HUBUNGAN ANTARA SELF REGULATED LEARNING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA JURUSAN PSIKOLOGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(1)

DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA

MAHASISWA JURUSAN PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Jurusan Psikologi

oleh Rizki Kurniawan

1511409067

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

HUBUNGAN ANTARA

SELF-REGULATED LEARNING

DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA

MAHASISWA JURUSAN PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Jurusan Psikologi

oleh Rizki Kurniawan

1511409067

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(3)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi yang berjudul “Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang” adalah benar-benar karya sendiri dan bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya. Pendapat atau hasil penelitian orang lain yang tercantum dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 22 Agustus 2013

Rizki Kurniawan 1511409067


(4)

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang” telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada hari Kamis, 22 Agustus 2013

Panitia Penguji Skripsi Ketua

Drs. Sutaryono, M.Pd

NIP. 19570825 198305 1 015

Sekretaris

Liftiah, S.Psi., M.Si

NIP. 19690415 199703 2 002 Penguji Utama

Sugiariyanti, S.Psi., M.A NIP. 19780419 200312 2 001 Penguji I/ Pembimbing I

Dr. Edy Purwanto, M.Si NIP. 19630121 198703 1 001

Penguji I/ Pembimbing II

Dyah Indah Noviyani, S.Psi., M.Psi NIP. 19771127 200912 2 005


(5)

MOTTO DAN PERUNTUKAN

MOTTO:

Perkenalkanlah dirimu sebagai orang yang baik dan bukan orang yang terkesan baik, kini, esok dan seterusnya. Balaslah kebaikan orang lain kepadamu dan berbagilah kebaikan kepada sesama agar kebaikan itu selalu ada padamu dan menjagamu. (Penulis)

Dimanapun kamu menginjakkan kaki untuk memulai kehidupan baru, maka yang pertama perlu kamu cari adalah saudara dan keluarga. (Orang Tua Penulis)

Jangan patah semangat walau apapun yang terjadi. Jika kita menyerah, maka habislah sudah. (Top Ittipat)

PERUNTUKAN:

Penulis peruntukan karya sederhana ini bagi: Bapak Rajikin dan Ibu Siti Aisyah

Kak Diah, Abang Uki, dan Adek Zaky Keluarga besar Alm. Matsam

Saudara Angkatku, Miftah Farid dan Suharni Sahabat IPA SMANSABUK Angkatan 2007 Teman-teman Psikologi UNNES Angkatan 2009


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt atas rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Self-Regulated Learning dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang”. Skripsi ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari peran berbagai pihak yang telah banyak membantu. Untuk itu, dengan penuh kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Hardjono, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang

2. Drs. Sutaryono, M.Pd selaku Ketua Panitia Sidang Penguji Skripsi

3. Sugiariyanti, S.Psi., M.A selaku Penguji Utama yang telah memberikan masukan dan penilaian terhadap skripsi penulis.

4. Dr. Edy Purwanto, M.Si selaku Ketua Jurusan Psikologi FIP UNNES dan Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan masukan selama proses penulisan skripsi ini.

5. Dyah Indah Noviyani, S.Psi,, M.Psi selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan masukan selama proses penulisan skripsi ini. 6. Rahmawati Prihastuty, S.Psi., M.Si sebagai Dosen pembimbing akademik

atas bimbingan, dan masukan selama penulis menempuh masa studi.

7. Seluruh Dosen dan Staf di Jurusan Psikologi yang telah berkenan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada penulis.


(7)

8. Mahasiswa Jurusan Psikologi angkatan 2006-2008 atas kesediaannya menjadi subjek dalam penelitian ini.

9. Teman-teman Psikologi angkatan 2009 (Khususnya Risandy, Maya, Handri, Silsilia, Ika, Atika, Anggi, Dinar, Zaenal, Murti dan Danang) yang bersama-sama dengan penulis menempuh studi dalam suka dan duka, serta atas doa dan dukungannya.

10. Bapak, Ibu, kakak, abang dan adek atas doa, kasih sayang, nasehat, dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

11. Keluarga Besar Alm. Matsam atas doa dan dukungan moril maupun materiil selama penulis menempuh masa studi.

12. Keluarga Ibu Rulita Hendriyani, S.Psi., M.Si dan Bapak Hendrajaya, S.E., M.M., Akt atas bantuan, motivasi, dan masukan kepada penulis.

13. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu penulis hingga akhir masa studi penulis.

Semoga segala kebaikan dan keikhlasan mendapat balasan dari Allah Swt. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi siapa saja yang membacanya dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Semarang, 22 Agustus 2013


(8)

ABSTRAK

Kurniawan, Rizki. 2013. Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang. Skripsi. Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Dr. Edy Purwanto, M.Si., dan Pembimbing II Dyah Indah Noviyani, S.Psi., M.Psi.

Kata kunci: Self-Regulated Learning, Prokrastinasi Akademik, Mahasiswa Jurusan Psikologi

Prokrastinasi akademik masih tetap terjadi hingga kini pada mahasiswa di perguruan tinggi. Prokrastinasi akademik menyebabkan dampak negatif secara psikologis, pada waktu, pada kegiatan akademik, dan hilangnya peluang. Dibutuhkan usaha aktif dan mandiri oleh mahasiswa yang membantu mengarahkan proses belajarnya sehingga dapat menghindari terjadinya prokrastinasi akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self-regulated learning dengan prokrastinasi akademik.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri semarang angkatan 2006 sampai dengan 2008. Jumlah sampel yaitu sebanyak 50 orang mahasiswa. Teknik sampling yang dipakai yaitu stratified random sampling. Data penelitian diambil menggunakan skala self-regulated learning dan skala prokrastinasi akademik. Skala self-regulated learning terdiri dari 63 aitem. Skala

self-regulated learning mempunyai koefisien validitas aitem antara 0,301 sampai dengan 0,697 dan koefisien reliabilitas sebesar 0,944. Adapun skala prokrastinasi akademik terdiri dari 32 aitem. Skala prokrastinasi akademik mempunyai koefisien validitas aitem antara 0,288 sampai dengan 0,731 dan koefisien reliabilitas sebesar 0,909.

Self-regulated learning mahasiswa Jurusan Psikologi dalam kategori sedang dengan indikator yang paling berpengaruh yaitu reherashing and memorizing. Adapun prokrastinasi akademik mahasiswa Jurusan Psikologi juga dalam kategori sedang dengan indikator yang paling berpengaruh yaitu penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi. Metode analisis menggunakan Product Moment dengan hasil koefisien korelasi (rxy) = -0,652

dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,01), hipotesis yang menyatakan “ada hubungan negatif antara self-regulated learning dengan prokrastinasi akademik” diterima. Semakin tinggi self-regulated learning maka semakin rendah prokrastinasi akademik dan semakin rendah self-regulated learning maka semakin rendah prokrastinasi akademik.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 13

1.3 Tujuan Penelitian ... 14

1.4 Manfaat Penelitian ... 14

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 14

1.4.2 Manfaat Praktis ... 14

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Akademik ... 16

2.1.1 Pengertian Prokrastinasi Akademik ... 16

2.1.2 Ciri-ciri Prokrastinasi Akademik ... 18


(10)

2.1.4 Teori Perkembangan Prokrastinasi Akademik ... 21

2.1.5 Faktor-faktor yang Menyebabkan Prokrastinasi ... 23

2.2 Self-Regulated Learning ... 26

2.2.1 Pengertian Self-Regulated Learning ... 26

2.2.2 Aspek-aspek dari Self-Regulated Learning ... 28

2.2.3 Tipe-tipe Strategi Self-Regulated Learning ... 30

2.2.4 Karakteristik Mahasiswa yang Memiliki Self-Regulated Learning ... 34

2.3 Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa ... 35

2.4 Kerangka Berpikir ... 38

2.5 Hipotesis ... 39

3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 40

3.1.1 Jenis Penelitian ... 40

3.1.2 Desain Penelitian ... 40

3.2 Variabel Penelitian ... 41

3.2.1 Identifikasi Variabel Penelitian ... 41

3.2.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 41

3.3 Hubungan antar Variabel Penelitian ... 42

3.4 Populasi dan Sampel ... 43

3.4.1 Populasi ... 43

3.4.2 Sampel ... 43

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 45

3.5.1 Penyusunan Instrumen Penelitian ... 45


(11)

3.5.1.2 Skala Self-Regulated Learning ... 47

3.5.2 Uji Coba ... 48

3.5.2.1 Uji Kualitatif ... 48

3.5.2.2 Uji Kuantitatif ... 50

3.6 Validitas dan Reliabilitas ... 52

3.6.1 Validitas ... 52

3.6.2 Reliabilitas ... 53

3.7 Metode Analisis Data ... 55

3.7.1 Gambaran Prokrastinasi Akademik dan Self-Regulated Learning ... 55

3.7.2 Uji Asumsi ... 56

3.7.2.1 Uji Normalitas ... 56

3.7.2.2 Uji Linieritas ... 56

3.7.3 Uji Hipotesis ... 57

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Penelitian ... 58

4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian ... 58

4.1.2 Penentuan Subjek Penelitian ... 59

4.2 Pelaksanaan Penelitian ... 60

4.2.1 Pengumpulan Data Penelitian ... 60

4.2.2 Pemberian Skoring ... 60

4.3 Analisis Deskriptif ... 61

4.3.1 Gambaran Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang ... 61

4.3.1.1 Gambaran Umum Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang ... 61


(12)

4.3.1.2 Gambaran Spesifik Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang ... 63

4.3.1.2.1 Prokrastinasi Akademik berdasarkan Penundaan untuk Memulai maupun Menyelesaikan Kerja pada Tugas yang Dihadapi ... 63

4.3.1.2.2 Prokrastinasi Akademik berdasarkan Keterlambatan dalam Mengerjakan Tugas ... 65

4.3.1.2.3 Prokrastinasi Akademik berdasarkan Kesenjangan Waktu antara Rencana dan Kinerja Aktual ... 66

4.3.1.2.4 Prokrastinasi Akademik berdasarkan Melakukan Aktivitas Lain yang Lebih Menyenangkan daripada Melakukan Tugas yang Harus Dikerjakan ... 68 4.3.2 Gambaran Self-Regulated Learning Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang ... 72 4.3.2.1 Gambaran Umum Self-Regulated Learning Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang ... 72 4.3.2.2 Gambaran Spesifik Self-Regulated Learning Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang Berdasarkan Tiap Indikator ... 74

4.3.2.2.1 Self-Regulated Learning berdasarkanGoal Setting and Planning . 74

4.3.2.2.2 Self-Regulated Learning berdasarkanOrganizing and Transforming

... 75

4.3.2.2.3 Self-Regulated Learning berdasarkan Environment Structuring .... 77

4.3.2.2.4 Self-Regulated Learning berdasarkan Keeping Record and Monitoring

... 78

4.3.2.2.5 Self-Regulated Learning berdasarkanRehearsing and Memorizing

... 79

4.3.2.2.6 Self-Regulated Learning berdasarkanSelf-consequating ... 80

4.3.2.2.7 Self-Regulated Learning berdasarkanSeeking Social Assistance .. 81

4.3.2.2.8 Self-Regulated Learning berdasarkanSelf-evaluating ... 82

4.3.2.2.9 Self-Regulated Learning berdasarkanMetacognitive Self-regulation

... 83 4.4 Hasil Penelitian ... 87


(13)

4.4.1 Hasil Uji Asumsi ... 88

4.4.1.1 HasilUji Normalitas ... 88

4.4.1.2 HasilUji Linieritas ... 89

4.4.2 Hasil Uji Hipotesis ... 89

4.5 Pembahasan ... 91

4.5.1 Pembahasan Analisis Deskriptif Prokrastinasi Akademik dan Self-Regulated Learning pada Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang ... 91

4.5.1.1 Analisis Deskriptif Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang ... 91

4.5.1.2 Analisis Deskriptif Self-Regulated Learning pada Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang ... 93

4.5.2 Pembahasan Analisis Inferensial Prokrastinasi Akademik dengan Self-Regulated Learning pada Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang ... 97

4.6 Keterbatasan Penelitian ... 102

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 103

5.2 Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 106


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Data Keadaan Wisudawan S1 Jurusan Psikologi UNNES ... 6

2.1 Strategi Self-Regulated Learning ... 32

3.1 Komposisi Populasi berdasarkan Angkatan ... 44

3.2 Komposisi Sampel berdasarkan Angkatan ... 45

3.3 Komposisi Populasi dan Sampel Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin ... 45

3.4 Blue Print Skala Prokrastinasi Akademik ... 46

3.5 Skoring Aitem Skala Prokrastinasi akademik ... 47

3.6 Blue Print Skala Self-Regulated Learning ... 48

3.7 Skoring Aitem Skala Self-Regulated Learning ... 48

3.8 Aitem Skala Sebelum dan Sesudah Uji Kualitatif ... 49

3.9 Hasil Uji Coba Skala Prokrastinasi Akademik ... 50

3.10 Sebaran Baru Aitem Skala Prokrastinasi Akademik ... 51

3.11 Hasil Uji Coba Skala Self-Regulated Learning ... 51

3.12 Sebaran Baru Aitem Skala Self-Regulated Learning ... 52

3.13 Interpretasi Reliabilitas ... 54

3.14 Penggolongan Kriteria Analisis Berdasarkan Mean teoritis ... 55

4.1 Statistik Deskriptif Prokrastinasi Akademik ... 62

4.2 Gambaran Umum Prokrastinasi Akademik ... 62

4.3 Statistik Deskriptif Prokrastinasi Akademik berdasarkan Penundaan untuk Memulai maupun Menyelesaikan Kerja pada Tugas yang Dihadapi .... 64

4.4 Gambaran Prokrastinasi Akademik berdasarkan Penundaan untuk Memulai maupun Menyelesaikan Kerja pada Tugas yang Dihadapi ... 64


(15)

4.5 Statistik Deskriptif Prokrastinasi Akademik berdasarkan Keterlambatan dalam Mengerjakan Tugas ... 65 4.6 Gambaran Prokrastinasi Akademik berdasarkan Keterlambatan dalam Mengerjakan Tugas ... 66 4.7 Statistik Deskriptif Prokrastinasi Akademik berdasarkan Kesenjangan Waktu antara Rencana dan Kinerja Aktual ... 66 4.8 Gambaran Prokrastinasi Akademik berdasarkan Kesenjangan Waktu antara Rencana dan Kinerja Aktual ... 67 4.9 Statistika Deskriptif Prokrastinasi Akademik berdasarkan Melakukan Aktivitas Lain yang Lebih Menyenangkan daripada Melakukan Tugas yang Harus Dikerjakan ... 68 4.10 Gambaran Prokrastinasi Akademik berdasarkan Melakukan Aktivitas Lain yang Lebih Menyenangkan daripada Melakukan Tugas yang Harus Dikerjakan ... 69 4.11 Ringkasan Deskriptif Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Jurusan Psikologi berdasarkan Tiap Indikator ... 69 4.12 Perbandingan Mean empiris Tiap Indikator Prokrastinasi Akademik ... 71 4.13 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning ... 72 4.14 Gambaran Umum Self-Regulated Learning ... 73 4.15 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning berdasarkan Goal Setting and Planning ... 74 4.16 Gambaran Self-Regulated Learning berdasarkan Goal Setting and Planning

... 75 4.17 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning berdasarkan Organizing and Transforming ... 76 4.18 Gambaran Self-Regulated Learning berdasarkan Organizing and Transforming ... 76 4.19 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning berdasarkan Environment Structuring ... 77 4.20 Gambaran Self-Regulated Learning berdasarkan Environment Structuring


(16)

4.21 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning berdasarkan Keeping Record and Monitoring ... 78 4.22 Gambaran Self-Regulated Learning berdasarkan Keeping Record and Monitoring ... 78 4.23 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning berdasarkan Rehearshing and Memorizing... 78 4.24 Gambaran Self-Regulated Learning berdasarkan Rehearshing and Memorizing... 80 4.25 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning berdasarkan Self-consequating

... 80 4.26 Gambaran Self-Regulated Learning berdasarkan Self-consequating ... 81 4.27 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning berdasarkan Seeking Social Assistance ... 81 4.28 Gambaran Self-Regulated Learning berdasarkan Seeking Social Assistance

... 82 4.29 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning berdasarkan Self-evaluating

... 83 4.30 Gambaran Self-Regulated Learning berdasarkan Self-evaluating ... 83 4.31 Statistik Deskriptif Self-Regulated Learning berdasarkan Metacognitive Self-regulation ... 84 4.32 Gambaran Self-Regulated Learning berdasarkan Metacognitive

Self-regulation ... 84 4.33 Ringkasan Deskriptif Self-Regulated Learning Mahasiswa Jurusan Psikologi berdasarkan Tiap Indikator ... 85 4.34 Perbandingan Mean empiris Tiap Indikator Self-Regulated Learning ... 86 4.35 Hasil Uji Normalitas ... 88 4.36 Hasil Uji Linieritas ... 89 4.37 Analisis Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prokrastinasi Akademik ... 90


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Berpikir Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prokrastinasi Akademik ... 38 3.1 Hubungan antar Variabel ... 42 4.1 Diagram Gambaran Umum Prokrastinasi Akademik ... 63 4.2 Diagram Ringkasan Deskriptif Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Jurusan Psikologi berdasarkan Tiap Indikator ... 70 4.3 Diagram Perbandingan Mean Empiris Tiap Indikator Prokrastinasi Akademik ... 71 4.4 Diagram Gambaran Umum Self-Regulated Learning ... 74 4.5 Diagram Ringkasan Deskriptif Self-Regulated Learning Mahasiswa Jurusan Psikologi berdasarkan Tiap Indikator ... 86 4.6 Diagram Perbandingan Mean Empiris Tiap Indikator Self-Regulated Learning ... 87


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Skala Uji Coba ... 111

2 Tabulasi Uji Coba ... 127

3 Validitas dan Reliabilitas ... 137

4 Skala Penelitian ... 151

5 Tabulasi Penelitian ... 165

6 Tabulasi Penelitian (Per Indikator) ... 175

7 Statistik Deskriptif ... 195

8 Hasil Uji Asumsi ... 198


(19)

1.1

Latar Belakang

Pendidikan merupakan upaya yang bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi dalam diri individu yang berlangsung seumur hidup sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Pengembangan potensi individu bukan hanya diperlukan oleh individu itu sendiri, melainkan juga diperlukan oleh masyarakat, bangsa dan negara sebagai konsekuensi individu bagian dari komunitas sosial. Hal ini sesuai dengan pengertian pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1, yaitu:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”

Pendidikan individu dapat dilakukan melalui pendidikan formal, non formal maupun informal. Salah satu tempat untuk mendapatkan pendidikan secara formal adalah perguruan tinggi, yakni merupakan pendidikan lanjutan bagi peserta didik setelah selesai menempuh pendidikan menengah atas. Menurut UU No. 12 Tahun 2012, perguruan tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi (Pasal 1 Ayat 6), penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Pasal 1 Ayat 9).


(20)

Peserta didik yang melanjutkan ke perguruan tinggi bukan lagi dikenal dengan predikat siswa, melainkan mendapat predikat mahasiswa. Mahasiswa adalah orang yang belajar (pelajar) di perguruan tinggi (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa 2008: 895). Hal ini dikarenakan mahasiswa sebagai anggota Sivitas Akademika diposisikan sebagai insan dewasa yang memiliki kesadaran sendiri dalam mengembangkan potensi diri di Perguruan Tinggi untuk menjadi intelektual, ilmuwan, praktisi, dan/atau profesional (UU No. 12 Tahun 2012 Pasal 13 Ayat 1).

Menurut teori perkembangan, mahasiswa dapat dikategorikan dalam masa dewasa dini. Menurut Hurlock (1980: 246) masa dewasa dini dimulai dari umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. Masa dewasa dini memiliki tugas perkembangan antara lain mendapatkan suatu pekerjaan, memilih seorang teman hidup, belajar hidup bersama dengan suami atau istri membentuk suatu keluarga, membesarkan anak-anak, menerima tanggung jawab sebagai warganegara, dan bergabung dalam suatu kelompok sosial yang cocok (Hurlock 1980: 252).

Berdasarkan tugas perkembangan di atas, maka perlu adanya kemandirian dan keaktifan dari dalam diri mahasiswa. Mahasiswa harus dapat belajar secara lebih mandiri dan tidak boleh hanya bergantung pada orang lain. Mahasiswa juga harus dapat mengerjakan tugas-tugas akademiknya dengan sebaik mungkin. Hal ini penting karena kesuksesan dalam pendidikan tinggi menjadi salah satu faktor dalam mendapatkan pekerjaan yang baik.

Persaingan yang cukup ketat dalam dunia kerja menuntut mahasiswa untuk lebih meningkatkan kompetensi dan kualitas diri agar mampu bersaing dengan


(21)

sesamanya. Penguasaan ilmu pengetahuan baik yang sesuai minat mahasiswa maupun umum lainnya dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menjadi suatu hal yang mutlak. Untuk mendapatkan itu semua, tidak ada jalan lain selain harus rajin belajar dan berlatih.

Persoalan klasik yang hingga kini tetap ada dalam dunia pendidikan termasuk dalam perguruan tinggi yaitu masih sering terjadinya prokrastinasi akademik yang dilakukan oleh mahasiswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan sejumlah ahli bahwa prokrastinasi akademik adalah fenomena umum yang terjadi pada mahasiswa di perguruan tinggi selama beberapa dekade (Zeenath dan Orcullo 2012: 42; Jiao, dkk 2011: 120).

Menurut Ferrari (dalam Ghufron 2003: 20) prokrastinasi akademik adalah jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan dengan tugas akademik, misalnya tugas sekolah atau tugas kursus. Pengertian yang hampir serupa mengenai prokrastinasi akademik dikemukakan oleh Rothblum, Solomon, dan Murakami (1986: 387) sebagai kecenderungan untuk (a) selalu atau hampir selalu menunda tugas akademik, dan (b) selalu atau hampir selalu mengalami masalah kecemasan terkait dengan prokrastinasi ini.

Beberapa penelitian mengenai prokrastinasi diantaranya penelitian Ellis dan Knaus yang memperkirakan lebih dari 95% mahasiswa perguruan tinggi di Amerika menunda memulai atau menyelesaikan tugas dengan sengaja dan lebih dari 70% mahasiswa melakukan prokrastinasi secara berulang (dalam Sepehrian dan Lotf 2011: 2987). Beberapa hasil penelitian tentang hal yang sama lainnya di luar negeri juga menunjukkan hasil bahwa prokrastinasi merupakan salah satu


(22)

masalah yang menimpa sebagian besar anggota masyarakat secara luas, dan pelajar pada lingkup yang lebih sempit. Sekitar 25% sampai dengan 75% pelajar melaporkan bahwa prokrastinasi merupakan salah satu masalah dalam lingkup akademis mereka (Ferrari, dkk dalam Muhid 2009: 578).

Penelitian tentang prokrastinasi akademik juga telah dilakukan di Indonesia dan menghasilkan hasil penelitian yang beragam. Hasil penelitian oleh Tondok, Ristyadi dan Kartika (2008: 82) terhadap 95 orang mahasiswa Fakultas Psikologi salah satu universitas di Surabaya menunjukkan tingkat prokrastinasi akademik paling banyak dalam kategori sedang yaitu sebanyak 45,3% atau 43 orang. Hal ini menunjukkan mahasiswa belum sepenuhnya dapat menghindari prokrastinasi terhadap tugas-tugas akademik yang menjadi tanggung jawabnya.

Hasil penelitian di atas bertolak belakang dengan hasil penelitian oleh Gunawinata, Nanik, dan Lasmono (2008: 265) terhadap 218 orang mahasiswa Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya menunjukkan tingkat prokrastinasi akademik paling banyak dalam kategori rendah yaitu sebanyak 76,15% atau 166 orang mahasiswa. Hal ini menunjukkan mahasiswa sudah tidak lagi melakukan prokrastinasi terhadap tugas-tugas akademik yang menjadi tanggung jawabnya.

Menurut hasil penelitian Solomon dan Rothblum (1984: 505) diketahui bahwa mahasiswa melakukan prokrastinasi secara bervariasi terhadap tugas akademik. Dari 342 orang mahasiswa Amerika yang menjadi subjek penelitiannya, 46% mahasiswa melakukan prokrastinasi terhadap tugas menulis, 27,6% mahasiswa melakukan prokrastinasi terhadap belajar untuk persiapan ujian, 30,1% mahasiswa melakukan prokrastinasi terhadap tugas membaca, 10,6%


(23)

mahasiswa melakukan prokrastinasi terhadap tugas administratif, 23% mahasiswa melakukan prokrastinasi dalam menghadiri perkuliahan dan 10,2% mahasiswa melakukan prokrastinasi terhadap aktivitas perkuliahan secara umum.

Salah satu bentuk variasi prokrastinasi akademik sebagaimana dipaparkan di atas juga peneliti temukan dalam pengamatan yang tidak terstruktur terhadap para mahasiswa Jurusan Psikologi di perpustakaan Jurusan Psikologi. Peneliti mengamati seorang mahasiswa Jurusan Psikologi angkatan 2009 berinisial “MZ” yang tengah mengerjakan tugas salah satu mata kuliah, mengetik sesuatu yang sedang dicarinya di situs penelusuran Google dan juga online di situs jejaring sosial Facebook. Peneliti kemudian bertanya tentang tugas yang sedang dikerjakannya dan lewat penuturannya peneliti mengetahui jika mahasiswa tersebut telah melakukan prokrastinasi terhadap tugas menulis. Berikut penuturan mahasiswa tersebut kepada peneliti:

“Tugas ini sudah diberikan seminggu yang lalu tetapi kemarin-kemarin aku sibuk. Aku baru ingat tugas ini kemarin-kemarin, tetapi ini aku kesulitan cari jawaban dua pertanyaan ini karena aku cari dalam buku tidak ada jawabannya. Cari di internet juga tidak ada, mana tugas dikumpulkan nanti pas kuliah lagi jam setengah tiga (melihat kearah jam dinding yang menunjukkan pukul 13.00 WIB).”

(Komunikasi personal; senin, 15 April 2013) Jaringan wifi di area perpustakaan Jurusan Psikologi diperuntukkan untuk mendukung keperluan mahasiswa Jurusan Psikologi, termasuk mencari sumber referensi untuk mengerjakan tugas perkuliahan. Hal tersebut dianggap lebih praktis, efisien dan cepat. Namun, peneliti juga menjumpai perhatian mahasiswa teralihkan pada kegiatan nonakademik seperti online di situs jejaring sosial seperti


(24)

Facebook dan Twitter dan mengunduh file lagu, video, dan film yang mereka suka dari beberapa situs popular seperti Youtube.

Fakta yang cukup mengejutkan dalam artikel berjudul “Facebook Kalahkan Jurnal Akademik” (Aini, dkk 2013: 1) yang mengutip pernyataan Alfat Yulianto, Staf BPTIK UNNES bahwa situs terbanyak diakses mahasiswa UNNES adalah

Facebook 26,55%, Google 3,49%, Indowebster 3,14% dan Youtube sebesar 2,43%. Isi artikel tersebut semakin menguatkan bahwa jaringan internet yang tersedia belum sepenuhnya dimanfaatkan mahasiswa untuk menunjang kepentingan akademik tetapi lebih untuk aktivitas yang bersifat hiburan dan kesenangan (entertainment and pleasure).

Prokrastinasi akademik selain terindikasi melalui berbagai bentuk variasi yang sudah dipaparkan jelaskan diatas, juga dapat terindikasi melalui waktu yang dibutuhkan dalam menempuh masa studi. Menurut Solomon dan Rothblum (1984: 503) bahwa indikasi prokrastinasi akademik adalah masa studi 5 tahun atau lebih. Berikut data yang peneliti dapatkan dari Sistem Informasi Akademik Terpadu (SIKADU) Universitas Negeri Semarang tentang statistika wisudawan Jurusan Psikologi dalam kurun waktu 3,5 tahun terakhir:

Tabel 1.1 Data Keadaan Wisudawan S1 Jurusan Psikologi UNNES Periode Jumlah

Wisudawan

Wisudawan dengan

masa studi ≥ 5 tahun Rata – rata masa studi April 2010 17 14 (82%) 5 tahun 7 bulan 22 hari Oktober 2010 29 22 (76%) 5 tahun 9 bulan 27 hari April 2011 52 30 (58%) 5 tahun 2 bulan 28 hari Oktober 2011 27 18 (67%) 5 tahun 6 bulan 22 hari April 2012 53 42 (79%) 5 tahun 4 bulan 12 hari Oktober 2012 51 29 (59%) 5 tahun 5 bulan 26 hari April 2013 25 8 (32%) 4 tahun 10 bulan 24 hari Sumber: data dari http://akademik.unnes.ac.id dan diolah secara mandiri


(25)

Berdasarkan tabel 1.1 diketahui bahwa pada periode wisuda April tahun 2010 sampai dengan April tahun 2013 masih terdapat wisudawan S1 Psikologi yang menyelesaikan masa studi 5 tahun atau lebih. Selain itu, rata-rata masa studi wisudawan juga diatas 5 tahun walaupun untuk pertama kalinya pada wisuda periode April 2013 rata-rata masa studi sudah dibawah 5 tahun. Hal ini dapat diartikan bahwa sampai saat ini masih ada mahasiswa Jurusan Psikologi yang melakukan prokrastinasi akademik dalam masa studinya.

Penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi dengan sistem SKS (Satuan Kredit Semester) sebenarnya memberi kesempatan mahasiswa dalam mengatur beban kuliah dan proses belajar pada setiap semesternya. Mata kuliah diatur sedemikian rupa dan didistribusikan secara merata disetiap semester dengan pertimbangan bahwa mahasiswa secara rata-rata mampu dalam menjalankan tanggung jawabnya tersebut. Walaupun demikian, berbagai hal juga turut berperan mempengaruhi terjadinya prokrastinasi akademik oleh mahasiswa.

Hasil penelitian prokrastinasi akademik oleh Anggraeni dan Widyarini (2008: 27) diketahui bahwa prokrastinasi akademik terjadi karena motivasi internal yang rendah, rasa malas yang besar, pola asuh orang tua yang permisif atau longgar, pengaruh dari teman sebaya (peer), lingkungan dan orang-orang terdekat yang kurang mendukung, dan kurangnya pengaturan waktu antara tugas akademik yang harus dikerjakan dengan urusan yang lainnya.

Salah satu hasil penelitian di atas sesuai dengan pernyataan Rizvi, dkk (dalam Rumiani 2006: 41) bahwa faktor motivasi internal yang rendah dapat mendorong seseorang untuk melakukan prokrastinasi akademik. Hal ini juga


(26)

tercermin lewat penuturan seorang mahasiswi Jurusan Psikologi UNNES angkatan 2009 berinisial “NA” kepada peneliti sebagai berikut:

“Sebenarnya aku ada tugas buat makalah mata kuliah “X”, tapi ini tugas kelompok. Sekarang anggota kelompokku lagi pada pulang kampung. aku males kalo mesti ngerjain sendiri. Mikir sendiri, cari bahan sendiri dan ngetik sendiri. Ini kan tugas kelompok, kalau ngerjain ya mesti sama anggota kelompok.”

(Komunikasi personal; Selasa, 16 April 2013) Menurut Bernard (dalam Catrunada dan Puspitawati 2008: 6-9) terdapat sepuluh faktor yang menyebabkan seseorang melakukan prokrastinasi. Faktor-faktor tersebut diantaranya kecemasan (anxiety), pencelaan terhadap diri sendiri (self-depreciation), rendahnya toleransi terhadap ketidaknyamanan (low discomfort tolerance), pencari kesenangan (pleasure seeking), tidak teraturnya waktu (time disorganization), tidak teraturnya lingkungan (environmental disorganization), pendekatan yang lemah terhadap tugas (poor task appoach), kurangnya pernyataan yang tegas (lack of assertion), permusuhan dengan orang lain (hostility with other), dan stres dan kelelahan (stress and fatique). Hasil komunikasi personal yang peneliti lakukan terhadap mahasiswa Jurusan Psikologi juga menemukan satu contoh kasus prokrastinasi akademik yang terkait dengan salah satu faktor tersebut.

Contoh kasus ini yaitu prokrastinasi akademik yang disebabkan oleh faktor kelelahan (fatigue) yang dilakukan oleh seorang mahasiswi Jurusan Psikologi angkatan 2008 berinisial “BT”. Berikut penuturan mahasiswi tersebut kepada peneliti:

“Dari semester 1 sampai 4, aku rajin kuliah. kalo ada tugas ya aku kerjakan. Tetapi mulai semester 6 aku ngrasa lelah sama aktivitas dan apalagi beban tugas-tugas kuliahku yang banyak, rasanya pengen gak


(27)

ke kampus dulu. Hal itu berlanjut hingga semester 8. Awalnya waktu itu aku pengen cuti tapi gak boleh sama dosen waliku karena alasanku yang gak terlalu mendesak. Ya akhirnya aku sering gak masuk kuliah. Akibatnya nilai dan IP-ku jelek, jadi semester ini dan kemarin banyak ngulang lagi. Harusnya aku dah mulai ngerjain skripsi tapi karena ngulang jadi baru ikut seminar proposal.”

(Komunikasi personal; Kamis, 4 April 2013)

Hal tersebut di atas sesuai dengan pernyataan Bruno (dalam Rumiani 2006: 41) bahwa adanya kecenderungan individu yang memiliki beban kerja atau tugas yang terlalu banyak akan melakukan prokrastinasi. Mahasiswi ini juga dapat dipastikan melakukan prokrastinasi akademik karena ditahun ke-5 masa studinya masih mengulang mata kuliah dan belum dalam tahap mengerjakan skripsi sehingga masa studinya akan lebih dari 5 tahun.

Prokrastinasi akademik bukanlah sesuatu hal yang baik. Prokrastinasi berarti mempersempit waktu untuk kita mengerjakan tugas dimana seharusnya waktu cukup bagi kita. Hal ini juga menyebabkan tugas-tugas menjadi tidak jelas kapan akan diselesaikan. Kalaupun tugas dapat diselesaikan, karena waktu yang sudah semakin sempit maka pengerjaannya menjadi tidak maksimal. Menurut Ferrari (dalam Muhid 2009: 578) prokrastinasi akademik banyak berakibat negatif, dengan melakukan penundaan, banyak waktu yang terbuang sia-sia. Tugas-tugas menjadi terbengkalai, bahkan bila diselesaikan hasilnya menjadi tidak maksimal.

Prokrastinasi juga dapat mengakibatkan timbulnya rasa cemas baik disaat mengerjakan tugas atau saat menghadapi ujian. Mahasiswa menjadi kurang teliti dalam pengerjaan tugas dan ujian sehingga memungkinkan tingkat kesalahan yang dilakukan tinggi. Apabila hal ini terus berlanjut, maka kegiatan akademik secara


(28)

keseluruhan mahasiswa akan terganggu bahkan rusak sehingga daya saing mahasiswa menurun karena rendahnya motivasi dan percaya diri. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Solomon dan Rothblum (dalam Premadyasari 2012: 3) prokrastinasi dapat menyebabkan rasa cemas yang berujung depresi, tingginya tingkat kesalahan dan banyak waktu terbuang. Prokrastinasi juga dapat merusak kegiatan akademik dan juga menyebabkan rendahnya motivasi dan percaya diri.

Mahasiswa tentu ingin segera bekerja apabila sudah lulus dari studinya. Apabila mahasiswa dapat lulus tepat waktu, mahasiswa tidak perlu merasa khawatir karena kesempatan untuk memilih pekerjaan yang terbaik terbuka lebar dan persaingan dalam mendapatkan pekerjaan tidak terlalu ketat. Berbeda dengan mahasiswa yang melakukan prokrastinasi, masa studinya yang terlalu lama menyebabkan peluang untuk memilih pekerjaan yang terbaik semakin terbatas, tidak bisa mengambil peluang ketika ada tawaran pekerjaan yang menurutnya baik dan harus menghadapi persaingan yang lebih berat daripada mahasiswa yang bisa lulus tepat waktu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ferrari, dkk (dalam Muhid 2009: 578) bahwa prokrastinasi bisa mengakibatkan seseorang kehilangan kesempatan dan peluang yang datang.

Proses belajar di tingkat perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk lebih mandiri dan disiplin dalam mengatur waktu dan proses belajarnya. Hal ini berbeda dengan saat mereka masih duduk di tingkat sekolah menengah dan dibawahnya. Mahasiswa juga dituntut untuk dapat menyesuaikan, mengatur dan mengendalikan dirinya termasuk saat menghadapi padatnya aktivitas perkuliahan dan tugas-tugas kuliah yang sulit. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu usaha aktif dan mandiri oleh


(29)

mahasiswa untuk membantunya mengarahkan proses belajar pada tujuan belajar yang ingin dicapai, yang disebut dengan self-regulated learning.

Hasil penelitian Deasyanti dan Armeini (2007: 19) terhadap 128 mahasiswa FKIP Universitas Negeri Jakarta menunjukkan bahwa 86,7% mahasiswa memiliki tingkat self-regulated learning kategori sedang dan 13,3% mahasiswa memiliki tingkat self-regulated learning kategori tinggi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa telah memiliki keterampilan tentang bagaimana belajar yang mencakup tentang pemahaman tentang kemampuan berpikir, proses berpikir, dan motivasi untuk mencapai tujuan belajar.

Hasil penelitian di atas bertolak belakang dengan hasil penelitian oleh Ishtifa (2011: 84) terhadap 200 mahasiswa psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menemukan 9,5% mahasiswa berada pada kategori self-regulated

learning yang tinggi, artinya baru sedikit mahasiswa yang memiliki dan

menggunakan kemampuan self-regulated learning dengan efektif. Kemudian sebesar 47% mahasiswa berada pada kategori rendah dan 43,5% mahasiswa berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan mahasiswa kurang menggunakan potensi untuk memonitor, mengatur dan mengontrol kognisi, motivasi dan perilakunya dalam proses belajar.

Pada umumnya mahasiswa tidak memiliki tujuan belajar dan prioritas yang pasti. Mahasiswa juga tidak memiliki jadwal belajar yang khusus selain jadwal perkuliahan yang sudah ada. Hal ini menyebabkan kegiatan mahasiswa yang berhubungan dengan akademik cenderung mengikuti jadwal perkuliahan saja. Mahasiswa masih menjalankan kewajiban akademiknya bila sudah mendekati


(30)

waktunya seperti belajar saat menjelang waktu ujian dan mengerjakan tugas dari dosen mendekati batas waktu pengumpulan.

Mahasiswa seringkali tidak menyadari jika mereka larut dengan aktivitas-aktivitas yang bersifat nonakademik sehingga banyak waktu mereka terbuang sia-sia. Namun demikian, mahasiswa tetap menjalankan kewajiban akademiknya seperti belajar dan mengerjakan tugas meskipun tidak teratur atau disiplin, kesulitan untuk berkonsentrasi, kekurangan referensi dan mengabaikan waktu yang tersedia.

Mahasiswa masih menerapkan sebuah sistem yang dikenal ”Sistem Kebut Semalam” atau SKS. Pengerjaan tugas yang serba cepat dalam keterbatasan waktu sebagai akibat prokrastinasi turut memberikan dampak negatif terhadap tugas yang sedang dikerjakan dan lebih jauh pada hasil belajar atau prestasi akademik. Sebagaimana hasil penelitian Amalia tahun 2011 terhadap siswa kelas XI SMA Negeri 1 Malang bahwa adanya penurunan prestasi belajar seiring meningkatnya prokrastinasi akademik (dalam http://library.um.ac.id).

Hasil penelitian self-regulated learning oleh Yulinawati, Hartati, dan Sawitri tahun 2009 pada mahasiswa ITB program fast track menunjukkan managemen waktu, usaha dalam mengatur belajar, dan mengatur lingkungan fisik dan sosial penting untuk menunjang belajar (dalam http://eprint.undip.ac.id). Apabila hasil penelitian ini dikaitkan dengan kasus-kasus yang disebutkan di atas yang bermasalah dengan pengaturan waktu dan usaha belajar, maka memperkuat indikasi adanya hubungan antara self-regulated learning dengan prokrastinasi akademik.


(31)

Self-regulated learning memiliki tiga aspek penting yang akan menentukan tinggi rendahnya tingkat self-reguled learning. Pertama yaitu aspek kognisi dimana upaya individu merencanakan, menetapkan tujuan, mengatur, memonitor diri, dan mengevaluasi diri. Kedua yaitu aspek motivasi dimana individu merasakan efikasi diri yang tinggi, atribusi diri dan berminat pada tugas intrinsik. Ketiga yaitu aspek perilaku dimana upaya individu untuk memilih, menstruktur, dan menciptakan lingkungan yang mengoptimalkan belajar (Zimmerman, 1990: 4-5). Apabila mahasiswa mampu dan memiliki ketiga aspek tersebut, maka ia akan memiliki tingkat self-regulated learning yang tinggi sehingga dapat menghindari prokrastinasi akademik dan menjaga prestasi belajarnya dengan baik.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam hubungan antara self-regulated learning dan prokrastinasi akademik sehingga diketahui secara jelas hubungan keduanya. Untuk lokasi penelitian, peneliti mengambil lokasi di Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang dimana peneliti juga menemukan fenomena tersebut dan berusaha melakukan pendalaman. Oleh karenanya, penelitian ini berjudul “Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang”.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Adakah hubungan antara self-regulated learning dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang?


(32)

2. Bagaimana gambaran prokrastinasi akademik pada mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang?

3. Bagaimana gambaran self-regulated learning pada mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang?

1.3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui hubungan antara self-regulated learning dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang. 2. Mengetahui gambaran prokrastinasi akademik pada mahasiswa Jurusan

Psikologi Universitas Negeri Semarang.

3. Mengetahui gambaran self-regulated learning pada mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang.

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil temuan ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengembangan kajian ilmu Psikologi Pendidikan terutama yang terkait dengan prokrastinasi akademik dan self-regulated learning, sehingga dapat dijadkan tambahan referensi bagi penelitian-penelitian sejenis oleh peneliti selanjutnya. 1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Jurusan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi jurusan dalam menyusun kebijakan-kebijakan akademik dan pendukung


(33)

lainnya yang dapat menekan laju tingkat prokrastinasi akademik dan semakin mengoptimalkan self-regulated learning pada mahasiswa.

2. Bagi Mahasiswa

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi mahasiswa mengenai pentingnya meminimalisir tingkat prokrastinasi akademik dengan penerapan self-regulated learning dalam kegiatan akademiknya sehingga mahasiswa dapat mencapai kesuksesan akademiknya.


(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Prokrastinasi Akademik

2.1.1 Pengertian Prokrastinasi Akademik

Secara etiologis atau menurut asal kata, istilah prokrastinasi berasal dari dua kata dalam bahasa latin yaitu pro yang berarti bergerak maju, dan crastinus yang berarti keputusan hari esok, ini berarti prokrastinasi adalah menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya (Burka dan Yuen 2008: 5). Menurut Fiore (dalam Catrunada dan Puspitawati 2008: 6) prokrastinasi adalah suatu mekanisme untuk mengatasi kecemasan yang berhubungan dengan bagaimana cara memulai atau menyelesaikan pekerjaan dan dalam hal membuat keputusan.

Noran (dalam Akinsola, Tella dan Tella 2007: 364) mendefinisikan prokrastinasi sebagai bentuk penghindaran dalam mengerjakan tugas yang seharusnya diselesaikan oleh mahasiswa. Mahasiswa yang melakukan prokrastinasi lebih memilih menghabiskan waktu dengan teman atau pekerjaan lainnya yang sebenarnya tidak begitu penting daripada mengerjakan tugas yang harus diselesaikan dengan cepat. Selain itu, mahasiswa yang melakukan prokrastinasi juga lebih memilih menonton film atau televisi daripada belajar untuk kuis atau ujian.

Silver (dalam Ghufron 2003: 15) mengatakan seseorang yang melakukan prokrastinasi tidak bermaksud untuk menghindari atau tidak mau tahu dengan


(35)

tugas yang dihadapi. Akan tetapi mereka hanya menunda-nunda untuk mengerjakannya, sehingga menyita waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas. Penundaan tersebut menyebabkan dia gagal menyelesaikan tugasnya tepat waktu.

Ellis dan Knaus (dalam Ghufron 2003: 15-16) mengartikan prokrastinasi sebagai kebiasaan penundaan yang tidak bertujuan dan proses penghindaran tugas, yang hal itu sebenarnya tidak perlu dilakukan seseorang karena adanya ketakutan untuk gagal, serta adanya pandangan bahwa segala sesuatu harus dilakukan dengan benar, bahwa penundaan yang telah menjadi respon tetap atau kebiasaan dapat dipandang sebagai suatu trait prokrastinasi.

Menurut Ferrari (dalam Ghufron 2003: 20) prokrastinasi akademik adalah jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan dengan tugas akademik, misalnya tugas sekolah atau tugas kursus.

Rothblum, Solomon dan Murakami (1986: 387) mendefinisikan prokrastinasi akademik sebagai kecenderungan untuk (a) selalu atau hampir selalu menunda tugas akademik, dan (b) selalu atau hampir selalu mengalami kecemasan bermasalah terkait dengan penundaan ini.

Berdasarkan pendapat yang diungkapakan oleh beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi akademik adalah perilaku penundaan pada tugas akademik yang dilakukan oleh mahasiswa secara sadar dengan melakukan aktivitas lain yang menyenangkan dan tidak penting, tidak bertujuan, dan tidak memperhatikan waktu sehingga menimbulkan akibat negatif atau kerugian pada mahasiswa.


(36)

2.1.2 Ciri-Ciri Prokrastinasi Akademik

Menurut Ferrari, Johnshon dan McCown (dalam Ghufron 2003: 23), prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu yang dapat diukur dan diamati dengan ciri-ciri berupa:

1. Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi.

Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang dihadapinya harus segera diselesaikan dan berguna bagi dirinya, akan tetapi dia menunda-nunda untuk mulai mengerjakannya atau memenunda-nunda-menunda-nunda untuk menyelesaikan sampai tuntas jika dia sudah mulai mengerjakan sebelumnya.

2. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas.

Orang yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu tugas. Seorang prokratinator menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk mempersiapkan diri secara berlebihan, maupun melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas, tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu yang dimilikinya. Kadang-kadang tindakan tersebut mengakibatkan seseorang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya secara memadai. Kelambanan, dalam arti lambannya kerja seseorang dalam melakukan suatu tugas dapat menjadi ciri yang utama dalam prokrastinasi akademik.


(37)

3. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual.

Seorang prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Seorang prokrastinator sering mengalami keterlambatan dalam memenuhi deadline yang telah ditentukan, baik oleh orang lain maupun rencana yang telah dia tentukan sendiri. Seseorang mungkin telah merencanakan untuk mulai mengerjakan tugas pada waktu yang telah ia tentukan sendiri, akan tetapi ketika saatnya tiba dia tidak juga melakukannya sesuai dengan apa yang telah direncanakan, sehingga menyebabkan keterlambatan maupun kegagalan untuk menyelesaikan tugas secara memadai.

4. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.

Seorang prokrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya, akan tetapi menggunakan waktu yang dia miliki untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan mendatangkan hiburan, seperti membaca (koran, majalah, atau buku cerita lainnya), nonton, mengobrol, jalan, mendengarkan musik, dan sebagainya, sehingga menyita waktu yang dia miliki untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikannya.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri prokrastinasi akademik yaitu meliputi penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual, dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.


(38)

2.1.3 Area Prokrastinasi Akademik

Menurut Green (dalam Ghufron 2003: 20), jenis tugas yang menjadi objek prokrastinasi akademik adalah tugas yang berhubungan dengan kinerja akademik. Perilaku-perilaku yang mencirikan penundaan dalam tugas akademik dipilah dari perilaku lainnya dan dikelompokkan menjadi unsur prokrastinasi akademik.

Adapun menurut Solomon dan Rothblum (1984: 504), prokrastinasi terjadi secara merata dalam enam area fungsi akademis yaitu tugas mengarang, belajar untuk menghadapi ujian, membaca, tugas administrasi, menghadiri pertemuan dan kinerja akademik secara keseluruhan.

Selanjutnya prokrastinasi terhadap keenam area fungsi akademis tadi dijelaskan oleh Ghufron (2003: 20-21) sebagaimana berikut ini:

1. Tugas mengarang, meliputi penundaan melaksanakan kewajiban atau tugas menulis, misalnya menulis makalah, laporan atau tugas mengarang lainnya. 2. Tugas belajar untuk menghadapi ujian, mencakup penundaan belajar untuk

menghadapi ujian, misalnya ulangan mingguan, ujian tengah semester, dan ujian akhir semester.

3. Tugas membaca, meliputi adanya penundaan untuk membaca buku atau referensi yang berkaitan dengan tugas akademik yang diwajibkan.

4. Tugas administrasi, meliputi menyalin catatan, presensi, dan daftar peserta praktikum.

5. Menghadiri pertemuan, meliputi penundaan atau terlambat masuk kelas atau pelajaran, praktikum, dan pertemuan lainnya.


(39)

6. Kinerja akademik secara keseluruhan, meliputi kewajiban mengerjakan atau menyelesaikan tugas – tugas akademik secara keseluruhan.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa ada enam area prokrastinasi akademik yaitu tugas mengarang, belajar untuk menghadapi ujian, membaca, tugas administrasi, menghadiri pertemuan dan kinerja akademik secara keseluruhan.

2.1.4 Teori Perkembangan Prokrastinasi Akademik

Menurut Ferrari dan Ollivete (dalam Anggraeni dan Widyarini 2008: 8-9) ada beberapa teori perkembangan yang menjelaskan terjadinya prokrastinasi akademik, antara lain:

1. Psikodinamik. Penganut psikodinamik beranggapan bahwa pengalaman masa kanak-kanak mempengaruhi perkembangan proses kognitif seseorang ketika dewasa, terutama trauma. Seseorang yang pernah mengalami trauma akan suatu tugas tertentu, misalnya gagal menyelesaikan tugas sekolahnya, akan cenderung melakukan prokrastinasi ketika seseorang tersebut dihadapkan lagi pada suatu tugas yang sama. Seseorang tersebut akan teringat kepada pengalaman kegagalan maupun perasaan tidak menyenangkan yang pernah dialami dimasa lalu, sehingga ia menunda mengerjakan tugasnya, yang dipersepsikan akan mendatangkan perasaan seperti masa lalu.

2. Behavioristik. Penganut psikologi behavioristik beranggapan bahwa perilaku prokrastinasi akademik muncul akibat proses pembelajaran. Seseorang melakukan prokrastinasi akademik karena dia pernah mendapatkan


(40)

dalam melakukan tugas kuliahnya dengan melakukan penundaan, cenderung akan melakukan lagi perbuatannya. Sukses yang pernah ia rasakan akan dijadikan reward untuk mengulangi perilaku yang sama dimasa yang akan datang. Perilaku prokrastinasi akademik juga bisa muncul pada kondisi lingkungan tertentu. Kondisi yang menimbulkan stimulus tertentu bisa menjadi

reinforcement bagi munculnya perilaku prokrastinasi. Kondisi yang rendah dalam pengawasan akan mendorong seseorang untuk melakukan prokrastinasi akademik, karena tidak adanya pengawasan akan mendorong seseorang untuk berperilaku tidak tepat waktu.

3. Cognitivebehavioral. Prokrastinasi akademik terjadi karena adanya keyakinan irrasional yang dimiliki oleh seseorang. Keyakinan irrasional tersebut dapat disebabkan oleh suatu kesalahan dalam mempersepsikan tugas. Seseorang memandang tugas tersebut sebagai sesuatu yang berat dan tidak menyenangkan

(aversiveness of the task). Oleh karena itu, seseorang merasa tidak mampu untuk menyelesaikan tugasnya secara memadai, sehingga seseorang menunda-nunda dalam menyelesaikan tugas tersebut. Selain itu, keyakinan irrasional juga disebabkan oleh ketakutan yang berlebihan untuk gagal (fear of failure). Seseorang menunda-nunda mengerjakan tugas karena takut jika gagal menyelesaikannya sehingga akan mendatangkan penilaian yang negatif akan kemampuannya. Akibatnya seseorang menunda-nunda mengerjakan tugas yang dihadapinya.

Berdasarkan paparan di atas dapat peneliti simpulkan bahwa terjadinya prokrastinasi akademik dapat dijelaskan dengan tiga teori perkembangan yaitu


(41)

psikodinamik (prokastinasi akademik karena trauma masa lalu terhadap tugas), behavioristik (prokrastinasi akademik karena proses pembelajaran dan mendapat

reinforcement atas perilaku tersebut), dan cognitive behavior (prokrastinasi akademik karena tugas dipandang berat dan tidak menyenangkan dan takut gagal). 2.1.5 Faktor-faktor yang Menyebabkan Prokrastinasi

Bernard (dalam Catrunada dan Puspitawati 2008: 6-9), mengungkapkan ada sepuluh faktor yang dapat menyebabkan prokrastinasi, yaitu:

1. Kecemasan (Anxiety)

Kecemasan yang tinggi yang berinteraksi dengan tugas-tugas yang diharapkan dapat diselesaikan menyebabkan seseorang cenderung menunda tugas tersebut.

2. Pencelaan terhadap Diri Sendiri (Self-Depreciation)

Pencelaan terhadap diri sendiri termanifestasi ke dalam penghargaan yang rendah atas dirinya sendiri, selalu menyalahkan diri sendiri ketika terjadi kesalahan, dan rasa tidak percaya diri untuk mendapat masa depan yang cerah menyebabkan seseorang cenderung melakukan prokrastinasi.

3. Rendahnya Toleransi terhadap Ketidaknyamanan (Low Discomfort Tolerance)

Kesulitan pada tugas yang dikerjakan membuat seseorang mengalami kesulitan untuk menoleransi rasa frustrasi dan kecemasan, sehingga mereka mengalihkan diri sendiri kepada tugas-tugas yang dapat mengurangi ketidaknyamanan dalam diri mereka.


(42)

4. Pencari Kesenangan (Pleasure-seeking)

Seseorang yang mencari kenyamanan cenderung tidak mau melepaskan situasi yang membuat nyaman tersebut. Jika seseorang memiliki kecenderungan tinggi dalam mencari situasi yang nyaman, maka orang tersebut akan memiliki hasrat kuat untuk bersenang-senang dan memiliki kontrol impuls yang rendah.

5. Tidak Teraturnya Waktu (Time Disorganization)

Mengatur waktu berarti bisa memperkirakan dengan baik berapa lama seseorang membutuhkan waktu untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Lemahnya pengaturan waktu disebabkan sulitnya seseorang memutuskan pekerjaan apa yang penting dan kurang penting untuk dikerjakan hari ini. Semua pekerjaan terlihat sangat penting sehingga muncul kesulitan untuk menentukan apa yang harus dikerjakan terlebih dahulu.

6. Tidak Teraturnya Lingkungan (Environmental Disorganisation)

Salah satu faktor prokrastinasi adalah kenyataan bahwa lingkungan disekitarnya berantakan atau tidak teratur dengan baik, hal itu terjadi kemungkinan karena kesalahan mahasiswa tersebut. Tidak teraturnya lingkungan bisa dalam bentuk interupsi dari orang lain, kurangnya privasi, kertas yang bertebaran dimana-mana, dan alat-alat yang dibutuhkan dalam pekerjaan tersebut tidak tersedia. Adanya begitu banyak gangguan pada area wilayah pekerjaan menyulitkan seseorang untuk berkonsentrasi sehingga pekerjaan tersebut tidak bisa selesai tepat pada waktunya.


(43)

7. Pendekatan yang Lemah terhadap Tugas (Poor Task Approach)

Seseorang merasa siap untuk bekerja, kemungkinan dia akan meletakkan kembali pekerjaan tersebut karena tidak tahu darimana harus memulai sehingga cenderung menjadi tertahan oleh ketidaktahuan tentang bagaimana harus memulai dan menyelesaikan pekerjaan tersebut.

8. Kurangnya Pernyataan yang Tegas (Lack of Assertion)

Kurangnya pernyataan yang tegas disebabkan seseorang mengalami kesulitan untuk berkata “tidak” terhadap permintaan yang ditujukan kepadanya ketika banyak hal yang harus dikerjakan karena telah dijadwalkan terlebih dulu. Hal ini bisa terjadi karena mereka kurang memberikan rasa hormat atas semua komitmen dan tanggung jawab yang dimiliki.

9. Permusuhan terhadap orang lain (Hostility with others)

Kemarahan yang terus menerus bisa menimbulkan dendam dan sikap bermusuhan sehingga bisa menuju sikap menolak atau menentang apapun yang dikatakan oleh orang tersebut.

10. Stres dan kelelahan (Stress and fatigue)

Stres adalah hasil dari sejumlah intensitas tuntutan negatif dalam hidup yang digabung dengan gaya hidup dan kemampuan mengatasi masalah pada diri sendiri. Semakin banyak tuntutan dan semakin lemah sikap seseorang dalam memecahkan masalah, dan gaya hidup yang kurang baik, semakin tinggi stres seseorang.

Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yan dapat menyebabkan prokrastinasi antara lain kecemasan, pencelaan terhadap diri


(44)

sendiri, rendahnya toleransi terhadap ketidaknyamanan, pencari kesenangan, tidak teraturnya waktu, tidak teraturnya lingkungan, pendekatan yang lemah terhadap tugas, kurangnya pernyataan yang tegas, permusuhan dengan orang lain, dan stres dan kelelahan.

2.2

Self-Regulated Learning

2.2.1 Pengertian Self-Regulated Learning

Beberapa tahun belakangan, sejumlah teori sudah dikemukakan untuk menjelaskan bagaimana seorang mahasiswa menjadi regulator dalam belajarnya sendiri (Zimmerman & Martinez-Pons 1990: 51). Salah satu teori yang berusaha menjelaskan tentang self-regulated learning adalah teori sosial kognitif. Menurut teori sosial kognitif, self-regulated learning tidak hanya ditentukan oleh proses pribadi, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan dan perilaku secara timbal balik (Zimmerman 1989: 330).

Chamot (dalam Ellianawati dan Wahyuni 2010: 35) menyatakan bahwa,

self-regulated learning atau pembelajaran mandiri adalah sebuah situasi belajar di mana pebelajar memiliki kontrol terhadap proses pembelajaran tersebut melalui pengetahuan dan penerapan strategi yang sesuai, pemahaman terhadap tugas-tugasnya, penguatan dalam pengambilan keputusan dan motivasi belajar.

Self-regulated learning ini menyangkut pada penerapan dari model umum regulasi dan regulasi diri berkaitan persoalan pembelajaran, terutama pembelajaran akademik. Ada empat asumsi umum mengenai self-regulated learning sebagaimana dijelaskan oleh Wolters, Pintrich, dan Karabenick (2003: 3-5). Pertama, asumsi aktif dan konstruktif. Mahasiswa sebagai partisipan yang aktif


(45)

konstruktif dalam proses belajar, baik itu aktif mengkonstruk pemahaman, tujuan, maupun strategi dari informasi yang tersedia di lingkungan dan pikirannya sendiri. Kedua, potensi untuk mengontrol. Mahasiswa sanggup memonitor, mengontrol, meregulasi aspek tertentu dari kognitif, motivasi dan perilaku sesuai karakteristik lingkungan jika memungkinkan. Ketiga, asumsi tujuan, kriteria, atau standar. Asumsi tersebut digunakan untuk menilai apakah proses harus dilanjutkan bila perlu ketika beberapa kriteria atau standar berubah. Keempat, aktivitas regulasi diri merupakan penengah (mediator) antara personal dan karakteristik konteks dan prestasi atau performa yang sesungguhnya. Self-regulation pada kognitif, motivasi, dan perilaku yang dimiliki mahasiswa, merupakan perantara hubungan antara person, konteks dan bahkan prestasi

Berdasarkan asumsi – asumsi tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagaimana menurut Pintrich dan Zusho (dalam Nicol dan Macfarlane-Dick 2006: 202) bahwa self-regulated learning merupakan proses konstruktif aktif ketika mahasiswa menetapkan tujuan belajarnya dan kemudian berusaha untuk memantau, mengatur, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan tingkah lakunya agar sesuai dengan tujuannya dan kondisi kontekstual dari lingkungannya.

Sejalan dengan pengertian menurut Zimmerman (dalam Schunk, Pintrich, dan Mecce 2008: 154), self-regulation adalah proses dimana mahasiswa mengaktifkan dan mempertahankan kognisi, perilaku, dan perasaan yang mana secara sistematis diorientasikan pada pencapaian tujuan mereka. Zimmerman (1989: 329) memaparkan secara umum bahwa self-regulated learning pada mahasiswa digambarkan melalui tingkatan atau derajat yang meliputi keaktifan


(46)

partisipasi baik secara metakognisi, motivasi, maupun perilaku mahasiswa didalam proses belajar. Mahasiswa dengan sendirinya memulai dan berusaha secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang diinginkan, daripada bergantung pada guru, orang tua atau orang lain.

Berdasarkan dari pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa self-regulated learning adalah usaha aktif dan mandiri mahasiswa dengan memantau, mengatur dan mengontol kognisi, motivasi, dan perilaku, yang diorientasikan atau diarahkan pada tujuan belajar.

2.2.2 Aspek – Aspek dari Self-Regulated Learning

Menurut Borkowski dan Thorp (dalam Boekaerts 1996: 101) bahwa banyak peneliti sepakat bahwa aspek yang paling mendasar dari self-regulated learning

adalah keterfokusan pada tujuan. Sedangkan menurut Zimmerman (1990: 4-5)

self-regulated learning terdiri dari 3 aspek umum dalam pembelajaran akademis, yaitu:

a. Kognisi dalam self-regulated learning adalah kemampuan mahasiswa merencanakan, menetapkan tujuan, mengatur, memonitor diri, dan mengevaluasi diri pada berbagai sisi selama proses penerimaan. Proses ini memungkinkan mereka untuk menjadi menyadari diri, banyak mengetahui dan menentukan pendekatan dalam belajar.

b. Motivasi dalam self-regulated learning yaitu dimana mahasiswa merasakan

self-efficacy yang tinggi, atribusi diri dan berminat pada tugas intrinsik. c. Perilaku dalam self regulated learning ini merupakan upaya mahasiswa untuk


(47)

belajar. Mereka mencari nasihat, informasi dan tempat di mana mereka yang paling memungkinkan untuk belajar.

Sejalan dengan pendapat di atas, Wolters, Pintrich dan Karabenick (2003: 8, 15, 24) juga membagi aspek-aspek self-regulated learning kedalam tiga aspek sebagai berikut:

a. Kognitif. Regulasi dan kontrol kognitif termasuk jenis aktivitas kognitif dan metakognitif yang mana mahasiswa mengunakannya untuk beradaptasi dan mengubah kognisi mereka. Satu aspek pokok dari regulasi dan kontrol kognisi yaitu pemilihan yang sebenarnya dan penggunaan berbagai strategi kognitif untuk mengingat, belajar, penalaran, pemecahan masalah dan berpikir.

b. Motivasi. Motivasi secara konsisten digambarkan sebagai sebuah determinan penting dari belajar dan prestasi mahasiswa dalam pengaturan akademik. Pada cara yang sama bahwa pelajar dapat meregulasi kognisi mereka, mereka dapat meregulasi motivasi dan pengaruh mereka. Wolters menjelaskan regulasi motivasi seperti kegiatan dimana mahasiswa dengan sengaja bertindak untuk memulai, mempertahankan atau menambah kesediaan mereka untuk memulai, menyediakan arah kerja atau untuk menyelesaikan kegiatan atau tujuan tertentu. Pada tingkatan umum, regulasi motivasi meliputi pemikiran, tindakan atau perilaku dimana mahasiswa bertindak untuk mempengaruhi pilihan mereka, usaha atau ketekunan untuk tugas - tugas akademik.

c. Perilaku. Regulasi perilaku adalah aspek dari regulasi diri yang melibatkan usaha mahasiswa untuk mengontrol perilaku tampak mereka. Mengikuti


(48)

model triadik sosial kognitif (Bandura 1986; Zimmerman 1989) dimana perilaku merupakan aspek dari orang tersebut, walaupun "diri" internal itu tidak diwakili oleh kognisi, motivasi, dan pengaruh. Namun demikian, mahasiswa dapat mengamati perilaku mereka sendiri, memonitor, dan mencoba untuk mengontrol dan mengatur itu dan dengan demikian kegiatan ini dapat dianggap regulasi diri bagi mahasiswa.

2.2.3 Tipe-Tipe Strategi Self-Regulated Learning

Dalam proses pembelajaran yang baik, maka perlu adanya strategi - strategi untuk dapat mencapai tujuan belajar. Menurut Zimmerman (1989: 329), self-regulated learning strategy adalah tindakan dan proses diarahkan untuk memperoleh informasi atau keterampilan yang melibatkan perantara, tujuan, dan persepsi instrumental oleh mahasiswa.

Wolters, Pintrich dan Karabenick (2003: 8-24) membagi strategi self-regulated learning berdasarkan aspek-aspek self-regulated learning, yaitu: a. Strategi kognitif, yang terdiri dari 4 strategi antara lain:

1. Rehearsal termasuk berusaha untuk mengingat materi dengan caramengulang terus menerus atau jenis pengolahan yang lebih “dangkal”. 2. Elaboration, refleksi yang lebih mendalam pendekatan untuk belajar dengan

berusaha untuk merangkum materi, menempatkan materi kedalam kata – kata kita sendiri, dan lain – lain.

3. Organization melibatkan beberapa proses yang lebih dalam melalui penggunaan berbagai taktik seperti membuat catatan, menggambar diagram, atau membuat peta konsep untuk mengorganisasikan materi pelajaran.


(49)

4. Metacognitive self-regulation meliputi berbagai perencanaan, monitoring, dan regulasi strategi pembelajaran seperti menetapkan tujuan dari kegiatan membaca, memantau pemahaman sebagai salah satu bacaaan, dan membuat perubahan atau penyesuaian dalam belajar sebagai salah satu kemajuan melalui sebuah tugas.

b. Strategi motivasi, yang terdiri dari 7 strategi antara lain:

1. Self-consequating yaitu menentukan dan menyediakan konsekuensi ekstrinsik untuk keterlibatan mereka pada kegiatan belajar. Mahasiswa menggunakan reward dan punishment secara verbal sebagai wujud konsekuensi.

2. Enviromental structuring dideskripsikan upaya mahasiswa untuk memusatkan perhatian, untuk mengurangi gangguan pada lingkungan mereka atau lebih umum, untuk menata lingkungan mereka untuk membuat penyelesaian tugas lebih mudah atau lebih mungkin terjadi tanpa gangguan. 3. Mastery Self-talk adalah berpikir tentang penguasaan yang berorientasi pada

tujuan seperti, pemuasan keinginantahuan, menjadi lebih kompeten atau lebih mengetahui suatu topik, atau meningkatkan perasaan otonomi mereka. 4. Performance or Extrinsic Self-talk adalah ketika mahasiswa dihadapkan

pada kondisi untuk menyudahi belajar, mahasiswa mungkin berpikir tentang mendapatkan prestasi yang lebih tinggi atau berusaha sebaik mungkin di kelas sebagai sebuah cara meyakinkan diri untuk terus belajar.

5. Relative Ability Self-talk dideskripsikan mahasiswa mungkin berpikir tentang penampilan yang lebih spesifik untuk mencapai tujuan seperti


(50)

melakukan usaha lebih baik baik dari yanglain atau menunjukkan sebuah kemampuan bawaan dengan tujuan untuk tetap berusaha keras.

6. Situational Interest Enhancement dideskripsikan mahasiswa dapat bekerja untuk meningkatkan minat situasional mereka atau kesenangan segera pengalaman mereka seraya menyelesaikan sebuah tugas.

7. Relevance Enhancement dideskripsikan upaya mahasiswa untuk meningkatkan relevansi atau kebermaknaan suatu tugas dengan menghubungkan pada kehidupan mereka sendiri atau minat pribadi mereka sendiri.

c. Strategi perilaku, yang terdiri dari 3 strategi antara lain:

1. Effort Regulation dideskripsikan usaha mahasiswa untuk menyelesaikan tugas

2. Regulating time/ Study Environment dideskripsikan mahasiswa mencoba mengatur waktu mereka dan konteks belajar dengan membuat jadwal belajar dan membuat rencana untuk kapan harus belajar.

3. Help Seeking dideskripsikan mahasiswa mencari bantuan dari teman sebaya, keluarga, teman satu kelas atau dosen.

Zimmerman dan Martinez Pons (1986: 618) membagi tipe strategi self-regulated learning seperti tercantum dalam tabel 2.1 dibawah ini:

Tabel 2.1 Strategi Self-Regulated Learning

No Strategi Definisi

1 Self-evaluating Mahasiswa mengevaluasi kualitas tugas atau kemajuan dari tugas mereka


(51)

Lanjutan

2 Organizing and transforming Mahasiswa baik secara terbuka atau tersembunyi mengatur ulang materi untuk meningkatkan belajar

3 Goal-setting and planning Mahasiswa mengatur tujuan atau subtujuan pendidikan dan rencana untuk mengurutkan prioritas, pengaturan waktu, dan menyelesaikan aktivitas yang berhubungan dengan tujuan tersebut.

4 Seeking information Mahasiswa berusaha untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan tugas selanjutnya dari sumber-sumber nonsosial ketika mengerjakan tugas.

5 Keeping records and monitoring

Mahasiswa berupaya untuk merekam dan memantau peristiwa atau hasil 6 Environment structuring Mahasiswa berusaha untuk memilih

atau menata tatanan fisik untuk membuat belajar lebih mudah

7 Self-consequeting Mahasiswa menyusun atau mengimajinasikan reward atau

punishment atas kesuksesan atau kegagalan

8 Rehearsing and memorizing Mahsiswa berusaha untuk mengingat materi dengan latihan secara terbuka atau tersembunyi.

9-11 Seeking social assistance Mahasiswa berusaha meminta bantuan dari teman sebaya (9), dosen (10), dan orang dewasa (11)

12-14 Reviewing records Mahasiswa berusaha untuk membaca kembali catatan (12), soal ujian (13), atau buku pelajaran (14) untuk persiapan kelas atau ujian selanjutnya. 15 Other Mahasiswa mencontoh tingkah laku belajar yang dicontohkan oleh orang lain seperti dosen atau orang tua, dan semua respon verbal yang tidak jelas


(52)

Berdasarkan paparan di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa strategi

self-regulated learning yang telah dikemukakan oleh beberapa tokoh di atas yaitu

goal setting and planning, organizing and transforming, environment structuring, keeping record and monitoring, rehearsing and memorizing, self-consequating, seeking social assistance, self-evaluating dan metacognitive self-regulation. 2.2.4 Karakteristik Mahasiswa yang Memiliki Self-Regulated Learning

Pada hakikatnya, karakteristik self-regulated learning dapat diamati dari bentuk tindakan atau perbuatannya yang mengarah pada tercapainya tujuan belajar. Beberapa ahli (dalam Montalvo dan Torres 2004: 3-4) mengemukakan karakteristik Mahasiswa yang memiliki self-regulated learning tinggi, antara lain : 1. Terbiasa dan tahu bagaimana menggunakan strategi kognitif (pengulangan, elaborasi, dan organisasi) yang membantu mahasiswa untuk mengikuti, mentrasformasi, mengorganisasi, mengelaborasi, dan memperoleh informasi. 2. Mengetahui bagaimana merencanakan, mengontrol, dan mengarahkan proses

mental untuk mencapai tujuan personal (metakognisi).

3. Menunjukkan seperangkat keyakinan motivasional dan emosi yang adaptif, seperti tingginya keyakinan diri secara akademik, memiliki tujuan belajar, mengembangkan emosi positif terhadap tugas (senang, puas, dan antusias), memiliki kemampuan untuk mengontrol dan memodifikasinya, serta menyesuaikan diri dengan tuntutan tugas dan situasi belajar khusus.

4. Mampu merencanakan, mengontrol waktu, dan memiliki usaha terhadap penyelesaian tugas, tahu bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang


(53)

menyenangkan, seperti mencari tempat belajar yang sesuai atau mencari bantuan dari dosen dan teman jika menemui kesulitan.

5. Menunjukkan usaha yang besar untuk berpartisipasi dalam mengontrol dan mengatur tugas – tugas akademik, iklim dan struktur kelas.

6. Mampu melakukan strategi disiplin, yang bertujuan menghindari gangguan internal dan eksternal, menjaga konsentrasi, usaha, dan motivasi selama menyelesaikan tugas.

2.3

Hubungan

antara

Self-Regulated

Learning

dengan

Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Jurusan Psikologi

Universitas Negeri Semarang

Setiap manusia bertanggung jawab tentang siapa dirinya dan tahu bagaimana dia akan bertindak. Manusia mempunyai kekuatan dari dalam dirinya untuk mengontrol kehidupan dirinya, bertanggung jawab terhadap tujuan yang diinginkan, menentukan cara untuk mencapai tujuan itu, dan menyumbang pengembangan minat sosial. Kekuatan dari dalam diri itulah yang membuat setiap manusia menjadi manusia bebas, bergerak menuju tujuan yang terarah.

Mahasiswa antara yang memiliki self-regulated learning tinggi dengan yang memiliki self-regulated learning rendah, dapat dibedakan melalui kemandirian mahasiswa lewat usaha untuk mengatur diri mereka sendiri secara aktif dan mandiri yang meliputi pengaturan kognisi, motivasi, dan perilaku. Self-regulated learning memiliki tiga aspek penting yang akan menentukan tinggi rendahnya tingkat self-reguled learning. Pertama yaitu aspek kognisi dimana upaya


(54)

mengevaluasi diri. Kedua yaitu aspek motivasi dimana mahasiswa merasakan efikasi diri yang tinggi, atribusi diri dan berminat pada tugas intrinsik. Ketiga yaitu aspek perilaku dimana upaya mahasiswa untuk memilih, menstruktur, dan menciptakan lingkungan yang mengoptimalkan belajar (Zimmerman, 1990: 4-5).

Perbedaan juga ditunjukkan melalui kesadaran mereka terkait keefektifan strategi self-regulated learning yaitu bagaimana hubungan antara pengaturan proses dan hasil belajarnya, serta penggunaan strategi tersebut untuk mencapai tujuan-tujuan akademis. Strategi self-regulated learning yang dapat dilakukan oleh mahasiwa dalam mencapai tujuan belajarnya antara lain penetapan tujuan dan perencanaan (goal setting and planning), mengorganisasi dan mentranformasi materi perkuliahan (organizing and transforming), mengatur lingkungan belajar (environment structuring), merekam dan memantau kejadian/ hasil belajar (keeping record and monitoring), mengulang dan mengingat materi perkuliahan (rehearsing and memorizing), pemberian reward dan punishment pada diri sendiri (self-consequating), mencari bantuan dari lingkuangan sosial (seeking social assistance), evaluasi diri (self-evaluating) dan regulasi metakognisi/ penyesuaian dan perubahan strategi belajar (metacognitive self-regulation). Mahasiswa yang menggunakan strategi self-regulated learning tersebut secara bersamaan dalam proses belajar akan memiliki tingkat self-regulated learning yang tinggi dan prestasi akademiknya akan tetap terjaga baik.

Pada dasarnya setiap mahasiswa sudah memiliki self-regulated learning, namun dalam tingkatan yang berbeda-beda. Salah satu penyebab adanya perbedaan tingkat prokrastinasi akademik mahasiswa dapat dilihat dari tingkat


(55)

self-regulated learning mahasiswa. Sebagaimana disebutkan oleh Ferrari, dkk (dalam Ghufron 2003: 23) ciri-ciri dari prokrastinasi akademik antara lain penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual, dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.

Prokrastinasi akademik akan menimbulkan dampak negatif seperti waktu yang terbuang sia-sia, kurang siap menghadapi ujian, kecemasan meningkat, terbengkalainya tugas-tugas yang seharusnya dikerjakan, bahkan bila tugas dapat diselesaikan pun kemungkinan besar menjadi tidak maksimal, dan prestasi akademik menurun. Prokrastinasi juga bisa mengakibatkan seseorang kehilangan kesempatan dan peluang yang akan datang, serta dapat menjadi penghalang bagi mahasiswa untuk mengembangkan dirinya secara maksimal.

Oleh karena itu, dengan adanya self-regulated learning diharapkan mahasiswa mampu menunjukkan langkah nyata yang ditujukan untuk pencapaian tujuan belajar dengan melakukan perencanaan secara terarah, sehingga prokrastinasi akademik dapat lebih diminimalisir. Jadi, antara self-regulated

learning dengan prokrastinasi akademik memiliki hubungan negatif. Semakin

tinggi self-regulated learning mahasiswa, maka semakin rendah prokrastinasi akademik mahasiswa. Sebaliknya, semakin rendah self-regulated learning


(56)

2.4

Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prokrastinasi Akademik

Self-Regulated Learning Tinggi

1. Menentukan tujuan belajar, prioritas, waktu dan aktivitas yang berhubungan dengan belajar

2. Mengatur dan mengubah materi perkuliahan menjadi lebih sederhana 3. Mengatur lingkungan tempat belajar 4. Merekam dan kejadian atau hasil

belajar

5. Mengulang dan mengingat materi perkuliahan

6. Menyiapkan reward dan punishment

untuk kesuksesan atau kegagalan belajar

7. Mencari bantuan teman dan dosen 8. Mengevaluasi kualitas dan

kemajuan belajar

9. Membuat perubahan atau penyesuaian strategi dalam belajar

Self-Regulated Learning Rendah

1. Tidak ada penentuan tujuan belajar, prioritas, waktu dan melakukan aktivitas tidak berhubungan belajar 2. Materi tidak diatur dan tidak diubah

menjadi lebih sederhana

3. Lingkungan tempat belajar seadanya 4. Tidak merekam dan memantau

kejadian atau hasil belajar

5. Tidak berusaha untuk mengulang dan mengingat materi sebelumnya

6. Reward dan punishment tidak berlaku dalam belajar

7. Malas mencari bantuan teman dan guru serta lebih mengandalkan kemampuan pribadi seadanya

8. Tidak mengevaluasi kualitas dan kemajuan belajar

9. Strategi belajar yang digunakan monoton

Prokrastinasi Akademik Rendah Prokrastinasi Akademik Tinggi

1. penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan tugas yang dihadapi 2. kelambanan dalam mengerjakan tugas 3. kesenjangan waktu antara rencana dan

kinerja aktual

4. melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan

Mahasiswa Jurusan Psikologi

Mempunyai tugas-tugas akademik yang menjadi tanggung


(57)

2.5

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu “ada hubungan negatif antara self-regulated learning dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang”. Semakin tinggi self-regulated learning mahasiswa, maka semakin rendah prokrastinasi akademik mahasiswa. Sebaliknya, semakin rendah self-regulated learning mahasiswa, maka semakin tinggi prokrastinasi akademik mahasiswa.


(1)

Skala

Self-Regulated Learning

Statistika Deskriptif

Self-Regulated Learning

Descriptive Statistics

N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance self-regulated learning 50 66.00 141.00 207.00 169.6400 16.18233 261.868 Valid N (listwise) 50

Statistika Deskriptif Indikator

Self-Regulated Learning

Descriptive Statistics

N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance goal setting and planning 50 10.00 11.00 21.00 14.5200 2.01261 4.051 organizing and

transforming

50 11.00 16.00 27.00 21.1400 2.61089 6.817

environment structuring 50 14.00 10.00 24.00 17.1800 2.97397 8.844 keeping record and

monitoring

50 13.00 15.00 28.00 21.5200 3.38809 11.479

rehearshing and memorizing

50 14.00 16.00 30.00 22.0400 2.86399 8.202

self-consequating 50 13.00 12.00 25.00 17.2400 2.51169 6.309 seeking social assistance 50 9.00 16.00 25.00 20.0800 2.01869 4.075 self-evaluating 50 8.00 13.00 21.00 17.1000 2.14047 4.582 metacognitive

self-regulation

50 9.00 15.00 24.00 18.8200 2.28294 5.212


(2)

197

Skala Prokrastinasi Akademik

Statistika Deskriptif Prokrastinasi Akademik

Descriptive Statistics

N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance prokrastinasi akademik 50 47.00 44.00 91.00 70.4400 11.58669 134.251 Valid N (listwise) 50

Statistika Deskriptif Indikator Prokrastinasi Akademik

Descriptive Statistics

N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance penundaan untuk memulai

maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi

50 13.00 12.00 25.00 20.1000 3.32738 11.071

keterlambatan dalam mengerjakan tugas

50 12.00 8.00 20.00 15.0800 2.96125 8.769

kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual

50 14.00 10.00 24.00 17.3600 3.35492 11.256

melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan

50 13.00 10.00 23.00 15.5600 3.33295 11.109


(3)

LAMPIRAN 8:


(4)

199

Hasil Uji Normalistas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

self-regulated learning

prokrastinasi akademik

N 50 50

Normal Parametersa,,b Mean 169.6400 70.4400 Std. Deviation 16.18233 11.58669 Most Extreme Differences Absolute .084 .144

Positive .084 .070

Negative -.044 -.144

Kolmogorov-Smirnov Z .594 1.021

Asymp. Sig. (2-tailed) .872 .249

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Hasil Uji Linieritas

Anova table

Prokrastinasi Akademik * SRL

Between Groups

(Combined) Linearity

Deviation

from Linearity Within Groups Total

Sum of Squares 5588.320 2800.058 2788.262 990.000 6578.320

Df 39 1 38 100 49

Mean Square 143.290 2800.058 73.375 647.172

F 1.447 28.283 .741

Sig. .274 .000 .759

Measures of Association

R R Squared Eta Eta Squared Prokrastinasi akademik * SRL -.652 .426 .922 .850


(5)

LAMPIRAN 9:


(6)

201

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N self-regulated learning 169.6400 16.18233 50 prokrastinasi akademik 70.4400 11.58669 50

Correlations

self-regulated learning

prokrastinasi akademik self-regulated learning Pearson Correlation 1 -.652**

Sig. (2-tailed) .000

N 50 50

prokrastinasi akademik Pearson Correlation -.652** 1 Sig. (2-tailed) .000

N 50 50


Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Konsep Diri Akademik Dengan Self Regulated Learning Pada Mahasiswa Penghuni Asrama Mahasiswa Universitas Sumatera Utara

5 106 108

Hubungan antara Self-efficacy dengan Self-regulated Learning pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

10 89 124

Pengaruh self-regulated learning dan dukungan sosial terhadap prokrastinasi akademik mahasiswa psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

0 21 0

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 3 12

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 3 16

HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA MAHASISWA Hubungan Antara Self-Regulated Learning Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA MAHASISWA Hubungan Antara Self-Regulated Learning Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 17

Hubungan antara Self Efficacy dan Self Regulated Learning dengan Prestasi Akademik Pada Mahasiswa Fakulats Psikologi Universitas Surabaya - Ubaya Repository

0 0 1

Hubungan Antara Konsep Diri Akademik Dengan Self Regulated Learning Pada Mahasiswa Penghuni Asrama Mahasiswa Universitas Sumatera Utara

0 4 12

HUBUNGAN ANTARA SELF REGULATED LEARNING DENGAN PROKRASTINASI PADA MAHASISWA YANG SEDANG MENYUSUN SKRIPSI

0 0 125