Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal mendasar yang perlu diperhatikan dalam perkembangan individu-individu. Suatu bangsa akan dipandang baik apabila pendidikannya juga baik. Melalui pendidikan diharapkan mampu membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Pendidikan tidak hanya berfungsi untuk menciptakan siswa yang pintar secara akademis, tetapi juga harus membentuk membentuk karakter masing-masing individu. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab Hasan, 2010: 2. Pendidikan karakter saat ini sedang menjadi isu utama dalam dunia pendidikan. Banyaknya perilaku menyimpang seperti tawuran antar pelajar, seks bebas, narkotika, membolos, mencuri. Selama tahun 2013, Komisi Nasional Perlindungan Anak Komnas PA mencatat ada 255 kasus tawuran yang terjadi dan 20 pelajar meninggal dunia dari sejumlah kasus tawuran tersebut. Kasus tawuran pelajar ini meningkat dibandingkan tahun lalu yakni 147 kasus Tribunnews, 2013. Hal ini menunjukkan rendahnya pendidikan karakter di Indonesia. Pendidikan karakter hendaknya diintegrasikan dalam pendidikan seperti yang diungkapkan Muslich, 2011: 85 bahwa pendidikan karakter dalam pendidikan formal dapat diintegrasikan dalam kegiatan intrakulikuler, ekstrakulikuler, serta manajemen atau pengelolaan sekolah. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib yang diajarkan di sekolah juga harus membentuk karakter peserta didik melalui kegiatan intrakulikuler. Marsigit 2011: 9 mengungkapkan bahwa implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran matematika berimplikasi kepada fungsi guru sebagai fasilitator agar peserta didik dapat mempelajari matematika secara optimal. Guru bertugas menyediakan fasilitas yang dapat mengembangkan kemampuan kognitif dan juga mengembangkan karakter peserta didik. Matematika mendorong peserta didik untuk berfikir kritis, logis, rasional dan percaya diri. Adapun tujuan mata pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah siswa mampu: 1 memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; 2 menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3 memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4 mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan 5 memiliki sikap menghargai kegunaan matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah BSNP, 2006:140. Guru memberikan penilaian di kelas dalam hal penguasaan materi dan pemecahan masalah saja, padahal peserta didik juga harus terampil sehingga mereka mampu memecahan masalah-masalah baru. Keterampilan pemecahan masalah juga merupakan sesuatu yang bisa dinilai oleh guru dalam aspek psikomotorik. Seperti yang diungkapkan oleh Sudjana 2009: 31 dalam proses belajar mengajar di sekolah saat ini, tipe hasil belajar kognitif lebih dominan jika dibandingkan dengan tipe hasil belajar afektif dan psikomotoris, sekalipun demikian tidak berarti bidang afektif dan psikomotoris diabaikan sehingga tidak perlu dilakukan penilaian. Oleh karena itu perlu diadakan penilain kognitif, afektif dan psikomotorik di sekolah. Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang sesuai dengan undang- undang sistem pendidikan nasional, salah satu faktornya adalah peserta didik memiliki sikap tanggung jawab yang tinggi di sekolah. Pada kenyataannya saat ini, peserta didik kurang memiliki rasa tanggung jawab, tidak membuat pekerjaan rumah, sering datang terlambat dan tidak menyerahkan tugas tepat waktu. Berdasarkan hasil observasi di SMP N 3 Sukorejo, diperoleh informasi bahwa pembelajaran di sana masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Pembelajaran sudah berlangsung dua arah, namun siswa kurang terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Selain itu, peserta didik belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab dalam belajar, mereka hanya mau belajar jika mau ulangan saja dan mengerjakan latihan soal jika ada tugas dari guru. Pada materi yang belum diajarkan peserta didik cenderung tidak mau mempelajarinya terlebih dahulu. Berdasarkan hal tersebut karakter yang perlu ditingkatkan di SMP N 3 Sukorejo adalah karakter tanggung jawab. Guru di SMP N 3 Sukorejo sudah memberikan latihan soal pemecahan masalah, namun peserta didik masih kesulitan dalam mengerjakan soal pemecahan masalah. Peserta didik belum dapat melaksanakan langkah-langkah pemecahan masalah mulai dari memahami masalah, merencanakan masalah, melaksanakan pemecahan masalah dan membuat kesimpulan. Mereka masih menggunakan cara instan dalam menyelesaikan masalah. Hasil belajar yang berupa kemampuan pemecahan masalah juga masih rendah, khususnya pada materi pokok segi empat. Segi empat merupakan salah satu materi pokok yang dipelajari di kelas VII semester 2. Materi tersebut meliputi persegi panjang, persegi, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang dan trapesium. Manfaat dari mempelajari materi tersebut adalah untuk menyelesaikan soal yang berhubungan dengan segi empat yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik adalah dengan menerapkan metode pembelajaran yang inovatif dan pemanfaatan media pembelajaran yang memungkinkan tejadinya kegiatan belajar mengajar yang kondusif, menyenangkan, dan tepat untuk digunakan dalam pembelajaran. Salah satunya adalah model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition AIR. Model pembelajaran AIR adalah model pembelajaran yang menekankan pada tiga aspek yaitu Auditory, Intellectually dan Repetition. Auditory berarti siswa belajar dengan berbicara, mendengarkan, menyimak, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat dan menanggapi. Intellectually adalah belajar dengan berfikir, peserta didik dilatih dengan memecahkan masalah, mengkonstruksi dan menerapkan. Sedangkan repetition merupakan pengulangan yang bermakna mendalami memantapkan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau kuis. Dengan memberikan tugas dan kuis peserta didik akan lebih terlatih dalam memecahkan masalah dan bertanggung jawab terhadap tugas- tugasnya. Berdasarkan latar belakang di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang Peningkatan Karakter Dan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui Model Pembelajaran Auditory Intelectually Repetition AIR Pada Materi Segi empat Kelas VII di SMP N 3 Sukorejo. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Rancangan penelitian tersebut akan dikenakan pembelajaran pada pilihan situasi sosial suatu kelas. Akan dipilih beberapa siswa melalui tes pendahuluan agar peneliti dapat mengamati perubahan tingkah laku peserta didik secara cermat dan teliti. Aspek yang dinilai melalui pengamatan dan wawancara dalam penelitian ini adalah karakter tanggung jawab aspek afektif dan keterampilan pemecahan masalah aspek psikomotorik, sedangkan kemampuan pemecahan masalah aspek kognitif akan dinilai melalui tes kemampuan pemecahan masalah.

1.2 Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS X SMA MATERI TRIGONOMETRI DALAM PEMBELAJARAN MODEL AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR)

7 85 402

PERBEDAAN PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR) DAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMP N SATU ATAP 6 PAKKAT HUMBAHAS.

2 9 21

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI PADA MATERI SEGI EMPAT DI KELAS VII SMP N 3 GALANG.

0 1 23

model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR).

1 2 52

PROFIL KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL AIR (AUDITORY, INTELLECTUALLY, REPETITION) DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIKA.

4 12 95

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KESALAHAN SISWA KELAS VII DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA MATERI SEGI EMPAT MELALUI PBL

0 0 59

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA MATERI WAKTU, JARAK, DAN KECEPATAN MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY, INTELLECTUALLY, REPETITION (AIR) PADA SISWA SEKOLAH DASAR

0 0 8

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR)

0 0 13

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah pada Materi Waktu, Jarak, dan Kecepatan Melalui Penerapan Model Pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas V SD Negeri Setono No. 95 Surakarta Tahun Ajaran 20

0 0 20

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERTANYA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA SMP NEGERI 1 AJIBARANG KELAS VII MELALUI PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR)

0 0 16