Koordinasi dan Komunikasi dalam Pengambilan Keputusaan

98 rencana jangka panjang. Teknik ini juga digunakan karena tuntutan institusional, misalnya sebagai sebuah prasyarat kerja sama dengan pihak lain. Sebagai contoh, analisis SWOT digunakan oleh manajemen PIKA untuk menentukan strategi dalam perencanaan kegiatan pada lingkup kerja sama dengan program Indonesian German Institute IGI. Analisis SWOT digunakan karena pihak IGI mempersyaratkannya di dalam penyusunan bussiness plan implementasi kerja sama tersebut.

E. Koordinasi dan Komunikasi dalam Pengambilan Keputusaan

PIKA adalah organisasi sosial yang menjalankan prinsip-prinsip manajemen modern. Sebutan sebagai organisasi sosial ini sebenarnya lebih didasari oleh faktor sejarah organisasi, di mana organisasi ini pada mulanya adalah bengkel penggergajian kayu yang menangani perbaikan dan pengadaan perabot kayu untuk gereja, biara, dan sekolah-sekolah misi PIKA 2003:17. Selanjutnya organisasi ini semakin berkembang ketika mulai dibukanya sekolah percobaan pada tanggal 10 Nopember 1968. Tanggal 30 Juli 1971 sekolah rintisan yang bernama Sekolah Teknik Kebun Kayu berubah menjadi Pendidikan Industri Kayu Atas PIKA. PIKA berkembang menjadi unit produksi Bengkel Latihan II dan unit sekolah Bengkel Latihan I, hingga akhirnya PIKA seperti sekarang ini, menjadi institusi yang bergerak di bidang produksi dan pendidikanpelatihan serta pelayanan jasa lainnya. 99 Gambar 2. Mahasiswa Jurusan Teknologi Industri Kayu Program D3 PIKA sedang melakukan kegiatan praktek di Bengkel Produksi Kompleksitas masalah yang harus dihadapi PIKA tentu tidak sesederhana lembaga pendidikan lainnya, karena masalah yang dihadapi adalah masalah pendidikan dan masalah produksi, di mana karakter kedua bidang kegiatan tersebut sangat berbeda. Oleh karena itu meskipun telah disebutkan di atas bahwa rapat adalah ”modus” utama dalam proses pengambilan keputusan, namun sangat disadari oleh manajemen PIKA bahwa tidak semua aktivitas dan kebijakan dapat diputuskan keseluruhannya di dalam atau melalui rapat. Oleh karena itu diperlukan lembaga lain, yaitu koordinasi atau komunikasi antar lini atau unit. Koordinasi yang diartikan sebagai penggabungan dari bagian-bagian atau grup yang terpisah menjadi sebuah satuan kinerja adalah salah satu pilar dari proses pengambilan keputusan di institusi. Koordinasi dapat dilakukan dalam bentuk rapat ataupun di luar rapat, namun istilah koordinasi tetap mengandung pengertian formal. Dalam hal ini, PIKA menggunakan kedua- duanya untuk menjalankan roda organisasi, yaitu koordinasi dalam bentuk 100 rapat dan koordinasi di luar rapat. Koordinasi yang berbentuk rapat adalah rapat manajemen, rapat direksi, pertemuan terjadwal antara Direktur dengan Kepala Divisi dan Kepala Sub Divisi, seperti telah dikemukakan di atas. Adapun koordinasi di luar rapat yang peneliti temui adalah koordinasi antara Kepala Sub Divisi PPPIK dan Kepala Sub Divisi Bengkel Pendidikan berupa pertemuan langsung 3OBSKH2005, koordinasi antara Kepala Divisi Operasi, Kepala Program D III dengan Kepala Sub Divisi Operasi PIKA BSB 6OBSKH2006 dan koordinasi antara Kepala Program D IIIPenanggung Jawab Program IGI dengan Kepala Divisi Operasi yang dilakukan melalui telepon WQI-32005. Gambar 3. Koordinasi antara Kepala Sub Divisi PPPIK dengan Kepala Bengkel Pendidikan Bentuk komunikasi lain yang dikembangkan dan berjalan dengan baik adalah komunikasi informal di antara warga institusi. Komunikasi informal yang menyangkut kegiatan organisasi berjalan sebagai bagian dari budaya organisasi, dan terjadi dalam bentuk interaksi antar warga untuk 101 membicarakan atau mendiskusikan berbagai persoalan dan aktivitas organisasi. Komunikasi informal ini selanjutnya dianggap formal manakala dilakukan di dalam jam kerja atau dalam konteks “bekerja”. Contoh komunikasi semacam ini adalah pembicaraan antara Kepala Sub Divisi Bengkel Pendidikan dengan Kepala Bagian Personalia di dalam kantin kampus WQI-52005. Komunikasi “biasa” semacam ini menjadi penting bagi organisasi, bahkan dilembagakan sebagai bagian dari budaya organisasi corporate culture, karena dengan jalan ini maka organisasi dapat berjalan secara harmonis. Kaitannya dengan komunikasi informal yang dikembangkan menjadi “lembaga” pendukung proses pengambilan keputusan ini, dapat disimak penyataan Pak P. Mayang Antasari, Kepala Sub Biro Personalia, sebagai berikut: “.... di sini komunikasi itu gampang. Di sini kondisi informalnya kuat. Kalau kita omong antar pribadi itu tetap enak, sehingga arus komunikasi menjadi cepat, tidak terhambat oleh birokrasi yang terlalu aneh” WQI-72006. Dalam redaksi dan konteks yang sedikit berbeda, Pak R.N. Among Subandi, Kepala Divisi Diklat menyatakan sebagai berikut: “Ada, biasanya saya rapat dengan Kasubdiv dua minggu sekali, minimal satu bulan sekali. Kalau yang insidental, sewaktu-waktu saya bisa memanggil mereka. Tetapi karena kesibukan-kesibukan, kadang-kadang tertunda. Cara mengatasinya dengan berkomunikasai satu dengan lainnya. Karena kami cukup dekat, kita omong-omong lagi apa yang harus dipecahkan”. 102 Gambar 4. Koordinasi antara Kepala Divisi Operasi, Kepala Program D III dengan Kepala Sub Divisi Operasi PIKA BSB Sebuah keputusan di dalam institusi biasanya terkait dengan berbagai unsur yang ada di dalam institusi tersebut. Keputusan-keputusan yang dihasilkan melalui mekanisme yang ada di dalam institusi harus disampaikan kepada pihak lain yang berhubungan secara langsung sebagai akibat dari keputusan tersebut, atau mungkin ada keputusan manajemen yang harus diketahui oleh seluruh warga institusi secara menyeluruh. Oleh sebab itu media komunikasi untuk menyampaikan hasil-hasil keputusan bukan hanya melalui rapat dan komunikasi-komunikasi yang bersifat lisan, tetapi juga menggunakan media lain berupa pengumuman-pengumuman tertulis. Selain itu juga digunakan jaringan komputer yang dihubungkan satu dengan lainnya. Akan tetapi komputer yang dihubungkan satu dengan lainnya tersebut baru sebatas digunakan untuk mengirimkan hal-hal yang bersifat 103 informatif, belum berupa data atau informasi yang siap untuk dipakai sebagai bahan pengambilan keputusan. Komputer yang dihubungkan satu dengan lainnya sebenarnya adalah bagian dari rencana institusi memberlakukan dan memberdayakan Sistem Informasi Manajemen SIM. Namun diakui sendiri oleh warga intistusi bahwa penggunaan SIM sebagai pendukung proses pengambilan keputusan belum berjalan dengan baik. Jaringan di sini baru sampai pada taraf dapat mengakses data antara satu pengguna dengan pengguna yang lain.

F. Pengaruh Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2000