan meskipun dapat diperbaharui renewable namun
perlu kehati-hatian dalam pemanfaatannya untuk menjamin keberlanjutan. Hal ini dikarenakan, sifat dari sumber daya ikan yang dikenal open acces telah memberi
peluang dan anggapan bahwa setiap orang berhak dan bebas memanfaatkan dan memiliki sumber daya tersebut secara bersama-sama common property
resources . Tidak ada pelarangan sekaligus privilage bagi orang per orang atau kelompok dalam memanfaatkan sumber daya ikan. Sifat sumber daya yang
demikian menjadikan masyarakat perikanan banyak terjun dalam ranah perikanan tangkap.
Usaha penangkapan memang diyakini mendatangkan keuntungan yang lebih besar dibanding ranah usaha perikanan lainnya seperti budidaya dan
pengolahan. Upaya penangkapan diukur oleh seberapa besar produksi yang dihasilkan dari upaya tangkap. Sumber daya hayati yang melimpah ditambah
sifat sumber daya yang open access mendorong masyarakat pemanfaat sumber daya ikan menjadikan produksi sebagai indikator dan target dalam pemenuhan
aktivitas usaha penangkapan. Kondisinya menjadi berbahaya ketika upaya penangkapan tidak mengindahkan kaidah-kaidah keberlanjutan sumber daya.
Akhirnya kelestarian sumber daya ikan menjadi terancam dan itu berarti keberlanjutan sumber daya juga terancam.
12
Tahapan kedua dalam kajian ini adalah mengetahui sejauh mana status perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu dengan mendasarkan pada
pertimbangan berbagai aspek. Diketahuinya status perikanan bertujuan untuk menentukan langkah-langkah kebijakan yang perlu diambil dalam rangka
pembangunan perikanan berkelanjutan. Penilaian kelestarian sumber daya ikan umumnya didasarkan pada parameter dimensi biologi dan ekonomi sebagai
indikator. Dengan perubahan paradigma pembangunan menuju ke arah paradigma pembangunan berkelanjutan, maka penilaian kelestarian sumber
daya ikan mencakup lebih banyak aspek yang menjadi fokus kajian. Interaksi aspek-aspek tersebut menjadi indikator bagi keberlanjutan usaha perikanan
tangkap. Beberapa aspek tersebut antara lain adalah aspek ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, etika dan kelembagaan. Keenam aspek ini dipandang cukup
merepresentasikan dan dapat mengindikasikan status usaha perikanan yang dilakukan di suatu wilayahunit analisis. Penilaian dimensi ini diturunkan lagi
dalam berbagai atribut yang mencirikan dimensi tersebut dengan mengacu pada Alder et al. 2000.
Aspek ekologi dan teknologi menjadi barometer utama dalam penilaian status. Hal ini dikarenakan begitu pentingnya keberlanjutan lingkungan perairan
beserta ekosistem dan biota didalamnya yang merupakan landasan bagi dibangunnya aspek lainnya. Dimensi ekologi diturunkan lagi menjadi beberapa
atribut penciri seperti status ekploitasi, variabel peremajaan, perubahan rantai makanan, jarak migrasi dan atribut lainnya. Selanjutnya upaya penangkapan
tentu didorong oleh motif ekonomi dan pemenuhan kebutuhan guna peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan usaha penangkapan tidak bisa dilepaskan
dari kondisi sosial masyarakat perikanannelayan yang berada di wilayah tersebut dan memanfaatkan sumber daya ikan. Perilaku dan kondisi sosial
13
tersebut perlu “dipotret” untuk memastikan bahwa pemanfaatan sumber daya ikan berjalan dengan baik dan berkelanjutan.
Pemanfaatan sumber daya ikan tidak bisa dilepaskan dari pemanfaatan teknologi yang menjadi sarana dalam usaha perikanan tangkap. Untuk itu
evaluasi terhadap dimensi teknologi beserta atribut pendukung juga tidak bisa dipisahkan. Pemanfaatan sumber daya ikan akan menjadi bias dan destruktif
jika tidak dilandaskan pada kaidah-kaidah yang berlaku dan berkesesuaian dengan etika lingkungan. Tanpa mengindahkan etika lingkungan, maka jaminan
kelestarian sumber daya ikan menjadi isapan jempol semata. Oleh karenanya, etika menjadi salah satu dimensi yang harus dikaji. Selanjutnya yang terakhir
adalah dimensi kelembagaan. Kebijakan dan peraturan serta sumber-sumber aturan lokal yang berjalan di tengah masyarakat merupakan penentu bagi
berjalannya arah usaha penangkapan. Aturan yang tidak berpihak dan bias, akan menghasilkan upaya-upaya penangkapan ynag destruktif dan pada gilirannya
akan mengancam kelestarian sumber daya ikan. Indikator-indikator kelestarian sumber daya alam di atas sebelumnya
telah diintrodusir dan diterima dalam komunitas ahli perikanan secara luas. Acuan dasar dalam penetapan dimensi dan atribut tersebut mengacu pada
indikator yang dikembangkan oleh FAO dalam rangka implementasi CCRF 1995. Berdasarkan indikator tersebut dilakukan analisis status masing-masing
aspekdimensi kelestarian, apakah mendukung atau tidak terhadap kelestarian sumber daya ikan dalam suatu wilayah tertentu untuk jenis perikanan yang
spesifik. Hasil analisis ini sangat penting agar dapat merumuskan kebijakan yang spesifik dapat dilakukan untuk aspek tertentu. Dasar dari penentuan status ini
nantinya menjadi barometer dalam penentuan kebijakan apa yang harus dilakukan guna terjaminnya keberlanjutan sumber daya ikan. Adapun indikator
14
pembangunan perikanan bertanggung jawab berkelanjutan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Indikator pembangunan perikanan bertanggung jawab dan
berkelanjutan
ASPEK INDIKATOR
Ekologi
• Status eksploitasi
• Keragaman rekrutmen
• Tekanan terhadap terumbu
karang •
Tekanan terhadap mangrove •
Tingkat abrasi •
Perubahan ukuran ikan •
Penangkapan ikan sebelum dewasa
• Jarak migrasi
• Jumlah spesies tertangkap
• Sedimentasi
Ekonomi
• Sektor tenaga kerja
• Sumber pemasukan lain
• Penghasilan terhadap UMR
• Sarana Ekonomi
• Besarnya subsidi
• Besarnya pasar
• Transfer keuntungan
• Kontribusi PAD
• GDP per orang
• Keuntungan
Sosiologi
• Waktu
• Waktu perbaikan
• Peran masyarakat
• Partisipasi keluarga
• Frekuensi konflik
• Tingkat pendidikan
• Pengetahuan lingkungan
• Pertumbuhan tenaga kerja
• Jumlah tenaga kerja
pemanfaat •
Sosialisasi terhadap isu perikanan
Teknologi
• Penanganan di atas kapal
• Penanganan pasca panen
• Alat tangkap destruktif
• Fish Aggregating Divice
• Alat tangkap selektif
• Kekuatan alat tangkap
• Ukuran kapal
• Rambu lalu lintas
• Jenis alat tangkap
• Penyebaran TPI
Etika
• Pengaturan perundangan
• Ikan yang terbuang
• Perikanan ilegal
• Hak untuk memasarkan
• Mitigasi habitat
• Mitigasi ekosistem
• Aturan pengelolaan
• Equity in entry
• Alternatif
• Kedekatan dan
kepercayaan
Kelembagaan
• Lembaga kemitraan
• Limited entry
• Intensitas pemanfaatan
• Zonasi peruntukkan’
• Transparansi
• Fungsionalisasi
• Personil
• Penyuluhan
• Peraturan adat istiadat dan
nilai-nilai •
Peraturan formal
Diolah dari Alder et al. 2000
Setelah mengevaluasi kebijakan yang ada, maka akan dicari suatu alternatif alokasi jumlah alat tangkap yang optimum dioperasikan menurut
15
jenisnya di wilayah perairan kabupaten Indramayu sebagai salah satu alternatif kebijakan pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan melalui analisis tingkat
efisiensi pemanfaatan menggunakan metode Data Envelope Analysis DEA. DEA merupakan pengukuran efisiensi yang bersifat bebas nilai value free
karena didasarkan pada data yang tersedia tanpa harus mempertimbangkan penilaian judgement dari pengambil keputusan Korhumen et.al., 1998 dalam
Fauzi dan Anna, 2005. Pada analisis ini dibutuhkan data output penerimaan bersih dan tenaga kerja dan input investasi, biaya per trip, biaya tetap, GT kapal
serta jumlah hari dalam 1 trip. Selanjutnya dalam melakukan analisis tersebut juga harus memperhatikan
peraturan perundang-undangan nasional yaitu Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya serta memperhatikan ketentuan internasional seperti CCRF 1995. Adapun tujuan dan
target dari pengelolaan tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan nelayan, meningkatkan PAD perikanan tangkap, menyerap tenaga
kerja perikanan, dan mewujudkan perikanan tangkap berkelanjutan yang didasarkan pada pembangunan nasional berkelanjutan dengan memperhatikan
aspek sosial, budaya, ekonomi, ekologi, hukum dan teknologi. Penyusunan analisis kebijakan pengelolaan perikanan tangkap
berkelanjutan di Kabupaten Indramayu dijelaskan pada diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian seperti pada Gambar 1 berikut ini.
16
Gambar 1 Diagram alir tahapan pelaksanaan penelitian.
Keterangan:
SUMBER DAYA IKAN Jenis, Sebaran, Potensi LestariMSY
Upaya Penangkapan Hasil Tangkapan
KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERIKANAN
Otonomi daerah
STATUS PERIKANAN TANGKAP EKOLOGI
Over fishing Kerusakan Lingkungan
Perairan, Lingkungan Pesisir
TEKNOLOGI Berbagai jenis alat
tangkap, ukuran kapal, dan fishing ground
yang semakin jauh SOSIAL EKONOMI
Kesejahteraan Rendah, Tidak Ada Budaya Konservasi,
SDM Rendah
EVALUASI KEBIJAKAN
Partisipasi Masyarakat Pembangunan Berkelanjutan
Sosiologi Ekonomi
Budaya Teknologi
Hukum Ekologi
Peraturan Perundang-undangan Ketentuan Internasional
Alternatif Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan
PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP BERKELANJUTAN
TUJUAN DAN TARGET PENGELOLAAN
Peningkatan Kesejahteraan dan Pendapatan Nelayan, Peningkatan PAD Perikanan Tangkap,
Penyerapan Tenaga Kerja Perikanan, Mewujudkan Perikanan Tangkap Berkelanjutan
Batas Penelitian Feed Back
Keterkaitan dan Hubungan Tingkat Pemanfaatan
3 TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Analisis Kebijakan