Ketuntasan Belajar pada Mata Pelajaran Matematika

diajarkan. Evaluasi dilaksanakan guna mengetahui kompetensi yang dikuasai siswa pada hari tersebut. Tindak lanjut setelah dilaksanakan evaluasi harian pada mata pelajaran matematika khususnya bagi siswa slow learner yaitu melalui beberapa tahap. Tahap yang pertama guru pelajaran matematika melakuka diskusi dengan GPK terkait dengan apa saja yang yang sudah dicapai dan yang belum dapat dicapai oleh siswa slow learner didalam kelas, serta kesulitan apa saja yang dihadapi siswa dalam pembelajaran tersebut. Tahap yang kedua GPK dibantu oleh guru pelajaran matematika menyususn program pembelajaran individual yang nantinya akan di terapkan pada saat bimbingan khusus. Bimbingan khusus dilaksanakan pada hari jumat dan sabtu. Dalam bimbingan khusus GPK memposisikan diri sebagai teman sekaligus orangtua dalam belajar. Pemberian tambahan belajar matematika pada saat bimbingan khusus dilakukan dengan memberikan soal-soal latihan terkait materi yang sudah diajarkan maupun yang baru diterima siswa pada pertemuan di kelas reguler yang akan datang. GPK terkadang menggunakan alat peraga khusus sebagai media pembantu agar siswa slow learner tertarik untuk belajar dan diharapkan bisa merangsang kemampuan siswa. Metode pembelajaran yang digunakan dalam bimbingan khusus adalah metode drill namun denga suasana yang santai dengan tetap ada GPK di samping siswa untuk membantu siswa.

4.2.4.5 Ketuntasan Belajar pada Mata Pelajaran Matematika

Berdasarkan data hasil observasi dokumen yang dilakukan oleh peneliti adalah di dalam dokumen kurikulum SMP Negeri 7 Salatiga mengenai ketuntasan belajar. Kriteria Ketuntasan Minimal KKM di SMP Negeri 7 Salatiga yaitu 75. Semua siswa menggunakan ketuntasan yang sama, termasuk siswa yang merupakan siswa inklusif yaitu siswa slow learner. Semua siswa mencapai tingkat ketuntasan yang sama sesuai dengan kemampuannya sekalipun berbeda dalam kualitas dan kuantitasnya. Dalam hal ini KKM semua siswa sama, namun terdapat perbedaan dari segi kualitas dimana ketika siswa slow learner mendapat nilai ulangan harian dibawah KKM, guru matematika memberikan remidial kepada siswa slow learner tingkat kesukaran soal diturunkan oleh guru matematika. Namun ada juga perbedaan dari segi kuantitas, ketika siswa reguler dalam satu sub materi haru menyelesaikan 5 soal dengan benar baru dikatakan tuntas, maka pada siswa slow leraner cukup menyelesaikan 3 soal dengan benar sudah bisa dikatakan siswa tersebut tuntas. Berikut adalah adalah petikan wawancara peneliti dengan guru pelajaran matematika sebagai data pendukung mengenai ketuntasan belajar siswa slow learner pada pelajaran matematika. “Untuk KKM saya mengikuti ketentuan dari sekolah yaitu semua siswa memiliki KKM 75, namun tidak mutlak di dalam pelaksanaanya harus ada pembeda. Kita mengetahui bagaimana karakteristik dan kemampuan siswa slow learner, jadi harus ada pembeda dari segi kualitas dan kuantitas. Dalam segi kualitas biasanya saya bedakan dari tingkat kesukaran soal ulangan, namun saya lebih condong untuk membedakan soal pada soal remidial karena pada saat ulangan saya merasa optimis kepada siswa slow learner untuk mengerjakan soal dengan tingkat kesukaran yang sama dengan siswa reguler. Adakalanya ketika saya bedakan dari segi kuantitas, biasanya saya bedakan misalnya pada soal mengenai membandinkan bilangan bulat terdapat 5 soal. Bagi siswa slow learner saya katakan sudah tuntas ketika siswa tersebut sudah menyelesaikan 3 nomor, karena menurut saya yang penting mereka sudah memahami konsep.”JK;05.08.15 Berkaitan dengan ketuntasan belajar, di SMP Negeri 7 Salatiga memiliki aturan yang tegas terhadap ketuntasan siswa berkebutuhan khusus yaitu memukul rata KKM bagi seluruh siswa, namun dibalik ketegasan tersebut terdapat beberapa kekhusan yang diharapkan mampu untuk mengakomodosi minat siswa untuk menempuh pendidikan yang notabene merupakan sekolah reguler. Kekhususan terebut diantaranya dalam menentukan standart kualitas dan kuantitas penilaian.

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian