37 akan menghasilkan phtoalexin dalam bentuk senyawa sesquiterpen yang
rasanya pahit Palaniswami dan Chattopadhyays, 2003 sehingga tidak dapat dikonsumsi dan dikhawatirkan berbahaya bagi kesehatan.
2. Pembuatan Tepung Ubi Ungu
Tepung ubi jalar ungu dapat dibuat dengan berbagai teknik pengolahan baik tanpa modifikasi sesuai dengan pembuatan tepung pada
umumnya maupun dengan modifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan. Pada penelitian kali ini dilakukan pemilihan metode pembuatan
berdasarkan modifikasi pada perlakuan yang dibutuhkan. Modifikasi yang diberikan adalah modifikasi sifat fisik melalui perlakuan pemasakan awal
dan perlakuan pengeringan. Tepung ubi ungu dari varietas Ayamurasaki yang telah berhasil
diproduksi dan dijual ke pasaran ternyata memiliki warna yang kemerahan dan aroma yang agak asam. Aroma yang agak asam ini menunjukkan
terjadinya proses fermentasi, yang terjadi selama proses pembuatan. Proses fermentasi akan menurunkan pH, pH yang rendah akan merubah
warna ungu menjadi warna merah. Suda et al. 2003 menyatakan bahwa antosianin ubi jalar ungu akan berwarna merah pada kondisi pH asam,
ungu pada kondisi pH netral, dan berwarna biru pada kondisi pH basa Suda et al., 2003.
Terjadi penurunan tingkat preferensi masyarakat karena warna tepung ubi ungu yang dihasilkan ternyata tidak berwarna ungu, meskipun
setelah direhidrasi akan kembali berwarna ungu. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi dalam proses pembuatan tepung ubi ungu ini
sehingga diperoleh warna tepung yang benar-benar ungu. Perlakuan pemasakan awal diharapkan dapat memfiksasi komponen-komponen ubi
termasuk warna sehingga memiliki kestabilan yang lebih baik selama proses pembuatan tepung selanjutnya.
Pembuatan tepung ubi jalar meliputi pembersihan, pengupasan, perendaman, pengirisan, pengukusan dengan menggunakan steamer,
penghancuran penyawutan dan pengeringan sampai ubi yang telah disawut dapat dipatahkan. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung diawali
38 dengan pembersihan umbi dari tanah kering, biasanya hanya dilakukan
dengan pengerikan dan dijaga agar tetap kering. Hal ini dilakukan untuk menghindari pelekatan tanah basah pada getah yang dihasilkan umbi
selama proses pengupasan. Tepung yang dibuat dari ubi jalar mentah terkadang memberikan
after taste pahit pada produk akhir sehingga dapat mengganggu cita rasa
produk. Rasa pahit biasanya disebabkan oleh beberapa senyawa fenolik atau alkaloid yang berlokasi dibawah kulit umbi Woolfe, 1999. Oleh
karena itu, pada proses pembuatan tepung kali ini dilakukan proses pengupasan terlebih dahulu yang dilanjutkan dengan proses pengukusan
untuk mengurangi bahkan menghilangkan rasa pahit pada produk akhir. Proses pengupasan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain pengupasan manual dengan menggunakan pisau, pengupasan dengan menggunakan mesin abrasive peeler, uap tekanan tinggi dan pengupasan
dengan menggunakan larutan NaOH panas yang tidak mungkin dilakukan karena akan merubah warna umbi yang ungu menjadi hijau. Pada
penelitian ini dilakukan pengupasan secara manual dikarenakan jumlah bahan baku yang cukup terbatas serta menghindari perolehan rendemen
yang kecil akibat proses pengupasan yang berlebihan. Setelah proses pengupasan, kemudian dilakukan proses perendaman dengan air untuk
menghilangkan kotoran dan getah yang masih menempel pada permukaan ubi jalar yang telah dikupas serta untuk menghindari terjadinya proses
pencoklatan browning enzimatis. Kerusakan warna pada produk ubi jalar browning disebabkan
oleh adanya aktivitas enzim cathecol oksidase jika terdapat tanin atau zat semacam tanin. Proses kerusakan tersebut diakibatkan oleh adanya reaksi
antara besi bervalensi dua dengan o-dihidroksiphenol dan pembentukan senyawa feri yang berwarna gelap jika dibiarkan di udara terbuka Jenie et.
al. , 1978. Aktivitas dari senyawa feri yang terbentuk ini dikhawatirkan
dapat merusak kandungan antosianin yang terdapat dalam ubi ungu, dikarenakan antosianin sangat sensitif terhadap logam besi. Oleh karena
39 itu, dilakukan proses perendaman untuk mencegah aktivasi reaksi
enzimatis oleh udara. Pengecilan ukuran dilakukan dengan menggunakan pisau beberapa
saat setelah steamer mencapai suhu yang diinginkan yakni 100
o
C, untuk mengurangi intensitas terpaparnya permukaan ubi jalar dengan udara. Ubi
jalar ungu dipotong hingga diperoleh potongan umbi dengan ketebalan sekitar 1 – 1,5 cm yang kemudian diletakkan di atas wadah steamer.
Gambar ubi yang direndam setelah pengupasan dan yang telah dipotong dan siap untuk di-steam dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Persiapan ubi jalar ungu Proses pengukusan bertujuan untuk menginaktivasi senyawa tripsin
inhibitor, serta menonaktifkan senyawa alkaloid dan fenolik yang terdapat secara alamiah di dalam ubi jalar. Selain itu proses pengukusan ini
diharapkan dapat mengunci warna dengan komponen pati disekitarnya sehingga warna ungu yang dihasilkan akan lebih stabil selama proses
pengeringan dan penyimpanan. Hal ini terjadi karena adanya proses gelatinisasi pati sehingga pati berikatan dengan komponen warna, dalam
hal ini antosianin, membentuk komponen warna yang stabil Eskin, 1979. Pengukusan dilakukan pada suhu 100
o
C selama 7 dan 10 menit. Pengambilan suhu dan waktu pengukusan ini didasarkan pada pernyataan
Faizah 2004, yang menyatakan bahwa pati dari varietas Ayamurasaki ini memerlukan waktu 29 menit pada suhu 73.5
o
C untuk dapat bergelatinisasi, dan granulanya pecah pada suhu 88.5
o
C setelah 39 menit. Proses pengukusan menggunakan suhu 100
o
C, diasumsikan bahwa pati ubi ungu ini dapat mencapai gelatinisasi, sehingga waktu pengukusan
diperpendek manjadi dua variabel yaitu 7 dan 10 menit. Ketebalan yang dimiliki oleh ubi serta suhu yang digunakan pun mendukung pendeknya
40 waktu pengukusan sehingga tidak diperlukan waktu 29 menit untuk dapat
bergelatinisasi. Tujuan gelatinisasi ini adalah untuk memfiksasi komponen warna, dalam hal ini antosianin, sehingga intensitas warnanya dapat lebih
stabil dibandingkan dengan tanpa proses pemasakan. Selain itu, granula pati akan langsung menyerap air dan mengembang stabil pada saat proses
rehidrasi tepung akibat adanya proses gelatinisasi ini.
Gambar 10. Ubi setelah dikukus Proses gelatinisasi yang menyeluruh amat penting kaitannya
dengan proses pembuatan lembaran adonan. Pada proses ini, akan lebih baik jika seluruh pati sudah tergelatinisasi, karena setelah gelatinisasi
terjadi, akan terbentuk daya kohesi antar pati yang tergelatinisasi tersebut. Daya kohesi ini sangat dibutuhkan pada proses pembuatan lembaran
adonan. Ubi jalar mentah yang langsung dibuat tepung tidak akan dapat membentuk lembaran adonan yang baik, karena tidak adanya daya kohesi
tersebut Aryanti, 1991. Proses pengecilan ukuran untuk mempersingkat waktu pengeringan
dengan tujuan memperluas permukaan yang akan terkena panas sehingga mempercepat penetrasi panas sampai ke tengah bahan. Pengecilan ukuran
tidak dilakukan dengan blender karena akan menghasilkan hancuran yang besarannya tidak seragam and lengket. Hal ini terjadi karena adanya
putaran yang kencang dari blender mengakibatkan banyak sel-sel umbi yang pecah dan melepaskan pati bebas.
Pengecilan ukuran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan mesin sawut dengan menggunakan pisau jenis schredder
atau dengan menggunakan alat sawut tradisional yang biasanya digunakan di dapur. Penyawutan dengan menggunakan mesin memang lebih cepat
dibandingkan dengan manual, hanya saja dikarenakan kondisi ubi yang
41 telah matang sehingga terjadi kondisi dimana ubi matang ini lengket dan
menempel pada alat. Hal ini menurunkan rendemen dari produksi tepung ubi yang tentunya sangat dihindari karena keterbatasan bahan baku. Oleh
karena itu, proses pengecilan ukuran atau penyawutan dilakukan secara manual menggunakan peralatan rumah tangga.
Proses selanjutnya adalah proses pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan dengan beberapa cara, namun yang paling umum digunakan
adalah dengan metode tradisional penjemuran dan metode oven, keduanya diterapkan dalam penelitian kali ini. Pertimbangan yang
digunakan saat menggunakan metode penjemuran adalah mengurangi terjadinya degradasi kimia yang dapat menurunkan mutu bahan Grace,
1977. Suhu penjemuran tidak akan melebihi suhu 55
o
C, dimana pada suhu diatas 65
o
C, antosianin akan mulai terdegradasi. Selain itu faktor biaya produksi pun lebih rendah, sehingga dapat diterapkan dengan lebih
mudah. Penjemuran dilakukan selama 24 – 48 jam bergantung pada keadaan cuaca saat itu, sampai serpihan ubi yang sudah kering dapat
dipatahkan. Metode pengeringan lain yang juga digunakan pada penelitian ini
adalah metode pengeringan menggunakan oven. Oven merupakan alat pengering yang paling mudah dalam pemeliharaan dan penggunaan serta
biaya operasional yang rendah. Prinsip kerja oven pengering secara umum adalah memanaskan bahan dengan menggunakan prinsip pindah panas
secara konveksi. Elemen pemanas akan memanaskan udara kemudian partikel-partikel udara mengenai bahan secara bergantian.
Oven yang digunakan adalah pengering kabinet cabinet dryer. Pengering kabinet cabinet drier terdiri dari suatu ruangan yang terisolasi
dengan baik untuk mencegah kehilangan panas. Kipas yang berada di dalam pengering kabinet mengalirkan udara melalui elemen-elemen
pemanas dan menyebarkannya secara merata melalui nampan-nampan yang berisi hancuran ubi ungu matang yang dikeringkan. Suhu yang
digunakan berkisar antara 50 – 55
o
C, suhu yang tidak melewati suhu kristis antosianin. Pengeringan dilakukan selama 6 – 8 jam, sampai
42 serpihan ubi yang sudah kering dapat dipatahkan. Produk yang benar-
benar kering memiliki kadar air sekitar 7 – 9. Warna ubi jalar setelah penggilingan mengalami perubahan yang
cukup signifikan, menjadi lebih terang dibandingkan dengan setelah pengeringan. Pada proses penggilingan, sel-sel akan hancur dan pati akan
terlepas. Menurut Petersen 1975, pati bebas tersebut berfungsi untuk meningkatkan sifat kohesif adonan sehingga memudahkan proses
pembentukan lembaran adonan. Penggilingan untuk produk yang sudah kering dilakukan dengan menggunakan pin disc mill dimana pisau
penghancurnya terbuat dari stainless steel. Jika menggunakan yang terbuat dari besi, komponen Fe nya dikhawatirkan akan mereduksi senyawa
antosianin sehingga intensitas warnanya menurun. Penggilingan dengan pin disc mill tersebut menghasilkan tepung
yang kasar. Pengayakan dilakukan untuk memperoleh tepung yang lebih halus dengan menggunakan ayakan ukuran 100 mesh. Penggunaan ayakan
ini agar diperoleh tepung yang ukurannya sama dengan tepung yang dijual dipasaran, sehingga proses pengaplikasiannya menjadi lebih mudah.
Rendemen yang diperoleh dalam pembuatan tepung ubi jalar ukuran 100 mesh adalah sebesar 14,79 terhadap berat ubi jalar segar dengan kulit
atau sekitar 16,99 terhadap bagian ubi jalar yang dapat dimakan, dikarenakan kandungan air pada ubi yang cukup tinggi yaitu sekitar 67-
69. Dan berdasarkan perhitungan rendemen tepung yang dapat digunakan terhadap bagian ubi jalar yang dapat dimakan adalah sebesar
35,12.
3. Penentuan Tepung Terbaik