BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Keagenan
Teori keagenanan atau agency theory menjelaskan hubungan keagenan yang timbul ketika satu orang atau lebih principal bersepakat dengan orang
lain agent untuk memberikan jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut Jensen dan Meckling, 1976: 5.
Contoh dari hubungan ini adalah pemberi kerja dengan pekerjanya atau pemilik perusahaan dengan manajemen. Jensen dan Meckling 1976 menjelaskan
hubungan keagenan dalam perusahaan berbentuk kontrak antara pemilik sumber daya ekonomis principal dan manajer agent yang mengelola
penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Kontrak ini mengatur proporsi hak dan kewajiban masing
– masing pihak dengan tetap memperhitungkan manfaat secara keseluruhan. Pemilik menyetorkan modal
untuk mendapatkan bagi hasil laba, lalu manajer mengelola modal agar perusahaan berlaba dan mereka mendapat reward berupa gaji.
Menurut Eisenhard 1989: 59, teori keagenan dilandasi oleh tiga asumsi. Asumsi yang pertama yaitu manusia selalu memiliki sifat untuk mementingkan
diri sendiri self interest, memiliki keterbatasan rasionalitas bounded rationality
, dan menghindari risiko risk aversion. Kecenderungan mementingkan diri sendiri ini sering membuat konflik kepentingan antara
agent dan principal. Asumsi selanjutnya adalah informasi asimetri, di mana
Universitas Sumatera Utara
agent memiliki lebih banyak informasi daripada principal karena mereka yang
mengelola langsung sumber daya ekonomi. Asumsi yang terakhir adalah informasi dipandang sebagai barang yang bisa diperjualbelikan. Informasi
merupakan sesuatu yang bisa mempengaruhi pengambilan keputusan sehingga tidak diungkapkan secara sembarangan. Menurut Jensen dan Meckling 1976,
informasi asimetri menyebabkan dua masalah yaitu moral hazard dan adverse selection.
Moral hazard adalah permasalahan yang terjadi karena agent tidak melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama dalam kontrak kerja. Adverse
selection adalah keadaan bahwa principal tidak dapat mengetahui apakah
keputusan yang diambil agent didasarkan pada informasi yang diperolehnya, atau terjadi kelalaian dalam tugas.
Menurut Mitnick 1973: 2, masalah keagenan dibagi tiga yaitu, masalah principal
, masalah agent, dan masalah kebijakan yang mengatur mekanisme pemberian insentif. Masalah principal adalah bagaimana memotivasi agent
agar perilaku mereka sesuai dengan tujuan principal. Masalah agent adalah ketika mereka harus mengambil keputusan. Apakah mereka bertindak sesuai
kepentingan principal, kepentingan mereka sendiri, atau beberapa alternatif di antaranya ketika tidak ada titik temu. Masalah yang terakhir adalah mekanisme
pemberian insentif terhadap agent yang bertindak sesuai dengan harapan principal
, contohnya kenaikan gaji. Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah kepada informasi asimetri atau ketidakseimbangan informasi karena
agent memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibanding
dengan principal. Konfik kepentingan terjadi ketika manajemen tidak selalu
Universitas Sumatera Utara
bertindak untuk kepentingan pemilik. Masing – masing individu bertindak
untuk memaksimalkan kepentingan sendiri sehingga agent yang lebih memiliki banyak informasi akan cenderung menyembunyikan informasi dari principal.
Misalnya agent dapat mempengaruhi jumlah saldo akun tertentu dalam laporan keuangan dengan tujuan earning management.
Masalah keagenan tentu dapat diatasi namun akan menimbulkan biaya keagenan agency cost yang ditanggung oleh principal mau pun agent. Jensen
dan Meckling 1976: 5 membagi biaya keagenan menjadi tiga, yaitu monitoring cost, bonding cost, dan residual loss
. Monitoring cost adalah biaya yang ditanggung principal untuk mengawasi perilaku agent, misalnya untuk
mengukur, mengamati, dan mengendalikan perilaku agent. Bonding cost merupakan biaya yang ditanggung agent untuk menetapkan dan mematuhi
mekanisme yang menjamin bahwa agent bertindak sesuai kepentingan principal
. Residual loss adalah pengorbanan berupa berkurangnya kemakmuran principal sebagai akibat dari perbedaan keputusan agent dan
keputusan principal. Penerapan manajemen risiko dapat meminimalisir biaya keagenan. Hal ini terjadi karena manajemen risiko menciptakan pengungkapan
risiko yang lebih baik sehingga antisipasi terhadap risiko semakin bagus dan pada akhirnya biaya keagenan bisa ditekan. Perusahaan yang menerapkan
manajemen risiko dapat membantu pelaksanaan pengawasan internal sehingga stakeholders
dapat terhindar dari informasi asimetris dan perilaku menyimpang oleh manajemen dapat dicegah.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Manajemen Risiko