Profesi Kedokteran TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Profesi Kedokteran

Pengertian dokter sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun diluar negeri yang diakui Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang–undangan. Menurut Iswandari 2006, strategi WHO yang dikenal dengan sebutan Five Stars Doctor dimana setiap dokter diharapkan dapat berperan: a. Sebagai health care provider yang bermutu, berkesinambungan dan komprehensif dengan mempertimbangkan keunikan individu, berdasarkan kepercayaan dalam jangka panjang, b. Sebagai decision maker yang mampu memilih teknologi yang tepat dengan pertimbangan etika dan biaya, c. Sebagai communicator, yang mampu mempromosikan gaya hidup sehat melalui komunikasi, informasi dan edukasi KIE serta memberdayakan masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal, d. Sebagai community leader, yang mampu memperoleh kepercayaan, membangun kesepakatan tentang kesehatan serta berinisiatif meningkatkan kesehatan bersama, e. Sebagai manager, yang mampu menggerakkan individu dan lingkungan demi kesehatan bersama dengan menggunakan data yang akurat. Hak dan kewajiban yang timbul dalam hubungan pasien dengan dokter meliputi 1 penyampaian informasi dan 2 penentuan tindakan. Pasien wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan keluhannya dan berhak menerima informasi yang cukup dari dokter right to information serta berhak mengambil keputusan untuk dirinya sendiri right to self determination. Di sisi lain dokter berhak mendapatkan informasi yang cukup dari pasien dan wajib memberikan informasi yang cukup pula sehubungan dengan kondisi serta akibat yang akan terjadi. Selanjutnya dokter berhak mengusulkan yang terbaik sesuai kemampuan dan penilaian profesionalnya ability and judgement dan berhak menolak bila permintaan pasien dirasa tidak sesuai dengan norma, etika serta kemampuan profesionalnya. Selain itu, dokter wajib melakukan pencatatan rekam medik dengan baik dan benar Iswandari, 2006. Menurut Budiarso 2007, pada beberapa dekade tahun yang lalu hubungan antara rumah sakit selaku produsen jasa layanan kesehatan dan penderita selaku konsumen belum harmonis. Pada waktu memerlukan layanan kesehatan pada sebuah rumah sakit, seorang pasien hanya mempunyai hak untuk menentukan ke rumah sakit mana pasien tersebut akan pergi. Setelah itu pasien harus menurut tentang semua hal kepada dokter dan rumah sakit tempat pasien dirawat, pemeriksaan dan pengobatan apa saja yang harus dijalaninya tanpa didengar pendapatnya. Namun saat ini sudah banyak dicapai kemajuan hubungan antara rumah sakit dan pasien, sudah merupakan kejadian yang biasa bahwa seorang pasien menuntut rumah sakit atas layanan yang dia terima. Akibat dari hal itu, dokter dan rumah sakit sudah lebih hati-hati dalam melaksanakan kegiatan profesinya. Dalam hal ini rumah sakit berusaha benar untuk dapat diakreditasi disamping ini merupakan pengakuan atas kualitas produk jasa layanan kesehatan yang dihasilkan. Kegiatan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan ditanggung rumah sakit, di lain pihak pasien akan menikmati layanan kesehatan yang lebih meningkat mutunya. Saat ini dinas kesehatan memang memiliki fungsi pengawasan. Akan tetapi, fungsi pengawasan ini belum dilaksanakan secara maksimal. Data menunjukkan dari 5.000 dokter yang memiliki izin praktek dari dinas kesehatan, hanya enam sampai tujuh dokter yang izinnya dicabut. Itu juga karena pindah kota. Jadi, bukan karena dokter tersebut terbukti melakukan malpraktek atau kelalaian Kompas, 2003. Moeloek 2006 dari Ikatan Dokter Indonesia menyatakan, tuntutan malpraktek harus dilihat kasus per kasus. Tidak bisa digeneralisasi secara keseluruhan seperti apa yang menjadi malpraktek dan mana yang bukan. Oleh sebab itu masalah malpraktek ini harus dilihat dari etika kedokteran, yang terkait dengan kemurnian niat, kerendahan hati, kesungguhan kerja, integritas ilmu, integritas sosial, kesejawatan, dan ketuhanan. Mengacu pada etika ini, tidak mungkin seorang dokter bermaksud jahat terhadap pasien. Batasan tegas seorang tenaga medis melakukan malpraktek adalah jika tindakan tenaga medis tersebut sudah melanggar standar prosedur. Masalahnya, saat ini setiap rumah sakit memiliki standar of procedure SOP yang berbeda-beda, tergantung fasilitas yang dimilikinya. Sehingga tidak bisa disalahkan jika dokter tidak melakukan SOP yang sama di rumah sakit yang berbeda. Jika memang ternyata masyarakat menemukan kasus-kasus yang dianggapnya malpraktek, dapat membawa masalah ini ke Majelis Kode Etik Kedokteran Kompas, 2003. 2.2. Peran Dokter dalam Pengisian Rekam Medis Rekam medis merupakan salah satu unsur dalam “trilogi rahasia medis”. Data yang terdapat pada berkas rekam medis bersifat rahasia confendential. Karena hubungan dokter dengan pasien bersifat pribadi dan khusus, maka segala sesuatu yang dipercayakan pasien kepada dokternya harus dilindungi terhadap pengungkapan lebih lanjut Guwandi, 2005. Dalam pelayanan kedokteran yang dilakukan di rumah sakit maupun praktek pribadi, peranan pencatatan rekam medis sangat penting dan sangat melekat dengan kegiatan pelayanan. Sehingga ada ungkapan bahwa rekam medis adalah orang ketiga pada saat dokter menerima pasien Hanafiah dan Amir, 1999. Peranan dokter dalam pengisian rekam medis lebih banyak dalam proses perekaman kegiatan medis, dimana dokter merupakan penanggung jawab pengisian rekam medis. Pengisian rekam medis sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta formulir rekam medis yang tersedia Basbeth, 2005. Formulir yang digunakan biasanya dalam bentuk kartu pemeriksaan pasien, dimana informasi mengenai identitas pasien, anamnese, diagnosis dan tindakan yang dilakukan terhadap pasien, terapi dicatat didalam kartu tersebut. Untuk rawat jalan perlu dibuat lembaran ringkasan poliklinik yang lazim disebut identitas dan ringkasan poliklinik. Lembaran ini sebagai dasar dalam menyiapkan Kartu Indeks Utama Pasien KIUP, yang berisi data pasien serta ringkasan poliklinik Basbeth, 2005. Formulir rekam medis harus sesuai dengan yang ada di dalam rumah sakit atau pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan bunyi dari Permenkes No. 749.a Tahun 1989 tentang Rekam MedisMedical Record, pasal I butir a : rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. Dari bunyi pasal tersebut diatas jelas bahwa yang dimaksud adalah formulir-formulir dari berkas rekam medis pasien baik itu pasien rawat jalan atau pasien rawat inap. Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek: aspek administrasi administrasi value, aspek medis medical value, aspek hukum, aspek keuangan financial or fiscal value, aspek penelitian reseach value, aspek pendidikan education value, aspek dokumentasi documentary value. Isi rekam medis meliputi: identitas dan formulir perizinan lembar hak kuasa, riwayat penyakit, laporan pemeriksaan fisik, instruksi diagnostik dan terapetik, adanya catatan observasi, laporan tindakan dan penemuan ,resume pasienringkasan riwayat pulang. Pelaksanaan rekam medis berdasarkan sumber hukum : Peraturan Pemerintah No.10 1966 Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran, Pasal 322 KUHP, Pasal 365 dan 1367 KUH Perdata, Permenkes No.749aMENKESPERXII1989 Tentang Rekam MedisMedical Records. Pasal 10 ayat 1 disebutkan berkas rekam medis adalah milik sarana pelayanan kesehatan sedangkan isinya milik pasien, selanjutnya pada Bab II Pasal 7 dijelaskan: lama penyimpanan sekurang-kurangnya 5 tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat namun untuk hal-hal yang bersifat khusus dapat ditetapkan tersendiri. Rekam medis adalah sarana yang mengandung informasi tentang penyakit dan pengobatan pasien yang ditujukan untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Rekam medis adalah milik institusi kesehatan yang membuatnya dan disimpan oleh institusi pelayanan kesehatan tersebut. Di samping hak seseorang untuk memperoleh kesehatan yang diakui, pasien juga memiliki hak atas kerahasiaan dan kepercayaan, oleh karena itu sebaiknya rekam medis dijaga kerahasiaannya serta dapat digunakan sebagai alat bukti hukum apabila terdapat penyimpangan dalam pelayanan kesehatan. Menurut Hanafiah dan Amir 1999, akhir-akhir ini keluhan masyarakat terhadap para dokter makin sering terdengar, antara lain mengenai kurangnya waktu dokter yang disediakan untuk pasiennya, kurang lancarnya komunikasi, kurangnya informasi yang diberikan dokter kepada pasienkeluarganya, tingginya biaya pengobatan dan sebagainya. Hal ini disebabkan meningkatnya taraf pendidikan dan kesadaran hukum masyarakat, dimana masyarakat lebih menyadari akan haknya seiring dengan munculnya kepermukaan masalah-masalah hak asasi manusia diseluruh dunia. Kode Etik Kedokteran Indonesia KODEKI sekarang ini hanya berisikan kewajiban-kewajian dokter dan belum memuat hak dokter, demikian juga belum memuat semua hak dan kewajiban pasien. Banyaknya kasus kelalaian dan malpraktik menandakan bahwa perlindungan konsumen kesehatan di Indonesia kurang baik. Padahal, UU No 81999 tentang Perlindungan Konsumen telah mengatur hak-hak konsumen dan sanksi yang ditetapkan kepada badan usaha yang merugikan konsumen. Namun, sering kali dokter tidak dianggap sebagai badan usaha, sehingga tidak terkena aturan tersebut. Selain itu, tindakan kelalaian dan malpraktik sering kali sulit dibuktikan, karena pasien tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit dan tindakan medis yang dilakukan dokter terhadapnya. Menurut Guwandi 2005 bahwa pokok yang terpenting dari suatu rekam medis adalah bisa merupakan suatu dokumen yang bersifat legal. Dengan demikian maka rekam medis ini menjadi sesuatu yang esensial pada pembelaan tuntutan malpraktek medis. Hal ini menjadi bertambah penting karena tuntutan demikian banyak terjadi setelah 2 sampai 5 tahun kemudian. Dengan akibat bahwa rekam medis rumah sakit seringkali merupakan hanya satu-satunya catatan yang dapat memberikan informasi mendetail tentang apa yang sudah terjadi dan dilakukan selama pasien itu dirawat di rumah sakit. Orang-orang yang telah ikut dalam pemberian perawatan tersebut kemungkinan juga tidak bisa dihadirkan lagi sebagai saksi untuk pembelaan tertuduh. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK lahir untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen. Tujuan dari undang-undang tersebut adalah: a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang danatau jasa, c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen, d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi, e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha. Menurut Depkes.RI 1997 tanggung jawab utama akan kelengkapan rekam medis terletak pada dokter yang merawat. Tanpa memperdulikan ada tidaknya bantuan yang diberikan kepadanya dalam melengkapi rekam medis oleh staf lain rumah sakit dia mengemban tanggung jawab terakhir akan kelengkapan dan kebenaran isi rekam medis. Disamping itu untuk mencatat beberapa keterangan medik seperti riwayat penyakit, pemeriksaan penyakit, pemeriksaan fisik dan ringkasan keluar resume. Dalam pedoman pengelolaan rekam medis rumah sakit di Indonesia 1997 disebutkan bahwa rumah sakit sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan yang melakukan pelayanan rawat jalan maupun rawat inap wajib membuatmengisi rekam medis. Petugas yang membuatmengisi rekam medis adalah dokter dan tenaga kesehatan lainnya meliputi: a. Dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang melayani pasien di rumah sakit b. Dokter tamu yang merawat pasien rumah sakit c. Residen yang sedang melaksanakan kepaniteraan klinik d. Tenaga para medis keperawatan dan tenaga para medis non keperawatan yang langsung terlihat di dalam antara lain: perawat, perawat gigi, bidan, tenaga laboratorium klinik, gizi, anestesi, penata rontgen, rehabilitasi medis dan lain sebagainya. e. Dalam hal dokter luar negeri melakukan alih teknologi kedokteran yang berupa tindakankonsultasi kepada pasien yang membuat rekam medis adalah dokter yang ditunjuk oleh direktur rumah sakit.

2.3. Reward