Kebijakan Harga Sarana Produksi

Price So S 1 Po HPP P 1 D 1 D 2 Qo Q 1 Q 3 Quantity Gambar 2 Penjelasan Konsep Harga Pembelian Pemerintah Konsep HPP berdasarkan Gambar 2, sebelum panen raya tiba Supply So berada pada keadaan harga Po dan kuantitas Qo. Pada saat panen raya tiba keseimbangan berubah, kuantitas menjadi Q 1 dan harga turun menjadi P 1 , Supply berubah menjadi S 1 bahkan berada dibawah HPP. Pemerintah dalam kebijakan HPP ini tidak mempunyai kewajiban untuk membeli gabah petani jika terjadi excess supply, sehingga gabah dibeli oleh banyak pihak bukan oleh pemerintah. Kekhawatiran dari konsumen timbul karena takut tidak memperoleh gabah, sehingga permintaan terhadap gabah akan tinggi lagi dan Demand bergeser menjadi D 2 sampai ke HPP dan harga dapat tinggi kembali jika permintaan berubah menjadi D 2.

2.4 Kebijakan Harga Sarana Produksi

Kebijakan harga sarana produksi bertujuan untuk merangsang peningkatan produksi padi, melalui subsidi harga sehingga harga sarana produksi antar waktu dan antar daerah tidak jauh berbeda. Harga sarana produksi yang mendapat subsidi antara lain benih, pupuk, dan pestisida. Namun subsidi harga pestisida dihentikan sejak Tahun 1986, sejalan dengan diterapkan konsep Pengendalian Hama Terpadu PHT dalam sistem produksi tanaman pangan. Salah satu subsidi harga sarana produksi yang terpenting adalah subsidi harga pupuk. Pola perhitungan subsidi harga pupuk selalu dikaitkan dengan harga dasar gabah. Perkembangannya, pemerintah menggunakan indikator BC ratio sebesar 2,0. Penetapan angka ini didasarkan atas pemikiran bahwa petani akan bersedia melakukan intensifikasi apabila pertambahan hasil yang diperoleh meningkat dua kali lipat dibanding dengan pertambahan biaya yang harus dikeluarkan. Selama kurun waktu 20 tahun, yaitu periode 1969 sampai 1989, harga pupuk telah delapan kali dinaikkan, dengan perincian empat kali pada Pelita I hingga Pelita III, tiga kali pada Pelita IV dan satu kali pada Pelita V. Kenaikan- kenaikan tersebut tetap dapat diusahakan agar rasio harga dasar gabah terhadap urea cukup besar sehingga mendorong petani untuk meningkatkan produksi padi. Sampai akhir Pelita II, rasio kedua harga tersebut tidak lebih besar dari 1,14, namun setelah itu, Pelita III dan IV serta pada awal Pelita V rasio harga dasar gabah terhadap harga pupuk diatas 1,50 kecuali untuk Tahun 1979 hanya sebesar 1,93. Rasio harga yang tertinggi yang pernah dicapai adalah sebesar 1,93 pada Tahun 1982 dan 1,83 yang terjadi pada Tahun 1984 Amang dan Sawit, 1999. Upaya mempertahankan rasio harga dasar gabah terhadap urea yang cukup besar tidak terlepas dari peran subsidi pupuk. Meski demikian, subsidi pupuk mengalami hambatan berupa besarnya biaya yang dikeluarkan pemerintah. Amang dan Sawit 1999 menyatakan bahwa subsidi harga pupuk telah mendorong peningkatan penggunaan pupuk dan berpengaruh terhadap peningkatan produksi beras, sukses ini juga membawa konsekuensi membengkaknya dana subsidi. Berdasarkan hal tersebut, pada Tahun 1999 subsidi harga pupuk sempat dihapuskan. Meski demikian, sejak Tahun 2002 pemerintah kembali memberi subsidi harga pupuk terutama pupuk N, P, K. Subsidi ini diharapkan dapat meringankan beban biaya produksi usahatani padi yang terus meningkat.

2.5 Pengertian DMP LUEP