2. Dari sisi ke-praktisannya, para pekerja KPH,BKPH dan RPH harus selalu membawa dokumen hasil risalah untuk melihat
hasil inventarisasi hutan yang dimiliki masing-masing bagian. 3. SPH harus membagikan data-data ke seluruh bagian berupa
hardcopy. Dari sisi ekonomi, hal ini dinilai lebih boros dibandingkan dengan sistem yang terkomputerisasi.
4. Untuk mencari data-data daerah tertentu, baik KPH, BKPH maupun RPH harus mencari dan meminta kepada SPH dokumen
yang telah diarsipkan. Hal ini tentu saja dapat menyulitkan semua pihak.
5. Pihak KPH akan kerepotan dalam mengumpulkan serta mengorganisir data dari BKPH dan RPH.
6. Adanya kemungkinan BKPH dan RPH tidak mendapatkan data peta batas wilayah yang sesuai, dan mereka memakai data yang
lama untuk melakukan risalah. Dengan begitu data yang di dapatkan tidaklah sinkron dengan data yang ada di SPH.
4.2.3 Uraian Singkat Alur Kerja Sistem yang Diusulkan
Untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pengimplementasian sistem yang telah berjalan tersebut,
penulis bermaksud mengusulkan sebuah sistem alternatif untuk pengorganisasian dan pensinkronasisasian data atribut dan data
spasial dari hasil risalah yang berbasis komputer. Pada
94
pengembangannya, penulis melakukan studi kasus pada Perum Perhutani Unit III, SPH I Bogor, dengan kelas perusahaan Acacia
Mangium namun pada kenyataannya sistem yang diusulkan ini nantinya dapat juga diimplementasikan pada Perum Perhutani di unit
dan kelas perusahaan yang berbeda. Usulan sistem yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Bagian SPH di dalam sistem ini berperan sebagai admin yang bertugas untuk menetapkan format siapa saja yang berhak
melakukan akses ke dalam sistem, dalam hal ini adalah para user di BKPH dan KPH. Admin juga dapat melakukan
pemasukan data atribut dan data spasial. 2. User di KPH dan BKPH merupakan user yang memiliki user
account di dalam sistem, yang ditentukan oleh admin di SPH. User di KPH dan BKPH memiliki kewenangan untuk mengisi
dan mengubah data atribut dan data spasial masing-masing daerah.
3. RPH berada pada tingkatan terbawah di dalam sistem. Setelah data dimasukkan, maka RPH dapat mengakses informasi yang
mereka butuhkan. 4. Data-data yang telah berada di dalam sistem juga dapat dibuat
reportnya dalam format PDF, DOC maupun di cetak langsung. 5. Format pelaporan sudah diseragamkan dengan memakai format
dari departemen kehutanan.
95