Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko Dengan Coso Erm Framework Pada Perusahaan Properti Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2011-2013

(1)

SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN MANAJEMEN RISIKO DENGAN

COSO ERM FRAMEWORK PADA PERUSAHAAN PROPERTI YANG TERDAFTAR DI

BEI TAHUN 2011-2013

OLEH

TOPAN 110503192

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul ”Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko Dengan COSO ERM Framework Pada Perusahaan Properti Yang Terdaftar di BEI Tahun 2011-2013” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, April 2015 Yang membuat pernyataan,

Topan


(3)

ABSTRAK

Skandal akuntansi yang melibatkan Enron, kebangkrutan Lehman Brothers dan kejatuhan ekonomi AS, serta krisis keuangan global pada tahun 2008 membuat manajemen sadar bahwa penerapan ERM adalah sangat penting. Penerapan ERM membantu perusahaan meminimalisir risiko dan memperlancar pencapaian tujuan perusahaan. Pengungkapan ERM membantu

stakeholders dalam memperoleh informasi yang berguna dalam proses pengambilan keputusan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, dan ukuran perusahaan secara parsial dan simultan terhadap pengungkapan manajemen risiko/ERM.

Populasi penelitian adalah 56 perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013. Metode purposive sampling digunakan dalam penelitian ini sebagai teknik pemilihan sampel dan sampel yang terpilih berjumlah 40. Data yang digunakan adalah annual reports yang diunduh dari

website BEI. Metode analisis data penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik, analisis regresi linier berganda, uji signifikansi parsial, dan uji signifikansi simultan.

Kesimpulan penelitian ini adalah komisaris independen, komite audit, dan konsentrasi kepemilikan secara parsial tidak berpengaruh terhadap pengungkapan ERM. Lalu leverage dan ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan ERM. Secara simultan, komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, dan ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan ERM.

Kata kunci: komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan,

leverage, ukuran perusahaan, dan pengungkapan manajemen risiko/ERM


(4)

ABSTRACT

The accounting scandal of Enron, the broke of Lehman Brothers, the fallen of US economy, and the financial global crisis on 2008, led the management to consider that ERM implementation is very important. Implementation of ERM will help companies to minimize the risks and achieve their goals clearly. ERM disclosures help stakeholders to get useful information for decision making. The purpose of this research is to analize the effects of independent commissioner, audit committee, ownership concentration, leverage, and firm size to enterprise risk management disclosure partially and simultaneously.

The population of this research is about 56 property companies that listed on Indonesia Stock Exchange on 2011-2013. The purposive sampling method was used in this research as the selection method of sample which were counting as many as 40. The annual reports that downloaded from IDX website were used as the resorted data. This research of analytical data method is, statistic descriptive analysis, classical assumption test, multiple regression linear analysis, partial significant test, and simultaneous significant test.

The conclusion of this research is, that independent commissioner, audit committee, and ownership concentration does not have significantly effect to enterprise risk management disclosure. While leverage and firm size had significant positive effect to enterprise risk management disclosures. Then, independent commisioner, audit committee, ownership concentration, leverage, and firm size simultaneously had significant positive effect to enterprise risk management disclosure.

Keywords: independent commissioner, audit committee, ownership concentration, leverage, firm size, enterprise risk management disclosure


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya serta doa serta dukungan dari keluarga dan orang-orang terkasih, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul, “Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko Dengan COSO ERM Framework Pada Perusahaan Properti Yang Terdaftar di BEI Tahun 2011-2013”. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi satu di antara beberapa syarat dalam meraih gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini penulis memperoleh bantuan, dukungan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa hormat penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec., Ac., Ak., CA, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Beliau juga sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama penulisan skripsi ini hingga selesai.

2. Bapak Drs. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak., CPA, dan Bapak Drs. Hotmal Jafar, M.M., Ak., selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak., dan Ibu Dra. Mutia Ismail, M.M., Ak., selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

4. Ibu Dra. Narumondang Bulan Siregar, M.M., Ak., selaku dosen pembanding, dan Bapak Drs. Rustam, M.Si., Ak., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

5. Semua Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama perkuliahan. Para pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah melayani dan membantu penulis selama perkuliahan.

6. Keluargaku tercinta, Papa dan Mama, Engku Ahai, serta Cece-ku, Yuli dan Sissi, atas doa, motivasi, dan perhatian yang telah diberikan. Para sahabat (Agung, Anas, Anita, Diswanto, Endha, Evi, Febri, Feisal, Gary, Gordon, Katrin, Lisbeth, Meta, Monic, Nadia, Nando, Sandey, Sinar, Surya, Winny, Yenny, Yudith), serta rekan-rekan mahasiswa S1 Akuntansi 2011 khususnya Grup C, penulis mengucapkan terima kasih atas kebersamaannya, semoga dapat menyelesaikan studi dengan mantap dan sukses selalu.


(6)

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu. penulis menerima segala saran dan kritik untuk penulisan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembacanya.

Medan, April 2015 Penulis,

Topan


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan ... 13

2.2 Manajemen Risiko ... 16

2.3 Pengungkapan Manajemen Risiko (Enterprise Risk Management) ... 19

2.4 Komisaris Independen ... 22

2.5 Komite Audit ... 24

2.6 Konsentrasi Kepemilikan ... 25

2.7 Leverage ... 26

2.8 Ukuran Perusahaan ... 27

2.9 Penelitian Terdahulu ... 28

2.10 Kerangka Konseptual ... 35

2.11 Hipotesis Penelitian ... 36

2.11.1 Komisaris Independen, Komite Audit, Konsentrasi Kepemilikan, Leverage, dan Ukuran Perusahaan Secara Parsial Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko ... 37

2.11.2 Komisaris Independen, Komite Audit, Konsentrasi Kepemilikan, Leverage, dan Ukuran Perusahaan Secara Simultan Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko ... 40

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 43

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 43

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 45

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 45


(8)

3.5.1 Variabel Dependen ... 45

3.5.2 Variabel Independen ... 46

3.6 Metode Analisis Data ... 50

3.6.1 Statistik Deskriptif ... 50

3.6.2 Uji Asumsi Klasik ... 51

3.6.2.1 Uji Normalitas ... 51

3.6.2.2 Uji Multikolinearitas ... 52

3.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas ... 52

3.6.2.4 Uji Autokorelasi ... 53

3.6.3 Analisis Regresi Berganda ... 54

3.6.3.1 Koefisien Determinasi ... 55

3.6.3.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 55

3.6.3.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji T) ... 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 57

4.2 Hasil Penelitian ... 58

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 58

4.2.2 Uji Asumsi Klasik ... 61

4.2.2.1 Uji Normalitas ... 61

4.2.2.2 Uji Multikolinearitas ... 64

4.2.2.3 Uji Heteroskedastisitas ... 66

4.2.2.4 Uji Autokorelasi ... 68

4.2.3 Analisis Regresi Berganda ... 70

4.2.3.1 Koefisien Determinasi ... 72

4.2.3.2 Uji Signifikansi Simultan ... 73

4.2.3.3 Uji Signifikansi Parsial ... 74

4.3 Pembahasan Hipotesis ... 75

4.3.1 Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, Konsentrasi Kepemilikan, Leverage, dan Ukuran Perusahaan Secara Parsial Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko ... 75

4.3.2 Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, Konsentrasi Kepemilikan, Leverage, dan Ukuran Perusahaan Secara Simultan Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko ... 82

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 84

5.3 Keterbatasan ... 84

5.2 Saran ... ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Penelitian Terdahulu ... 28

3.1 Pemilihan Sampel ... 44

3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 49

3.3 Nilai Durbin-Watson ... 54

4.1 Perusahaan Yang Menjadi Sampel ... 57

4.2 Hasil Statistik Deskriptif ... 59

4.3 Hasil Uji Kolmogorov – Smirnov ... 64

4.4 Nilai Collinearity Statistics ... 65

4.5 Nilai Koefisien Korelasi ... 65

4.6 Hasil Uji Glejser ... 68

4.7 Hasil Uji Runs ... 69

4.8 Hasil Uji Durbin – Watson ... 69

4.9 Hasil Analisis Regresi Berganda ... 70

4.10 Nilai Koefisien Determinasi ... 73

4.11 Hasil Uji Signifikansi Simultan ... 73


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

1.1 Grafik Pertumbuhan Kredit Properti ... 10

2.1 Kerangka Konseptual ... 36

4.1 Grafik Histogram ... 62

4.2 Diagram Normal Probability Plot ... 63


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Pengungkapan ERM COSO ... 94

2 Proses Pemilihan Sampel ... 98

3 Perusahaan Yang Menjadi Sampel ... 100

4 Hasil Tabulasi Data ... 102


(12)

ABSTRAK

Skandal akuntansi yang melibatkan Enron, kebangkrutan Lehman Brothers dan kejatuhan ekonomi AS, serta krisis keuangan global pada tahun 2008 membuat manajemen sadar bahwa penerapan ERM adalah sangat penting. Penerapan ERM membantu perusahaan meminimalisir risiko dan memperlancar pencapaian tujuan perusahaan. Pengungkapan ERM membantu

stakeholders dalam memperoleh informasi yang berguna dalam proses pengambilan keputusan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, dan ukuran perusahaan secara parsial dan simultan terhadap pengungkapan manajemen risiko/ERM.

Populasi penelitian adalah 56 perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013. Metode purposive sampling digunakan dalam penelitian ini sebagai teknik pemilihan sampel dan sampel yang terpilih berjumlah 40. Data yang digunakan adalah annual reports yang diunduh dari

website BEI. Metode analisis data penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik, analisis regresi linier berganda, uji signifikansi parsial, dan uji signifikansi simultan.

Kesimpulan penelitian ini adalah komisaris independen, komite audit, dan konsentrasi kepemilikan secara parsial tidak berpengaruh terhadap pengungkapan ERM. Lalu leverage dan ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan ERM. Secara simultan, komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, dan ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan ERM.

Kata kunci: komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan,

leverage, ukuran perusahaan, dan pengungkapan manajemen risiko/ERM


(13)

ABSTRACT

The accounting scandal of Enron, the broke of Lehman Brothers, the fallen of US economy, and the financial global crisis on 2008, led the management to consider that ERM implementation is very important. Implementation of ERM will help companies to minimize the risks and achieve their goals clearly. ERM disclosures help stakeholders to get useful information for decision making. The purpose of this research is to analize the effects of independent commissioner, audit committee, ownership concentration, leverage, and firm size to enterprise risk management disclosure partially and simultaneously.

The population of this research is about 56 property companies that listed on Indonesia Stock Exchange on 2011-2013. The purposive sampling method was used in this research as the selection method of sample which were counting as many as 40. The annual reports that downloaded from IDX website were used as the resorted data. This research of analytical data method is, statistic descriptive analysis, classical assumption test, multiple regression linear analysis, partial significant test, and simultaneous significant test.

The conclusion of this research is, that independent commissioner, audit committee, and ownership concentration does not have significantly effect to enterprise risk management disclosure. While leverage and firm size had significant positive effect to enterprise risk management disclosures. Then, independent commisioner, audit committee, ownership concentration, leverage, and firm size simultaneously had significant positive effect to enterprise risk management disclosure.

Keywords: independent commissioner, audit committee, ownership concentration, leverage, firm size, enterprise risk management disclosure


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 2001 terungkap skandal akuntansi yang melibatkan perusahaan besar, Enron. Perusahaan ini pernah mendapat peringkat 7 dari daftar Fortune500. Perusahaan energi terbesar di Amerika Serikat ini bangkrut dengan meninggalkan hutang hingga US$ 31 milyar (www.bbc.co.uk). Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa pengungkapan informasi begitu penting. Informasi yang positif maupun negatif seharusnya diungkapkan sepenuhnya agar para pemangku kepentingan tidak salah dalam mengambil keputusan. Skandal ini menjadi sangat terkenal karena melibatkan salah satu KAP terbesar di dunia, KAP Arthur Andersen, yang menyulap laporan keuangan Enron. Laporan keuangan Enron yang rugi dibuat mejadi berlaba 600 juta dollar AS. KAP Arthur Andersen kemudian mengganti rugi hingga 750 juta dollar AS kepada pengadilan. Namun, kepercayaan investor dan masyarakat terlanjur luntur. Terlalu banyak informasi mengenai risiko yang tidak diungkapkan sehingga tidak sampai ke telinga investor. Sebagai reaksi atas kasus tersebut, pada tahun 2001 Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) bekerjasama dengan Pricewaterhouse Coopers (PWC) menyusun kerangka kerja manajemen risiko. Kemudian pada tahun 2004, kerja sama ini menghasilkan COSO Enterprise Risk Management (ERM) - Integrated Framework.


(15)

Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission

(COSO) Enterprise Risk Management (ERM) – Integrated Framework merupakan satu dari beberapa pedoman manajemen risiko di dunia. Pedoman

lain dalam penerapan manajemen risiko, yaitu The International Organization

for Standardization (ISO) 31000: 2009 Risk Management – Principles and Guidelines. COSO Enterprise Risk Management (ERM) - Integrated Framework terdapat 2 bagian yaitu Executive Summary dan Application Techniques. COSO ERM Integrated Framework – Executive Summary

memberikan kerangka manajemen risiko meliputi definisi, tujuan, dan komponen ERM. COSO ERM Integrated Framework – Application Techniques memberikan penjelasan tentang penerapan ERM secara teknis.

Praktik manajemen risiko dan pengungkapan risiko menarik perhatian dunia setelah skandal akuntansi besar dan kejatuhan perusahaan di awal tahun 2000-an (Power, 2004, dalam Zhang, et al., 2013) serta krisis keuangan global pada tahun 2008 (Kirkpatrick, 2009). Kejadian ini melibatkan perusahaan yang telah berumur ratusan tahun seperti Enron dan Lehman Brothers. Bagaimanapun, kebangkrutan beberapa perusahaan seperti Enron, Tyco, WorldCom mengindikasikan prinsip ERM tidak efektif diterapkan baik pada pasar negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia (Husaini, et al., 2013: 1). Praktik manajemen risiko di Indonesia masih terbilang baru. Praktik ini sendiri masih digabungkan dengan praktik Good Corporate Governance (GCG) sehingga belum efektif. Kemudian baru pada tahun 2012,


(16)

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) mengeluarkan Pedoman Manajemen Risiko Berbasis Governance yang terpisah dari Pedoman GCG.

Deloitte (2009: 1) menyebutkan bahwa dari 111 perusahaan global yang diteliti, hanya 36% perusahaan yang menerapkan ERM dan 23% sedang dalam proses merumuskannya. Hasil penelitian ini memperlihatkan penerapan manajemen risiko masih rendah. Penelitian oleh Mercer Management terhadap kegagalan perusahaan yang termasuk dalam Fortune1000 selama tahun 1993-1998 menunjukkan bahwa 58% kerugian dipicu oleh risiko strategis yang gagal dikelola serta penelitian oleh Booz Allen Hamilton terhadap 1.200 perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasar lebih dari US$1 triliun selama tahun 1999-2003 menunjukkan bahwa dari 360 perusahaan berkinerja terburuk, 87% penyebab kerugian berasal dari risiko strategis yang gagal dikelola (Christina, 2013). Hasil penelitian - penelitian ini sekaligus menunjukkan bahwa manajemen risiko perusahaan belum efektif diterapkan dan penerapan manajemen risiko mempengaruhi kinerja perusahaan.

Di Indonesia, peraturan terkait manajemen risiko baru diwajibkan untuk sektor perbankan saja karena sektor ini memiliki lebih banyak risiko dibanding sektor lain. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/35/DPNP tahun 2012 perihal Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu mewajibkan pengungkapan ERM pada perusahaan perbankan. Lalu Peraturan Bank Indonesia No. 5 Tahun 2003 mengatur penerapan manajemen risiko bagi bank umum. Sedangkan untuk sektor selain perbankan, penerapan manajemen risiko masih berpatok pada Pedoman Manajemen Risiko Berbasis Governance


(17)

yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Pedoman ini hanya sebatas dorongan etika dan tidak punya ikatan hukum sehingga perusahaan di Indonesia tidak wajib menggunakannya. Di Indonesia, pedoman manajemen risiko pada bidang selain perbankan sudah seharusnya mulai diwajibkan.

COSO (2009: 2) menyebutkan bahwa risiko merupakan bagian yang tidak lepas dari keseharian bisnis dan strategi organisasi. Tetapi, perusahaan dengan transaksi bisnis yang kompleks, teknologi canggih, globalisasi, siklus produk yang cepat, dan segala perubahan yang ada telah meningkatkan jumlah dan kompleksitas risiko yang dihadapi organisasi selama dekade terakhir (COSO, 2009:2). Perusahaan – perusahaan di Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015 ini tentunya tidak akan luput dari risiko global. Globalisasi ekonomi ini menembus batas–batas negara. Perpindahan barang dan jasa antar negara semakin mudah, arus tenaga kerja semakin deras, persaingan perusahaan dalam negeri dengan luar negeri semakin ketat. Sirait (2012) mengatakan bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian yang terjadi karena kurang atau tidak tersedianya informasi yang cukup tentang apa yang akan terjadi. Informasi ini tentunya sangat berhubungan dengan pengungkapan (disclosure). Informasi dikomunikasikan kepada para pemangku kepentingan melalui pengungkapan dalam laporan keuangan atau laporan tahunan. Aspek penting dalam pengelolaan risiko ini adalah pengungkapan risiko (Syifa‟, 2013: 2). Ketidakpastian tersebut dapat


(18)

diredam dengan sistem manajemen risiko melalui pengungkapan informasi – informasi tentang risiko perusahaan.

Bappenas (2011) melakukan penelitian yang menyimpulkan bahwa pada jangka waktu yang lebih panjang, krisis global diperkirakan akan memberi dampak besar pada sektor riil terutama perdagangan terkait perlambatan perekonomian dunia terutama pada negara-negara maju. Pada tahun 2008, Lehman Brothers yang merupakan bank investasi terbesar di AS dan telah berumur 158 tahun mengalami kebangkrutan. Indonesia terkena dampaknya walaupun tidak terlalu parah seperti krisis moneter pada tahun 1998. Negara AS terpaksa mengurangi impornya dari negara seperti RRT agar terjadi penghematan. Dampaknya, negara – negara yang mempunyai kerja sama dengan RRT seperti Indonesia dan negara ASEAN lainnya juga mengalami pelemahan ekonomi.

Asia Risk Report (2013: 5) mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki lima risiko yang paling perlu diperhatikan yaitu ketidakpastian politik, perubahan peraturan, ketahanan dan perpindahan SDM, kondisi ekonomi, dan hubungan industrial. Risiko ketidakpastian politik berkaitan dengan pemilihan kepala pemerintahan. Perubahan peraturan terutama peraturan yang berkaitan dengan lingkungan hidup semakin ketat seiring dengan kesadaran masyarakat. Ketahanan dan perpindahan SDM berkaitan dengan bagaimana perusahaan merekrut pegawai baru, memberdayakannnya, serta mempertahankan pegawai yang berprestasi. Kondisi ekonomi misalnya defisit neraca perdagangan, yang secara makro dapat mempengaruhi keadaan industri khususnya ekspor – impor.


(19)

Johan Candra, pakar ERM PT XL Axiata, dalam Asia Risk Report – Indonesia (2013: 8), mengatakan bahwa dalam skala 1-5, Indonesia punya nilai 2 (dua) dalam ERM rate of maturity di mana 5 (lima) merupakan nilai tertinggi. Kenyataanya memang menunjukkan penerapan manajemen risiko perusahaan di Indonesia masih rendah. Sekarang banyak perusahaan besar yang mencari pakar manajemen risiko untuk membantu manajemen dalam penerapan Enterprise Risk Management (ERM) dan mendorong pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan (countinous improvement). Penerapan manjemen risiko semakin penting dan semakin dibutuhkan setiap harinya. Konsultan risiko Astra International, Duma I. Mitalevanie, dalam Asia Risk Report – Indonesia (2013: 8), mengatakan bahwa penerapan manajemen risiko di Indonesia masih minim akibat anggapan umum bahwa manajemen risiko bukan suatu kewajiban dan persepsi bahwa divisi manajemen risiko hanya akan menambah biaya. Anggapan tersebut salah. Kimmel (2010: 50) mengatakan bahwa ERM justru menekan biaya dan mendorong pengembalian investasi menjadi lebih tinggi. Menurut Cintya (2014), terdapat keterkaitan logis antara pengelolaan manajemen risiko yang baik dengan kinerja perusahaan yang baik yang kemudian diyakini dapat membantu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Penerapan manajemen risiko yang efektif secara logis tentu akan membantu mendorong kinerja perusahaan menjadi lebih baik.

Jika kinerja perusahaan membaik, tentunya hal ini membuat tujuan perusahaan tercapai yaitu untuk mensejahterakan pemegang saham (shareholders). ERM memungkinkan sebuah organisasi untuk secara efektif


(20)

menangani beragam jenis risiko dan peluang, sehingga meningkatkan nilai

stakeholders (Susanto, 2012). Beasley (2005) mengatakan bahwa untuk meningkatkan nilai pemegang saham, manajemen harus mengetahui risiko bisnis yang merupakan aspek penting dalam mempengaruhi kinerja suatu perusahaan. Jadi, seiring dengan persaingan global antar perusahaan multinasional yang semakin ketat, penerapan manejemen risiko merupakan hal yang wajib dilakukan jika perusahaan ingin terus kompetitif.

Berdasarkan poling para manajer pemantau risiko di Indonesia dalam

Asia Risk Report – Indonesia (2013), terdapat beberapa risiko yang paling perlu diperhatikan yaitu kondisi ekonomi, ketahanan dan perekrutan SDM, perubahan peraturan, ketidakpastian politik. Putri Perdana Sari, manajer pemantau risiko Aerofood Indonesia, dalam Asia Risk Report – Indonesia

(2013: 9), mengatakan bahwa banyak perusahaan besar telah mengembangkan ERM yang kokoh, namun penerapan manajemen risiko seperti rencana kontijensi tidak didokumentasikan dengan baik. Hal ini terjadi karena di Indonesia, komite manajemen risiko pada mayoritas perusahaan tergabung dengan komite audit internal. Simon McCrum, presiden direktur Willis Indonesia, dalam laporan yang sama mengatakan bahwa tingkat risk maturity

di Indonesia sangat rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian AON pada tahun 2013, risk maturity atau tingkat kematangan manajemen risiko, khususnya di kawasan Asia Pasifik masih tergolong cukup rendah. Penerapan manajemen risiko di kawasan ini belum sebaik di kawasan lain, misalnya Australia. Menurut Arman Juffry, presiden direktur JLT Indonesia, dalam Asia Risk


(21)

Report – Indonesia (2013: 10), permintaan terhadap jasa ERM melalui konsultan manajemen risiko di Indonesia khususnya untuk perusahaan besar telah meningkat. Konsultan manajemen risiko merupakan ujung tombak dari perkembangan manajemen risiko di Indonesia. Walaupun saat ini tingkat risk maturity di Indonesia cukup rendah, namun penerapan manajemen risiko terus meningkat.

Penelitian mengenai pengungkapan ERM di luar negeri sudah banyak, namun di Indonesia masih sedikit. Beberapan penelitian sebelumnya tentang pengungkapan Enterprise Risk Management telah dilakukan namun menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Elzahar dan Hussainey (2012) menemukan bahwa variabel komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan risiko perusahaan. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Sari (2013) dan Husaini, et al., (2013) menemukan bahwa variabel komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan manajemen risiko. Hasil penelitian Husaini,

et al., (2013) lebih lanjut juga menemukan bahwa komite audit tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan ERM. Elzahar dan Hussainey (2012) dalam penelitiannya justru menyimpulkan bahwa komite audit memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan ERM. Hasil penelitian Sari (2013) menemukan bahwa variabel konsentrasi kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan manajemen risiko. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mokhtar dan Mellet (2013), yang menyimpulkan bahwa variabel konsentrasi kepemilikan tidak berpengaruh signifikan terhadap


(22)

pengungkapan risiko. Azlan, et al., (2009) dan Seamer, et al., (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa leverage memiliki pengaruh positif terhadap pengungkapan manajemen risiko. Probohudono, et al., (2013) menemukan hasil yang berbeda, yaitu leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan risiko. Kemudian, penelitian yang dilakukan Probohudono, et al., (2013) dan Syifa‟ (2013) menghasilkan kesimpulan yang sama bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan manajemen risiko. Sedangkan hasil penelitian Seamer, et al., (2012) dan Mokhtar dan Mellet (2013) menemukan bahwa ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan manajemen risiko.

Pengungkapan ERM masih akan terus berkembang di seluruh dunia. Para pemangku kepentingan tak hentinya menuntut pengungkapan ERM yang lebih baik. Selain itu penerapan ERM berhubungan dengan isu Good Corporate Governance dan internal audit. Hal ini membuat penelitian mengenai pengungkapan ERM sangat menarik untuk dilakukan. Penelitian ini menggabungkan variabel – variabel dari beberapa penelitian sebelumnya terkait pengungkapan manajemen risiko/ERM. Objek penelitian ini adalah perusahaan sektor properti yang terdaftar di BEI tahun 2011-2013. Alasan pemilihan objek penelitian ini adalah karena pertumbuhan properti di Indonesia terus meningkat sehingga risiko yang mungkin timbul bagi para stakeholders

semakin besar. Sektor properti memiliki efek pelipatgandaan yakni dengan mendorong serangkaian aktivitas sektor ekonomi yang lain (Wuryandini, et al., 2005: 4) . Ketika pertumbuhan industri properti meningkat tentu sektor lain


(23)

juga terkena dampaknya. Berdasarkan laporan Perkembangan Properti Komersial 2010-2014 oleh Bank Indonesia, kredit properti tahun 2010 tercatat sebesar Rp 249,7 triliun. Tahun 2011 naik menjadi Rp 301,27 triliun dan tahun 2012 naik lagi menjadi Rp 374,43 triliun. Pada puncaknya tahun 2013, kucuran kredit bank umum untuk sektor properti meningkat hingga Rp 469,86 triliun. Persentase kredit ini adalah 14,62% dari total outstanding credit bank umum sebesar Rp 3.180,5 triliun dan merupakan persentase tertinggi sejak tahun 2010. Pada periode sebelum krisis, perkembangan properti begitu kencang dan pendanaannya berasal dari sektor perbankan dalam dan luar negeri. Sekitar 60% (1500 pengembang) bangkrut dan kredit macet di sektor properti meningkat tajam (Wuryandini, et al., 2005: 5).

Gambar 1.1

Grafik Pertumbuhan Kredit Properti

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Analisis Faktor – Faktor Yang


(24)

Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko Dengan COSO ERM Framework Pada Perusahaan Properti Yang Terdaftar di BEI Tahun 2011-2013”.

1.2 Perumusan Masalah

Latar belakang di atas menjadi dasar rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apakah komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, dan ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh terhadap pengungkapan manajemen risiko?

2. Apakah komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap pengungkapan manajemen risiko?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, dan ukuran perusahaan secara parsial terhadap pengungkapan manajemen risiko

2. Menganalisis pengaruh komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, dan ukuran perusahaan secara simultan terhadap pengungkapan manajemen risiko


(25)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan khususnya di bidang manajemen risiko dan menjadi ide, referensi untuk penelitian yang berhubungan dengan pengungkapan manajemen risiko di masa yang akan datang.

2. Bagi manajemen perusahaan

Penelitian ini diharapkan membuat manajemen perusahaan sadar bahwa praktik manajemen risiko penting dan dibutuhkan sehingga pengungkapan manajemen risiko menjadi lebih baik.

3. Bagi investor dan kreditur

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi dan kredit dengan menganalisis bagaimana praktik manajemen risiko pada perusahaan.

4. Bagi pemerintah

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun peraturan dan ketentuan yang berhubungan dengan praktik manajemen risiko bagi perusahaan di Indonesia.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Keagenan

Teori keagenanan atau agency theory menjelaskan hubungan keagenan yang timbul ketika satu orang atau lebih (principal) bersepakat dengan orang lain (agent) untuk memberikan jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976: 5). Contoh dari hubungan ini adalah pemberi kerja dengan pekerjanya atau pemilik perusahaan dengan manajemen. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan dalam perusahaan berbentuk kontrak antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang mengelola penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Kontrak ini mengatur proporsi hak dan kewajiban masing – masing pihak dengan tetap memperhitungkan manfaat secara keseluruhan. Pemilik menyetorkan modal untuk mendapatkan bagi hasil laba, lalu manajer mengelola modal agar perusahaan berlaba dan mereka mendapat reward berupa gaji.

Menurut Eisenhard (1989: 59), teori keagenan dilandasi oleh tiga asumsi. Asumsi yang pertama yaitu manusia selalu memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan menghindari risiko (risk aversion). Kecenderungan mementingkan diri sendiri ini sering membuat konflik kepentingan antara


(27)

agent memiliki lebih banyak informasi daripada principal karena mereka yang mengelola langsung sumber daya ekonomi. Asumsi yang terakhir adalah informasi dipandang sebagai barang yang bisa diperjualbelikan. Informasi merupakan sesuatu yang bisa mempengaruhi pengambilan keputusan sehingga tidak diungkapkan secara sembarangan. Menurut Jensen dan Meckling (1976), informasi asimetri menyebabkan dua masalah yaitu moral hazard dan adverse selection. Moral hazard adalah permasalahan yang terjadi karena agent tidak melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama dalam kontrak kerja. Adverse selection adalah keadaan bahwa principal tidak dapat mengetahui apakah keputusan yang diambil agent didasarkan pada informasi yang diperolehnya, atau terjadi kelalaian dalam tugas.

Menurut Mitnick (1973: 2), masalah keagenan dibagi tiga yaitu, masalah

principal, masalah agent, dan masalah kebijakan yang mengatur mekanisme pemberian insentif. Masalah principal adalah bagaimana memotivasi agent

agar perilaku mereka sesuai dengan tujuan principal. Masalah agent adalah ketika mereka harus mengambil keputusan. Apakah mereka bertindak sesuai kepentingan principal, kepentingan mereka sendiri, atau beberapa alternatif di antaranya ketika tidak ada titik temu. Masalah yang terakhir adalah mekanisme pemberian insentif terhadap agent yang bertindak sesuai dengan harapan

principal, contohnya kenaikan gaji. Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah kepada informasi asimetri atau ketidakseimbangan informasi karena

agent memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibanding dengan principal. Konfik kepentingan terjadi ketika manajemen tidak selalu


(28)

bertindak untuk kepentingan pemilik. Masing – masing individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan sendiri sehingga agent yang lebih memiliki banyak informasi akan cenderung menyembunyikan informasi dari principal. Misalnya agent dapat mempengaruhi jumlah saldo akun tertentu dalam laporan keuangan dengan tujuan earning management.

Masalah keagenan tentu dapat diatasi namun akan menimbulkan biaya keagenan (agencycost) yang ditanggung oleh principal mau pun agent. Jensen dan Meckling (1976: 5) membagi biaya keagenan menjadi tiga, yaitu

monitoring cost, bonding cost, dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya yang ditanggung principal untuk mengawasi perilaku agent, misalnya untuk mengukur, mengamati, dan mengendalikan perilaku agent. Bonding cost

merupakan biaya yang ditanggung agent untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agent bertindak sesuai kepentingan

principal. Residual loss adalah pengorbanan berupa berkurangnya kemakmuran principal sebagai akibat dari perbedaan keputusan agent dan keputusan principal. Penerapan manajemen risiko dapat meminimalisir biaya keagenan. Hal ini terjadi karena manajemen risiko menciptakan pengungkapan risiko yang lebih baik sehingga antisipasi terhadap risiko semakin bagus dan pada akhirnya biaya keagenan bisa ditekan. Perusahaan yang menerapkan manajemen risiko dapat membantu pelaksanaan pengawasan internal sehingga

stakeholders dapat terhindar dari informasi asimetris dan perilaku menyimpang oleh manajemen dapat dicegah.


(29)

2.2 Manajemen Risiko

Risiko berasal dari kata riscare (bahasa Italia), yang berarti „to dare

(bahasa Inggris) yang berarti „untuk memberanikan‟. Risiko merupakan kemungkinan untuk mendapat kerugian dari suatu kondisi. Risiko tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan selalu melekat pada segi operasional maupun finansial di perusahaan manapun (Syifa‟, 2013: 15). Jenis – jenis risiko sangat banyak, ada risiko pasar, risiko likuiditas, risiko reputasi, risiko bisnis, risiko hukum, dan sebagainya. Pedoman RMBG (2012: 67) membagi risiko menjadi tiga kelompok, yaitu high risks, medium risks, dan low risks. High risks adalah kelompok risiko yang berbahaya dan tidak bisa ditolerir, apapun manfaat yang dikandung dalam kegiatan tersebut. Contoh risiko ini adalah bencana alam. Medium risks adalah kelompok risiko di mana perlu ada analisis manfaat-biaya guna mengukur perbandingan antara peluang serta dampak buruknya. Contoh risiko jenis ini adalah risiko kredit. Perusahaan harus memperhitungkan manfaat dari pengambilan kredit untuk bisnisnya serta biaya yang timbul akibat kegiatan tersebut. Low risks adalah kelompok risiko di mana aspek positif atau negatif risiko tersebut sangat sepele atau terlalu kecil sehingga tidak butuh penanganan risiko secara khusus. Contohnya risiko salah catat.

Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2012: 21), risiko adalah dampak ketidakpastian pada sasaran (ISO GUIDE 73:2009 definisi 1.1). Risiko secara umum dibagi dua, yaitu pure risk dan insurable risk. Pure risk


(30)

bencana alam gempa bumi. Insurable risk adalah risiko yang masih bisa diasuransikan, sehingga kerugian masih bisa ditekan. Contohnya persediaan di gudang diasuransikan sehingga jika terjadi kebakaran, kerugian yang ditanggung tidak seluruhnya karena sebagian lagi ditanggung oleh perusahaan asuransi. Asuransi merupakan salah satu tindakan untuk mengelola risiko. Pedomang RMBG (2012: 69) menyebutkan 4 perlakuan terhadap risiko, yaitu

risk avoidance, risk sharing, mitigation, dan risk acceptance. Risk avoidance

berarti tidak melaksanakan kegiatan yang menimbulkan risiko. Risk sharing

atau disebut juga risk transfer berarti upaya mengurangi kemungkinan timbulnya risiko atau dampak risiko tersebut. Contohnya asuransi dan

outsourcing. Mitigation adalah upaya mengurangi kemungkinan risiko, mengurangi dampak risiko, atau mengurangi keduanya. Risk acceptance berarti tidak melakukan apapun terhadap risiko tersebut. Perlakuan terhadap risiko ini terintegrasi di dalam sistem manajemen risiko. Manajemen risiko korporat dan perencanaan strategis harus dilihat sebagai aktivitas yang saling melengkapi (Christina, 2012).

Manajemen risiko adalah suatu proses mengidentifikasi, mengukur risiko, serta membentuk strategi untuk mencegah terjadinya risiko dalam perusahaan (Syifa‟, 2013: 15). Manajemen risiko adalah serangkaian sistem, prosedur, kebijakan, serta implementasi dari pengelolaan risiko. Menurut KNKG (2012: 21), manajemen risiko adalah upaya organisasi yang terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan risiko (ISO GUIDE 73:2009 definisi 2.1). Proses penerapan manajemen risiko ini terdiri dari aspek


(31)

struktural, operasional, dan perawatan. Aspek struktural memastikan bahwa struktur organisasi seperti sumber daya apa saja yang dibutuhkan dan yang dimiliki perusahaan untuk menerapkan manajemen risiko. Lalu aspek operasional yang sudah memasuki tahap implementasi secara sistematis seperti penyusunan pedoman manajemen risiko perusahaan. Aspek yang terakhir adalah aspek perawatan. Pada aspek ini dipastikan adanya upaya evaluasi dan perbaikan yang berkesinambungan terhadap penerapan manajemen risiko perusahaan.

Di Indonesia penerapan manajemen risiko hanya diwajibkan bagi sektor perbankan. Menurut PBI No.5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, manajemen risiko adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha Bank. Pada peraturan ini pula dijelaskan ada empat ruang lingkup manajemen risiko, yaitu: pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi; kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit; kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta informasi manajemen risiko; dan sistem pengendalian intern yang menyeluruh. Penerapan manajemen risiko ini harus dilakukan dengan efektif. Manajemen risiko yang diterapkan dengan baik akan membantu pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan perusahaan dan meminimalisir hasil negatif sewaktu krisis (Duggan, 2006: 25).


(32)

Menurut Duggan (2006: 26), manfaat penerapan manajemen risiko ada 7, yaitu:

1. Meningkatkan komunikasi antara dewan komisaris dan dewan direksi

2. Mendorong keefektifan penggunaaan sumber daya 3. Meningkatkan continuous improvement

4. Meningkatkan fokus untuk siklus manajemen lain seperti audit internal dan perencanaan strategi

5. Mengurangi banyak kejutan yang tidak sesuai harapan 6. Menyiapkan reasuransi untuk pemangku kepentingan

7. Membuka kesempatan baru dengan kemungkinan sukses yang lebih tinggi

2.3 Pengungkapan Manajemen Risiko (Enterprise Risk Management)

Sarana pengungkapan manajemen risiko adalah laporan tahunan. Dalam Kep-431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten Atau Perusahaan Publik yang dikeluarkan Bapepam & LK, perusahaan publik diwajibkan menyampaikan laporan tahunan. Dalam ketentuan umum, laporan tahunan wajib memuat tentang tata kelola perusahaan. Pada huruf (g) Tata Kelola Perusahaan, diatur bahwa perusahaan publik harus mengungkapkan sistem manajemen risiko perusahaan paling kurang mengenai gambaran umum mengenai sistem manajemen risiko mereka, jenis risiko dan cara


(33)

pengelolaannya, dan reviu atas efektivitas sistem manajemen risiko perusahaan.

PSAK 60 (Revisi 2010) mengatur ketentuan pengungkapan instrumen keuangan dengan dua kategori yaitu: informasi mengenai signifikansi instrumen keuangan untuk posisi dan kinerja keuangan; dan informasi mengenai sifat dan tingkat risiko yang timbul dari instrumen keuangan. Pengungkapan informasi tentang risiko dibagi dua, yaitu pengungkapan kualitatif dan pengungkapan kuantitatif. Pengungkapan kualitatif adalah pengungkapan berupa eksposur risiko, bagaimana risiko timbul, tujuan, dan kebijakan dan proses pengelolaan risiko serta metode pengukuran risiko. Sedangkan pengungkapan kuantitatif adalah pengungkapan berupa risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pasar termasuk membuat analisa sensitivitas untuk setiap jenis risiko pasar. PSAK 60 (Revisi 2010) mewajibkan entitas untuk mengungkapkan informasi tentang risiko sehingga para pemangku kepentingan dapat mengevaluasi jenis dan tingkat risiko yang timbul.

Manajemen dalam menyusun strategi dan tujuan perusahaan harus mempertimbangkan risiko-risiko terkait, sehingga manajemen risiko (Enterprise Risk Management/ERM) ini terintegrasi dengan strategi perusahaan dan sejalan dengan tujuannya. Manfaat dari ERM adalah adanya pengungkapan risiko yang memberikan informasi yang lebih tentang profil risiko perusahaan (Syifa‟, 2013: 5). Enterprise Risk Management, Enterprise Risk Wide-Management, atau Enterprise Risk Governance merupakan istilah


(34)

yang sering dipakai untuk menyebutkan manajemen risiko perusahaan. Pengertian Enterprise Risk Management dalam COSO (2004: 2) adalah:

“Enterprise Risk Management is a process, effected by an

entity’s board of directors, management and other

personnel, applied in strategy setting and across the enterprise, designed to identify potential events that may affect the entity, and manage risk to be within its risk appetite, to provide reasonable assurance regarding the

achievement of entity objectives.”

COSO ERM Integrated Framework membagi ERM menjadi 8 ruang lingkup, yaitu:

a. Internal Environment Lingkungan internal ini menunjukkan corak dari suatu organisasi. Corak organisasi ini termasuk diantaranya filosofi manajemen risiko dan seperangkat pedoman mengenai bagaimana risiko dipandang, nilai etika dan integritas, dan lingkungan di mana perusahaan beroperasi.

b. Objective Setting – ERM memastikan bahwa manajemen masih dalam jalur yang sesuai untuk mencapai tujuan, mendukung misi perusahaan, dan konsisten terhadap pendekatan risiko.

c. Event Identification – Peristiwa internal dan eksternal yang

berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi harus diidentifikasi, baik peluang maupun risikonya.

d. Risk Assessment – Risiko dan dampaknya dianalisis agar

perusahaan bisa mengetahui bagaimana mengelolanya.

e. Risk Response – Manajemen menanggapi risiko dengan cara


(35)

f. Control Activites – Prosedur dan kebijakan ditetapkan dan diterapkan untuk membantu mengukur dan menghilangkan risiko. g. Information & Communication – Informasi yang relevan diperoleh,

disimpan, dan dikomunikasikan dalam bentuk dan waktu yang tepat sehingga setiap pekerja dapat menjalankan tanggung jawabnya. Informasi yang efektif menyebar ke seluruh jenjang organisasi perusahaan.

h. Monitoring – Pengawasan terus menerus bisa berlangsung dalam

aktivitas manajemen, dipisahkan dari evaluasi, atau keduanya digabungkan.

Beasley, et al., (2007) mengatakan bahwa ERM merupakan sarana untuk mempromosikan kinerja operasional perusahaan dan membantu pembuatan keputusan strategis. ERM menciptakan kegiatan manajemen risiko menyatu dengan struktur perusahaan, sehingga ERM dapat mendorong laba menjadi lebih tinggi karena risiko spesifik (misalnya risiko operasional) dapat ditekan.

2.4 Komisaris Independen

Dewan komisaris dapat terdiri dari komisaris yang tidak berasal dari pihak yang terafiliasi dan komisaris yang berasal dari pihak yang terafiliasi (KNKG, 2006: 13). Komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi disebut komisaris independen. Pihak yang terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi, dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri.


(36)

Lalu, diharuskan terdapat paling sedikit 1 komisaris independen yang mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan di dalam dewan komisaris. Pengangkatan dan pemberhentian dewan komisaris ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Walaupun direksi yang melaksanakan sistem manajemen risiko perusahaan dalam penerapannya, komisaris independen dan anggota dewan komisaris yang lain juga harus menganalisis sistem manajemen risiko perusahaan serta menilai toleransi risiko yang dapat ditanggung perusahaan.

Menurut KNKG (2006: 16), fungsi pengelolaan perusahaan oleh direksi mencakup 5 (lima) tugas utama yang satu diantaranya adalah manajemen risiko. Fungsi pengelolaan lain yaitu pengendalian internal juga mencakup upaya memperbaiki efektifitas pengendalian risiko. Efektifitas pengendalian risiko akan membantu mengingkatkan efektifitas sistem pengendalian internal. Keputusan Direksi PT BEJ No: Kep-305/BEJ/07-2004 di dalam Pencatatan Efek No. 1- A: tentang Ketentuan Umum Pencatatan Saham dan Efek yang bersifat ekuitas menjelaskan bahwa jumlah komisaris independen minimal 30% (tiga puluh persen) dari jumlah anggota dewan komisaris keseluruhan. Komisaris independen tidak memiliki kepentingan pribadi dalam perusahaan yang membuat mereka lebih baik dalam menginformasikan risiko kepada pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkena dampak risiko membutuhkan wakil yang independen di dalam dewan untuk melindungi aset mereka yang terwujud melalui kehadiran komisaris independen di dalam perusahaan.


(37)

2.5 Komite Audit

Komite audit adalah anggota dewan komisaris yang tidak melaksanakan tugas eksekutif, independen, serta memiliki tugas utama untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan tentang proses pelaporan keuangan dan pengendalian internal. Kehadiran komite audit menjadi ukuran transparansi yang dapat berdampak potensial terhadap pengelolaan manajemen risiko. Komite audit biasanya mempunyai peran untuk menentukan kualitas dari informasi yang dilaporkan dalam laporan keuangan (Zhang, et al., 2013: 344 ). Peran dan tanggungjawab komite audit berdasarkan Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep-29/PM/2004 diantaranya adalah mengenai manajemen risiko dan kontrol, yaitu mengawasi proses manajemen risiko dan pengendalian perusahaan. Komite audit harus memiliki pemahaman mengenai risiko dan kontrol serta mengawasinya termasuk mengidentifikasi risiko dan evaluasi kontrol untuk mengecilkan risiko tersebut.

KNKG (2002: 5) menyatakan bahwa anggota komite audit harus diangkat dari anggota dewan komisaris yang tidak melaksanakan tugas-tugas eksekutif, paling sedikit tiga anggota, dan mayoritas harus independen. Tujuan dibentuknya komite audit adalah agar pelaporan keuangan yang dihasilkan benar-benar memberikan informasi yang tepat. Pelaporan keuangan ini berkaitan dengan pengungkapan manajemen risiko. Semakin baik pelaporan keuangan, maka pengungkapan manajemen risiko juga semakin baik. Dengan demikian, pemangku kepentingan dapat dengan benar mengambil keputusan dari informasi yang ada. Komite audit harus memiliki pengetahuan di bidang


(38)

akuntansi dan keuangan. Hal tersebut jika dikaitkan dengan tugas komite audit dalam mengawasi manajemen risiko, satu anggota komite audit harus memiliki suatu keahlian keuangan dan latar belakang pendidikan untuk mengerti dan memahami tentang informasi risiko yang dihadapi oleh perusahaan (Ruwita, 2012: 30).

2.6 Konsentrasi Kepemilikan

Menurut Taman dan Nugroho (2012: 7), konsentrasi kepemilikan menggambarkan bagaimana dan siapa saja yang memegang kendali atas keseluruhan atau sebagian besar atas kepemilikan perusahaan serta keseluruhan atau sebagian besar pemegang kendali atas aktivitas bisnis pada suatu perusahaan. Kepemilikan saham bisa disebut terkonsentrasi jika jumlah saham yang dimiliki pemegang saham relatif dominan dibanding jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang lain. Pemegang saham mayoritas bisa mempengaruhi keputusan perusahaan (Yazid, et al., 2012: 83). Pemegang saham mayoritas memegang kendali sebagian besar perusahaan sehingga bisa memberikan tekanan kepada manajemen untuk mengungkapkan informasi tentang risiko lebih luas. Manajemen akan membagi informasi hanya secara internal daripada ke publik jika kepemilikan saham tersebar. Dallas (2004: 21) menyatakan bahwa kepemilikan saham dikatakan menyebar, jika kepemilikan saham secara relatif merata dimiliki publik, tidak ada yang memiliki saham dalam jumlah sangat besar dibandingkan dengan yang lainnya.


(39)

2.7 Leverage

Leverage adalah rasio untuk mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan hutang (Setyarini, 2011: 27). Leverage juga menunjukkan seberapa mampu perusahaan membayar kewajibannya berupa hutang jangka pendek maupun jangka panjang. Beberapa macam pengukuran leverage yaitu

debt to asset ratio, debt to equity ratio, atau long term debt to total equity. Debt to asset membandingkan seberapa besar pemakaian hutang untuk membiayai aset perusahaan. Leverage menggambarkan seberapa banyak aktiva milik perusahaan yang dibiayai dengan utang. Semakin besar rasio leverage maka semakin besar pula pendanaan dari hutang dan semakin tinggi pula ketergantungan kepada kreditur. Ketika perusahaan berhutang dari institusi lain untuk membiayai pembelian aktiva atau operasi, perusahaan harus mengelola risiko gagal bayar. Hal ini semakin berisiko ketika situasi ekonomi memburuk dan perusahaan harus melunasi pokok hutang beserta bunganya.

Perusahaan dengan leverage yang tinggi cederung memiliki biaya agensi yang tinggi, sehingga dapat menimbulkan tingginya risiko keuangan yang harus dihadapi (Andarini dan Januarti, 2010: 11). Perusahaan dengan jumlah hutang yang tinggi dalam struktur modalnya membuat kreditur memaksa perusahaan untuk mengungkapkan informasi yang lebih luas. Perusahaan yang menerapkan ERM mempunyai lebih rendah leverage jika mereka memutuskan untuk meminimalkan kemungkinan financial distress dengan mengurangi risiko keuangan (Altuntas, 2011). Perusahaan dengan biaya tinggi karena


(40)

dari menerapkan ERM (Pagach dan Warr, 2011: 2). Hal ini terjadi karena perusahaan yang menerapkan ERM telah terlebih dahulu menghitung kemungkinan timbulnya risiko – risiko tertentu.

2.8 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan. Besar perusahaan bisa diukur dengan total aktiva, jumlah penjualan, dan kapitalisasi pasar. Nilai aktiva relatif lebih stabil dibanding jumlah penjualan dan kapitalisasi pasar (Sari, 2013: 166). Aktiva menunjukkan sumber daya ekonomi yang dimiliki perusahaan. Menurut Syifa‟ (2013: 27), perusahaan pada umumnya dibagi menjadi 3 kategori, yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium firm), dan perusahaan kecil (small firm). Perusahaan besar secara logika akan memiliki lebih banyak stakeholders

dibanding perusahaan kecil. Menurut Amran, et al., (2009: 5), perusahaan besar memiliki banyak pemangku kepentingan oleh karena itu semakin besar perusahaan maka semakin luas pengungkapan informasi untuk memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan. Tekanan yang diberikan oleh banyak pemangku kepentingan membuat perusahaan mengungkapkan risiko lebih banyak.

Menurut Beasley, et al., (2007), perusahaan besar cenderung memiliki masalah agensi yang lebih besar pula, karena lebih sulit melakukan monitoring. Semakin besar ukuran perusahaan, pengawasannya juga semakin kompleks dan mahal. Hal ini menyebabkan perusahaan yang besar, memiliki agency cost


(41)

yang besar pula. Agency cost ini bisa ditekan dengan penerapan ERM. Perusahaan besar cenderung lebih banyak mengungkapkan risikonya untuk menjaga resistensi investor. Pooser dan McCullough (2013: 28) menyatakan bahwa perusahaan besar lebih memperhatikan ERM dan perusahaan yang menerapkan ERM, memiliki klaim asuransi lebih rendah dari kebanyakan perusahaan.

2.9 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang pengungkapan

Enterprise Risk Management yang akan diteliti terdapat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan

1 Syifa‟ (2013) Pengaruh Ukuran Perusahaan, Leverage, Konsentrasi Kepemilikan, Reputasi Auditor, dan CRO Terhadap Pengungkapan ERM Variabel dependen: Pengungkapan ERM Variabel independen:

1. Ukuran perusahaan 2. Konsentrasi

kepemilikan 3. Reputasi auditor 4. CRO

5. Leverage Ukuran perusahaan, konsentrasi kepemilikan, reputasi auditor, dan CRO secara parsial memiliki pengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan ERM. Ukuran perusahaan, konsentrasi kepemilikan,


(42)

No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan

reputasi auditor, CRO, dan leverage

secara simultan berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan ERM.

2 Putri (2013) Pengaruh Komisaris Independen, Komite Manajemen Risiko, Reputasi Auditor, Dan Konsentrasi Kepemilikan Terhadap Pengungkapan ERM Variabel dependen: Pengungkapan ERM Variabel independen:

1. Komisaris independen 2. Komite

manajemen risiko

3. Reputasi auditor 4. Konsentrasi

kepemilikan Komite manajemen risiko, reputasi auditor, dan konsentrasi kepemilikan secara parsial memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan ERM. Komisaris independen, komite manajemen risiko, reputasi auditor, dan konsentrasi kepemilikan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan ERM. 3 Probohudono,

et al., (2013)

Risk Disclosure During The Global Financial Crisis Variabel dependen: Pengungkapan risiko Variabel independen:

1. Negara 2. Ukuran

Ukuran perusahaan, komisaris independen secara parsial berpengaruh


(43)

No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan

perusahaan 3. Kepemilikan

manajerial 4. Komisaris independen 5. Profitabilitas

6. Leverage

7. Umur bisnis

positif signifikan terhadap pengungkapan ERM. Leverage memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap pengungkapan risiko Negara berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan risiko. Kepemilikan manajerial, profitabilitas dan umur bisnis tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan risiko. Negara, ukuran perusahaan, komisaris independen, dan leverage

secara simultan mempengaruhi pengungkapan risiko.

4 Sari (2013) Implementasi ERM Pada Perusahaan Manufaktur Di Indonesia Variabel dependen: Pengungkapan ERM Variabel independen:

1. Komisaris independen Reputasi auditor, RMC, dan konsentrasi kepemilikan, dan ukuran perusahaan


(44)

No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan

2. Reputasi auditor 3. RMC

4. Konsentrasi kepemilikan 5. Ukuran

perusahaan secara parsial berpengaruh positif terhadap pengungkapan ERM. Komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan ERM. Komisaris independen, reputasi auditor, RMC, konsentrasi kepemilikan, dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh positif terhadap pengungkapan ERM.

5 Mokhtar dan Mellett (2013) Competition, Corporate Governance, Ownership Structure, and Risk Reporting Variabel dependen: Pengungkapan risiko Variabel independen:

1. Persaingan usaha

2. Ukuran dewan 3. Rangkap jabatan

(CEO/KDK) 4. Konsentrasi

kepemilikan 5. Ukuran

perusahaan 6. Likuiditas 7. Sektor industri 8. Auditor

eksternal Persaingan usaha, ukuran dewan, auditor eksternal secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan risiko. Rangkap jabatan, konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan, likuiditas, jenis


(45)

No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan industri secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan risiko.

6 Husaini, et al., (2013)

Corporate Governance and Enterprise Risk Management: An Empirical Evidence from The Unique Two-Tier Borards System of Indonesian Public Listed Companies Variabel dependen: Pengungkapan ERM Variabel independen:

1. Dewan komisaris 2. Komisaris

independen 3. Komite audit

Variabel dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan ERM. Variabel komisaris independen dan komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan ERM.

7 Zhang, et al., (2013) Corporate Risk Disclosures: Influence of Institutional Shareholders and Audit Committee Variabel dependen: Pengungkapan ERM Variabel independen:

1. Kepemilikan institusi 2. Komite audit

Variabel bebas investor dengan tipe portfolio turnover yang rendah tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan risiko. Sedangkan variabel bebas investor dengan tipe portfolio turnover yang tinggi dan diversifikasi portofolio yang banyak berpengaruh positif terhadap


(46)

No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan pengungkapan risiko. Kemudian komite audit berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan manajemen risiko perusahaan. 8 Seamer, et

al., (2012)

Determinants of the Rigour of ERM Strategies: Evidence from Australia Variabel dependen: Pengungkapan ERM Variabel independen:

1. Komisaris independen 2. Karakteristik

komite audit 3. Pemisahan CEO

dengan Kepala Dewan

Komisaris 4. Ukuran

perusahaan 5. Jenis industri 6. Leverage

keuangan 7. Kualitas auditor

eksternal 8. Pertumbuhan

perusahaan 9. Volatilitas harga

saham Komisaris independen, karakteristik komite audit, pemisahan CEO, kualitas auditor eksternal, jenis industri, leverage, kualitas auditor eksternal, pertumbuhan perusahaan secara parsial memiliki pengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan ERM. Volatilitas harga saham berpengaruh negatif terhadap pengungkapan ERM. Ukuran perusahaan tidak


(47)

No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan ERM.

9 Elzahar dan Hussainey (2012) Determinants of Narrative Risk Disclosures in UK Interim Reports Variabel dependen: Pengungkapan risiko perusahaan Variabel independen: 1. Jenis industri 2. Ukuran

perusahaan 3. Cross listing

4. Profitabilitas 5. Likuiditas 6. Gearing ratio

(leverage)

7. Kepemilikan institusi 8. Ukuran dewan 9. Rangkap jabatan 10. Komisaris

independen 11. Komite audit

Jenis industri, ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh positif terhadap pengungkapan risiko perusahaan.

Cross listing, profitabilitas, likuiditas, gearing ratio tidak memiliki pengaruh signifikan dengan pengungkapan risiko perusahaan. Kepemilikan institusi, ukuran dewan, rangkap jabatan, komisaris independen, komite audit berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan risiko perusahaan. 10 Azlan, et al.,

(2009)

Risk Reporting Variabel dependen: Pengungkapan risiko Ukuran perusahaan berpengaruh positif


(48)

2.10 Kerangka Konseptual

Berdasarkan telaah pustaka dari beberapa penelitian terdahulu, penelitian ini menggunakan variabel komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, dan ukuran perusahaan sebagai variabel independen dan pengungkapan manajemen risiko sebagai variabel dependen. Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

No. Penulis Judul Variabel Kesimpulan

Variabel independen: 1. Diversifikasi

Produk 2. Diversifikasi

geografis 3. Ukuran

perusahaan 4. Jenis industri 5. Leverage

signifikan terhadap pengungkapan risiko.

Diversifikasi produk dan diversifikasi geografis,

leverage

berpengaruh positif tapi tidak signifikan terhadap

pengungkapan risiko.

Jenis industri berpengaruh tidak signifikan terhadap

pengungkapan risiko.


(49)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.11 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu pernyataan dugaan yang logis mengenai hubungan antara dua atau lebih variabel yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji (Sularso, 2003). Hadi (2006) mendefinisikan hipotesis sebagai sebuah kesimpulan sementara yang masih akan dibuktikan lagi kebenarannya. Hipotesis akan memberikan jawaban terkait rumusan masalah. Pemilihan hipotesis dalam penelitian ini ditentukan setelah melakukan kajian pustaka.

Komisaris Independen (X )

Komite Audit (X )

Konsentrasi Kepemilikan (X )

Leverage

(X )

Ukuran Perusahaan (X )

Pengungkapan Manajemen

Risiko (Y)


(50)

2.11.1 Komisaris Independen, Komite Audit, Konsentrasi Kepemilikan, Leverage, dan Ukuran Perusahaan Secara Parsial Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko

Hubungan masing – masing variabel independen terhadap independen secdara parsial dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Komisaris Independen Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan dengan perusahaan. Hal ini menyebabkan komisaris independen lebih bebas dalam pengambilan keputusannya. Perusahaan dengan proporsi komisaris independen yang tinggi cenderung lebih memperhatikan risiko (Andarini dan Januarti, 2010: 8). Komisaris independen membantu menjalankan fungsi pengawasan dalam perusahaan. Komisaris independen juga memiliki fungsi penting sebagai penjaga kepentingan pemegang saham dan menjaga keefektifan dewan (Ferrero-Ferrero, et al., 2011: 209). Penelitian yang dilakukan Probohudono, et al., (2013) menemukan bahwa komisaris independen berhubungan positif signifikan terhadap pengungkapan risiko. Seamer, et al., (2012) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa komisaris


(51)

independen memiliki hubungan positif terhadap pengungkapan ERM.

b. Komite Audit Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Komite audit dibentuk dengan tujuan agar pelaporan keuangan yang dihasilkan benar-benar memberikan informasi yang tepat. Pelaporan keuangan ini berkaitan dengan pengungkapan manajemen risiko di dalamnya. Penelitian yang dilakukan Zhang, et al., (2013) menemukan bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap pengungkapan ERM. Elzahar dan Hussainey (2012) juga menemukan bahwa terdapat pengaruh siginifikan antara ukuran komite audit dengan pengungkapan risiko perusahaan.

c. Konsentrasi Kepemilikan Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko

Kepemilikan saham bisa disebut terkonsentrasi jika jumlah saham yang dimiliki pemegang saham relatif dominan dibanding jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang lain. Perusahaan dengan kepemilikan saham yang terkonsentrasi memiliki tingkat pengungkapan ERM yang lebih tinggi pula (Syifa‟, 2013: 7). Hal ini terjadi karena pemegang saham mayoritas memiliki kemampuan untuk mengendalikan yang lebih kuat sehingga dapat menekan perusahaan untuk


(52)

mengungkapkan risiko lebih banyak. Penelitian yang dilakukan Putri (2013) dan Syifa‟ (2013) menemukan bahwa konsentrasi kepemilikan berpengaruh positif terhadap pengungkapan ERM. d. Leverage Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko

Leverage adalah rasio untuk mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan hutang (Setyarini, 2011: 27).

Leverage menunjukkan kemampuan perusahaan membiayai hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjangnya. Tingkat hutang yang tinggi mencegah manajer untuk berinvestasi pada proyek yang berisiko sehingga mereka lebih memilih proyek yang aman. Bisnis dengan leverage yang tinggi akan lebih fokus kepada manajemen risiko untuk menghindari risiko gagal bayar (Onder dan Ergin, 2012: 22). Seamer, et al., (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa leverage

memiliki pengaruh positif terhadap pengungkapan ERM. Penelitian yang dilakukan Azlan, et al., (2009) juga menunjukkan hasil yang sama.

e. Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko Ukuran perusahaan bisa dinilai dari total aktiva, jumlah penjualan, dan kapitalisasi pasar. Pooser dan McCullough (2013: 28) menyatakan bahwa perusahaan besar lebih memperhatikan ERM. Perusahaan berukuran besar cenderung


(53)

menerapkan ERM karena lingkungan mereka lebih kompleks, menghadapi berbagai macam risiko, dan mereka mempunyai biaya yang cukup untuk menerapkan ERM. Penelitian yang dilakukan Elzahar dan Hussainey (2012) menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan risiko perusahaan. Azlan, et al., (2009) dan Probohudono, et al., (2013) dalam penelitiannya juga menemukan hasil yang sama.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

: Komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, dan ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh positif terhadap pengungkapan manajemen risiko

2.11.2 Komisaris Independen, Komite Audit, Konsentrasi Kepemilikan, Leverage, dan Ukuran Perusahaan Secara Simultan Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko

Pengungkapan manajemen risiko (ERM) dituangkan di dalam laporan tahunan meliputi sistem manajemen risiko perusahaan, jenis risiko dan cara pengelolaannya, dan reviu terhadap sistem tersebut. Komisaris independen dengan proporsi yang lebih mendominasi dalam dewan komisaris akan dapat memberikan tekanan terhadap perusahaan untuk melakukan pengungkapan manajemen risiko dengan


(54)

lebih luas. Jumlah anggota komite audit yang sesuai standar dianggap dapat memberikan tekanan terhadap perusahaan untuk lebih efektif dalam menerapkan pengendalian internal dan sistem manajemen risiko perusahaan. Konsentrasi kepemilikan yang tinggi membuat kemampuan mengendalikan yang lebih kuat sehingga pemegang saham mayoritas dapat menekan perusahaan untuk mengungkapkan manajemen risiko lebih luas. Leverage yang tinggi membuat kreditur memiliki posisi tawar yang lebih tinggi untuk menekan perusahaan agar mengungkapkan manajemen risiko dengan lebih baik. Ukuran perusahaan yang besar melibatkan semakin banyak stakeholder

sehingga tekanan untuk mengungkapkan manajemen risiko menjadi lebih banyak.

Syifa‟ (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa ukuran perusahaan, konsentrasi kepemilikan, dan leverage secara simultan berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan ERM. Penelitian Putri (2013) menyimpulkan bahwa komisaris independen dan konsentrasi kepemilikan secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan ERM. Sari (2013) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa komisaris independen, konsentrasi kepemilikan, dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh positif terhadap pengungkapan ERM. Hasil penelitian Probohudono,

et al., (2013) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, komisaris independen, dan leverage secara simultan mempengaruhi


(55)

pengungkapan risiko. Elzahar dan Hussainey (2012) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa komisaris independen dan komite audit berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan risiko perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

: Komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh positif terhadap pengungkapan manajemen risiko


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Variabel yang diteliti adalah komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, dan ukuran perusahaan sebagai variabel independen. Variabel dependennya adalah pengungkapan manajemen risiko. Data yang digunakan adalah laporan tahunan (annual report) perusahaan properti yang terdaftar di BEI tahun 2011-2013 yang diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Erlina (2011: 80), populasi adalah sekelompok entitas yang lengkap yang dapat berupa orang, kejadian, atau benda yang mempunyai karakteristik tertentu, yang berada dalam suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian. Sekaran (2006) mendefinisikan populasi sebagai keseluruhan kelompok orang, peristiwa, atau hal yang ingin peneliti investigasi. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011-2013 sebanyak 56 perusahaan.

Menurut Erlina (2011: 81), sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi. Sampel yang diambil harus representatif. Sampel adalah beberapa anggota atau bagian yang dipilih


(57)

penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu metode pengambilan sampel dengan kriteria tertentu agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 40 perusahaan dan total sampel menjadi 120 annual reports karena periode pengamatan adalah 3 tahun.

Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2011, 2012, dan 2013 dan menerbitkan laporan tahunan (annual report) untuk periode yang berakhir 31 Desember 2011, 2012, 2013.

b. Perusahaan tidak delisting pada periode pengamatan.

c. Perusahaan dengan data yang lengkap dalam laporan tahunan selama periode pengamatan. Data yang diperlukan adalah data

Enterprise Risk Management, komisaris independen, komite audit, konsentrasi kepemilikan, leverage, ukuran perusahaan.

Tabel 3.1 Pemilihan Sampel

Keterangan Jumlah

Perusahaan properti yang terdaftar di BEI periode 2011-2013

56 Tidak menerbitkan laporan tahunan

berturut-turut tahun 2011-2013

(8)

Delisting pada periode pengamatan (3)

Laporan tahunan tidak lengkap (5)

Sampel terpilih 40


(58)

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data dalam penelitian ini juga merupakan data sekunder. Data sekunder adalah data yang didapatkan oleh peneliti secara tidak langsung dari obyek penelitian (Hadi, 2006: 41). Data dalam penelitian ini berupa laporan tahunan (annual report) perusahaan yang memenuhi kriteria sampel dan diunduh dari website Bursa Efek Indonesia.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi dilakukan dengan mengamati data berupa laporan tahunan perusahaan sampel pada periode pengamatan.

3.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian 3.5.1 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah konsekuensi dari variabel independen (Erlina, 2011: 36). Variabel ini merupakan akibat, yang menjadi perhatian utama dalam penelitian. Tujuan peneliti adalah memahami dan membuat variabel terikat, menjelaskan variabilitasnya, atau memprediksinya (Sekaran, 2006: 116). Variabel dependen disebut juga variabel terikat, variabel output, kriteria atau konsekuen (Erlina, 2011: 36).


(1)

2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013

21 LAMI

0,33 0,33 0,33 3,00 3,00 3,00 0,93 0,93 0,93 0,52 0,47 0,41 27,11 27,14 27,14 0,38 0,34 0,31

22 LPCK

0,60 0,50 0,57 3,00 3,00 3,00 0,42 0,42 0,42 0,60 0,57 0,53 28,34 28,67 28,98 0,47 0,54 0,50

23 LPKR

0,71 0,71 0,75 3,00 3,00 3,00 0,18 0,18 0,18 0,48 0,54 0,55 30,54 30,84 31,07 0,57 0,56 0,60

24 MDLN

0,50 0,50 0,40 3,00 4,00 3,00 0,22 0,30 0,30 0,51 0,52 0,52 28,51 29,16 29,90 0,35 0,47 0,50

25 MKPI

0,32 0,32 0,32 4,00 4,00 4,00 0,47 0,47 0,47 0,30 0,33 0,32 28,39 28,57 28,67 0,43 0,38 0,31

26 MTLA

0,33 0,33 0,33 3,00 3,00 3,00 0,38 0,38 0,38 0,22 0,23 0,38 28,18 28,33 28,67 0,51 0,50 0,51

27 OMRE

0,50 0,50 0,40 3,00 3,00 3,00 0,72 0,90 0,90 0,32 0,31 0,35 27,33 27,34 27,44 0,44 0,44 0,34

28 PLIN

0,33 0,33 0,33 3,00 3,00 3,00 0,25 0,38 0,30 0,46 0,43 0,48 29,07 29,00 29,05 0,45 0,53 0,48

29 PWON

0,33 0,33 0,67 3,00 3,00 3,00 0,22 0,21 0,21 0,59 0,59 0,56 29,38 29,65 29,86 0,44 0,47 0,50

30 RDTX

0,33 0,33 0,33 2,00 2,00 2,00 0,38 0,38 0,38 0,23 0,21 0,26 27,71 27,82 28,07 0,39 0,47 0,51

31 RBMS

0,33 0,33 0,33 3,00 3,00 3,00 0,36 0,36 0,36 0,08 0,07 0,20 25,64 25,75 25,79 0,40 0,44 0,45

32 RODA

0,33 0,33 0,33 3,00 3,00 3,00 0,69 0,69 0,68 0,36 0,44 0,37 28,43 28,52 28,64 0,42 0,53 0,53

33 SCBD

0,33 0,50 0,40 3,00 3,00 3,00 0,82 0,82 0,82 0,25 0,25 0,23 28,88 28,90 29,34 0,35 0,41 0,34

34 SMDM

0,33 0,67 0,33 3,00 3,00 3,00 0,74 0,74 0,62 0,16 0,20 0,27 28,53 28,60 28,71 0,45 0,44 0,41

35 SMRA

0,50 0,50 0,50 3,00 3,00 3,00 0,25 0,24 0,25 0,69 0,65 0,66 29,72 30,02 30,25 0,49 0,48 0,52

36 ADHI

0,40 0,33 0,33 3,00 3,00 3,00 0,52 0,51 0,51 0,84 0,85 0,84 29,44 29,69 29,91 0,53 0,56 0,60

37 DGIK

0,40 0,40 0,40 3,00 3,00 3,00 0,33 0,33 0,33 0,35 0,43 0,50 28,03 28,20 28,37 0,46 0,47 0,49

38 PTPP

0,33 0,33 0,33 4,00 4,00 4,00 0,51 0,51 0,51 0,79 0,81 0,84 29,57 29,78 30,15 0,54 0,41 0,51

39 SSIA

0,40 0,40 0,40 3,00 3,00 3,00 0,12 0,09 0,09 0,59 0,66 0,55 28,71 29,21 29,39 0,39 0,37 0,48

40 TOTL

0,33 0,33 0,29 3,00 3,00 3,00 0,57 0,57 0,57 0,64 0,66 0,63 28,27 28,36 28,43 0,60 0,56 0,56

FIN_LEV

FRM_SZE

ERM

No Kode Saham

IND_COM

AUD_COM

OWN_CON

Universitas

Sumatera


(2)

Hasil Olah Statistik

Grafik Histogram

Grafik Normal Probability Plot


(3)

Hasil Uji Kolmogorov - Smirnov

Nilai Collinearity Statistics

Nilai Koefisien Korelasi

Coefficient Correlationsa

Model FRM_

SZE AUD_ COM OWN_ CON FIN_ LEV IND_ COM

1 Correlations FRM_SZE 1,000 -,123 ,168 -,214 -,247

AUD_COM -,123 1,000 ,021 -,101 ,208

OWN_CON ,168 ,021 1,000 ,164 ,104

FIN_LEV -,214 -,101 ,164 1,000 -,034

IND_COM -,247 ,208 ,104 -,034 1,000

a. Dependent Variable: ERM

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 120

Normal Parametersa,b Mean ,0000000

Std. Deviation ,06737608

Most Extreme Differences Absolute ,043

Positive ,041

Negative -,043

Kolmogorov-Smirnov Z ,474

Asymp. Sig. (2-tailed) ,978

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

IND_COM ,898 1,114

AUD_COM ,937 1,068

OWN_CON ,910 1,099

FIN_LEV ,879 1,138


(4)

Diagram Scatterplot

Hasil Uji Glejser

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) ,034 ,084 ,401 ,689

IND_COM -,054 ,038 -,137 -1,425 ,157

AUD_COM -,009 ,011 -,072 -,769 ,444

OWN_CON -,023 ,017 -,129 -1,359 ,177

FIN_LEV ,030 ,022 ,132 1,361 ,176

FRM_SZE ,002 ,003 ,081 ,803 ,424


(5)

Hasil Uji Runs

Runs Test

Unstandardized Residual

Test Valuea ,00574

Cases < Test Value 60

Cases >= Test Value 60

Total Cases 120

Number of Runs 65

Z ,733

Asymp. Sig. (2-tailed) ,463

a. Median

Hasil Uji Durbin

Watson

Hasil Analisis Regresi Berganda

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) ,182 ,152 1,195 ,234

IND_COM -,004 ,068 -,006 -,065 ,948

AUD_COM -,023 ,021 -,097 -1,087 ,279

OWN_CON -,055 ,030 -,166 -1,834 ,069

FIN_LEV ,078 ,039 ,183 1,993 ,049

FRM_SZE ,011 ,005 ,209 2,188 ,031

\

a. Predictors: (Constant), FRM_SZE, AUD_COM, OWN_CON, IND_COM, FIN_LEV b. Dependent Variable: ERM


(6)

Nilai Koefisien Determinasi

b. Predictors: (Constant), FRM_SZE, AUD_COM, OWN_CON, IND_COM, FIN_LEV

Hasil Uji Sginifikansi Simultan

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression ,096 5 ,019 4,037 ,002a

Residual ,540 114 ,005

Total ,636 119

a. Predictors: (Constant), FRM_SZE, AUD_COM, OWN_CON, IND_COM, FIN_LEV b. Dependent Variable: ERM

Hasil Uji Signifikansi Parsial

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) ,182 ,152 1,195 ,234

IND_COM -,004 ,068 -,006 -,065 ,948

AUD_COM -,023 ,021 -,097 -1,087 ,279

OWN_CON -,055 ,030 -,166 -1,834 ,069

FIN_LEV ,078 ,039 ,183 1,993 ,049

FRM_SZE ,011 ,005 ,209 2,188 ,031


Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Komite Manajemen Risiko Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011-2014

2 113 98

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

15 141 86

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

7 113 81

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 12

Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Komite Manajemen Risiko Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2011-2014

0 0 14

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko Dengan Coso Erm Framework Pada Perusahaan Properti Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2011-2013

0 0 15

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko Dengan Coso Erm Framework Pada Perusahaan Properti Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2011-2013

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan - Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko Dengan Coso Erm Framework Pada Perusahaan Properti Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2011-2013

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko Dengan Coso Erm Framework Pada Perusahaan Properti Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2011-2013

0 0 12

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Manajemen Risiko Dengan Coso Erm Framework Pada Perusahaan Properti Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2011-2013

0 1 11