penyakit buaya, sehingga buaya yang terserang penyakit dapat di diagnosa dengan cepat dan ditangani dengan cepat Environmental Protection Agency 2009.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan dengan pengelola penangkaran menunjukkan bahwa belum adanya upaya
pengobatan medis untuk mengobati penyakit yang diderita oleh buaya muara di penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya ini, karena kurangnya pengetahuan
pengelola terhadap jenis penyakit buaya dan cara pengobatannya selain itu juga keterbatasan dana yang merupakan hambatan untuk memeriksakan buaya yang
sakit pada dokter hewan. Mengingat kebebasan dari rasa sakit, luka dan penyakit merupakan salah satu dari prinsip kesejahteraan satwa maka permasalahan ini
dapat dicegah dengan melakukan pembersihan kandang secara rutin baik di dalam kandang dan di luar kandang, mengatur sanitasi kandang yang baik untuk
mencegah berkembangbiaknya bibit penyakit, memberikan ruang yang cukup agar buaya dalam kandang tidak berkelahi dan segera melakukan perawatan kesehatan
dari dokter hewan untuk perawatan dan pengobatan penyakit.
5.4 Pengelolaan Reproduksi
Buaya muara bereproduksi dengan cara ovipar. Kopulasi dilakukan di dalam air dan berlangsung hanya beberapa menit saja pada siang hari. Kemudian
buaya betina mempersiapkan sarang untuk bertelur yang letaknya tidak jauh dari kolam. Pengelolaan reproduksi di penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya
meliputi pemilihan bibit, penentuan jenis kelamin, pengaturan kawin, musim bertelur dan penetasan telur.
5.4.1 Pemilihan bibit
Pemilihan bibit bertujuan untuk mendapatkan keturunan yang baik dan
berkualitas. Di penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya pemilihan bibit
dilakukan dengan memperhatikan kondisi fisik buaya muara yaitu sehat, tidak cacat dan tidak berasal dari satu keturunan. Buaya muara di penangkaran TBIJ ini
pertama kali diperoleh dari kerabat dekat bapak Lukman Arifin di Kalimantan berjumlah sepasang.
5.4.2 Penentuan jenis kelamin
Penentuan jenis kelamin di penangkaran ini dilakukan secara manual dengan cara bagian kloaka ditekan agar kelamin buaya muara dapat terlihat.
Kelamin jantan pada buaya muara terdapat tonjolan sedangkan kelamin betina tidak mempunyai tonjolan. Untuk mengidentifikasi jenis kelamin pada buaya
muara dibutuhkan pengalaman dan keahlian tersendiri yang biasanya dilakukan oleh dokter hewan dan ahli buaya. Alat kelamin pada buaya muara dapat
terdeteksi setelah buaya muara berumur ± 2 tahun.
Gambar 17 Cara penentuan jenis kelamin melalui kloaka.
5.4.3 Pengaturan kawin
Pembentukan pasangan kawin di penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya dengan membiarkan betina memilih pasangannya sendiri. Perkawinan buaya
muara terjadi di dalam kolam dan sulit dideteksi dan terjadi antara bulan Februari sampai Oktober Ratnani 2007. Di penangkaran ini musim kawin terjadi pada
bulan Juli sampai dengan Agustus.
5.4.4 Musim bertelur
Buaya muara di penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya ini bertelur pada bulan September sampai Maret. Jumlah telur yang dihasilkan di penangkaran
ini tahun 2010 sebanyak 200 butir dan telur yang berhasil menetas sebanyak 95 butir, sedangkan tahun 2011 telur yang dihasilkan sebanyak 360 butir dan yang
berhasil menetas sebanyak 142 butir. Telur yang dihasilkan di penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya masih relatif sedikit. Hal ini dipengaruhi oleh letak
kandang buaya muara di penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya tidak tepat
karena adanya pengunjung yang berinteraksi dengan buaya muara di kandang sehingga pada saat musim kawin buaya muara menjadi terganggu oleh aktivitas
pengunjung sehingga berdampak pada jumlah telur yang dihasilkan relatif sedikit. Selain itu, individu yang berasal dari keturunan segaris umumnya lebih rentan
dalam hal bereproduksi, ketahanan tubuh kurang baik dan mengurangi penampilan bibit.
5.4.5 Penetasan telur