20
menjamin syari ˊah dapat mendatangkan kemaslahatan kepada manusia.
11
Sementara Al-Izz bin Abdul Salâm juga berpendapat demikian, beliau mengatakan Syar
îˊat itu semuanya maslahah, baik dengan menolak kejahatan atau menarik kebaikan.
12
Syariat adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah bagi hamba-Nya tentang urusan agama. Atau hukum agama yang ditetapkan
dan diperintahkan oleh Allah. m q s r ’ ” l h tuju n ng m nj
target teks dan hukum-hukum partikular untuk direalisasikan dalam kehidupan manusia. Baik berupa perintah, larangan, dan mubah, untuk individu, keluarga,
jamaah, dan umat.
13
Secara istilah m q s r ’ yaitu tujuan-tujuan dan rahasia-rahasia
yang diletakkan Allah yang terkandung dalam setiap hukum untuk keperluan pemenuhan manfaat umat. Atau tujuan dari Allah menurunkan syar
at, dimana menurut al-Syatibî tujuan dari pada maqashid al-syar
ah adalah untuk mewujudkan kemashlahatan manusia di dunia dan akhirat.
14
Wahbah al-Zuhailî mengatakan bahwa maq
s id al-syar ah adalah nilai-nilai dan sasaran s r ’ yang tersirat dalam segenap atau bagian terbesar dari hukum-hukumnya. Nilai-
11
Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Ilam al-Muwaqqiîn, Beirut: Dar al-Kutub al- Ilmiyyah,1996, h. 37.
12
Al-Izz bin Abdul Salam, Qaw id al-Ahkam fi Masalih al-Anâm, Beirut: Dar al-
Marifah, t.t, Jilid 1, h. 9.
13
Yusuf al-qordhowi, fiqih Ma q
s d Syar ah. h.13.
14
Al-Syatibi, Al-Muawâfaqâ t s l al-Syarî’ , Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.t,
Juz I ,h. 3
21
nilai dan sasaran-sasaran itu dipandang sebagai tujuan dan rahasia syariah, yang ditetapkan oleh al-syâ
r ’ l m s t p k t ntu n hukum.
15
Ibn Asyur mendefinisikan m q s sebagai Segala pengertian yang dapat
dilihat pada hukum- hukum ng s r ’ tk n p k s luruh nn t u
sebagian besarnya. Ibnu Asyur membagi m q s -s r menjadi
dua: ˊâmah umum dan s
ah khusus. Ilal al-Fasi mendefinisikan maq s id sebagai matlamât syarî
’ dan rahasia-rahasia pensyarîˊatan setiap hukum Islam. Sama dengan Ibn
ˊAsy r beliau juga telah membagi maqasid kepada maq
s id umum dan maq s id khusus. maq s id umum ialah matlamât syarîˊah secara umum, sedangkan maq
s id khusus ialah rahasia di balik setiap hukum. Definisi ini telah dikritik oleh
ˊIwad bin Muhmmad al-Qarnî. Beliau mengkritik dengan mengatakan bahwa perkataan rahasia kurang sesuai
digunakan, karena rahasia bukanlah maq s id secara mutlak. Ada kalanya
rahasia itu menjadi maq s id dan di sisi lain ia bukanlah maq s id.
16
Yusuf Al-Qardhawî mendefenisikan maq s id al-syar ah sebagai tujuan
yang menjadi target teks dan hukum-hukum partikular untuk direalisasikan dalam kehidupan manusia, baik berupa perintah, larangan dan mubah, untuk
individu, keluarga, jamaah dan umat.
17
atau juga disebut dengan hikmat-hikmat yang menjadi tujuan ditetapkannya hukum, baik yang diharuskan ataupun
t k. K r n l m s t p hukum ng s r ’ tk n ll h k p h mb n
15
Wahbah al-Zuhaili, Ushul Fiqh Islami, Damaskus : Dar al Fikri, 1998, Juz II, h. 1045
16
Iwad bin Muhammad al-Qarni, al-Mukhtasar al-Wajiz fi Maqasid al-Tasyri, Jeddah: Dar al-andalus al-Khadra, 1419, h. 18.
17
Yusuf Al-Qardhawi, Fikih
maq s id
Syar ah, h.17.
22
pasti terdapat hikmat, yaitu tujuan luhur ya ng b l k hukum. l m s l
Fiqih mendefinisikan maq s id al-syar ah dengan makna dan tujuan yang
k h n k s r ’ l m m ns r ’ tk n su tu hukum b g k m s lahatan umat manusia. maq
s id syarî ah di kalangan ulama ushul fiqih disebut juga asrâr al-syar
ah, yaitu rahasia-rahasia yang terdapat di balik hukum yang t t pk n ol h s r ’, b rup k m shl h t n b g m nus , b k un
m upun kh r t. s ln , s r ’ m w j bk n b rb g m c m b h dengan tujuan untuk menegakkan agama Allah SWT.
18
B. Tujuan Maq d al Syarî ah
Apakah s r ’ t mempunyai tujuan tertentu dari hukum-hukum yang
s r ’ tk nn ? B k b rup p r nt h w j b m upun sun h; t u b rup larangan, yag diharamkan dan dimakruhkan; atau perbuatan-perbuatan yang
mubah. Dalam hal ini jumhur ulama salaf maupun khalaf sepakat, aturan hukum dalam syariat islam itu mempunyai tujuan tertentu. Tujuan syariat islam
itu dapat dipahami da diterima oleh akal pikiran manusia, kecuali hal-hal yang bersifat
t ’ bbu dan hikmahnya tidak m qul tidak masuk akal. Sebagian fukuha sepakat mengenai pemikiran tersebut, kecuali mazhab al-Dzahîrîyah.
Mazhab al-Dzahîrîyah ini terbawa arus pemikiran umum, yang mengatakan bahwa semua hukum yang tertuang dalam syariat Islam itu mempunyai tujuan.
Sekalipun hal-hal yang bersifat t bbu dan m q l.
19
18
Yusuf al-Qadharawi, Fiqih Praktis Bagi Kehidupan Modern, Kairo: Makabah Wabah, 1999, h.79.
19
Yusuf al-Qardhawi, Membumikan Syariat Islam, surabaya: Dunia Ilmu, 1997, h.56.
23
Secara umum, tujuan-tujuan hukum dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yang luas. Dalam sub kategori yang pertama, Syatibî membahas
maksud Tuhan yang sebenarnya dalam menetapkan hukum, dalam hal ini untuk melindungi kemaslahatan manusia baik yang berkenaan dengan duniawi
maupun agama. Sepanjang yang diakui oleh prinsip-prinsip rur t,
hajiyyât, tahsîniyyât. Dalam sub kategori yang kedua, Syatibi membicarakan tentang maksud Tuhan membuat syariat. Dengan demikian syariat mestilah
dapat dipahami oleh orang awam dan tidak boleh dimengerti oleh kalangan tertentu. Jadi, tujuannya adalah agar orang-orang yang beriman dapat
mengenali hukum Allah, karena jika mereka tidak mengerti bahasa yang digunakan oleh hukum itu, maka berarti mengabaikan hukum itu sendiri. Sub
kategori yang ketiga cenderung mudah dipahami, dan pada sebagian besar dari tulisan bagian ini mengatakan bahwa dalam menurunkan hukumnya
menghendaki agar umat Islam mematuhi peraturannya secara menyeluruh.
20
Begitulah semestinya pelanggaran atas hukum secara sengaja dapat dijatuhi hukuman sesuai dengan jenis pelanggarannya tersebut. Dapat pula
dinyatakan bahwa ada perbuatan yang praktiknya melanggar hukum padahal niatnya tidak demikian. Tampak bahwa kehendak manusia dalam wacana
Syatibî sejauh ini dijelaskan dengan menjadikan sufi sebagai contoh. Namun disini dia melanjutkan diskusi tentang siasat hukum biyal dalam hubungan
yang erat, ataupun tidak, antara kehendak Tuhan dan keinginan manusia. Dan dijelaskan pula bahwa sasarannya kali ini berpindah dari kaum sufi kepada
20
Wael b Hallaq, Sejarah Teori Hukum Islam, Jakarta: Grafindo, 2000, h.267.
24
kelompok ahli fiqih yang dianggapnya telah bertindak berlebih-lebihan dalam menyepelekan hukum, barangkali dalam menyampaikan kritikannya pada para
ahli fiqih tersebut. Ia berpendapat bahwa tujuan utama biyal adalah untuk mencegah berlakunya suatu hukum atau menggantinya dengan ketentuan yang
lain agar tidak terjadi akibat yang tidak diinginkan oleh hukum.
21
Ibnu m m nj l sk n b hw s r n s s s r ’ t l h untuk mewujudkan kemaslahatan hamba dunia dan akhirat. Menurutnya, seluruh
hukum itu mengandung keadilan, rahmat, kemaslahatan dan hikmah, jika keluar dari keempat nilai yang dikandungnya, maka hukum tersebut tidak dapat
n m k n s r ˊat.
22
Asafri Jaya Bakri mengemukakan bahwa M q s
r ‘ dilihat dari segi subtansi adalah kemaslahatan.
23
Kemaslahatan dalam taklif tuhan dapat berwujud dalam dua bentuk: pertama dalam bentuk hakiki,
yakni manfaat langsung dalam arti kausalitas. Kedua, dalam bentuk majazi yakni bentuk yang merupakan sebab yang membawa kepada kemaslahatan.
24
Kemaslahatan itu, oleh al-Syatibî dilihat pula dari 2 dua sudut pandang. Dua sudut pandang itu adalah:
1. Maqâ s id al- r ’ Tujuan Tuhan
21
Wael b Hallaq, Sejarah Teori Hukum Islam, h.267.
22
Ibn Qayyim, I’ m -Mu q ’ R bb - ‘A m , Jilid III h.3.
23
Asafri Jaya Bakri , Ko sep M q s r ’ , h.69.
24
Husein Hamid Hasan, N z r -M s lahah al-Fiqh al-Islami, Mesir: Dar al-
Nahdah al- ‘ r b h, 1971, h.5.
25
2. Maqâ s id al-Mukallaf Tujuan Mukallaf.
25
Maq s id al-syar ah mengandung empat aspek, yaitu:
1. Tujuan awal dari syarîˊat yakni kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.
2. Syarîˊat sebagai sesuatu yang dipahami.
3. Syarî’at sebagai suatu hukum taklifi yang harus dilakukan, dan
4. Tujuan syarîˊat adalah membawa manusia ke bawah naungan hukum.
26
Aspek pertama berkaitan dengan muatan dan hakikat maqashid al- s r ’ h.
Aspek kedua berkaitan dengan dimensi bahasa agar syariat dapat dipahami sehingga tercapai kemaslahatan yang dikandungnya. Aspek ketiga berkaitan
dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan syariat dalam rangka mewujudkan kemaslahatan. Ini juga berkaitan dengan kemampuan manusian untuk
melaksanakannya. Aspek terakhir berkaitan dengan kepatuahan manusia sebagai mukallaf di bawah dan terhadap hukum-hukum Allah. Atau dalam
istilah yang lebih tegas tujuan syari ˊat berupaya membebaskan manusia dari
kekekangan hawa nafsu. Aspek kedua, ketiga dan keempat pada dasarnya lebih tampak sebagai penunjang aspek pertama sebagai aspek inti.namu sebelum
menguraikan lebih panjang aspek pertama sebagai aspek inti, terlebih dahulu dipaparkan tiga aspek terkhir menurut al-Syatibî memiliki keterkaitan dan
merupakan rincian dari aspek pertama. Aspek pertama sebagai inti dapat
25
Al-Syatibi, Al-Muawafaqat, Juz II, h.5.
26
Al-Syatibi, Al-Muawafaqat, Juz II. h.5.