Pengertian Labelisasi Halal Labelisasi Halal

1. Bukan terdiri atau mengandung bagian atau benda dari binatang yang dilarang oleh ajaran Islam untuk memakannya atau yang tidak disembelih menurut ajaran Islam. 2. Tidak mengandung sesuatu yang dihukumi sebagai najis menurut ajaran Islam. 3. Tidak mengandung bahan penolong danatau bahan yang diharamkan menurut ajaran Islam. 4. Dalam proses pembuatan, menyimpan dan menghidangkan tidak bersentuhan atau berdekatan dengan makanan yang tidak memenuhi persyaratan atau benda yang dihukumkan sebagai najis menurut ajaran Islam. Al-Qardhawi menegaskan bahwa masalah makanan menurut al- Qur’an bukan masalah cabang furu’, melainkan masalah pokok ushul. Ayat-ayat tersebut diturunkan untuk menegakkan dan meneguhkan aqidah Islam serta menolak pandangan orang sesat. Penghalalan makanan yang diharamkan menandakan betapa kasih Allah kepada manusia. Makanan tersebut justru sangat baik untuk manusia. Dalam Islam memelihara jiwa dan akal adalah bagian dari prinsip dharuriyah pokok. Oleh karena itu, segala sesuatu yang akan mencelakakan jiwa maupun akal termasuk dalam hal makanan adalah haram.

c. Pengertian Labelisasi Halal

Islam adalah sebuah agama yang menjadi ideologis, sistem dan aturan hidup, kerangka berpikir, pedoman terhadap konsep dan pengembangan integritas diri, menjadi tolok ukur keabsahan suatu tindakan, serta sumber inspirasi bagi sebagian besar teori peradaban. Sebagai ideologi, Islam memiliki aturan yang lengkap dan menyeluruh, serta komprehensif dalam mengatur setiap aspek utama kehidupan manusia syumuliatul Islam. 11 Konsep Syumuliatul Islam ini makin dipertegas oleh nash Al Qur’an yang berbunyi: 12 ☺ ⌧ “Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu merupakan musuh yang nyata bagimu.” QS 2:168. Syumuliatul Islam ini, oleh para pemeluknya berusaha diaplikasikan dalam tataran praktis. Salah satu contoh praktis adalah yang diterapkan dalam pola konsumsi masyarakat Muslim di Indonesia. Produk-produk yang dikonsumsi oleh umat Islam –terutama produk-produk makanan– adalah makanan yang halal. Kehalalan produk makanan tersebut dapat 11 Sa’id Hawwa, Al-Islam, Jakarta: Al Islahy Press, 1993 h. 27 12 Ibid., h. 28 diketahui dari label yang tercantum di kemasan produk, yang dikenal sebagai label halal. Temuan MUI Majelis Ulama Indonesia tentang beredarnya produk tidak halal di masyarakat, mendapat tanggapan reaktif dari konsumen berupa pemboikotan produk tersebut dengan cara tidak mau mengkonsumsi dan mengedarkan produk-produk tidak halal tersebut. Kenyataan ini membuat produsen-produsen produk makanan dalam kemasan melakukan pemberian label halal pada produk mereka labelisasi halal. 13 Pemberian label berkaitan erat dengan pengemasan. Label merupakan bagian dari suatu produk yang menyampaikan informasi mengenai produk dan penjual. Stanton membagi label ke dalam 3 tiga klasifikasi yaitu: 14 1. Brand Label, yaitu merek yang diberikan pada produk atau dicantumkan pada kemasan. 2. Descriptive Label, yaitu label yang memberikan informasi objektif mengenai penggunaan, konstruksipembuatan, perawatanperhatian, dan kinerja produk, serta karakteristik-karakteristik lainnya yang berhubungan dengan produk. 13 Retno Sulistyowati “Labelisasi Halal” artikel ini diakses pada tanggal 15 April 2010 dari http:www.esqmagazine.com 14 Ibid. 3. Grade Label, yaitu label yang mengindentifikasikan penilaian kualitas produk product’s judged quality dengan suatu huruf, angka, atau kata. Misal buah-buahan dalam kaleng diberi label kualitas A, B dan C. Pengertian Halal menurut Departemen Agama yang dimuat dalam KEPMENAG RI No 518 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal adalah tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, dan pengolahannya tidak bertentangan dengan syariat Islam. 15 Proses-proses yang menyertai dalam suatu produksi makanan atau minuman, agar termasuk dalam klasifikasi halal adalah proses yang sesuai dengan standard halal yang telah ditentukan oleh agama Islam. Diantara standard-standard itu adalah: 16 1. Tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi serta tidak menggunakan alkohol sebagai ingradient yang sengaja ditambahkan. 2. Daging yang digunakan berasal dari hewan halal yang disembelih menurut tata cara syariat Islam. 3. Semua bentuk minuman yang tidak beralkohol. 15 Ibid. 16 Departemen Agama RI, Pedoman Pangan Halal bagi Konsumen, Importir dan Konsumen di Indonesia, Jakarta, Tim Penerbit Buku Pedoman Pangan Halal, 20002001, h.4 4. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, tempat pengelolaan dan tempat transportasi tidak digunakan untuk babi atau barang tidak halal lainnya, tempat tersebut harus terlebih dahulu dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syari’at Islam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, label didefinisikan sebagai sepotong kertas kain, logam, kayu dan sebagainya yang ditempelkan pada barang dan menjelaskan tentang nama barang, nama pemilik, tujuan, alamat dan sebagainya. 17 Dalam buku Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang diserahkan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempatkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. 18 Labelisasi halal yang secara prinsip adalah label yang menginformasikan kepada pengguna produk yang berlabel tersebut, bahwa produknya benar-benar halal dan nutrisi-nutrisi yang dikandungnya tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan secara syariah sehingga produk tersebut boleh dikonsumsi. 19 17 Hoetomo M.A, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Mitra Pelajar, 2005, h.301 18 Departemen Agama, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal, Jakarta, 2003, h.277 19 Ahmad Haris. “Halal di kemasan Belum Tentu Halal Dimakan”. artikel ini diakses pada tanggal 17 februari 2010 dari http:www.harisahmad.com Label halal yang ada pada kemasan produk yang beredar di Indonesia adalah sebuah logo yang tersusun dari huruf-huruf Arab yang membentuk kata halal dalam sebuah lingkaran. 20 Untuk memperoleh label halal dari MUI, produsen harus melalui proses sertifikasi halal terlebih dahulu. Sertifikasi halal adalah suatu proses pemeriksaan secara rinci terhadap kehalalan produk makanan, yang selanjutnya diputuskan kehalalannya dalam bentuk Fatwa MUI. 21 Sertifikasi halal secara definisi dijelaskan dalam panduan untuk memperoleh sertifikat halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI yaitu, fatwa tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syariat Islam. Sertifikat halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan izin pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi terkait. 22 Dengan demikian Label Halal adalah label yang diberikan pada produk- produk yang telah memenuhi kriteria halal menurut agama Islam. Perusahaan- perusahaan yang telah mencantumkan produknya dengan label halal merupakan perusahaan yang telah melakukan prosesi halal pada produknya. Mengacu pada klasifikasi label yang diberikan oleh Stanton, maka label halal masuk dalam klasifikasi Descriptive Label yaitu label yang menginformasikan tentang: 23 a. Konstruksi atau pembuatan produk yang sesuai dengan standard halal; 20 Ibid. 21 Departemen Agama, Panduan Sertifikasi Halal, Jakarta, 2003, h.2 22 Ibid. h.1 23 Retno Sulistyowati “Labelisasi Halal” artikel ini diakses pada tanggal 15 April 2010 dari http:www.esqmagazine.com b. Ingredient atau bahan baku produk yang sesuai dengan standard halal dan; c. Efek yang ditimbulkan other characteristic produk yang sesuai dengan standar halal

d. Proses Labelisasi Halal