diberikan Rp 25.000 per 100 kilogram dari hasil panen yang diperoleh, tetapi sistem pembayaran ini jarang digunakan yang biasa digunakan adalah sistem
bawon.
6.3 Analisis Cabang Pendapatan Usahatani Padi
Petani pemilik adalah petani yang dalam usahataninya menggunakan lahan milik sendiri sebagai media pertanamannya. Analisa yang dilaksanakan pada
usahatani ini hanya dilakukan pada petani pemilik lahan. Hal ini terjadi karena dari 40 responden yang terbagi pada dua kecamatan yang diambil datanya
semuanya adalah petani pemilik. Penelitian ini melakukan analisis terhadap usahatani yang dilaksanakan pada satu luasan lahan yaitu satu hektar, adapun
yang membedakan adalah golongan air yang diperoleh pada saat pertanaman dilakukan.
Golongan air yang terbagi kedalam empat golongan, mempunyai perbedaan waktu awal tanam 15 sampai 30 hari tiap golongannya, oleh karena itu
peneliti melakukan analisis usahatani padi yang termasuk Golongan I satu di Kecamatan Binong dan Golongan IV empat di Kecamatan Pusakanagara, untuk
melihat apakah ada perbedaan dalam harga jual yang berpengaruh terhadap pendapatan usahatani atau tidak. Kecamatan Binong dan Kecamatan
Pusakanagara merupakan sentra padi di Kabupaten Subang, bahkan Kecamatan Pusakanagara merupakan daerah yang mendapat perhatian khusus dari pemerintah
karena hasil produksinya selalu bagus atau tinggi. Analisis yang dilakukan mengacu kepada konsep pendapatan atas biaya
yang dikeluarkan, yaitu biaya tunai dan biaya total. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan dalam bentuk tunai, seperti biaya sarana produksi padi, tenaga kerja
luar anggota keluarga dan pajak. Biaya total adalah biaya tunai yang dikeluarkan ditambah dengan biaya yang diperhitungkan. Biaya diperhitungkan adalah biaya
yang pengeluarannya tidak dalam bentuk tunai, contohnya adalah penggunaan benih dari pertanaman sebelumnya, penyusutan alat, dan penggunaan tenaga kerja
dari dalam keluarga.
6.3.1 Analisis Penerimaan Cabang Usahatani Padi
Hasil panen yang dijual oleh petani baik di Golongan I dan Golongan IV adalah dalam bentuk Gabah Kering Panen GKP. Hasil yang diperoleh
berdasarkan informasi dari petani dapat diketahui bahwa, petani padi Golongan I pada musim pertama adalah rata-rata sama dengan 5.135 kilogram per hektar dan
musim tanam kedua adalah 4.843 kilogram per hektar. Rata-rata harga jual GKP yang diterima oleh petani pada musim pertama Rp 2.430 per kilogram dan musim
kedua adalah Rp 2.516 per kilogram. Apabila hasil panen tersebut dikalikan dengan harga jualnya maka akan diperoleh penerimaan usahataninya.
Jumlah hasil panen yang diperoleh petani Golongan IV pada musim tanam pertama adalah 5.062 kilogram per hektar dan musim tanam kedua adalah 5.711
kilogram per hektar. Harga jual hasil panen Golongan IV pada musim pertama yaitu Rp 2.379 per kilogram dan Rp 2.471 per kilogram pada saat musim tanam
kedua, jika dikalikan dengan jumlah hasil panen maka penerimaan yang diperoleh petani Golongan IV lebih besar. Hal tersebut disebabkan karena hasil panen yang
diperoleh petani Golongan IV lebih banyak. Rata-rata hasil panen per hektar serta harga jual padi di Kecamatan Binong dan Kecamatan Pusakanagara Tahun 2007
tersaji pada Tabel 19.
Tabel 19 Rata-rata Hasil Panen Per Hektar Serta Harga Jual Padi di Kecamatan Binong Golongan I dan Kecamatan Pusakanagara
Golongan IV Tahun 2007
Keterangan Hasil Panen kilogram
per hektar per GKP Harga Jual Rupiah per
kilogram per GKP Golongan I MT I
5.135 2.430
MT II 4.843
2.516 Golongan IV MT I
5.062 2.379
MT II 5.711
2.471
Berdasarkan hasil perkalian antara harga jual dengan jumlah hasil panennya, maka diketahui penerimaan total usahatani yang diperoleh petani
selama satu tahun. Penerimaan tersebut diperoleh petani berdasarkan hasil tanam padi yang dilakukan dua kali musim tanam selama satu tahun. Petani padi
Golongan I penerimaan total usahataninya adalah Rp 24.725.870 per hektar. Nilai hasil panen petani Golongan IV adalah Rp 24.859.375 per hektar.
Nilai penerimaan usahatani petani Golongan I apabila dibandingkan dengan petani Golongan IV dalam satuan hektar ternyata nilainya lebih rendah. Rendahnya hasil
panen yang diperoleh petani Golongan I karena jumlah hasil panen yang diperoleh petani lebih rendah dibanding petani Golongan IV. Harga yang diterima oleh
petani Golongan I relatif lebih baik dibanding petani Golongan IV, karena panen biasanya dilakukan sebelum panen raya tiba. Tetapi karena jumlah hasil
panennya sedikit, sehingga meskipun rata-rata harga jualnya tinggi tidak berdampak pada besarnya nilai penerimaan yang diterima Golongan I.
6.3.2 Analisis Biaya Cabang Usahatani Padi
Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani padi Golongan I dan Golongan IV lebih besar jika dibandingkan
dengan pengeluaran yang diperhitungkannya. Adapun biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani Golongan I adalah Rp 11.370.709 per hektar dan
Rp 1.074.909 per hektar untuk biaya diperhitungkan, sedangkan petani Golongan IV adalah Rp 11.497.062 per hektar untuk biaya tunai dan Rp 1.384.938 per
hektar untuk biaya diperhitungkan. Tabel 20 Rata-rata Biaya Usahatani Padi Golongan I dan Kecamatan
Binong dan Golongan IV Luas Lahan Satu Hektar Kecamatan Pusakanagara Tahun 2007
Komponen Golongan I
Rupiah per hektar Golongan IV
Rupiah per hektar A.Biaya Tunai
1. Sarana Produksi - Benih
255.625 211.929
- Pupuk 1.559.150 1.561.000
- Pestisida 2.234.200
2.604.800 2. Sewa Traktor
1.191.111 750.000
3. Tenaga Kerja 5.672.703
5.841.234 4. Pajak
457.920 528.100
Total Biaya Tunai 11.370.709
11.497.063 B. Biaya diperhitungkan
1. Benih 200.000
210.333 2. Penyusutan Alat
210.464 550.138
3. TKDK 664.444
624.467
Total Biaya Diperhitungkan 1.074.909
1.384.938 C. Jumlah Total Biaya A+B
12.445.618 12.882.001
Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani Golongan I dan Golongan IV disebabkan karena petani banyak menggunakan sumberdaya yang
berasal dari luar anggota keluarga. Sumberdaya tersebut meliputi tenaga kerja, pupuk, benih, pestisida dan pajak. Tenaga kerja luar keluarga juga digunakan
oleh petani dalam melakukan kegiatan seperti pengolahan lahan, penanaman, penyiangan, pemupukan, penyemprotan, dan panen.
Besarnya tenaga kerja luar anggota keluarga yang digunakan disebabkan oleh, sumber tenaga kerja dari dalam anggota keluarga tidak mencukupi. Selain
itu, ada diantara anggota keluarga yang lebih memilih bekerja diluar usahatani. Akibatnya petani harus mengeluarkan biaya tunai yang besar untuk membiayai
tenaga kerja dari luar anggota keluarga ini. Selain tenaga kerja, yang menyebabkan besarnya biaya tunai adalah biaya untuk membeli benih, pupuk,
pestisida, dan pajak. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli benih oleh petani Golongan I
adalah Rp 255.625 per hektar, dan Golongan IV adalah Rp 211.929 per hektar. Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan untuk membeli benih disebabkan diantara
petani hanya sedikit yang menggunakan benih dari pertanaman sebelumnya. Penyebab yang ditimbulkan jika petani menggunakan benih dari pertanaman
sebelumnya, biasanya produksi padi mengalami penurunan. Petani lebih memilih membeli benih dari toko pertanian terdekat yang sudah teruji bagus atau membeli
dari petani yang menjual khusus benih padi yang bagus. Pupuk yang digunakan oleh petani adalah Urea, TSP, dan NPK.
Berdasarkan hasil penelitian jarang sekali ditemui petani yang tidak menggunakan pupuk kimia. Hal ini menyebabkan biaya tunai yang harus dikeluarkan oleh
petani cukup tinggi yaitu sebesar Rp 1.559.150 per hektar untuk petani Golongan I dan Rp 1.561.000 per hektar untuk Golongan IV.
Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa ternyata Pupuk Urea yang digunakan oleh petani lebih besar bila dibandingkan dengan pupuk yang lainnya.
Pupuk Urea yang digunakan untuk luasan satu hektar rata-rata adalah 225 kilogram untuk petani Golongan I dan 290,50 kilogram untuk petani Golongan
IV, sedangkan pupuk TSP 136,67 kilogram petani Golongan I dan 142,50 kilogram untuk petani Golongan IV. Hal ini terjadi karena pupuk Urea lebih
diperlukan untuk pertumbuhan tanaman padi sejak dipindahkannya dari lahan
semai sampai akan menghasilkan buah. Hal ini menyebabkan biaya pengguna- annya menjadi lebih besar.
Penggunaan pupuk yang dilakukan oleh petani, jika dibandingkan dengan standar yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian tentang penggunaan pupuk
dalam usahatani padi, ternyata jumlah pupuk yang digunakan melebihi standar yang ditetapkan, terbukti bahwa hasil panen yang diterima di Kecamatan
Pusakanagara lebih besar dibandingkan petani Kecamatan Binong. Hal ini terjadi karena petani menganggap bahwa semakin banyak pupuk yang digunakan maka
jumlah produk yang akan dihasilkan menjadi lebih tinggi. Biaya untuk pestisida juga merupakan salah satu penyebab besarnya biaya
tunai yang dikeluarkan oleh petani. Pada penelitian ini biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk biaya pestisida adalah Rp 2.234.200 per hektar untuk petani
Golongan I dan Rp 2.604.800 per hektar untuk petani Golongan IV. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk pestisida ini dikarenakan petani terlalu
protektif terhadap tanamannya, sehingga terkadang dalam kondisi tidak terserang hama sekalipun petani tetap melakukan penyemprotan sebagai antisipasi terhadap
serangan hama. Sewa traktor antara petani Golongan I dan petani Golongan IV memiliki
perbedaan yang nyata. Hal ini disebabkan karena petani Golongan IV sudah banyak yang memiliki traktor sendiri, sehingga harga sewa traktor lebih murah
dibanding petani Golongan I yang menyewa traktor untuk dua kali musim tanam rata-rata adalah Rp 1.191.111 per hektar sedangkan petani Golongan IV rata-rata
adalah Rp 750.000 per hektar.
Kondisi penggunaan biaya sama antara petani Golongan I dan petani Golongan IV, yaitu lebih besar penggunaan biaya tunai dibandingkan dengan
biaya diperhitungkannya. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani Golongan I adalah Rp 11.370.709 per hektar, sedangkan biaya tunai yang dikeluarkan oleh
petani Golongan IV adalah Rp 11.497.063 per hektar. Perbedaan besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani karena jumlah sumberdaya yang dimiliki dan
cara petani melakukan kegiatan usahataninya tidak sama. Melihat nilai biaya yang diperhitungkannya, petani Golongan I adalah
sama dengan Rp 1.074.909 per hektar. Jika dibandingkan maka jumlahnya lebih kecil daripada petani Golongan IV yaitu Rp 1.384.938 per hektar. Penyebabnya
adalah terkadang petani tidak pernah memperhitungkan penggunaan biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga dan biaya untuk komponen benih, penyusutan alat,
ataupun hal lainnya seperti sewa lahan.
6.3.3 Analisis Pendapatan Cabang Usahatani Padi
Usahatani akan dikatakan menguntungkan jika selisih antara penerimaan dan pengeluarannya bernilai positif. Selisih tersebut akan dinamakan pendapatan
atas biaya tunai jika penerimaan totalnya dikurangkan dengan pengeluaran tunai. Apabila penerimaan totalnya dikurangkan dengan pengeluaran totalnya maka
selisih tersebut dinamakan pendapatan atas biaya total. Rata-rata pendapatan dan RC rasio usahatani padi pada petani Kecamatan Binong Golongan I dan petani
Kecamatan Pusakanagara Golongan IV luasan satu hektar Tahun 2007 tersaji pada Tabel 21.
Tabel 21 Rata-rata Pendapatan dan RC Rasio Usahatani Padi pada Petani Kecamatan Binong Golongan I dan Kecamatan Pusakanagara
Golongan IV Luasan Satu Hektar Tahun 2007
Komponen Golongan 1
rupiah per hektar Golongan IV
rupiah per hektar
Jumlah Total Penerimaan 24.725.870
24.859.375 Total Biaya Tunai
11.370.709 11.497.063
Total Biaya Diperhitungkan 1.074.909
1.384.938 Jumlah Total Biaya B+C
12.445.618 12.882.001
Pendapatan Atas Biaya Tunai 13.355.161
13.362.313 Pendapatan Atas Biaya Total
12.280.252 11.977.375
RC Ratio Atas Biaya Tunai 2,17
2,16 RC Ratio Atas Biaya Total
1,99 1,93
Berdasarkan Tabel 21 pendapatan atas biaya tunai Golongan I adalah Rp 13.355.161 per hektar, sedangkan Golongan IV Rp 13.362.313 per hektar.
Besarnya pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh Golongan IV karena petani Golongan IV mendapatkan jumlah hasil panen yang lebih besar dibandingkan
jumlah hasil panen yang diperoleh petani Golongan I. Tetapi jika berdasarkan penerimaan atas biaya total, petani Golongan I mendapatkan nilai RC lebih besar
yaitu 1,99 sedangkan petani responden Golongan IV nilai RC nya 1,93 karena biaya diperhitungkan petani Golongan IV lebih besar sehingga berpengaruh
terhadap perolehan nilai. Jumlah hasil panen yang besar karena petani Golongan IV lebih banyak
dalam penggunaan pupuk, lebih telaten dalam mengantisipasi serangan hama dan banyak petani yang berhasil kaya sehingga tidak kesulitan dalam modal kegiatan
usahataninya. Selain itu pengalaman usahatani yang cukup lama juga berpengaruh terhadap kegiatan usahatani yang dilaksanakan. Kegiatan usahatani
padi Kecamatan Pusakanagara Golongan IV sudah sangat baik ditandai dengan adanya perhatian pemerintah yang lebih, seperti adanya kunjungan Presiden
Republik Indonesia ke kecamatan tersebut untuk menanam varietas baru sebagai percontohan petani daerah lainnya.
Apabila dilihat dari perbandingan antara penerimaan dan biaya RC rasio atas biaya tunai dan biaya totalnya seperti yang tertera pada Tabel 20, maka dapat
dinyatakan bahwa usahatanai yang dikembangkan oleh petani Golongan I dan IV pada dasarnya layak untuk diusahakan, karena memiliki nilai RC rasio yang lebih
besar dari satu. Hal ini berarti usahatani yang dilakukan masih dapat memberikan keuntungan.
Melihat perbandingan jumlah RC rasio yang diperoleh, petani Golongan I nilainya lebih tinggi jika dibandingkan petani Golongan IV. Adapun nilai RC
rasio yang diperoleh Golongan I adalah 2,17 untuk RC rasio atas biaya tunai dan 1,99 untuk RC rasio atas biaya total. Angka yang dihasilkan tersebut memiliki
arti bahwa dari setiap rupiahnya biaya tunai dan total yang dikeluarkan oleh petani padi maka akan memberikan penerimaan sebesar Rp 2,17 untuk RC rasio atas
biaya tunai dan Rp 1,99 untuk rasio atas biaya total.
6.4 Analisis Tataniaga