karena adanya pengunjung yang berinteraksi dengan buaya muara di kandang sehingga pada saat musim kawin buaya muara menjadi terganggu oleh aktivitas
pengunjung sehingga berdampak pada jumlah telur yang dihasilkan relatif sedikit. Selain itu, individu yang berasal dari keturunan segaris umumnya lebih rentan
dalam hal bereproduksi, ketahanan tubuh kurang baik dan mengurangi penampilan bibit.
5.4.5 Penetasan telur
Penetasan telur di penangkaran TBIJ masih dilakukan dengan cara konvensional. Tahapan-tahapan penetasan telur meliputi :
1. Persiapan inkubator
Penetasan telur dilakukan di dalam ruangan inkubator berupa bangunan tertutup yang berukuran 4 m x 3 m x 2 m, berdinding tembok berlapis stereoform,
atap berupa asbes dan lantai berupa semen serta diberikan lampu pijar 100 watt per lampu. Pemberian lampu pijar ini bertujuan untuk mengatur suhu penetasan
agar mencapai suhu 34°C. Sebelum dilakukan proses penetasan telur, Animal Keeper melakukan pembersihan ruangan inkubator, keranjang telur dan media
penetasan. Media penetasan yang digunakan berupa gabah. Untuk mengatur kelembaban pada saat penetasan, media penetasan gabah disemprot dengan air
hingga mencapai kelembaban 90. 2.
Pengumpulan telur Pengumpulan telur dilakukan oleh tiga orang. Satu orang mengambil telur
dalam sarang dan dua orang lagi mengawasi indukan dengan menggunakan tongkat untuk mengusir buaya jika menghampiri, karena indukan pada saat
bertelur lebih agresif dari biasanya. Pengumpulan telur dilakukan dua minggu setelah buaya muara bertelur hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam
penyortiran dan mempercepat penetasan karena pada umur dua minggu setelah telur dikeluarkan oleh induk buaya, tanda-tanda telur berembrio dapat terlihat
lebih jelas. 3.
Penyortiran Tahapan penyortiran bertujuan untuk mendeteksi apakah telur
mengandung embrio atau tidak. Tahap penyortiran meliputi pembersihan dan
pengecekan. Pembersihan bertujuan agar telur terhindar dari kotoran setelah dilakukan pembersihan dilakukan pengecekan. Pengecekan dilakukan di bawah
cahaya lampu untuk mendeteksi apakah telur mengandung embrio atau tidak. Telur yang tidak mengandung embrio diberikan tanda dengan menggunakan
spidol namun masih tetap diikutsertakan dalam penetasan. Menurut Bolton 1988 dalam Permatasari 2002, titik embrio pada telur alligator hampir sama dengan
buaya muara. 4. Peletakan telur
Wadah yang digunakan untuk meletakan telur adalah keranjang plastik yang mempunyai pori-pori kecil. Telur yang akan ditetaskan disusun di media
gabah. Telur tersebut diletakan secara vertikal. Penggunaan gabah sebagai media karena mudah menyerap dan menyimpan air sehingga kelembaban telur tetap
terjaga serta dapat menghasilkan panas yang stabil. Hal yang harus diperhatikan pada saat proses penetasan telur adalah posisi telur karena jika salah posisinya
maka telur tidak akan menetas. Peletakan posisi telur dalam media gabah harus sama dengan posisi di dalam sarang alami ketika diambil dari kandang bertujuan
agar embrio yang berada di dalam telur tidak rusak.
Gambar 18 Peletakan posisi telur. 4.
Penomoran Pemberian nomor dilakukan setelah telur diletakkan dan disusun dalam
keranjang sebelum ditimbun kembali dengan gabah. Penomoran bertujuan untuk memudahkan Animal Keeper memantau perkembangan embrio dan waktu
penetasannya. Pemberian nomor menggunakan spidol permanen agar tidak mudah luntur. Teknik penomoran dilakukan secara urut dengan sistem penomoran bentuk
ular yang dimulai kiri atas baris pertama.
5. Pemindahan keranjang telur ke rak penetasan
Telur- telur yang telah dimasukkan dalam keranjang dan telah dilakukan penomoran ditimbun kembali dengan gabah kemudian keranjang telur tersebut
disusun dalam rak penetasan. Rak kayu yang terdapat di penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya terdiri dari tiga tingkat. Tinggi rak tersebut adalah ± 50 cm
dari lantai hal ini dimaksudkan agar sirkulasi udara dan temperatur udara dapat keluar masuk keranjang.
Gambar 20 Peletakan keranjang telur ke rak penetasan. 6.
Pemantauan Animal Keeper melakukan pemantauan pada ruang inkubator dan media
penetasan gabah. Pemantauan pada media gabah bertujuan untuk mengetahui kelembabannya. Kelembaban gabah diperiksa setiap hari dengan memegang
kondisi gabah, apabila kering maka Animal Keeper akan menyemprotkan air dengan bantuan botol spray. Suhu yang digunakan untuk menetaskan telur di
penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya dengan suhu 33°C dengan kelembaban 92. Di penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya untuk menjaga agar suhu dan
kelembaban ruang inkubator tetap stabil maka ruang inkubator didesain tertutup dengan dinding yang dilapisi stereoform.
7. Telur menetas
Di penangkaran Taman Buaya Indonesia Jaya waktu yang dibutuhkan untuk menetaskan telur buaya muara yaitu 90 hari. Telur yang siap menetas
ditandai dengan suara cicitan anakan buaya yang lama kelamaan akan terlihat retakan-retakan kecil pada permukaan telur. Berdasarkan hasil perhitungan daya
tetas telur menunjukkan bahwa keberhasilan penetasan telur buaya muara sebesar 42,32 dengan kriteria sedang yang mengacu pada Permenhut Nomor
P.19Menhut-II2005. Kegagalan penetasan diakibatkan sebagian telur yang tidak dibuahi, kurang teliti dalam peletakkan telur yang tidak sama dengan posisi di
sarang, suhu dan kelembaban yang tidak tepat dan telur tidak dipegang sama sekali sampai telur menetas.
8. Penanganan anakan buaya muara pasca menetas
Anakan buaya muara yang sudah menetas diletakan di dalam kotak plastik kering. Setelah dimasukkan ke dalam kotak plastik maka anakan buaya muara
akan diletakkan di ruang tertutup agar tidak mengalami stres. Ruang yang digunakan untuk meletakkan anakan buaya muara di penangkaran Taman Buaya
Indonesia ini diberikan lampu pijar 100 watt 34°C agar anakan buaya muara mendapatkan kehangatan. Anakan buaya muara yang baru menetas juga dijauhkan
dari air minimal 24 jam setelah menetas agar selaput tipis cepat mengering dan mencegah terjadinya infeksi. Anakan buaya yang baru menetas di penangkaran
TBIJ ini tidak diberikan makanan karena masih mempunyai cadangan kuning telur. Penanganan anakan buaya harus dilakukan secara hati-hati untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik.
5.5 Pengelolaan Pemanfaatan Hasil