Budidaya Tanaman Murbei .1 Penyebaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budidaya Tanaman Murbei 2.1.1 Penyebaran Morus nigra L. adalah satu jenis murbei yang tersebar sangat luas di antara 6 jenis murbei yang didatangkan dari Jawa ke Sulawesi, karena perakaran yang sangat baik. Setelah beberapa percobaan pemupukan, maka Morus alba L. dipilih untuk disebarluaskan karena menghasilkan daun yang banyak dan berkualitas tinggi. Dalam percobaan yang sama, Morus multicaulis menghasilkan daun yang banyak juga walau tanpa pemupukan, namun berdaun kasar. Pengklasifikasian tanaman murbei didasarkan perbedaan bentuk dan warna bunga, kuncup, tunas, daun, dan lainnya. Namun ciri daun secara umum, yaitu berlekuk dan daun utuh. Semakin banyak lekukan yang terdapat pada daun maka kualitasnya semakin rendah Yamamoto 1985 dalam Atmosoedarjo et al. 2000. Korea Jepang M. alba L. Cina India Eropa Italia, Prancis Thailand Semenanjung Melayu Jawa, Indonesia Gambar 1 Penyebaran murbei Morus alba L. Murbei merupakan tumbuhan asli Pegunungan Himalaya. Sekarang, murbei menyebar baik di daerah tropik maupun daerah sub tropik mulai dari ketinggian 0 – 4000 m dpl. Koidzummi membagi marga morus menjadi 29 jenis berdasarkan morfologi bunga pada tahun 1930. Murbei memiliki lebih dari 35 spesies dan sub spesies Ryu 1998 dalam Atmosoedarjo et al. 2000. Murbei pada dasarnya memiliki bunga kelamin tunggal. Di daerah tropik marga morus pada umumnya hidup di antara 10 LS sampai daerah sub-artik 50 LU Kitaura dalam Atmosoedarjo et al. 2000. Berdasarkan long style bunga jantan spesies murbei dikelompokkan ke dalam Dolychostyle dan Macromorus. Perdu ini memiliki tinggi 1,5 m, panjang daun 5 - 10 cm, bercabang, bunga dan buah banyak pada umur 8 bulan dari stek atau lebih dari 2 bulan setelah pemangkasan. Murbei yang dipilih memiliki sifat-sifat unggul, yaitu menghasilkan daun yang banyak, berkualitas, perkembangan akar baik, memiliki daya tahan tumbuh stek, dan pertumbuhan stek baik. Salah satu persyaratan varietas murbei untuk daerah tropis, yaitu memiliki kemampuan beradaptasi dengan keadaaan alam suhu, musim, dan lainnya dan memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit. Tidak kurang dari 100 spesies murbei yang telah dikenali. Tabel 2 Varietas murbei yang tumbuh baik pada berbagai lokasi ketinggian Varietas Spesies Negeri asal Tinggi m dpl Kanva 3 M. bombycis India 400 – 1200 Cathayana M. alba L. Jepang 200 – 500 Multicaulis M. multicaulis Jepang 700 – 1200 Lembang M. bombycis Indonesia 200 – 500 Khumpai M. bombycis Thailand 200 – 500 Sumber : Ryu 1998 dalam Atmosoedarjo et al. 2000

2.1.1.1 Klasifikasi

Klasifikasi tanaman murbei untuk kepentingan budidaya ulat sutera sebagai berikut : Kerajaan : Plantaneae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Morales Famili : Moraceae Genus : Morus Spesies : Morus alba L., Morus nigra L., Morus cathayana, Morus multicaulis

2.1.1.2 Morfologi

Daun murbei memiliki petiole yang berada di pangkal daun. Tepat di bawah petiole terdapat stipul berjumlah dua, berdaun tunggal, ada yang bergelombang ada yang tidak, permukaan daun ada yang mengkilap ada yang tidak, tepi daun sebagian besar bergerigi, bentuk daun berlekuk, bulat lebar, bulat cekung, dan oval, dan berwarna hijau hingga hijau tua. Batang berwarna coklat, hijau kecoklatan, hijau abu-abu, dan abu- abu. Lentisel ditemukan pada ruas-ruas batang. Antar ruas terdapat buku- buku yang ditumbuhi daun dan mata tunas. Buah didominasi merah. Murbei termasuk tumbuhan yang memiliki perakaran dalam dan sistem akar tunggang.

2.1.1.3 Kandungan Kimia Daun Murbei

Suntana 2008 mengemukakan bahwa setidaknya ada delapan kandungan kimia yang terdapat pada daun murbei dalam satuan persen . Kandungan kimiannya terdiri atas kandungan air 74,79; bahan air 25,21; protein 7,172; lemak 1,02 ; serat 3,4; karbohidrat terlarut 11,31; mineral 2,3, dan pre-nitrogen 1,15.

2.1.2 Syarat Tumbuh

Lokasi penanaman murbei di daerah tropik sebaiknya berada di dataran t inggi ≥ 700 m dpl dengan suhu rata-rata berkisar antara 21°C - 25°C. Jika penanaman murbei ingin dilakukan di dataran rendah 700 m dpl maka perlu memperhatikan suhu dan kelembaban. Pertumbuhan murbei akan baik bila ditanam tanpa naungan. Tanaman ini harus ditanam pada lahan yang memiliki drainase yang baik atau tidak tergenang dan ber-pH netral Suntana 2008.

2.1.3 Pembibitan

Murbei varietas lokal mampu beradaptasi dengan lingkungan setempat secara baik. Bila produksi daun varietas lokal rendah maka bisa didatangkan dari luar yang bisa beradaptasi dengan kondisi lingkungan baru. Sumber bibit murbei dapat diperoleh dari seedling, hasil sambungan grafting, bibit dari layering layerages, stek batang, stek daun, dan kultur jaringan. Namun bibit yang banyak digunakan berasal dari stek batang yang mudah dan tidak memerlukan biaya yang mahal dalam pengadaannya. Stek batang yang akan dijadikan bibit memiliki ciri- ciri panjang ± 20 cm berdiameter ≥ 1 cm dan mata tunas berjumlah 3 sampai 4 mata. Stek diambil dari bagian pangkal cabang yang berumur empat sampai enam bulan. Bagian ujung stek dipotong mendatar dan bagian bawah dipotong diagonal. Daun yang ada pada stek harus dibuang secara hati-hati agar kuncup lateral tidak rusak. Stek siap untuk ditanam. Suntana 2008 menyatakan varietas murbei unggul dan dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan Indonesia, sebagai berikut: 1. Kanva II: Tahan terhadap penyakit tukra dan hama kutu Mealy bug, tahan kekeringan dan layak dikembangkan di ketinggian 400 - 1200 m dpl. Produksinya mencapai 48 ton per Ha per tahun. 2. Katayana: Peka terhadap jamur, tahan terhadap serangan hama serta tahan kekeringan. Layak dikembangkan di ketinggian 200 - 500 m dpl. Produksi mencapai 45 ton per Ha per Tahun. 3. Morus multicaulis: Tahan terhadap berbagai penyakit tetapi peka terhadap serangan ulat pucuk, sedikit tahan terhadap kekeringan dan layak dikembangkan di ketinggian 700 - 1200 m dpl. Produksi mencapai 42 ton per Ha per Tahun. 4. Lembang: Tahan terhadap hama serta tahan terhadap kekeringan. Layak dikembangkan di ketinggian 200 - 500 m dpl. Produksi daun 42 ton per Ha per tahun. 5. Kunpai: Tahan hama dan penyakit serta tahan terhadap kekeringan. Layak dikembangkan di ketinggian 200 - 500 m dpl. Produksi 33 ton per Ha per tahun.

2.1.4 Persiapan Lahan

Kegiatan persiapan lahan memiliki tujuan untuk menyediakan media tumbuh yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Persiapan lahan yang dilakukan, yaitu pembersihan lahan, pengolahan tanah, dan pembuatan lubang.

2.1.4.1 Pembersihan Lahan

Pembersihan lahan dapat dilakukan secara manual maupun kimia. Pembersihan secara manual dilakukan dengan cara membabat semak belukar, alang-alang, dan penebangan pohon selain kanan kiri sungai sepanjang 100 m untuk sungai besar dan 50 m untuk aliran anak sungai. Hasil babatan bisa dibakar secara terkendali dengan membuat sekat bakar selebar 2-3 m maupun dijadikan kompos. Pembersihan lahan secara kimia dilakukan dengan cara penyembrotan herbisida dengan dosis 10 lt Ha, pada lahan berpopulasi perdu jarang dan kondisi alang-alang masih relatif pendek. Pencegahan penyakit akar dilakukan dengan menyemprot tanah dengan bakterisida pada tanaman murbei lama di lahan bekas kebun murbei Atmosoedarjo et al. 2000.

2.1.4.2 Pengolahan Tanah dan Pembuatan Lubang

Pengolahan tanah dilakukan dengan pencangkulan dan pembuatan lubang sedalam 50 cm. Hal ini dilakukan karena murbei memiliki perakaran yang dalam hingga mampu mencapai kedalaman tanah lebih dari 1 meter. Lubang tanaman dapat dibuat dalam bentuk bujur sangkar parsial maupun berbentuk parit memanjang. Pembuatan lubang berbentuk bujur sangkar dilakukan bila jarak barisan lebar dengan lubang berukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm atau 40 cm x 40 cm x 40 cm. Pemberian kompos atau pupuk kandang matang ke dalam lubang dilakukan dua minggu kemudian. Setelah itu dilakukan pengadukan dengan lapisan top soil, ditimbun dengan lapisan sub soil, dan diberi tanda ajir. Penanaman dilakukan setelah dua minggu kemudian Atmosoedarjo et al. 2000. Pembuatan lubang dengan sistem parit dilakukan bila jarak barisan cukup rapat dan ukuran lubang tanam cukup lebar. Pada lahan datar dilakukan pencangkulan tanah sepanjang baris tanaman dengan lebar 40 cm dan dalam 40 - 45 cm. Pemupukan dilakukan setelah dua minggu kemudian dengan 40 Kg kompos atau pupuk kandang yang matang di setiap 160 meter parit. Peratakan dan pengadukan dilakukan dengan lapisan top soil dan ditutup dengan tanah sub soil. Penanaman dilakukan setelah dua minggu kemudian. Ajir tanaman sebagai penanda barisan diletakkan pada daerah yang memiliki ketinggian yang sama di lahan miring. Top soil yang berada di sebelah atas lubang dimasukkan ke dalam lubang, kemudian dilakukan pengadukan dengan pupuk organik dan menimbun lubang dengan lapisan sub soil. Bila tanah dalam keadaan basa maka dinetralkan dengan pemberian kapur secukupnya. Tanah disepanjang barisan tanaman dibuat gundukan. Saluran pembuangan air dibuat memotong barisan tanaman atau parit dengan interval +100 meter.

2.1.5 Penanaman

Setelah rorak atau lubang dibuat maka dua minggu kemudian proses penanaman stek dapat dilakukan. Penanaman dilakukan pada awal musim hujan agar pertumbuhan akar cukup kuat bertahan di musim kemarau. Stek yang ditanam merupakan stek yang tidak terserang penyakit dan diupayakan menanam stek yang memiliki ukuran yang sama agar pertumbuhannya seragam dan jumlah daun yang dipanen tidak berkurang. 2.1.6 Pemeliharaan 2.1.6.1 Penyiangan Pemeliharaan tahap awal setelah penanaman yaitu penyiangan gulma. Hal ini dilakukan agar tanaman murbei tidak terhambat pertumbuhannya karena adanya persaingan dengan gulma. Penyiangan dilakukan pada saat gulma mulai tumbuh. Pada musim hujan penyiangan dilakukan sebulan sekali. Penyiangan kedua dilakukan setelah tiga bulan dari masa penanaman. Penyiangan dapat dilakukan dengan cara manual maupun menggunakan traktor tergantung luasan kebun murbei. Laju pertumbuhan gulma dapat ditekan dengan pemulsaan menggunakan 1,5 ton mulsa per 0,1 Ha. Cara lain menggunakan film polyethylene yang harus diganti setahun sekali. Cara ini memerlukan dana yang sangat mahal Atmosoedarjo 2000.

2.1.6.2 Pendangiran

Pendangiran memiliki tujuan agar tanah menjadi gembur sehingga asupan oksigen di dalam tanah cukup, perakaran berkembang baik, penyerapan mineral dan hara menjadi mudah, kehidupan jasad renik terangsang, dan dekomposisi bahan organik dipercepat. Pendangiran pertama dilakukan pada saat pembuatan rorak atau lubang hingga kedalaman 50 cm. Pendangiran selanjutnya dilakukan pada saat tanaman berumur 5 bulan dan 2 tahun Atmosoedarjo et al. 2000.

2.1.6.3 Pemupukan

Pemupukan dilakukan agar kandungan hara di dalam tanah terjaga sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Pemupukan pertama dilakukan pada saat pembuatan rorak dengan menggunakan 1,5 ton kompos per 0,1 Ha lahan. Pemupukan selanjutnya dilakukan pada tanaman berumur 5 bulan, 1 tahun, dan 2 tahun dengan pupuk N 30 kg0,1 Ha, P 14 – 16 kg0,1 Ha, dan K 12 -20 kgHa. Pemupukan pertama dilakukan dengan cara bergaris di samping bibit murbei. Pada tahun kedua tanaman dipupuk di antara larikan murbei. Pemupukan dilakukan dengan cara membenamkan ke dalam tanah Atmosoedarjo et al. 2000.

2.1.6.4 Pemangkasan

Pemangkasan memiliki tujuan untuk merangsang pertumbuhan cabang baru, meningkatkan kualitas dan kuantitas daun, dan mempermudah pemanenan daun. Pemangkasan pertama menurut Japan International Cooperation Agency 1981 dalam Atmosoedarjo et al. 2000 dilakukan setelah tanaman berumur ± 9 bulan. Tunas baru akan merekah dalam jangka waktu ±10 hari. Pemangkasan harus dilakukan secara hati-hati, teratur, dan disesuaikan dengan keadaan lingkungan sehingga kematian akibat banyaknya zat cair getah yang keluar dari tubuh murbei dapat meminimalkan. Metode pemangkasan menurut Japan International Cooperation Agency 1981 dalam Atmosoedarjo et al. 2000 terbagi dalam tiga kategori, sebagai berikut: 1. Pangkas rendah Pemangkasan dilakukan setinggi 10 – 30 cm dari permukaan tanah. Pangkas rendah memberikan keuntungan berupa produksi daun yang dihasilkan lebih banyak, ukuran cabang dan daun seragam, pengendalian hama dan penyakit mudah, kandungan air tinggi, dan pemungutan daun lebih mudah. Namun pemeliharaan murbei terhadap gulma harus seefisien mungkin. Pangkas rendah tidak cocok dikembangkan di daerah yang mudah tergenang air. 2. Pangkas sedang Pemangkasan dilakukan setinggi 70 – 100 cm dari permukaan tanah. Keuntungan yang diperoleh dari pemangkasan ini yaitu perakaran tanaman menjadi dalam dan tidak mudah terserang penyakit. 3. Pangkas tinggi Tanaman dipangkas setinggi 120 – 150 cm dari permukaan tanah. Dari satu batang tanaman disisakan 2 – 3 tunas dan setiap tunasnya terdapat 3 cabang. Waktu pemanenan daun menjadi cukup lama dan sulit dilakukan.

2.1.7 Pemanenan

Daun dipetik dari cabang murbei satu persatu bersama petiol. Sedangkan cabang murbei tetap tumbuh dalam pohon. Panen semacam ini biasanya dilakukan untuk pengadaan pakan ulat kecil atau pengendalian hama penyakit. Pada penyediaan pakan bagi ulat besarpun dapat diterapkan, apabila cabangnya diarahkan untuk pengadaan bibit stek. Kelebihan panen secara rempel adalah daun yang dipanen umumnya sehat, karena pada saat panen hanya daun yang baik yang dipetik. Kelemahannya boros tenaga kerja Atmosoedarjo et al. 2000.

2.2 Budidaya Ulat Sutera Bombyx mori Linnaeus

Dokumen yang terkait

Pertumbuhan dan Produktivitas Ulat Sutera Bombyx Mori L. (Lepidoptera : Bombicidae) yang Diberi Vitamin B1 Pada Daun Murbei Morus sp.

2 30 91

Efisiensi Konsumsi Pakan Dan Laju Respirasi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera: Bombicidae) Yang Diberi Daun Murbei (Morus sp.) Yang Mengandung Vitamin B1 (TIAMIN)

4 76 78

Perubahan Fenotipe Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Yang Diinduksi Dengan Sinar Ultraviolet (UV) Dan Kariotipe Kromosom

3 59 67

Pembentukan Galur Baru Ulat Sutera (Bombyx mori L.) melalui Persilangan Ulat Sutera Bivoltin dan Polivoltin

0 7 250

Analisis kebutuhan pelatihan peternak sapi potong di Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat

1 3 122

Analisis kelayakan fiannsial budidaya ulat sutera (studi kasus pada koperasi petani pengrajin ulat sutera sabilulungan III, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

0 6 67

Pembentukan Galur Baru Ulat Sutera (Bombyx mori L.) melalui Persilangan Ulat Sutera Bivoltin dan Polivoltin

0 4 120

Analisis kelayakan usaha peternakan ulat sutera (studi kasus pada peternakan ulat sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

1 26 158

Analisis kelayakan usaha budidaya krisan potong di Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur

4 26 119

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Sutera (Bombyx mori L.) 2.1.1. Klasifikasi Ulat Sutera (Bombyx mori L.) - Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus cathayana Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

0 2 10