34 Dengan melihat luas areal perkebunan tebu yang mencapai 322 445 ha
tersebut, tentu saja prospek penjualan alat ini akan sangat baik, karena produk sejenis belum pernah diproduksi dan dipasarkan di dalam negeri. Produk sejenis
yang ada furrower, kair, rotary ditcher baru dapat dibeli secara impor dengan harga yang lebih mahal, dan kadang kurang sesuai dengan kontur dan jenis tanah
kebun tebu di Indonesia. Selain itu, produk sejenis yang telah ada belum dapat memenuhi fungsi yang diinginkan.
Mengingat ini adalah perusahaan pertama yang memproduksi DILA pembuat got melintang di Indonesia, maka persaingan belum terlalu berat. Selain
itu karena DILA ini merupakan produk yang telah dipatenkan, maka perusahaan pembuat DILA yang akan didirikan ini akan memegang seluruh lisensi penjualan
DILA memonopoli usaha produksi DILA. Jadi diasumsikan bahwa seluruh permintaan dan kebutuhan DILA di Indonesia akan dipenuhi oleh perusahaan
pembuat DILA ini. Jika ada perusahaan lain yang ingin memproduksi DILA ini, maka perusahaan lain itu harus membayarkan royalti kepada perusahaan pembuat
DILA ini. Kompetitor dari luar negeri untuk produk sejenis sudah cukup banyak,
namun produk yang dijual tidaklah sama persis. Persaingan ini dapat diatasi dengan meningkatkan kualitas produk serta menjual produk dengan harga yang
murah, lebih murah dibandingkan produk lain yang sejenis. Harga yang murah sangat penting, karena di Indonesia selama ini konsumen masih lebih
mementingkan harga yang murah dibandingkan kualitas produk. Namun tetap, harga yang murah juga harus disertai dengan kualitas produk yang baik.
a. Permintaan dan Penawaran
Melihat dari target pemasarannya yang berupa perkebunan dan petani tebu, maka perlu dilakukan suatu perkiraan permintaan. Dengan luas lahan tebu
yang mencapai 322 445 ha pada tahun 2004, maka dapat diperkirakan prospek penjualan DILA ini akan baik, mengingat kegiatan pengolahan lahan sebelum
tanam merupakan proses yang paling berat dari keseluruhan proses budidaya tanaman tebu. Proses pengolahan lahan ini mengkonsumsi energi sekitar
⅓ dari keseluruhan energi yang dibutuhkan dalam proses budidaya Suastawa, 2001.
35 Untuk mengurangi konsumsi energi yang besar itu, maka diperlukan suatu sistem
pengolahan lahan yang modern menggunakan alat-alat yang modern. Kebutuhan DILA di Indonesia didapatkan dengan menghitung Kapasitas
Lapang Efektif KLE DILA dan luasan lahan yang harus diolah pada setiap musim tanam. Dari hasil perhitungan pada Lampiran 1, didapatkan nilai KLE
DILA sebesar 5.7 hajam. Diasumsikan bahwa dalam satu hari DILA dapat beroperasi selama 5 jam
studi kasus PG Jatitujuh, sehingga DILA dapat mengolah 28.5 ha lahan per hari. Untuk studi kasus kebutuhan DILA di PG Jatitujuh yang memiliki luas
lahan plant cane sebesar 1800 ha dan waktu pengolahan lahan efektif tiap tahun selama 105 hari Hidayat, 2005, maka hanya diperlukan 1 unit DILA dengan
asumsi bahwa luas lahan plant cane yang harus diolah adalah sama setiap hari selama waktu pengolahan lahan efektif, yaitu 17.14 ha per hari selama 105 hari.
Namun, penggunaan DILA pada PG Jatitujuh dianggap kurang efektif menurut nilai KLE-nya. Dengan kemampuan DILA mengolah lahan seluas 28.5
ha per hari hanya dipakai untuk mengolah lahan seluas 17.14 ha per hari. Perhitungan kebutuhan DILA di Indonesia juga didapatkan dengan
menghitung luasan lahan yang mengalami plant cane setiap tahunnya. Diasumsikan tiap tahunnya, lahan tebu yang mengalami plant cane adalah 13 dari
total luas lahan tebu yaitu sekitar 107 481.667 ha. Namun tidak semua lahan plant cane ini akan diolah menggunakan mekanisasi yang modern. Oleh karena itu,
dengan mengasumsikan bahwa 13 dari lahan plant cane tersebut akan mengalami pengolahan secara manual sistem Reynoso, maka luasan lahan plant cane di
Indonesia tiap tahunnya adalah 71 654.45 ha 23 dari 107 481.667 ha. Mengingat kemampuan DILA mengolah 28.5 ha lahan per hari dengan
waktu kerja efektif 105 hari, maka diperlukan 24 unit DILA untuk mengolah lahan seluas 71 654.45 ha dengan asumsi luasan lahan yang diolah adalah sama
setiap hari selama 105 hari efektif pengolahan yaitu seluas 682.42 ha. Dari total kebutuhan DILA per tahun yang mencapai 24 unit, maka
perusahaan pembuat DILA ini akan memproduksi seluruhnya. Proses produksinya sendiri tidak akan berlangsung sekaligus 24 alat dalam satu tahun, namun akan
dibagi menjadi 2 tahun produksi, dimana setiap tahun perusahaan ini akan
36 memproduksi DILA sebanyak 12 unit. Hal ini disebabkan asumsi bahwa
konsumen tidak akan langsung membeli DILA ini pada tahun pertama, melainkan bergantian di tahun pertama dan kedua.
Umur ekonomis dari DILA ini adalah 3 tahun. Hal ini diasumsikan berdasarkan beratnya kerja DILA di lapangan serta luasnya lahan yang harus
diolah pada setiap musim tanam. Pada tahun ketiga produksi, konsumen dianggap akan membeli DILA ini sebagai stok selain DILA yang sudah dibeli pada tahun
sebelumnya. Barulah pada tahun keempat, konsumen yang membeli pada tahun pertama akan melakukan reinvestasi karena umur ekonomis alat yang sudah habis.
Jika dibandingkan dengan umur ekonomis alat dan mesin pertanian lain yang biasanya mencapai 5 tahun, maka umur DILA ini dapat dikategorikan cepat.
Selain mempertimbangkan kerja DILA yang cukup berat, juga dipertimbangkan dari segi perawatan DILA sendiri. Jika DILA mengalami proses maintanance
yang baik, maka umur ekonomisnya juga akan lebih lama.
b. Program Pemasaran