Masalah dan Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Masalah dan Latar Belakang

Pada umumnya studi tentang mobilitas penduduk di Indonesia menekankan pada gerak penduduk permanen, yakni mobilitas penduduk antar propinsi, migrasi antar desa dan kota, urbanisasi dan transmigrasi. Mobilitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk disamping faktor lainnya yaitu: kelahiran fertilitas dan kematian mortalitas. Sedangkan perpindahan penduduk atau mobilitas itu sendiri adalah gerak perubahan atau perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke tempat yang lain Suyono,1985: 260. Bentuk-bentuk mobilitas penduduk dapat dibagi menjadi dua, yaitu mobilitas yang permanen atau disebut juga migrasi dan mobilitas yang non permanen atau mobilitas sirkuler. Menurut Mantra 1978 yang dimaksud dengan mobilitas yang permanen atau migrasi adalah perpindahan penduduk dari setiap wilayah ke wilayah lain dengan niat untuk menetap di daerah tujuan. Sedangkan pengertian mobilitas non permanen atau migrasi sirkuler adalah gerakan penduduk dari setiap wilayah ke wilayah lain dengan niat tidak menetap di daerah tujuan. Mobilitas dapat terjadi antara desa dengan desa, desa dengan kota dan kota dengan kota. Namun sayang hingga kini belum ada kesepakatan di antara pakar tentang batasan ruang dan waktu yang digunakan dalam mendefinisikan mobilitas penduduk. Sebagai contoh Biro Pusat Statistik, dalam melaksanakan Sensus Penduduk di Indonesia setelah Perang Dunia II, menggunakan propinsi sebagai Universitas Sumatera Utara batas ruang dan batas waktunya enam bulan. Seseorang dikatakan migran apabila ia bergerak melintasi batas propinsi menuju ke propinsi lain dan lamanya berada di propinsi tujuan enam bulan atau lebih. Peneliti-peneliti lain menggunakan batasan ruang dan waktu yang lebih sempit Singanetra Renard, 1981; Mukherji, 1975; Chapmen, 1975, Mantra, 1981. Sudah jelas bahwa makin sempit batasan ruang dan waktu yang digunakan, makin banyak terjadi gerak penduduk antara wilayah tersebut Mantra, 1995. Adapun macam-macam perpindahan penduduk menurut Grame Hugo meliputi 3 arus perpindahan dari desa ke kota, yakni pindah, merantau, dan pergi pulang balik. Arus gerak pindah yaitu mereka yang bermigrasi secara tetap dari desa ke kota, dan mereka yang paling sedikit enam bulan terus menerus menetap di kota sebelum mereka kembali pulang ke desa. Arus gerak merantau yaitu mereka yang tidak berada di desa karena mereka tinggal di tempat lain terus menerus selama paling sedikit enam bulan. Sedangkan arus pergi pulang balik mereka yang pergi pulang balik secara berkala dari desa ke tempat pekerjaannya, dan desa hanya dijadikan untuk tidur saja Jakti, 1994. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengungkapkan faktor-faktor apa yang mendukung orang untuk berpindah atau bermobilitas, serta motivasi apa yang mempengaruhi masyarakat untuk mencari pekerjaan keluar daerah tempat tinggalnya. Setiap mobilitas atau perpindahan selalu didasari disebabkan adanya 2 faktor yaitu adanya faktor pendorong atau faktor penekan push factor dari daerah asal dan faktor penarik pull factor dari daerah tujuan, atau dengan adanya faktor lain seperti faktor cultural mission yakni seperangkat tujuan yang Universitas Sumatera Utara diharapkan oleh masyarakat budaya tersebut untuk dicapai dalam tujuan seperti yang diutarakan oleh Pelly 1994. Menurut Lee 1995, adapun faktor yang mendorong terjadinya mobilitas penduduk adalah: 1. Daerah asal, yakni faktor yang akan mendorong push factor seseorang untuk meninggalkan daerah asal. 2. Daerah tujuan, yakni faktor yang menarik full factor seseorang untuk pindah ke daerah tersebut. 3. Rintangan antara yang bias jadi penghambat intervening obstracles bagi terjadinya mobilitas misalnya biaya perjalanan. 4. Faktor individu pribadi. Menurut Arios 1995: 110 dalam penelitiannya tentang Pola Migrasi Orang Nias menuliskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan mobilitas yaitu faktor dari daerah asal, yang meliputi faktor geografis di daerah asal, faktor ekonomi, faktor sosial dan faktor budaya. Sementara itu Batubara 1990: 56 berdasarkan penelitiannya mengenai penjaja jamu di kota Medan, menyatakan bahwa faktor yang paling kuat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam melakukan migrasi adalah alasan-alasan ekonomis. Sementara faktor yang paling kecil mempengaruhi adalah alasan-alasan budaya. Penduduk di daerah sering dihadapkan pada masalah yang sulit dipecahkan yaitu pemenuhan kebutuhan yang semakin tinggi persentasenya sedangkan pendapatan yang diterima terkadang tidak mencukupi. Hal ini merupakan salah satu motivasi yang membuat masyarakat desa cenderung untuk mencari kehidupan yang layak di luar daerahnya. Universitas Sumatera Utara Suparlan Soerdjani dan Samad, 1992: 66-67 menuliskan bahwa kebudayaan adalah jembatan antara manusia dan lingkungan dimana ia berada, sehingga melalui kebudayaan manusia mampu beradaptasi dengan lingkungan dimana ia bertempat tinggal dan melakukan aktivitasnya sehari-hari. Sehingga masalah ini menuntut bagimana manusia mampu mendayagunakan lingkungannya agar ia dapat hidup dan survive di alam ini. Karena dalam kebudayaan tercakup adanya seperangkat pengetahuan yang dimiliki manusia sebagai mahluk sosial yang dipergunakan dalam memahami dan menginterpretasikan lingkungannya serta menjadi kerangka landasan untuk mewujudkan aktivitas yang akan dilakukan. Demikian juga halnya dengan masyarakat dusun XV Kota Datar, yang mana sebagian besar masyarakatnya hidup dari bertani. Lahan pertanian dikelola sudah cukup modern dengan mengadakan panenan sebanyak dua kali dalam setahun. Pada panenan pertama padi disemaikan pada bulan November dan ditanam pada pertengahan Desember. Pada awal April hingga mei, padi siap untuk dipanen. Sedangkan pada panenan kedua padi disemaikan pada bulan Juni dan ditanam pada bulan Juli. Pada akhir Oktober hingga awal November padi siap untuk dipanen. Pada bulan Januari hingga bulan Februari serta bulan Agustus hingga bulan September adalah masa pertumbuhan padi di sawah. Selama masa pertumbuhan tersebut, padi hanya butuh disiangi dan dipupuk. Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pekerjaan tersebut tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja yang cukup besar. Sedangkan pekerjaan penyiangan marbabo biasanya dilakukan oleh para perempuan dengan bergotong royong dengan para Universitas Sumatera Utara kerabat atau tetangga yang dilakukan secara bergotong royong bergilir marsiadapari. Pada selang waktu itu keluarga dihadapkan pada dua keadaan dimana di satu pihak keluarga membutuhkan dana untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari atau kebutuhan yang lain, sedangkan di pihak lain keluarga mempunyai kelebihan tenaga kerja. Kompleksnya kebutuhan tersebut mendorong mereka untuk mencari alternatif lain sebagai sumber pendapatan lain. Memang pada masa tersebut di atas, ada juga dari para petani yang mengusahakan pekerjaan lain untuk mendapat penghasilan tambahan, antara lain dengan cara berladang di lahan kering atau di lahan basah dengan cara menanam berbagai jenis tanaman. Selain dengan melakukan kegiatan di atas, sebagian dari penduduk mengadakan mobilitas perpindahan sirkuler ke daerah Percut. Perjalanan tersebut mereka istilahkan dengan marripang. Keadaan ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan sepertinya mengikuti suatu pola tertentu. Kenyataan menunjukkan seseorang melakukan mobilitas karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi misalnya, faktor sosial ekonomi, geografis, demografi, kebudayaan dan banyak lagi faktor lainnya. Menurut Koentjaraningrat 1982 mobilitas sirkuler yang ada di Indonesia biasanya dillakukan oleh orang-orang yang juga mempunyai tujuan yang lebih baik lagi. Biasanya mobilitas terjadi akibat adanya tekanan hidup, kurangnya kesempatan kerja, sempitnya pemilikan tanah lahan pertanian dan kecilnya pendapatan di daerah asal. Semua faktor-faktor di atas mendorong penduduk desa melakukan mobilitas. Universitas Sumatera Utara

1.2. Kerangka Teori