e. Peran individu dalam keputusan pembelian
36
Kita dapat membedakan lima peran yang dimainkan orang dalam keputusan pembelian yang sesuai dengan pendapat yang diutamakan oleh
Kottler: a.
Pencetus; seseorang yang pertama kali mengusulkan gagasan untuk membeli suatu produkjasa.
b. Pemberi pengarah; seseorang yang pandangan atau sarannya
mempengaruhi keputusan. c.
Pengambilan keputusan; seseorang yang mengambil keputusan untuk setiap komponen apakah membeli, tidak membeli, bagaimana membeli
dan di mana akan membeli. d.
Pembeli; orang yang melakukan pembelian yang sesungguhnya. e.
Pemakai; seseorang yang mengkonsumsi atau menggunakan produkjasa yang bersangkutan.
3. Hubungan antara Labelisai Halal dengan Keputusan Pembelian
Konsumen.
Komunitas Muslim di seluruh dunia telah membentuk segmen pasar yang potensial dikarenakan pola konsumsi khusus mereka dalam
36
Ibid., h.243
mengkonsumsi suatu produk. Pola konsumsi ini diatur dalam ajaran Islam yang disebut dengan syariat.
37
Dalam ajaran syariat, tidak diperkenankan bagi kaum Muslim untuk mengkonsumsi produk-produk tertentu karena substansi
yang dikandungnya atau proses yang menyertainya tidak sesuai dengan ajaran syariat tersebut.
38
Ajaran tegas syariat Islam untuk menghindari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT dan melaksanakan apa saja yang diperintahkan membuat
konsumen Muslim bukanlah konsumen yang permissive dalam pola konsumsinya. Mereka dibatasi oleh ke-Halalan dan ke-Haraman yang dimuat
dalam nash Al-Qur’an dan Al-Hadist yang menjadi panduan utama bagi mereka.
39
Pemahaman yang semakin baik tentang agama semakin membuat konsumen Muslim menjadi semakin selektif dalam pemilihan produk yang
dikonsumsi.
40
Produk-produk yang mendapat pertimbangan utama dalam proses pemilihannya berdasarkan ketentuan syariat yang menjadi tolok ukur
untuk konsumen Muslim adalah produk-produk makanan dan minuman. Ketidakinginan masyarakat Muslim untuk mengkonsumsi produk-produk
haram akan meningkatkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses
37
Rustam Efendi
“
Sertifikasi Halal Juga Untungkan Produsen”, artikel diakses pada tanggal 17 februari 2010 dari http:gagasanhukum.wordpress.com
38
Departemen Agama RI. Sistem dan Prosedur Penetapan Fatwa Produk Halal MUI Jakarta, 2003. h. 2
39
Ibid.h. 8
40
Anton Apriyantono Nurbowo. “Aku Ingin Yang Halal” Artikel ini diakses pada tanggal 15 April 2010 dari www.unisba.ac.id
pemilihan produk. Dengan begitu akan ada produk yang dipilih untuk dikonsumsi dan produk yang disisihkan akibat adanya proses pemilihan
tertsebut. Proses pemilihannya sendiri akan menjadikan kehalalan sebagai parameter utamanya.
Khusus di Indonesia, konsumen Muslim dilindungi oleh lembaga yang secara khusus bertugas untuk mengaudit produk-produk yang dikonsumsi oleh
konsumen Muslim di Indonesia. Lembaga ini adalah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia LPPOM-
MUI. Lembaga ini mengawasi produk yang beredar di masyarakat dengan cara memberikan sertifikat halal sehingga produk yang telah memiliki
sertifikat halal tersebut dapat memberi label halal pada produknya.
41
Adanya LPPOM MUI dapat memudahkan masyarakat Indonesia untuk mengetahui kehalalan suatu produk. Dengan memberikan sertifikat halal pada
produk-produk yang telah diaudit keabsahan halal-nya sehingga produk- produk tersebut bisa mencantumkan label halal dan hal itu berarti produk
tersebut telah halal untuk dikonsumsi umat Muslim.
42
Dengan adanya label halal ini konsumen Muslim dapat memastikan produk mana saja yang boleh mereka konsumsi. Secara teori maka, untuk para
pemeluk agama Islam yang taat, pilihan produk makanan yang mereka pilih adalah makanan halal yang diwakili dengan label halal.
41
Retno Sulistyowati “Labelisasi Halal” artikel ini diakses pada tanggal 15 April 2010 dari http:www.esqmagazine.com
42
Ibid.
Namun, kenyataan yang berlaku pada saat ini adalah bahwa LPPOM MUI memberikan sertifikat halal kepada produsen-produsen obat dan
makanan yang secara suka rela mendaftarkan produknya untuk diaudit LPPOM MUI. Dengan begitu produk yang beredar di kalangan konsumen
Muslim bukanlah produk-produk yang secara keseluruhan memiliki label halal yang dicantumkan pada kemasannya. Artinya masih banyak produk-
produk yang beredar di masyarakat belum memiliki sertifikat halal yang diwakili dengan label halal yang ada pada kemasan produk.
43
Dengan demikian konsumen Muslim akan dihadapkan pada produk- produk halal yang diwakili dengan label halal yang ada pada kemasannya dan
produk yang tidak memiliki label halal pada kemasannya sehingga diragukan kehalalan produk tersebut. Maka keputusan untuk membeli produk-produk
yang berlabel halal atau tidak akan ada sepenuhnya di tangan konsumen sendiri.
B. Kerangka Konseptual
Produk
Konsumen Muslim
Halal
Tidak Membeli Haram
43
Ahmad Haris. “Halal di kemasan Belum Tentu Halal Dimakan”. artikel ini diakses pada tanggal 17 februari 2010 dari http:www.harisahmad.com