Proses Evaluasi Bank Syariah

8. Productivity and Quality produktivitas dan kualitas Produktivitas dapat diartikan sebagai seberapa efisien perubahan input jasa menjadi output yang menambah nilai bagi pelanggan. Produktivitas menggambarkan sejumlah pelanggan yang dapat dilayani per unit waktu. Kualitas diartikan sebagai sejauh mana suatu jasa memuaskan pelanggan dengan memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapannya. Lovelock, 2002

2.3. Proses Evaluasi

Proses evaluasi menurut Stanton 1986, dapat berupa bentuk audit pemasaran yang lengkap ataupun hanya penilaian dari komponen-komponen program pemasaran. Dalam tugas evaluasi, tugas manajemen menjadi sebagai berikut: 1. Cari apa yang terjadi – dapatkan fakta; bandingkan hasil sebenarnya dengan sasaran yang sudah direncanakan dalam anggaran untuk menentukan perbedaannya. 2. Cari mengapa sesuatu terjadi – faktor-faktor khusus apa dalam program pemasaran yang menyebabkannya. 3. Tentukan apa yang akan diperbuat – rencanakan program dan kegiatan periode selanjutnya untuk memperbaiki penampilan yang kurang dan tingkatkan hal-hal yang sudah baik. Salah satu cara yang efektif untuk mengevaluasi program pemasaran total adalah mengukur hasil-hasil operasi.

2.4. Bank Syariah

Bank syariah sering disebut juga bank Islam. Secara akademik, Islam dan syariah mempunyai pengertian yang berbeda. Namun secara teknis, bank Islam dan bank syariah mempunyai pengertian yang sama. Berdasarkan rumusan tersebut, bank syariah adalah bank yang tata cara beroperasinya didasarkan kepada tata cara bermuamalat secara Islam, yakni mengacu kepada Al Qur’an dan Hadits. Dalam kegiatan operasionalnya, bank syariah harus mengikuti atau berpedoman kepada praktek usaha yang dilakukan di zaman Rasulullah Salallahu ’Alaihi wa Salam. Bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang atau bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad pemikiran dan kesepakatan yang didasarkan pada berbagai sumber yang akurat dan sesuai dengan prinsip Islam para ulama dan cendekiawan muslim yang tidak menyimpang dari ketentuan Al Qur’an dan Hadits. Bank syariah memiliki ciri-ciri yang menjadi landasan dalam melaksanakan berbagai macam kegiatan usahanya. Perwataatmadja dalam Hakiem dalam Imaduddin 2005 mengemukakan ada tujuh ciri pokok yang melekat, yaitu: 1 Biaya uang cost of money disepakati bersama pada waktu akad dijabarkan dalam bentuk jumlah nominal yang disebut biaya administrasi atau biaya pelayanan untuk pinjaman. 2 Penggunaan persentase untuk pengenaan biaya uang selalu dihindarkan dalam setiap kontrak karena persentase bersifat melekat pengenaannya pada sisa utang walaupun telah melampaui batas waktu kontrak. 3 Bahwa hal yang dilarang adalah keuntungan yang pasti fixed return yang ditetapkan di muka dalam setiap kontrak pembiayaan proyek. 4 Penyerahan dana oleh masyarakat dianggap oleh penyimpan sebagai titipan al-wadiah, sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang dibiayai oleh bank syariah. Jika prospek tersebut mendapatkan keuntungan, maka penyimpan uang akan memperoleh keuntungan yang mungkin lebih besar dari tingkat bunga. 5 Hal yang tidak dibenarkan bahwa uang dari mata uang yang sama dapat diperjualbelikan, disewakan atau dianggap barang dagangan. 6 Operasi pinjaman bank syariah pada dasarnya tidak memerlukan jaminan hutang, karena barang yang dibelikan oleh bank masih menjadi milik bank selama hutangnya belum lunas. 7 Sebagai bank yang berada di lingkungan masyarakat yang telah lama mengenal bank konvensional, maka bank syariah untuk saat ini tidak dapat menghindarkan diri begitu saja dari transaksi dengan bank konvensional yang tentunya menggunakan bunga. Hasil dari bunga ini ditampung dalam rekening khusus yang disebut ”Rekening Pendapatan Non Halal”. Menurut para ulama jenis rekening tersebut dapat digunakan untuk kegiatan sosial, seperti menyantuni fakir miskin dan membantu korban bencana alam. Alokasi dari bunga untuk kegiatan sosial itu akan sangat bermanfaat bagi masyarakat miskin, karena sangat disayangkan jika uang tersebut menjadi hambur dan sia-sia. Di sisi lain, hal ini diperbolehkan mengingat bank syariah belum sepenuhnya mandiri. Perbedaan mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional menurut Antonio 2001, yaitu: a Akad dan Aspek Legalitas Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi, karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam. Jika terjadi perselisihan antara nasabah dengan bank, bank syariah dapat merujuk kepada Badan Arbitrase Muammalat Indonesia BAMUI, dimana penyelesaian didasarkan pada hukum Islam. BAMUI adalah lembaga otonom di bawah naungan Majelis Ulama Indonesia MUI dan didirikan bersama Kejaksaan Agung RI. b Struktur Organisasi Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan bank syariah dengan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah, yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank, untuk menjamin efektifitas dari setiap opini yang diberikan Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah biasanya dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional. c Bisnis dan Usaha yang dibiayai Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilakukan tidak terlepas dari saringan syariah. Bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang mengandung hal-hal yang diharamkan, seperti minuman keras, makanan yang mengandung alkohol ataupun babi, pornografi, dan sebagainya. Bisnis dan usaha yang dibiayai juga harus baik, bermanfaat, dan memiliki prospek cerah di masa mendatang. d Lingkungan Kerja dan Corporate Culture Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Kegiatan usaha bank syariah antara lain: 1. Mudharabah, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil 2. Musyarakah, pembiayaan berdasarkan prinsip usaha patungan 3. Murabahah, jual beli barang dengan memperoleh keuntungan 4. Ijarah, pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa.

2.5. Nasabah