karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga dapat meningkatkan kinerja kerja masing-masing karyawan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Motivasi, Kompensasi, Kepemimpinan dan Komitmen
Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank SUMUT Cabang Kota Tebing Tinggi”, adapun latar belakang peneliti melakukan penelitian ini karena ingin
mengetahui variabel-variabel lain yang mempengaruhi kinerja karyawan seperti variabel motivasi, kompensasi, kepemimpinan dan komitmen organisasi yang
berbeda dengan penelitian terdahulu yang hanya membahas beberapa variabel seperti variabel motivasi, kepemimpinan dan insentif terhadap prestasi kerja,
sehingga dengan membahas variabel-variabel ini dapat menambah pengetahuan peneliti dalam mengembangkan suatu penelitian yang diharapkan menjadi lebih
bermanfaat, selain itu adanya perbedaan hasil penelitian mengenai kinerja karyawan juga menjadi pendorong bagi peneliti untuk melakukan penelitian.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah motivasi, kompensasi,
kepemimpinan dan komitmen organisasi berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap kinerja karyawan PT. Bank SUMUT Cabang Kota Tebing Tinggi?”.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh motivasi, kompensasi, kepemimpinan dan komitmen organisasi secara parsial dan
simultan terhadap kinerja karyawan PT. Bank SUMUT Cabang Kota Tebing Tinggi.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian. 1.
Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti untuk melatih diri berpikir secara ilmiah khusus yang berhubungan dengan masalah
motivasi, kompensasi, kepemimpinan dan komitmen organisasi serta pengaruhnya terhadap kinerja karyawan.
2. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan saran serta pemikiran yang
bermanfaat bagi PT.Bank SUMUT Cabang Kota Tebing Tinggi. 3.
Sebagai bahan perbandingan serta referensi bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian dengan materi yang berhubungan dengan penelitian
ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kinerja
Karyawan 2.1.1. Pengertian Kinerja Karyawan
Menurut Wibowo 20011:7, kinerja berasal dari pengertian performance, ada pula yang memberikan pengertian performance sebagai hasil kerja atau
prestasi kerja, namun sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung.
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan Mangkunegara, 2005:67. Menurut Moeheriono 2009:60 kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program
kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, visi, misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Menurut Rivai dan
Basri 2005:14 kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung
jawab dengan hasil seperti yang diharapkan. Robbins dalam Moeheriono 2009:61 mengatakan bahwa kinerja
merupakan fungsi interaksi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan.
Kinerja merupakan hal yang sangat penting dalam suatu perusahaan untuk mencapai tujuannya. Kinerja dapat berjalan baik dan meningkat apabila karyawan
mendapatkan gaji sesuai harapan, mendapatkan pelatihan dan pengembangan,
lingkungan kerja yang kondusif, mendapat perlakuan yang sama, penempatan karyawan sesuai dengan keahliannya serta terdapat umpan balik dari perusahaan.
Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Mangkunegara 2005:68, berpendapat bahwa “ada hubungan yang positif antara
motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi adalah suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik–baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja
kinerja dengan predikat terpuji. Mangkunegara 2005:68, mengemukakan enam karakteristik dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu :
1. memiliki tanggung jawab yang tinggi,
2. berani mengambil resiko,
3. memiliki tujuan yang realistis,
4. memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk
merealisasikan tujuan, 5.
memanfaatkan umpan baik yang konkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan,
6. mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah
diprogramkan.
2.1.2. Penilaian Kinerja
Dalam organisasi yang modern penilaian kinerja memberikan kontribusi penting bagi perusahaan untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan dan standar–
standar kinerja dan memotivasi individu di waktu yang akan datang. Untuk mengetahui kinerja seorang karyawan diperlukan penilaian kinerja. Menurut
Handoko 2000:135 penilaian kinerja adalah suatu proses dimana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi anggota organisasi yang salah satu
kegunaannya adalah untuk memperbaiki kinerja. Jadi Penilaian kinerja adalah cara mengukur pelaksanaan kerja masing-masing individu yang berguna untuk
pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, dan individu secara khusus.
2.1.3. Tujuan Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja sangat penting bagi setiap perusahaan dalam mengevaluasi hasil kerja masing-masing karyawan. Adapun tujuan penilaian kinerja menurut
Dharma 2001:150 adalah pertanggungjawaban dan pengembangan. 1.
Pertanggungjawaban Apabila standard dan sasaran digunakan sebagai alat pengukur
pertanggungjawaban, maka dasar untuk pengambilam keputusan kenaikan gaji atau upah, promosi, penugasan khusus, dan sebagainya adalah kualitas
hasil pekerjaan karyawan yang bersangkutan. 2.
Pengembangan Jika standard dan sasaran digunakan sebagai alat untuk keperluan
pengembangan, hal itu mengacu pada dukungan yang diperlukan kartawan dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Dukungan itu dapat berupa
pelatihan, bimbingan, atau bantuan lainnya.
2.1.4. Manfaat Penilaian Kinerja
Setiap karyawan di sebuah perusahaan merasa bahwa hasil kerja mereka dalam melaksanakan kewajiban dan tugas tidak terlepas dari penilaian atasan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Penilaian kinerja digunakan untuk mengetahui kinerja seorang karyawan serta untuk melihat bagaimana perbaikan
ataupun pengembangan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja tersebut kearah yang lebih baik. Rivai 2005:55 manfaat penilaian kinerja terdiri dari
manfaat bagi karyawan, manfaat bagi penilai, dan manfaat bagi perusahaan. 1.
Adapun manfaat penilaian kinerja bagi karyawan yang dinilai antara lain adalah:
a. meningkatkan motivasi,
b. meningkatkan kepuasan kerja,
c. adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan,
d. adanya kesempatan berkomunikasi keatas,
e. peningkatan pengertian tentang nilai pribadi.
2. Adapun manfaat penilaian kinerja bagi penilai antara lain adalah:
a. meningkatkan kepuasan kerja,
b. kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan,
c. kecenderungan kinerja karyawan,
d. meningkatkan kepuasan kerja baik dari para manajer ataupun
karyawan, e.
sebagai sarana meningkatkan motivasi karyawan, f.
bisa mengidentifikasikan kesempatan untuk rotasi karyawan, 3.
Adapun manfaat penilaian kinerja bagi perusahaan antara lain adalah: a.
untuk memperbaiki seluruh simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan,
b. untuk meningkatkan kualitas komunikasi,
c. untuk meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan,
d. untuk meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas
yang dilakukan untuk masing–masing karyawan. Menurut Hasibuan 2002:59 adapun unsur-unsur yang digunakan dalam
penilaian kinerja karyawan disuatu perusahaan adalah prestasi, kedisiplinan, kreativitas, bekerja sama, kecakapan dan tanggung jawab.
1. Prestasi
Penilaian hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan karyawan.
2. Kedisiplinan
Penilaian disiplin dalam mematuhi peraturan–peraturan yang ada dan melakukan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya.
3. Kreativitas
Penilaian kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreatifitas untuk menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat bekerja lebih berdaya guna
dan berhasil
guna. 4.
Bekerja sama Penilaian kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerjasama dengan
karyawan lain secara vertikal atau horizontal didalam maupun diluar sehingga hasik pekerjaanya lebih baik.
5. Kecakapan
Penilaian dalam menyatukan dan melaraskan bermacam–macam elemen yang terlibat dalam menyusun kebijaksaaan dan dalam situasi manajemen.
6. Tanggung jawab
Penilaian kesediaan karyawan dalam mempertanggung jawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang
digunakan, serta perilaku pekerjaannya.
2.2. Teori Tentang Motivasi 2.2.1. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi motivation dalam manajemen hanya ditujukan kepada
sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Dalam melakukan suatu pekerjaan setiap karyawan membutuhkan motivasi. Motivasi mempersoalkan
bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah
ditentukan, Hasibuan 2012:141. Dengan motivasi yang tepat, karyawan akan terdorong untuk berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya
karena karyawan meyakini bahwa dengan keberhasilan perusahaan mencapai tujuan dan sasarannya, maka kepentingan-kepentingan pribadi masing-masing
karyawan tersebut akan dapat tercapai juga. Hal ini merupakan hubungan timbal balik antara karyawan dan perusahaan tempatnya bekerja. Abraham Sperling
dalam Mangkunegara 2001:93 mengemukakan bahwa motivasi itu didefinisikan sebagai suatu kecendrungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri
drive dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Robbins dalam Wibowo 2011:378 menyatakan bahwa motivasi sebagai
proses yang menyebabkan intensitas intensity, arah direction, dan usaha terus menerus persistence individu menuju pencapaian tujuan. Oleh karena itu,
motivasi dapat berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatankegiatan yang berlangsung secara wajar.
Winardi 2007:6, mendefenisikan motivasi adalah suatu kekuatan potensial yang
ada didalam diri seorang manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya sekitar imbalan
moneter dan nonmoneter, yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau secara negatif, hal mana tergantung pada situasi dan kondisi yang
dihadapi orang yang bersangkutan. Berdasarkan pendapat para ahli diatas bisa dilihat bahwa tidak ada motivasi jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan
kepuasan serta keseimbangan. Rangsangan terhadap hal tersebut akan menumbuhkan tingkat motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh akan menjadi
dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan. Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam diri karyawan yang perlu dipenuhi agar karyawan
tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan karyawan agar mampu mencapai tujuan dari
motifnya. Jadi Motivasi diperlukan sebagai pengarah, pendorong dan penggerak karyawan agar mampu melakukan kegiatan-kegiatan perusahaan dengan sebaik-
baiknya dan menyisihkan kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan perusahaan yang telah ditentukan.
2.2.2. Teori Motivasi
Teori motivasi merupakan teori yang membicarakan bagaimana motivasi manusia di dalam melaksanakan pekerjaan dan mencapi tujuan, yang dipengaruhi
oleh berbagai faktor pembentuk terciptanya motivasi. Ada beberapa teori motivasi yang dikembangkan oleh pakar ilmu perilaku administrasi yang menurut Gibson
dkk dalam Hasibuan 2012:152 secara umum dikelompokkan pada dua kategori yaitu teori kepuasan dan teori proses.
1. Teori kepuasan Content Theory, yang memusatkan perhatian kepada
faktor dalam diri orang yang menguatkan energize, mengarahkan direct, mendukung sustain dan menghentikan stop perilaku petugas.
2. Teori proses Process Theory menguraikan dan menganalisa bagaimana
perilaku itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan. Adapun teori kepuasan yang dikemukakan diatas didalamnya terdiri dari Teori
Hierarki Kebutuhan dari Abraham Maslow, Teori Dua Faktor dari Herzberg, Teori ERG Existence, Relatedness, Growth dari Alderfer dan Teori Kebutuhan
dari McClelland.
A. Teori Hierarki Kebutuhan dari Abraham Maslow
Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas manusia bekerja adalah karena adanya kebutuhan yang relatif tidak terpenuhi yang disebabkan adanya
faktor keterbatasan manusia itu sendiri, untuk memenuhi kebutuhannya itu manusia bekerja sama dengan orang lain dengan memasuki suatu organisasi. Hal
ini yang menjadi dasar bagi Maslow 1943 dengan mengemukakan teori hierarki kebutuhan sebagai salah satu sebab timbulnya motivasi karyawan. Maslow
berpendapat bahwa kebutuhan manusia itu berjenjang. Abraham Maslow dalam Hasibuan 2012:154 membagi motivasi ke dalam lima tingkat kebutuhan,
diantaranya : a. Kebutuhan fisik dan biologis yaitu kebutuhan untuk makan, minum, pakaian, tempat tinggal, udara dan kebutuhan fisik lainnya kebutuhan
untuk mempertahankan hidup. b. Kebutuhan akan keamanan yaitu, kebutuhan yang meliputi keamanan jiwa dan keamanan harta benda. c. Kebutuhan sosial
yaitu kebutuhan akan pertemanan, interaksi, dicintai dan mencintai serta diterima
lingkungan pergaulan. d. Kebutuhan akan penghargaan atau prestasi yaitu kebutuhan yang berupa status, kedudukan dan pengakuan. e. Kebutuhan akan
aktualisasi diri yaitu kebutuhan dalam menggunakan kemampuan, skill, dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dan mengkritik terhadap sesuatu.
Pada hakikatnya manusia tidak pernah puas pada tingkat kebutuhan- kebutuhan yang diperolehnya. Apabila kebutuhan tingkat pertama terpenuhi,
maka kebutuhan tingkat kedua akan muncul menjadi kebutuhan yang utama, begitu seterusnya.
B. Teori Dua Faktor dari Herzberg.
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg 1950 yang merupakan pengembangan dari teori hierarki kebutuhan menurut Maslow. Teori
Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hierarki
kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi,
pemerkayaan pekerjaan Leidecker and Hall dalam Timpe, 2002. Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai
Industri, Herzberg dalam Hasibuan 2012:157 mengembangkan teori motivasi dua faktor. Menurut teori ini ada dua faktor kebutuhan yang mempengaruhi
kondisi pekerjaan seseorang yaitu faktor motivasi dan faktor pemeliharaan. 1.
Faktor Motivasi motivation factors adalah faktor yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang adalah faktor yang meliputi serangkaian
kondisi instrinsik, kepuasan pekerjaan, yang apabila terdapat didalam
pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Serangkaian faktor ini
dinamakan satisfiers atau motivators yang meliputi prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan dan pengembangan potensi
individu. 2.
Faktor Pemeliharaan maintenance factors adalah faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman
dan kesehatan badaniah. Faktor-faktor pemeliharaan meliputi supervisi yang menyenangkan, kepastian pekerjaan, kondisi kerja fisik dan lain-lain.
Hilangnya faktor ini dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dissatisfiers = faktor higienis.
Teori Herzberg ini membagi karyawan dibagi menjadi dua golongan yaitu mereka yang termotivasi oleh faktor-faktor intrinsik, yaitu daya dorong yang
timbul dari dalam diri masing-masing, dan faktor-faktor ekstrinsik, yaitu pendorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi
tempatnya berkarya. Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan lebih menyukai pekerjaan yang memungkinkannya menggunakan kreativitasnya,
sedangkan karyawan yang termotivasi secara ekstrinsik cenderung lebih melihat apa yang akan diberikan organisasi kepadanya dan kinerjanya diarahkan kepada
perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi Siagian, 2009:107. Menurut Herzberg dalam Hasibuan 2012:158 cara terbaik untuk memotivasi
karyawan adalah dengan memasukkan unsur tantangan dan kesempatan guna mencapai keberhasilan dalam pekerjaan mereka.
C. Teori ERG
Existence, Relatedness, Growth dari Alderfer
Teori ERG Existence, Relatedness, dan Growth dikemukakan oleh Clayton Aldefer 1960. Aldefer dalam Siagian 2009:108 menganggap bahwa
kebutuhan manusia memiliki tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu Eksistensi, Hubungan dan Pertumbuhan.
a. Existence
eksistensi adalah kebutuhan yang berkaitan dengan pemuasan kebutuhan materi yang diperlukan dalam mempertahankan eksistensi
seseorang.akan pemberian persyaratan keberadaan materiil dasar. Contohnya kebutuhan psikologis dan keamanan.
b. Relatednes
keterhubungan adalah kebutuhan yang berkaitan dengan pentingnya pemeliharaan hubungan interpersonal. Contohnya kebutuhan
sosial dan penghargaan. c.
Growth pertumbuhan adalah kebutuhan untuk mengembangkan diri secara
intelektual. Contohnya kebutuhan aktualisasi diri. Ketiga kelompok yang dikemukakan ini dapat timbul secara simultan dan
pemuasannya pun tidak dapat dilakukan sepotong-sepotong, akan tetapi ketiga- tiganya sekaligus, meskipun mungkin dengan intensitas yang berbeda-beda
Siagian, 2009:108. Kebutuhan-kebutuhan tingkat lebih tinggi dianggap mempengaruhi keinginan akan kebutuhan-kebutuhan tingkat lebih rendah
Winardi, 2007:78.
D. Teori Kebutuhan dari McClelland
Teori kebutuhan McClelland dikemukakan oleh David McClelland. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan. Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut
Mc.Clelland dalam Hasibuan 2012 adalah kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi, dan kebutuhan akan kekuasaan.
1. Kebutuhan akan prestasi need for achievement.
Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena kebutuhan akan prestasi akan
mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya guna mencapai prestasi
kerja yang maksimal, dan dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar yang akhirnya bisa memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. 2.
Kebutuhan akan afiliasi need for affiliation. Kebutuhan akan afiliasi menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat
bekerja seseorang. Karena kebutuhan akan afiliasi ini akan merangsang gairah bekerja seseorang yang menginginkan kebutuhan akan perasaan
diterima oleh orang lain, perasaan dihormati, perasaan maju dan tidak gagal, dan perasaan ikut serta.
3. Kebutuhan akan kekuasaan need for power.
Kebutuhan akan kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Kebutuhan akan kekuasaan akan merangsang dan
memotivasi gairah kerja seseorang serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik.
Seseorang dengan kebutuhan akan kekuasaan yang tinggi akan bersemangat bekerja apabila bisa mengendalikan orang yang ada disekitarnya.
Selain adanya teori kepuasan yang sudah diuraikan diatas, ada teori lain yang juga mempengaruhi motivasi yaitu disebut juga teori proses yang didalamnya terdiri
atas Teori Harapan Expectancy Theory dan Teori Keadilan Equity Theory.
A. Teori Harapan
Expectancy Theory
Teori harapan
expectancy theory ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom 1964. Vroom dalam Hasibuan 2012:165 mendasarkan teorinya pada tiga
konsep penting, yaitu harapan, nilai dan pertautan. a.
Harapan expectancy adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku. Harapan dinyatakan dalam probabilitas kemungkinan.
b. Nilai valence adalah akibat dari perilku tertentu mempunyai nilaimartabat
tertentu daya atau nilai memotivasi bagi setiap individu tertentu. c.
Pertautan instrumentality adalah persepsi individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.
Teori ini merupakan proses sebab dan akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya. Hasil yang dicapai tercermin pada
bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang. Teori ini berpendapat bahwa motivasi seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada
masa depan. Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya, jika harapan tidak tercapai, karyawan
akan menjadi malas Hasibuan, 2012:165.
B. Teori Keadilan
Equity Theory
Teori keadilan ini merupakan model tentang motivasi yang menerapkan bagaimana orang-orang berupaya mendapatkan kelayakan dan keadilan dalam
pertukaran-pertukaran sosial atau hubungan-hubungan memberi-menerima Winardi, 2007:94. Ketidakadilan akan ditanggapi dengan bermacam-macam
perilaku negatif yang merugikan perusahaan seperti penurunan prestasi kerja, mogok, tidak bertanggung jawabnya karyawan akan tugasnya dan sebagainya. Inti
dari teori ini adalah karyawan membandingkan usaha mereka terhadap imbalan yang diterima karyawan lainnya dalam situasi kerja yang relatif sama. Disisi lain
karyawan juga membandingkan pengorbanan mereka dengan besarnya imbalan yang mereka peroleh. Apabila mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja,
maka mereka termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya. Berdasarkan pembahasan tentang berbagai teori motivasi dan kebutuhan-
kebutuhan yang mendorong manusia melakukan tingkah laku dan pekerjaan, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi karyawan adalah keseluruhan daya
penggerak atau tenaga pendorong baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri yang menimbulkan adanya keinginan untuk melakukan suatu kegiatan atau
aktivitas yang positif dalam menjalankan tugas sebagai karyawan suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Faktor motivasi dibedakan menjadi dua, yang pertama dinamakan situasi motivasi yang “subjective” atau faktor intrinsik dan yang kedua adalah faktor
“objective” atau faktor ekstrinsik. Faktor-faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul dari individu karyawan dengan pekerjaanya. Faktor tersebut diantaranya
meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas, memperoleh pengakuan atas prestasinya, memperoleh tanggung jawab yang lebih besar dan memperoleh
kemajuan kedudukan melalui promosi jabatan. Sejauh mana semuanya itu dapat terpenuhi secara positif bagi karyawan, maka sejauh itu pula dorongandaya
motivasinya untuk bekerja bagi tercapainya tujuan organisasi. Penting diketahui bahwa manusia termotivasi untuk bekerja dengan
bergairah ataupun bersemangat tinggi, apabila ia memiliki keyakinan akan terpenuhinya harapan-harapan yang ia inginkan serta tingkat manfaat yang akan
diperolehnya dari pekerjaan tersebut. Faktor-faktor motivasi yang digunakan dalam penelitian ini dikutip dari teori motivasi dua faktor Herzberg. Adapun yang
merupakan faktor-faktor motivasi menurut Herzberg dalam Hasibuan 2005:158 yang disebut faktor intrinsik adalah tanggung jawab, prestasi yang diraih,
pengakuan orang lain, pekerjaan itu sendiri, pengembangan potensi individu, kemajuan.
1. Tanggung jawab Responsibility. Setiap orang ingin diikutsertakan dan
ingin diakui sebagai orang yang berpotensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang
lebih besar. 2.
Prestasi yang diraih Achievement. Setiap orang menginginkan keberhasilan
dalam setiap kegiatan. Pencapaian prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-
tugas berikutnya.
3. Pengakuan orang lain Recognition. Pengakuan terhadap prestasi
merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.
4. Pekerjaan itu sendiri The work it self. Pekerjaan itu sendiri merupakan
faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup
menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi karyawan, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi
untuk berforma tinggi, Leidecker dan Hall dala Timpe 2002. 5.
Pengembangan potensi individu The possibility of growth. Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya
misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk
tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih giat dalam bekerja, Rivai 2008.
6. Kemajuan Advancement. Peluang untuk maju merupakan pengembangan
potensi diri seorang karyawan dalam melakukan pekerjaan, karena setiap karyawan menginginkan adanya promosi kejenjang yang lebih tinggi,
mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalaman dalam bekerja. Faktor yang berhubungan dengan ketidakpuasan dalam bekerja menurut Herzberg
dalam Luthans 2003 dihubungkan oleh faktor ekstrinsik seperti gaji, keamanan dan keselamatan kerja, kondisi kerja, hubungan kerja, prosedur perusahaan dan
status.
1. Gaji. Menurut Robert W Braid dalam Timpe 2002 tidak ada satu
organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem
kompensasi yang realitis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi karyawan.
2. Keamanan dan keselamatan kerja. Kebutuhan akan keamanan dapat
diperoleh melalui kelangsungan kerja, Maslow dalam Robin 2007. 3.
Kondisi kerja. Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan
produktif dalam bekerja sehari-hari. 4.
Hubungan kerja. Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara
sesama karyawan maupun atasan dan bawahan. Robin, 2007. 5.
Prosedur perusahaan. Keadilan dan kebijakasanaan dalam mengahadapi pekerja, serta pemberian evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja
juga merupakan pengaruh terhadap motivasi pekerja, Gilmer dalam Wahjosumidjo, 1994.
6. Status adalah posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang
diberikan kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain Status pekerja mempengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang
diperoleh dari pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat
menunjukkan statusnya Myers dalam Robin 2007.
2.2.4. Manfaat Motivasi
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu manfaat yang diperoleh karena
bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang ditetapkan dan
dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya. Sesuatu yang dikerjakan dengan adanya motivasi yang
mendorongnya akan membuat orang senang melakukannya. Orang pun akan merasa dihargai atau diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul
berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target
yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya
akan tinggi Arep dan Tanjung: 2003:16.
2.3. Kompensasi 2.3.1. Pengertian Kompensasi
Pada mulanya segala bentuk usaha yang dilakukan oleh setiap karyawan pasti mempunyai maksud dan tujuan tertentu, misalnya keinginan untuk lebih
maju dan berprestasi baik serta ingin mendapatkan hasil yang lebih besar dari pada sebelumnya. Untuk dapat melaksanakan maksud dan tujuan tersebut
dibutuhkan adanya suatu dorongan yang berasal dari dalam diri karyawan itu sendiri maupun dorongan dari luar. Dorongan yang sberasal dari luar tersebut
dapat berasal dari pimpinan perusahaan, misalnya dengan adanya pemberian
tambahan yang dapat berupa uang, barang dan sebagainya. Dimana hal ini disebut dengan istilah kompensasi.
Menurut Werther dan Davis dalam Wibowo 2011:348 kompensasi adalah apa yang diterima pekerja sebagai tukaran atas kontribusinya kepada
organisasi, sedangkan menurut Wibowo 2011:348 kompensasi merupakan jumlah paket yang ditawarkan organisasi kepada pekerja sebagai imbalan atas
penggunaan tenaga kerjanya.
2.3.2 Jenis - jenis Kompensasi
Kompensasi dapat digolongkan atas dua cara, seperti yang dipaparkan oleh Wibowo 2011:348 dilihat dari cara pemberiannya yaitu kompensasi langsung
dan kompensasi tidak langsung. 1.
Kompensasi langsung adalah kompensasi manajemen seperti upah, gaji, atau pay for performance, seperti insentif dan gain sharing.
2. Kompensasi tidak langsung adalah dapat berupa tunjangan atau jaminan
keamanan dan kesehatan. Dari pembagian jenis-jenis kompensasi di atas, banyak balas jasa yang
diterima karyawan atas pelaksanaan pekerjaannya dan dari hasil yang mereka lakukan. Kompensasi ditujukan sebagai balasan jasa dan hasil kerja karyawan
agar karyawan mempunyai kinerja yang baik lagi untuk pencapaian tujuan organiasi. Kinerja dan produktivitas perusahaan akan meningkat dikarenakan dari
hasil kerja karyawan yang bekerja optimal.
2.3.3. Macam-macam Kompensasi
Pada dasarnya kompensasi itu terdiri dari bermacam-macam bentuk, adapun
macam-macam bentuk kompensasi menurut Wibowo 2011:352 adalah upah dan gaji, insentif, penghargaan dan tunjangan.
1. Upah dan gaji
Upah dan Gaji pada umumnya diberikan atas kinerja yang telah dilakukan berdasarkan standar kinerja yang ditetapkan maupun disetujui berdasarkan
personal contract . Upah biasanya diberikan pada pekerja pada tingkat
bawah sebagai kompensasi atas waktu yang telah diserahkan, sedangkan gaji diberikan sebagai kompensasi atas tanggung jawabnya terhadap
pekerjaan tertentu dari pekerja pada tingkatan yang lebih tinggi. 2.
Insentif menurut Terry, G dalam Hasibuan, 2012:184 “Latterally incentive means that wich incitas or a tendency to incite action
”. Insentif merupakan sesuatu yang merangsang atau mempunyai kecenderungan minat untuk
bekerja. 3.
Penghargaan atau reward adalah tambahan penerimaan yang lain yang diberikan pimpinan sebagai upaya untuk lebih menghargai kinerja
pekerjaannya. 4.
Tunjangan atau benefits yaitu kompensasi lain diluar gaji dan upah yang dapat berupa rencana pensiun pekerja, dan jaminan sosial.
2.3.4. Tujuan Pemberian Kompensasi
Pemberian kompensasi bertujuan untuk membantu organisasi mencapai keberhasilan strategis sambil memastikan keadilan internal yaitu memastikan
bahwa jabatan yang lebih menantang atau orang yang mempunyai kualifikasi lebih baik dalam organisasi dibayar lebih tinggi dan keadilan eksternal yaitu
menjamin bahwa pekerjaan mendapatkan kompensasi secara adil dalam perbandingan dengan pekerjaan yang sama di pasar tenaga kerja Wibowo,
2011:349. Tujuan pemberian kompensasi menurut Werther dan Davis dalam Wibowo, 2011:350 adalah sebagai berikut:
1. memperoleh personel berkualitas, yaitu tingkat pembayaran harus tanggap
terhadap permintaan dan penawaran tenaga kerja dipasar kerja karena harus bersaing mendapatkan tenaga kerja,
2. mempertahankan karyawan yang ada, yaitu perlu dipertimbangkan mana
yang lebih baik dan menguntungkan antara meningkatkan kompensasi dengan mencari pekerja baru dengan konsekuensi harus melatih kembali
pekerja baru, 3.
memastikan keadilan, yaitu berusaha keras menjaga keadilan internal dan eksternal,
4. menghargai perilaku yang diinginkan, yaitu menghargai kinerja, loyalitas,
keahlian dan tanggung jawab, 5.
mengawasi biaya, yaitu memelihara dan mempertahankan pekerja pada biaya yang wajar,
6. mematuhi peraturan, yaitu sistem upah gaji yang baik mempertimbangkan
tantangan legal pemerintah dan memastikan pemenuhan pekerja, 7.
memfasilitasi saling pengertian, yaitu sistem kompensasi harus mudah dipahami, dengan demikian terbuka saling pengertian dan menghindari
kesalahan persepsi,
8. efesiensi administrasi selanjutnya, yaitu program upah gaji harus dirancang
dapat dikelola secara efisien.
2.4. Kepemimpinan 2.4.1 Pengertian Kepemimpian
Kepemimpinan menurut Rauch dan Behling dalam Sofyandi dan Garniwa, 2007:174 adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang
diorganisaskan ke arah pencapaian tujuan, kemudian menurut Siagian 2009:62. Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain,
dalam hal ini para bawahannya sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpinan meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak
disenanginya. Jika definisi itu disimak dengan cermat akan terlihat paling sedikit tiga hal Siagian, 2009:63, yaitu :
1. dari seseorang yang menduduki jabatan pemimpin dituntut kemampuan
tertentu yang tidak dimiliki oleh sumber daya manusia lainnya dalam organisasi,
2. kepengikutan sebagai elemen penting dalam penting dalam menjalankan
kepemimpinan, dan 3.
kemampuan mengubah “egosentrisme” para bawahan menjadi “organisasi- sentrisme”.
Selanjutnya menurut Istianto 2009:87 ada beberapa definisi kepemimpinan yang dapat mewakili tentang kepemimpinan, yaitu sebagai berikut :
1. kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam memimpin sedangkan
pemimpin adalah orangnya yang memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain sehingga orang lain tersebut mengikuti apa yang diinginkannya. Oleh karena itu pemimpin harus mampu mengatur dan
mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama, 2.
kepemimpinan adalah dimana seorang pemimpin harus mampu mengatur dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama,
3. kepemimpinan merupakan subjek yang penting di dalam manajemen dan
ilmu administrasi karena kepemimpinan terkait dengan hubungan antara atasan dan bawahan di dalam organisasi,
4. kepemimpinan merupakan proses berorientasi kepada manusia dan dapat
diukur dari pengaruhnya terhadap perilaku organisasi, 5.
kepemimpinan pemerintahan adalah sikap, perilaku dan kegiatan pemimpin pemrintahan di pusat dan daerah dalam upaya mencapai tujuan
penyelenggaraan pemerintahan negara.
2.4.2. Tipologi Kepemimpinan
Dalam Konteks kehidupan organisasi, manajer dan pemimpin merupakan dua hal yang berbeda. Dengan kata lain tidak semua pemimpin menduduki jabatan
manajerial dan sebaliknya tidak semua manajer adalah pemimpin, maka dalam suatu perusahaan atau organisasi diperlukan kepemimpinan yang tangguh
sekaligus berperan sebagai manajer yang handal Siagian, 2009:64. Menurut Siagian 2009:75 dari berbagai studi kepemimpinan diketahui ada lima tipe
pemimpin, masing-masing dengan ciri-cirinya, lima tipe itu adalah a. tipe otoriter; b. tipe paternalistik; c. tipe laissez faire; d. tipe demokratik; e. tipe
kharismatik.
1. Tipe Otoriter
Pemimpin yang tergolong sebagai orang yang otoriter memiliki ciri-ciri pada umumnya negatif. Tipe ini suka dengan penonjolan diri yang berlebihan
sebagai simbol keberadaan organisasi hingga cenderung bersikap bahwa dirinya dan organisasi adalah identik, gemar menonjolkan diri sebagai
penguasa tunggal dalam organisasi, dan selalu dihinggapi penyakit megalomaniac
yaitu gila kehormatan, menerapkan disiplin organisasi yang keras dan menjalankan dengan sikap yang kaku.
2. Tipe Paternalistik
Tipe ini merupakan tipe yang penonjolan keberadaannya sebagai simbol organisasi, sering menonjolkan sikap paling mengetahui, memperlakukan
para bawahan sebagai seorang yang belum dewasa, dan melakukan pengawasan yang ketat pada bawahannya.
3. Tipe Laissez Faire
Tipe ini pemimpin bergaya santai yang berangkat dari pandangan bahwa organisasi tidak menghadapi masalah yang serius dan kalaupun ada dapat
ditemukan penyelesaiannya, tidak senang mengambil resiko, gemar melimpahkan wewenang kepada para bawahannya, senang mengobral pujian
dan memperlakukan bawahan sebagai rekan. 4.
Tipe Demokratik Tipe ini pemimpin mengakui harkat dan martabat manusia, menerima
pendapat yang mengatakan sumber daya manusia merupakan unsur yang paling strategik dalam organisasi, para bawahannya adalah insan dengan jati
diri yang khas, demokratik dan tangguh dalam membaca situasi, gaya kepemimpinannya rela dan mau melimpahkan wewenang keputusan kepada
para bawahannya, mendrong para bawahan mengembangkan kreativitas dan bersifat mendidik serta membina.
5. Tipe Kharismatik
Tipe ini adalah pemimpin bersedia membuat komitmen, mengambil resiko pribadi, mempertaruhkan reputasi, membayar ongos tinggi dan memberikan
pengorbanan yang diperlukan demi terwujudnya visi yang ditetapkannya.
2.4.3. Teori Kepemimpinan.
Kepemimpinan mempunyai peran yang dominan dan penting dalam aspek peningkatan kinerja bawahan yang disini adalah karyawan dalam perusahaan itu
sendiri. Berikut ini ada tiga jenis teori kepemimpinan yang menonjol menurut Siagian 2009:83 ialah : a. teori ciri-ciri; b. teori keprilakuan; c. teori
situasional. a.
Teori ciri-ciri Dalam teori ini pemimpin mempunyai pengetahuan yang luas, berpikir
inkuisitif dan analitik, mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik, rasionalitas, bernaluri tepat waktu, mempunyai peranan sebagai panutan,
menjadi pendengar yang baik, fleksibilitas, tegas, proaktif, antisipatif, dan visionaris. Dalam konteks ini betapapun matangnya persiapan seseorang
menduduki posisi manajerial dan kepemimpinan, tidak ada seorang pun yang harus memiliki semua ciri itu.
b. Teori Keperilakuan
Dalam teori ini pandangan yang mengatakan bahwa kepemimpinan seseorang pada tingkat yang dominan ditentukan oleh kemampuannya untuk
menekankan orientasi manusia di satu pihak dan orientasi tugas di pihak lain, jadi penggunaan alternatif yang tepat akan mendorong para karyawan
meningkatkan kinerjanya. c.
Teori Situasional Dalam teori ini kepemimpinan terdiri dari dua gaya, yaitu gaya situasional
yang dikaitkan dengan tugas dan hubungan dan gaya yang dikaitkan dengan tingkat kedewasaan para bawahannya.
2.5. Komitmen Organisasi 2.5.1. Pengertian Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi menurut Mahis dan Jackson dalam Sopiah, 2008:155 adalah ”Organizational Commitment is the degree to which employees
believe in and accept organizational goals and desire to remain with the organization
”, yaitu komitmen organisasional adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak
akan meninggalkan organisasi, sedangkan Menurut Mowday dalam Sopiah, 2008:155 Komitmen kerja sebagai istilah lain dari komitmen organisasional.
Komitmen organisasional merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai
anggota organisasi. Komitmen organisasional merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi. Komitmen
organisasional adalah keinginan anggota organisasi untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia berusaha keras bagi pencapaian
tujuan organisasi. Lincoln dalam Sopiah, 2008:155 memberikan definisi bahwa
komitmen organisasional mencakup kebanggaan anggota, kesetiaan anggota, dan kemauan anggota pada organisasi. Sedangkan menurut Blau dan
Boal dalam Sopiah, 2008:155 komitmen organisasional didifinisikan sebagai suatu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka dari karyawan
terhadap organisasi. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi
yang ditandai dengan adanya : 1.
sebuah kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai dari organisasi,
2. sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna
kepentingan organisasi, 3.
sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi.
2.5.2 Bentuk Komitmen Organisasi
Ada beberapa bentuk komitmen organisasi, seperti yang dikemukakan oleh Kanter dalam Sopiah, 2008:158, kanter mengemukakan bahwa :
1. komitmen berkesinambungan continuance commitment, yaitu komitmen
yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan
berinvestasi pada organisasi,
2. komitmen terpadu cohesion commitment, yaitu komitmen anggota
terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya bahwa norma-
norma yang dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaat, 3.
komitmen terkontrol control commitment, yaitu komitmen anggota pada norma anggota organisasi yang memberikan perilaku yang diinginkannya.
Norma yang dimiliki organisasi mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya.
Menurut Meyer, Allen, dan Smith dalam Sopiah, 2008:157 mengemukakan tiga komponen komitmen organisasional, yaitu:
1. affective commitment terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari
organisasi karena adanya ikatan emosional; 2.
Continuance commitment muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan lain, atau karena
tidak menemukan pekerjaan lain; 3.
Normative commitment timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran
bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya
dilakukan.
2.5.3. Faktor yang mempengaruhi Komitmen Organisasi
Menurut Mowday dalam Januarti dan Bunyaanudin, 2006:15 mengemukakan bahwa komitmen organisasi terbangun bila tiap individu
mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap organisasi dan atau
profesi yaitu : Identification yaitu pemahaman atau penghayatan dari tujuan organisasi, Involment yaitu perasaan terlibat dalam suatu pekerjaan atau perasaan
bahwa pekerjaannya adalah menyenangkan, dan Loyality yaitu perasaan bahwa organisasi adalah tempat bekerja dan tempat tinggal. David dalam Sopiah,
2008:163 mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu faktor personal, karakteristik pekerjaan, karekteristik
struktur dan pengalaman kerja. 1.
Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian.
2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan, konflik, peran,
tingkat kesulitan dalam pekerjaan. 3.
Karekteristik struktur, misalnya besarkecilnya organisasi, bentuk organisasi sentralisasidesentralisasi, kehadiran serikat pekerja.
4. Pengalaman kerja, pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap
tingkat komitmen karyawan pada organisasi.
2.6. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mendapat ide dan pengetahuan dari penelitian terdahulu yang beragam dari peneliti sebelumnya. Review atas penelitian terdahulu dapat dilihat
pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
1 Narani C2C006067
Variabel Dependen : Pemberdayaan,
Motivasi, dan Kinerja Penilaian
dampak umpan balik Independen :
Insentif Hasil penelitian menunjukkan
bahwa semua hipotesis yang diajukan diterima. Hipotesis 1
menunjukkan bahwa umpan balik secara signifikan
berpengaruh positif terhadap pemberdayaan. Hipotesis 2
menunjukkan bahwa sistem penghargaan secara signifikan
berpengaruh positif terhadap pemberdayaan. Hipotesis 3
menunjukkan bahwa pemberdayaan secara signifikan
berpengaruh positif terhadap motivasi dan hipotesis 4
menunjukkan bahwa motivasi secara signifikan berpengaruh
positif terhadap kinerja karyawan.
2 Reindi 080502204
Variebl Independen : Motivasi, Insentif,
Kepemimpinan, dan Lingkungan Kerja
Variabel Dependen : Prestasi Kerja
Karyawan Motivasi, insentif,
kepemimpinan dan lingkungan kerja berpengaruh positif
terhadap prestasi kerja pada PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor
Cabang Pusat Medan Putri Hijau
3 Sawitri C2A607123
Variabel Independen : Motivasi, Komitmen
Organisasi dan Budaya Organisasi
Variabel Dependen: Kinerja Pegawai
Motivasi, Komitmen Organisasi dan Budaya Organisasi
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja
pegawai pada Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah
Narani C2C006067, Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Drake dkk. 2007 dan telah dimodifikasi oleh peneliti.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan pemberdayaan, motivasi, dan kinerja karyawan. Selain itu, dalam penelitian ini juga diuji dampak adanya
umpan balik dan sistem penghargaan pada karyawan nonmanajerial. Penelitian ini
menggunakan teknik random sampling dalam pengumpulan data. Data dikumpulkan dengan survey terhadap 160 karyawan level nonmanajerial pada
perusahaan swasta di Purwokerto. Data dianalisis menggunakan Model Persamaan Struktural dengan program AMOS 16.0. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa semua hipotesis yang diajukan diterima. Hipotesis 1 menunjukkan bahwa umpan balik secara signifikan berpengaruh positif terhadap pemberdayaan.
Hipotesis 2 menunjukkan bahwa sistem penghargaan secara signifikan berpengaruh positif terhadap pemberdayaan. Hipotesis 3 menunjukkan bahwa
pemberdayaan secara signifikan berpengaruh positif terhadap motivasi dan hipotesis 4 menunjukkan bahwa motivasi secara signifikan berpengaruh positif
terhadap kinerja karyawan. Reindi Yustikartini 080502204, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dan menganalisis Pengaruh Insentif, Kepemimpinan dan Lingkungan kerja terhadap Prestasi Kerja melalui Motivasi pada PT. Bank Rakyat Indonesia
Persero Tbk Kantor Cabang Pusat Medan Putri Hijau. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk. Teknik
Pengambilan sampel menggunakan metode simple random, yaitu sampel yang dipilih dengan kriteria tertentu. Pengujian Hipotesis dengan menggunakan metode
analisis deskriptif, metode analisis regresi linier berganda dengan taraf singnifikan 5 . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel bebas, yaitu variabel
insentif, kepemimpinan, lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja melalui motivasi pada karyawan PT. Bank Rakyat
Indonesia Persero Tbk. Pada pengujian secara serempak Uji F diketahui bahwa
variabel insentif, kepemimpinan, lingkungan kerja secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja melalui motivasi. Pada
pengujian secara parsial Uji t diketahui bahwa variabel lingkungan kerja dan insentif yang berpengaruh paling dominan terhadap prestasi kerja. Berdasarkan
nilai Adjusted R Square sebesar 65,5 prestasi kerja yang dapat dijelaskan oleh variabel insentif, kepemimpinan, lingkungan kerja, sedangkan sisanya 34,5
dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. R.A. Adi Puspa Sawitri C2A607123, Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh motivasi, komitmen organisasi, dan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai pada Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Sampel
dalam penelitian ini berjumlah 75 responden. Metode sampling yang digunakan adalah judgment sampling yang merupakan salah satu jenis purposive
sampling. Metode pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan wawancara. Teknik pengujian data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji validitas
dengan analisis faktor, uji reliabilitas dengan Alpha Cronbach. Uji asumsi klasik, analisis regresi linear berganda, uji t untuk menguji dan membuktikan
hipotesis penelitian. Data yang terkumpul diuji validitas dengan metode analisis faktor dan diuji reliabilitas dengan koefisien alpha Alpha Cronbach, dimana
hasilnya seluruh data dinyatakan valid dan reliabel. Hasil dari analisis dan pembahasan menunjukkan bahwa: 1 Motivasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja pegawai, 2 Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai, dan 3 Budaya organisai berpengaruh
positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja pegawai.
2.7. Kerangka Konseptual