Analisis kelayakan usaha peternakan ulat sutera (studi kasus pada peternakan ulat sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

(1)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA

PETERNAKAN ULAT SUTERA

(Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin,

Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

SKRIPSI

MADA PRADANA H34051579

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ii

RINGKASAN

MADA PRADANA. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANITA RISTIANINGRUM).

Industri tekstil memiliki peranan yang penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pertumbuhan industri tekstil dapat dilihat dari pertumbuhan volume ekspor industri tekstil nasional yang terus mengalami peningkatan, sumbangan devisa yang mencapai US$ 9,8 milliar pada tahun 2008, dan penyerapan tenaga kerja. Produk tekstil yang berasal dari serat alam biasanya berasal dari serat tumbuhan. Salah satu produk tekstil yang berasal dari bahan selain serat tumbuhan adalah kain sutera. Kain sutera berasal dari benang yang dihasilkan melalui pengolahan kokon (kepompong) ulat sutera.

Setiap tahunnya jumlah produksi kain sutera nasional terus mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya permintaan kain sutera, baik dari dalam maupun luar negeri. Besarnya volume ekpor dan impor produk sutera semakin meningkat dari tahun 2007 hingga 2008. Semakin meningkatnya produksi kain sutera ternyata tidak diiringi dengan jumlah produksi benang sutera nasional yang dalam periode 2001 hingga 2007 terus mengalami penurunan. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku benang sutera, banyak produsen kain sutera yang mengimpor bahan baku benang sutera.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang memiliki lahan yang sesuai untuk dijadikan wilayah pembudidayaan ulat sutera. Namun demikian, sampai saat ini, hanya terdapat dua peternakan ulat sutera di Kabupaten Bogor, salah satunya adalah di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, yang dikelola oleh Bapak Baidin sejak tahun 2004. Usaha pembudidayaan ulat sutera yang dilakukan Bapak Baidin sampai saat ini masih belum mampu memenuhi permintaan yang ada karena kapasitas produksi masih terbatas yaitu rata-rata berkisar antara 30-40 Kg per bulan. Sedangkan jumlah permintaan yang ada mencapai 500-700 Kg per bulan. Usaha ini baru mampu memenuhi 5,83 persen permintaan. Masih kecilnya produksi kokon yang dihasilkan dikarenakan pemeliharaan murbei yang dilakukan selama ini belum optimal. Hal ini karena budidaya yang belum sesuai dengan standar akibat dari kualitas sumber daya manusia pemilik usaha yang masih rendah, sehingga diduga usaha peternakan ulat sutera yang dilaksanakan selama ini tidak layak. Berdasarkan literatur, untuk 2 Ha lahan murbei dapat memenuhi kebutuhan pakan 4 boks ulat sutera, namun kenyatannya usaha ini baru mampu memelihara 1 boks ulat sutera dalam satu musim pemeliharaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengkaji kelayakan non finansial peternakan ulat sutera di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor dilihat dari aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial, (2) Menganalisis kelayakan finansial usaha peternakan ulat sutera pada kondisi saat ini dan saat pengembangan usaha, (3) Menganalisis tingkat kepekaan usaha peternakan ulat sutera terhadap penurunan jumlah produksi kokon dan harga jual kokon serta peningkatan biaya operasional.


(3)

iii Penelitian ini dilaksanakan pada studi kasus peternakan ulat sutera Bapak Baidin di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari 2009. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder. Data dan informasi yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui keragaan dan kelayakan aspek non finansial usaha peternakan ulat sutera. Analisis kelayakan non finansial mengkaji berbagai aspek mulai dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengkaji kelayakan usaha peternakan ulat sutera secara finansial. Metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah analisis kelayakan finansial dan analisis switching value. Analisis kelayakan finansial dibagi menjadi 3 skenario.

Berdasarkan hasil analisis kelayakan non finansial yaitu analisis aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial, usaha peternakan ulat sutera pada kondisi saat ini layak untuk dijalankan. Pada skenario I, analisis kelayakan finansial yang dilakukan berdasarkan kodisi usaha saat ini. Berdasarkan hasil analisis, nilai NPV pada skenario I besarnya Rp -53.240.345 (NPV<0), Net B/C yang dihasilkan sebesar 0,062 (Net B/C<1). Untuk kriteria IRR dan Payback Period, berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa investasi yang ditanamkan tidak pernah kembali karena mengalami rugi, sehingga usaha pada kondisi saat ini tidak layak untuk dijalankan. Pada skenario I, pemeliharaan murbei tidak dilakukan sesuai standar karena tidak dilakukan pengairan, pendangiran, pemupukan, pengapuran, dan pemberian obat-obatan serta pemilik tidak memperhitungkan biaya tidak tunai seperti biaya pelatihan, pembelian bibit murbei, upah tenaga kerja keluarga, dan sewa lahan. Pada skenario II, optimalisasi produksi kokon dilakukan dengan memperbaiki pemeliharaan murbei dengan luas lahan yang ada saat ini. Berdasarkan hasil analisis finansial pada skenario II diperoleh, NPV sebesar Rp 68.736.098 (NPV>0), Net B/C sebesar 3,64 (Net B/C>1), dan IRR sebesar 45 persen. Berdasarkan kriteria Payback Period, investasi yang akan kembali dalam 3 tahun 7 bulan 2 hari, jauh, sehingga berdasarkan hasil analisis finansial usaha skenario II layak untuk dijalankan. Pada skenario III, dilakukan analisis kelayakan finansial pada perluasan lahan murbei dan kapasitas produksi kokon. Berdasarkan hasil analisis, NPV yang dihasilkan nilainya sebesar Rp 265.736.943 (NPV>0), Net B/C sebesar 6,08 (Net B/C >1), dan IRR sebesar 77 persen. Investasi yang dikeluarkan akan kembali setelah usaha memasuki 2 tahun 5 bulan 12 hari. Berdasarkan hasil analisis finansial maka usaha skenario III ini layak untuk dijalankan. Berdasarkan hasil analisis switching value, usaha dengan skenario III memiliki tingkat kepekaan terhadap perubahan ketiga variabel yang dianalisis sensitivitas perubahannya lebih rendah jika dibandingkan dengan usaha dengan skenario II.


(4)

iv

ANALISIS KELAYAKAN USAHA

PETERNAKAN ULAT SUTERA

(Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin,

Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

MADA PRADANA H34051579

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

v Judul : Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

Nama : Mada Pradana

NRP : H34051579

Disetujui, Pembimbing

Ir. Anita Ristianingrum, M.Si

NIP. 132 046 437

Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 131 415 082


(6)

vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2009

Mada Pradana H34051579


(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 6 Januari 1988. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Dharma Winoto dan Ibu Hj. Linda Listiani.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Kebon Pedes 1 Bogor pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 5 Bogor dan lulus pada tahun 2002. Penulis menyelesaikan pendidikan SMU pada tahun 2005 di SMUN 2 Bogor.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005.

Selama kuliah penulis aktif pada kegiatan organisasi di lingkungan kampus seperti menjadi anggota Klub Fotografi LENSA Fakultas Pertanian periode 2007. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di lingkungan fakultas. Sejak April 2009, penulis bergabung dengan PEGASUS, sebuah event organizer di Jakarta. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan usaha yang dijalankan selama masa perkuliahan.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)”.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat begi semua pihak termasuk penulis dan juga usaha tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga mengharapkan masukan dan kritik yang bersifat membangun untuk penyempurnaan pada skripsi ini.

Bogor, Mei 2009


(9)

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat, rahmat dan anugerah-Nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau tunjukkan kepada penulis.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa. Dalam kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dharma Winoto, SE, MM dan Ibu Hj. Dr. Linda Listiani selaku orang tua penulis atas cinta dan kasih sayang, serta doa dan dukungan, baik moral maupun material selama ini.

2. Mindi Widayani dan Dimas Armanda sebagai adik-adik bagi penulis atas cinta dan kasih sayang serta dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis selama ini.

3. Ir. Anita Ristianingrum, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

4. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

5. Anita Primaswari, SP, MM selaku dosen penguji dari wakil Departemen Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah diberikan.

6. Immanuel selaku pembahas seminar, terimakasih atas masukan dan dukungan, baik saat perkuliahan maupun saat penyelesaian skripsi.

7. Bapak Baidin dan keluarga selaku pemilik peternakan ulat sutera atas waktu, kesempatan, informasi, pelajaran, dan dukungan yang diberikan.

8. Instansi-instansi yang terkait dengan penulisan skripsi ini atas waktu, informasi, dan kesempatan yang diberikan.

9. Diyah Utami, SE atas cinta, pengorbanan, dukungan, kesabaran, dan kasih sayang yang diberikan selama ini.

10.Teman-teman satu bimbingan skripsi, Tiara Sakina dan Yanuari Dwi Pangestuti atas kerjasama dan dukungan selama penyelesaian skripsi ini.


(10)

x 11.Tim Gladikarya Desa Cintaasih, Nti, Lysti, Anis, dan Cicin atas kebersamaan sebelum, saat, dan sesudah Gladikarya. Gladikarya di Desa Cintaasih bersama kalian menjadi pengalaman yang sangat berharga dan tak terlupakan bagi penulis.

12.Teman-teman satu kelompok AGB Pangan, Dasar-dasar Bisnis, AGB Non Pangan, Negosiasi dan Advokasi Bisnis, Kewirausahaan, HEB, DPA, Usahatani, Risiko Bisnis, Tataniaga, SKB, Pembiayaan, Koperasi, MRB, Perencanaan Bisnis, dan Strategi Kebijakan Agribisnis atas kerjasamanya selama kegiatan perkuliahan. Mohon maaf atas semua kekurangan penulis selama kegiatan kelompok.

13.Wiyanto atas masukan, bimbingan, kritikan, dan pertemanan selama ini. 14.Teman-teman penulis, kubu Dani: Dani, Janri, Zulfan, Ferdi, Irfan, dan Kubu

Iwan atas pertemanan yang membangun selama ini.

15.Teman-teman satu perjuangan di Agribisnis 42 atas semangat, kebersamaan, kekompakkan selama ini, semoga kebersamaan kita terus berlanjut hingga usia memisahkan nanti.

16.Pelanggan setia MADA_CELL, terimakasih atas kerjasama yang terjalin selama ini.

17.Teman-teman AGB 41 dan 43, lanjutkan perjuangan kita semua, AGB Growing The Future!

18.Teman-teman satu kepanitiaan selama masa perkuliahan atas kerjasama dan kebersamaan selama kegiatan.

19.Seluruh staf pengajar Departemen Agribisnis atas ilmu dan pengalaman yang diberikan selama perkuliahan.

20.Semua staf tata usaha Departemen Agribisnis atas kemudahan dan bantuan selama perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini.

21.Tim Roadshow Relaxa Goes To School Bogor 2009 atas doa dan dukungannya buat penulis serta kerjasama dan kekompakkan yang terjalin selama event dan di luar event.

22.Semua pihak yang turut membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(11)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA

PETERNAKAN ULAT SUTERA

(Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin,

Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

SKRIPSI

MADA PRADANA H34051579

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

ii

RINGKASAN

MADA PRADANA. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANITA RISTIANINGRUM).

Industri tekstil memiliki peranan yang penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pertumbuhan industri tekstil dapat dilihat dari pertumbuhan volume ekspor industri tekstil nasional yang terus mengalami peningkatan, sumbangan devisa yang mencapai US$ 9,8 milliar pada tahun 2008, dan penyerapan tenaga kerja. Produk tekstil yang berasal dari serat alam biasanya berasal dari serat tumbuhan. Salah satu produk tekstil yang berasal dari bahan selain serat tumbuhan adalah kain sutera. Kain sutera berasal dari benang yang dihasilkan melalui pengolahan kokon (kepompong) ulat sutera.

Setiap tahunnya jumlah produksi kain sutera nasional terus mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya permintaan kain sutera, baik dari dalam maupun luar negeri. Besarnya volume ekpor dan impor produk sutera semakin meningkat dari tahun 2007 hingga 2008. Semakin meningkatnya produksi kain sutera ternyata tidak diiringi dengan jumlah produksi benang sutera nasional yang dalam periode 2001 hingga 2007 terus mengalami penurunan. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku benang sutera, banyak produsen kain sutera yang mengimpor bahan baku benang sutera.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang memiliki lahan yang sesuai untuk dijadikan wilayah pembudidayaan ulat sutera. Namun demikian, sampai saat ini, hanya terdapat dua peternakan ulat sutera di Kabupaten Bogor, salah satunya adalah di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, yang dikelola oleh Bapak Baidin sejak tahun 2004. Usaha pembudidayaan ulat sutera yang dilakukan Bapak Baidin sampai saat ini masih belum mampu memenuhi permintaan yang ada karena kapasitas produksi masih terbatas yaitu rata-rata berkisar antara 30-40 Kg per bulan. Sedangkan jumlah permintaan yang ada mencapai 500-700 Kg per bulan. Usaha ini baru mampu memenuhi 5,83 persen permintaan. Masih kecilnya produksi kokon yang dihasilkan dikarenakan pemeliharaan murbei yang dilakukan selama ini belum optimal. Hal ini karena budidaya yang belum sesuai dengan standar akibat dari kualitas sumber daya manusia pemilik usaha yang masih rendah, sehingga diduga usaha peternakan ulat sutera yang dilaksanakan selama ini tidak layak. Berdasarkan literatur, untuk 2 Ha lahan murbei dapat memenuhi kebutuhan pakan 4 boks ulat sutera, namun kenyatannya usaha ini baru mampu memelihara 1 boks ulat sutera dalam satu musim pemeliharaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengkaji kelayakan non finansial peternakan ulat sutera di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor dilihat dari aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial, (2) Menganalisis kelayakan finansial usaha peternakan ulat sutera pada kondisi saat ini dan saat pengembangan usaha, (3) Menganalisis tingkat kepekaan usaha peternakan ulat sutera terhadap penurunan jumlah produksi kokon dan harga jual kokon serta peningkatan biaya operasional.


(13)

iii Penelitian ini dilaksanakan pada studi kasus peternakan ulat sutera Bapak Baidin di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari 2009. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder. Data dan informasi yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui keragaan dan kelayakan aspek non finansial usaha peternakan ulat sutera. Analisis kelayakan non finansial mengkaji berbagai aspek mulai dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengkaji kelayakan usaha peternakan ulat sutera secara finansial. Metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah analisis kelayakan finansial dan analisis switching value. Analisis kelayakan finansial dibagi menjadi 3 skenario.

Berdasarkan hasil analisis kelayakan non finansial yaitu analisis aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial, usaha peternakan ulat sutera pada kondisi saat ini layak untuk dijalankan. Pada skenario I, analisis kelayakan finansial yang dilakukan berdasarkan kodisi usaha saat ini. Berdasarkan hasil analisis, nilai NPV pada skenario I besarnya Rp -53.240.345 (NPV<0), Net B/C yang dihasilkan sebesar 0,062 (Net B/C<1). Untuk kriteria IRR dan Payback Period, berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa investasi yang ditanamkan tidak pernah kembali karena mengalami rugi, sehingga usaha pada kondisi saat ini tidak layak untuk dijalankan. Pada skenario I, pemeliharaan murbei tidak dilakukan sesuai standar karena tidak dilakukan pengairan, pendangiran, pemupukan, pengapuran, dan pemberian obat-obatan serta pemilik tidak memperhitungkan biaya tidak tunai seperti biaya pelatihan, pembelian bibit murbei, upah tenaga kerja keluarga, dan sewa lahan. Pada skenario II, optimalisasi produksi kokon dilakukan dengan memperbaiki pemeliharaan murbei dengan luas lahan yang ada saat ini. Berdasarkan hasil analisis finansial pada skenario II diperoleh, NPV sebesar Rp 68.736.098 (NPV>0), Net B/C sebesar 3,64 (Net B/C>1), dan IRR sebesar 45 persen. Berdasarkan kriteria Payback Period, investasi yang akan kembali dalam 3 tahun 7 bulan 2 hari, jauh, sehingga berdasarkan hasil analisis finansial usaha skenario II layak untuk dijalankan. Pada skenario III, dilakukan analisis kelayakan finansial pada perluasan lahan murbei dan kapasitas produksi kokon. Berdasarkan hasil analisis, NPV yang dihasilkan nilainya sebesar Rp 265.736.943 (NPV>0), Net B/C sebesar 6,08 (Net B/C >1), dan IRR sebesar 77 persen. Investasi yang dikeluarkan akan kembali setelah usaha memasuki 2 tahun 5 bulan 12 hari. Berdasarkan hasil analisis finansial maka usaha skenario III ini layak untuk dijalankan. Berdasarkan hasil analisis switching value, usaha dengan skenario III memiliki tingkat kepekaan terhadap perubahan ketiga variabel yang dianalisis sensitivitas perubahannya lebih rendah jika dibandingkan dengan usaha dengan skenario II.


(14)

iv

ANALISIS KELAYAKAN USAHA

PETERNAKAN ULAT SUTERA

(Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin,

Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

MADA PRADANA H34051579

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(15)

v Judul : Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

Nama : Mada Pradana

NRP : H34051579

Disetujui, Pembimbing

Ir. Anita Ristianingrum, M.Si

NIP. 132 046 437

Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 131 415 082


(16)

vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2009

Mada Pradana H34051579


(17)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 6 Januari 1988. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Dharma Winoto dan Ibu Hj. Linda Listiani.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Kebon Pedes 1 Bogor pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SLTPN 5 Bogor dan lulus pada tahun 2002. Penulis menyelesaikan pendidikan SMU pada tahun 2005 di SMUN 2 Bogor.

Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005.

Selama kuliah penulis aktif pada kegiatan organisasi di lingkungan kampus seperti menjadi anggota Klub Fotografi LENSA Fakultas Pertanian periode 2007. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di lingkungan fakultas. Sejak April 2009, penulis bergabung dengan PEGASUS, sebuah event organizer di Jakarta. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan usaha yang dijalankan selama masa perkuliahan.


(18)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ulat Sutera (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)”.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat begi semua pihak termasuk penulis dan juga usaha tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga mengharapkan masukan dan kritik yang bersifat membangun untuk penyempurnaan pada skripsi ini.

Bogor, Mei 2009


(19)

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat, rahmat dan anugerah-Nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau tunjukkan kepada penulis.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa. Dalam kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dharma Winoto, SE, MM dan Ibu Hj. Dr. Linda Listiani selaku orang tua penulis atas cinta dan kasih sayang, serta doa dan dukungan, baik moral maupun material selama ini.

2. Mindi Widayani dan Dimas Armanda sebagai adik-adik bagi penulis atas cinta dan kasih sayang serta dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis selama ini.

3. Ir. Anita Ristianingrum, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran kepada penulis selama penulisan skripsi ini.

4. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

5. Anita Primaswari, SP, MM selaku dosen penguji dari wakil Departemen Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah diberikan.

6. Immanuel selaku pembahas seminar, terimakasih atas masukan dan dukungan, baik saat perkuliahan maupun saat penyelesaian skripsi.

7. Bapak Baidin dan keluarga selaku pemilik peternakan ulat sutera atas waktu, kesempatan, informasi, pelajaran, dan dukungan yang diberikan.

8. Instansi-instansi yang terkait dengan penulisan skripsi ini atas waktu, informasi, dan kesempatan yang diberikan.

9. Diyah Utami, SE atas cinta, pengorbanan, dukungan, kesabaran, dan kasih sayang yang diberikan selama ini.

10.Teman-teman satu bimbingan skripsi, Tiara Sakina dan Yanuari Dwi Pangestuti atas kerjasama dan dukungan selama penyelesaian skripsi ini.


(20)

x 11.Tim Gladikarya Desa Cintaasih, Nti, Lysti, Anis, dan Cicin atas kebersamaan sebelum, saat, dan sesudah Gladikarya. Gladikarya di Desa Cintaasih bersama kalian menjadi pengalaman yang sangat berharga dan tak terlupakan bagi penulis.

12.Teman-teman satu kelompok AGB Pangan, Dasar-dasar Bisnis, AGB Non Pangan, Negosiasi dan Advokasi Bisnis, Kewirausahaan, HEB, DPA, Usahatani, Risiko Bisnis, Tataniaga, SKB, Pembiayaan, Koperasi, MRB, Perencanaan Bisnis, dan Strategi Kebijakan Agribisnis atas kerjasamanya selama kegiatan perkuliahan. Mohon maaf atas semua kekurangan penulis selama kegiatan kelompok.

13.Wiyanto atas masukan, bimbingan, kritikan, dan pertemanan selama ini. 14.Teman-teman penulis, kubu Dani: Dani, Janri, Zulfan, Ferdi, Irfan, dan Kubu

Iwan atas pertemanan yang membangun selama ini.

15.Teman-teman satu perjuangan di Agribisnis 42 atas semangat, kebersamaan, kekompakkan selama ini, semoga kebersamaan kita terus berlanjut hingga usia memisahkan nanti.

16.Pelanggan setia MADA_CELL, terimakasih atas kerjasama yang terjalin selama ini.

17.Teman-teman AGB 41 dan 43, lanjutkan perjuangan kita semua, AGB Growing The Future!

18.Teman-teman satu kepanitiaan selama masa perkuliahan atas kerjasama dan kebersamaan selama kegiatan.

19.Seluruh staf pengajar Departemen Agribisnis atas ilmu dan pengalaman yang diberikan selama perkuliahan.

20.Semua staf tata usaha Departemen Agribisnis atas kemudahan dan bantuan selama perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini.

21.Tim Roadshow Relaxa Goes To School Bogor 2009 atas doa dan dukungannya buat penulis serta kerjasama dan kekompakkan yang terjalin selama event dan di luar event.

22.Semua pihak yang turut membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(21)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Budidaya Tanaman Murbei ... 13

2.1.1. Biologi Tanaman Murbei ... 13

2.1.2. Pertumbuhan Tanaman Murbei ... 13

2.1.4. Pemeliharaan Tanaman Murbei ... 14

2.2. Budidaya Ulat Sutera ... 15

2.2.1 Budidaya Ulat Sutera ... 15

2.2.2. Siklus Hidup Ulat Sutera ... 15

2.2.3. Kondisi Lingkungan ... 16

2.1.4. Ruang Pemeliharaan dan Peralatan ... 17

2.1.5. Pemeliharaan Ulat Sutera ... 18

2.1.6. Pengokonan dan Panen Kokon... 19

2.3. Pesuteraan Alam... 21

2.4. Penelitian terdahulu ... 22

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 25

3.1. Analisis Kelayakan Usaha... 25

3.2. Teori Biaya dan Manfaat ... 27

3.3. Proyeksi Cash Flow ... 27

3.4. Analisis Finansial ... 28

3.1.1. Net Present Value (NPV) ... 28

3.1.2. Net Benefit Cost Ratio (NetB/C Rasio) ... 28

3.1.3. Internal Rate return (IRR) ... 28

3.1.4. Payback Period (PBP) ... 28

3.5 Analisis Sensitivitas ... 29

3.6 Kerangka Pemikiran Operasional ... 30

IV METODE PENELITIAN ... 34

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 34

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 34

4.4. Analisis Kelayakan Non Finansial ... 35

4.5. Komponen Biaya dan Manfaat... 35

4.6. Analisis Kelayakan Investasi ... 37

4.6.1. Net Present Value (NPV)... 37


(22)

xii 4.6.3. Internal Rate return (IRR) ... 38 4.6.3. Payback Period... 38 4.7. Analisis Sensitivitas... 39

V GAMBARAN UMUM USAHA ... 40 5.1. Gambaran Umum Desa Karyasari ... 40 5.1.1. Kondisi Fisik Desa Karyasari... 40 5.1.2. Pemanfaatan Lahan... 40 5.1.3. Potensi Pertanian... ... 41 5.1.4. Penduduk... ... 42 5.2. Gambaran Umum Usaha ... 43 5.2.1. Sejarah dan Perkembangan Usaha ... 43 5.2.2. Pengadaan Input ... 44 5.2.3. Budidaya ... 45 5.2.4. Pemasaran ... 48

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49 6.1. Analisis Aspek Non Finansial ... 49

6.1.1. Aspek Pasar ... 49 6.1.2. Aspek Teknis ... 52 6.1.3. Aspek Manajemen ... 57 6.1.4. Aspek Sosial ... 58 6.2. Analisis Aspek Finansial ………...………….... 59 6.2.1. Analisis Kelayakan Finansial Skenario I ... 62 6.2.1.1. Analisis Biaya ... 62 6.2.1.2. Analisis Manfaat ... 67 6.2.1.3. Analisis Finansial ... 69 6.2.1.4. Analisis Switching Value ... 70 6.2.2. Analisis Kelayakan Finansial Skenario II ... 71 6.2.2.1. Analisis Biaya ... 72 6.2.2.2. Analisis Manfaat ... 75 6.2.2.3. Analisis Finansial ... 77 6.2.2.4. Analisis Switching Value ... 78 6.2.3. Analisis Kelayakan Finansial Skenario III ... 79 6.2.3.1. Analisis Biaya ... 80 6.2.3.2. Analisis Manfaat ... 84 6.2.3.3. Analisis Finansial ... 85 6.2.3.4. Analisis Switching Value ... 86 6.2.4. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial

Ketiga Pola Usaha ... 87 6.2.5. Perbandingan Hasil Analisis Switching Value

Ketiga Skenario ... 88

VII PENUTUP ... 91 7.1. Kesimpulan ... 91 7.2. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(23)

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Volume Ekspor Produk Industri Tekstil

Periode 2002-2007 (Dalam Kilogram) ... 1 2. Nilai Ekspor Industri Tekstil

Tahun 2003-2007 (Dalam US$) ... 2 3. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Industri Tekstil

Periode 2002-2007 (satuan orang) ... 2 4. Volume Ekspor-Impor Komoditas Sutera

Periode 2007-2008 ... 4 5. Produksi Benang Sutera Nasional Berdasarkan Propinsi

pada Periode 2001-2005 (dalam Ton) ... 5 6. Luas Areal Pohon Murbei untuk Sutera Alam

Berdasarkan Propinsi pada Periode 2001-2005

(dalam satuan Hektare) ... 7 7. Suhu dan Kelembaban Nisbi Optimum

pada Setiap Periode Pertumbuhan Ulat Sutera ... 16 Klasifikasi Kokon Berdasarkan Berat Kokon ... 19 9. Klasifikasi Kokon Berdasarkan Persentase Kulit Kokon ... 20 10. Pemanfaatan Lahan di Desa Karyasari

Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor ... 41 11. Komoditas Agribisnis yang Diusahakan

di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang

Kabupaten Bogor ... 42 12. Jumlah Penduduk Desa Karyasari

Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor

Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2006 ... 43 13. Biaya Investasi pada skenario I ... 63 14. Biaya Reinvestasi Pada Skenario I ... 64 15. Biaya Tetap Per Tahun Pada Skenario I ... 65 16. Biaya Operasional Skenario I ... 66 17. Jumlah Penerimaan Penjualan Kokon pada Skenario I ... 67 18. Nilai Sisa Biaya Investasi pada Skenario I ... 68 19. Hasil Analisis Finansial Skenario I ... 69 20. Hasil Analisis Switching Value Skenario I ... 70 21. Biaya Investasi pada skenario II ... 73


(24)

xv 22. Biaya Reinvestasi pada Skenario II ... 73 23. Biaya Tetap Per Tahun Pada Skenario II ... 74 24. Biaya Variabel Per Tahun pada Skenario II ... 75 25. Jumlah Penerimaan Penjualan Kokon pada Skenario II .... 76 26. Nilai Sisa Biaya Investasi pada Skenario II ... 77 27. Hasil Analisis Finansial Skenario II ... 77 28. Hasil Analisis Switching Value Skenario II ... 78 29. Biaya Investasi pada skenario III ... 81 30. Biaya Reinvestasi Pada Skenario III ... 82 31. Biaya Tetap Per Tahun Pada Skenario III ... 83 32. Biaya Variabel Skenario III ... 83 33. Jumlah Penerimaan Penjualan Kokon pada Skenario III ... 84 34. Nilai Sisa Biaya Investasi pada Skenario III ... 85 35. Hasil Analisis Finansial Skenario III ... 86 36. Hasil Analisis Switching Value Skenario III ... 87 37. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial

Ketiga Skenario ... 88 38. Perbandingan Hasil Switching Value

Pada Skenario II dan III ... 88 39. Hasil Switching Value Pada Skenario I ... 89


(25)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Kerangka Pemikiran Operasional ... 33 2. Skema Produksi Kokon ... 48 3. Struktur Organisasi Peternakan Ulat Sutera

milik Bapak Baidin ... 58 4. Ulat Sutera ... 129 5. Tanaman Murbei ... 129 6. Kokon dalam Seriframe ... 129 7. Kokon ... 129


(26)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Ekspor – Impor Produk Tekstil Periode 2007-2008 ... 95 2. Peta Silk Road ... 98 3. Pola Tanam Lahan Murbei Saat Ini ... 98 4. Tarif Umum PPh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri

dan Bentuk Usaha Tetap (Pasal 17 Undang-undang

Nomor 17 Tahun 2000) ... 98 5. Laporan Laba Rugi Skenario I ... 99 6. Arus Kas Skenario I ... 100 7. Analisis Switching Value Peningkatan

Harga Jual Kokon Sebesar 84,13% pada Skenario I ... 102 8. Analisis Switching Value Peningkatan

Produksi Kokon Sebesar 84,12% pada Skenario I ... 104 9. Analisis Switching Value Penurunan

Biaya Operasional Sebesar 52,97% pada Skenario I ... 106 10. Laporan Laba Rugi Skenario II ... 108 11. Arus Kas Skenario II ... 110 12. Analisis Switching Value Penurunan

Harga Jual Kokon Sebesar 13,74% pada Skenario II ... 112 13. Analisis Switching Value Penurunan

Produksi Kokon Sebesar 13,73% pada Skenario II ... 114 14. Analisis Switching Value Peningkatan

Biaya Operasional Sebesar 18,11% pada Skenario II ... 116 15. Laporan Laba Rugi Skenario III ... 118 16. Arus Kas Skenario III ... 120 17. Analisis Switching Value Penurunan

Harga Jual Kokon Sebesar 22,41% pada Skenario III ... 122 18. Analisis Switching Value Penurunan

Produksi Kokon Sebesar 22,42% pada Skenario III ... 124 19. Analisis Switching Value Peningkatan

Biaya Operasional Sebesar 32,69% pada Skenario III ... 126 20. Dokumentasi ... 128


(27)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri tekstil merupakan salah satu bagian dari sektor industri nasional yang memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Industri tekstil berkembang pesat sejak Indonesia memasuki periode Pembangunan Lima Tahun I (PELITA I) tahun 1969. Industri tekstil terdiri dari serangkaian kegiatan yang terintegrasi di masing-masing sub-sektornya. Sub-sektor industri tekstil terdiri dari kegiatan pembuatan serat, pemintalan, penenunan dan perajutan, pencelupan, pencapan dan penyempurnaan, serta industri pakainan jadi.

Tabel 1. Volume Ekspor Produk Industri Tekstil Periode 2002-2007 (Dalam Kilogram)

No Uraian Tahun

2002 2003 2004 2005 2006 2007

1 Serat

208.537.197 198.258.270 152.237.482 192.231.298 228.258.800 243.442.623

2 Benang

762.312.516 770.642.381 720.800.609 795.365.642 819.551.803 782.288.172

3 Kain

367.857.435 381.150.654 339.036.089 344.747.525 332.480.117 347.749.485 4 Pakaian Jadi 328.786.864 332.211.004 324.925.596 366.958.676 397.560.374 397.753.396 5 TPT Lainnya 91.180.708 90.981.716 89.484.982 95.088.493 101.322.242 101.304.900

T o t a l 1.758.674.720

1.773.244.025 1.626.484.758

1.794.391.634 1.879.173.336 1.872.538.576

Sumber: Depperin, 2008

Pertumbuhan industri tekstil dapat dilihat dari pertumbuhan volume ekspor yang terus mengalami peningkatan. Volume ekspor produk tekstil nasional pada periode 2002 hingga 2007 secara umum mengalami peningkatan. Jumlah volume ekspor produk tekstil terbesar adalah ekspor produk-produk benang (Tabel 1).

Indikator pertumbuhan industri tekstil nasional dapat dilihat melalui jumlah penerimaan hasil produksi yang diterima dan jumlah penyerapan tenaga kerja. Jumlah penerimaan yang diperoleh dari ekpor produk-produk tekstil Indonesia periode 2003 hingga 2007 adalah yang terbesar dalam ekpor produk non migas.


(28)

2

Tabel 2. Nilai Ekspor Industri Tekstil Tahun 2003-2007 (Dalam US$)

No Komoditas Tahun

2003 2004 2005 2006 2007

1 2 3 4 5 Serat Benang Kain Pakaian Jadi TPT Lainnya 136,317,624 1,208,652,635 1,523,387,306 3,926,798,045 238,331,391 197,198,317 1,480,764,471 1,420,162,117 4,289,682,609 259,643,769 243,323,165 1,621,889,917 1,536,642,647 4,899,423,277 301,596,890 285,788,487 1,791,195,263 1,508,828,504 5,533,857,798 325,993,231 338,846,236 1,925,786,092 1,564,420,944 5,626,562,415 355,094,013

Jumlah 7,033,487,001 7,647,451,283 8,602,875,896 9,445,663,283 9,810,709,700

Sumber : Depperin, 2008 (diolah)

Sumbangan devisa industri tekstil pada tahun 2008 terhadap PDB Negara mencapai US$ 9,8 milliar. Sedangkan dari penyerapan tenaga kerja, setiap tahunnya banyak tenaga kerja yang terserap karena industri ini termasuk industri yang padat karya. Jumlah tenaga kerja yang diserap pada industri ini terus mengalami peningkatan pada periode 2002 hingga 2007. Pada tahun 2007, industri tekstil mampu menyerap 1.234.250 orang tenaga kerja. Jumlah ini belum termasuk industri kecil dan rumah tangga, berdasarkan data Ditjen IKM Tenaga Kerja pada ITPT IKM penyerapan tenaga kerja pada tahun 2004 sebesar 2.044.680 orang (Direktorat Pelaporan Data dan Informasi, Direktorat Jenderal Industri Tekstil, Depperin, 2008).

Tabel 3. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Industri Tekstil Periode 2002-2007 (satuan orang)

No Komoditas Tahun

2002 2003 2004 2005 2006 2007

1. 2. 3. 4. 5. Serat Benang Kain Pakaian Jadi TPT Lainnya 28,447 180,426 303,158 300,391 232,280 29,447 190,764 305,923 305,051 233,280 29,447 190,764 305,741 319,921 246,667 29,447 190,764 305,088 350,155 243,280 29,447 207,764 324,903 378,300 250,242 29,447 210,044 335,454 408,368 250,937 Jumlah 1,045,212 1,064,465 1,092,540 1,118,734 1,190,656 1,234,250 Sumber : Depnakertrans, 2008 dan Depperin, 2008 (diolah)

Industri tekstil di Indonesia dibedakan menjadi dua menurut jenis serat yang digunakan sebagai bahan baku, yaitu serat alam dan serat sintetik. Yang


(29)

3 termasuk serat alam diantaranya kapas, sutera, rosella, dan bulu domba. Sedangkan yang termasuk serat sintetik diantaranya sintetik rayon, polyester, poliamida, dan poliakrilat.

Produk tekstil yang berasal dari serat alam biasanya berasal dari serat tumbuhan. Salah satu produk tekstil yang berasal dari bahan selain serat tumbuhan adalah kain sutera. Kain sutera merupakan salah satu kain yang unik karena kain sutera berasal dari benang yang dihasilkan melalui pengolahan kokon (kepompong) ulat sutera melalui proses pemintalan. Dari hasil pengolahan kokon didapat benang sutera. Selain karena kualitas kain yang dihasilkan, kerumitan proses pembuatannya menjadikan kain sutera memiliki nilai jual yang tinggi.

Industri kain sutera terdiri dari rangkaian kegiatan agroindustri yang saling terkait yang dikenal dengan nama pesuteraan alam. Kegiatan pesuteraan alam dimulai dari penanaman tanaman murbei, pembibitan dan pemeliharaan ulat sutera hingga menghasilkan kokon, industri pemintalan benang sutera, hingga industri penenunan kain sutera dan pemasaran kain sutera. Oleh karena itu, industri sutera alam mampu menyerap banyak tenaga kerja di dalamnya. Data hingga tahun 2006 menyebutkan, terdapat 4.463 unit usaha industri pemintalan benang sutera dan mampu menyerap 7.796 orang tenaga kerja. Kemudian terdapat 46.257 unit usaha industri penenunan kain sutera yang mempekerjakan 148.022 orang tenaga kerja (Direktorat Bina Perhutanan Sosial, Ditjen RLPS, Departemen Kehutanan, 2008).

Setiap tahunnya jumlah produksi kain sutera nasional terus mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya permintaan kain sutera baik dari dalam maupun luar negeri. Besarnya volume ekpor dan impor produk sutera semakin meningkat dari tahun 2007 hingga 2008 (Tabel 4). Semakin meningkatnya produksi kain sutera ternyata tidak diiringi dengan jumlah produksi benang sutera nasional. Jumlah produksi benang sutera nasional periode tahun 2001 hingga tahun 2007 terus mengalami penurunan yang tajam (Tabel 5). Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku benang sutera, banyak produsen kain sutera yang mengimpor bahan baku benang sutera. Besarnya impor benang sutera pada tahun 2008 mencapai 343.371 Kg (Tabel 4).


(30)

4

Tabel 4. Volume Ekspor-Impor Komoditas Sutera Periode 2007-2008

No Komoditas

Ekspor Impor

Volume (Kg) Nilai (US$) Volume (Kg) Nilai (US$)

2007 2008 2007 2008 2007 2008 2007 2008

1. 2. 3. Serat sutera Benang sutera Kain sutera 4,763 2,221 3,381 2,913 - 83,103 29,834 10,301 128,076 21,836 - 1,146,219 22,559 145,545 52,647 313,448 343,371 648,522 46,939 593,795 230,783 3,003,494 1,952,108 5,584,061

Total 10,365 86.016 166,211 1,168,055 220,751 1,305,341 871,517 10,539,663

Sumber : Depperin, 2008 (diolah)

Penurunan produksi benang sutera nasional disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor utama adalah masalah kelembagaan dari pemerintah pusat yang masih berjalan sendiri-sendiri. Kegiatan pesuteraan alam merupakan serangkaian kegiatan agroindustri saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Di dalam pelaksanaannya terdapat beberapa instansi yang terkait di dalamnya. Kegiatan sektor hulu berada di bawah Departemen Kehutanan, sedangkan kegiatan usahatani menjadi tanggung jawab Kementrian Koperasi dan Industri Kecil Menengah, dan kegiatan sektor hilir menjadi tanggung jawab Departemen Perindustrian. Kegiatan pada sektor hulu pada industri pesuteraan alam meliputi pemeliharaan tanaman murbei dan produksi telur ulat sutera. Kegiatan usahatani meliputi kegiatan pemeliharaan ulat sutera, dan kegiatan pada sektor hilir meliputi pemintalan benang sutera, penenunan kain sutera, dan pemasaran produk-produk sutera lainnya. Hingga tahun 2006, masing-masing Departemen hanya terfokus mengembangkan apa yang menjadi tanggungjawab Departemen tanpa ada kerjasama dari masing-masing pihak.

Faktor berikutnya adalah kualitas sumber daya manusia peternak ulat sutera yang masih rendah. Kegiatan pesuteraan alam merupakan kegiatan yang membutuhkan kedisplinan dan keterampilan yang baik untuk dapat menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasaran. Selama ini, benang sutera hasil produksi produsen lokal masih kalah bersaing dengan produk benang sutera impor karena harga jual yang lebih tinggi. Harga jual benang sutera lokal rata-rata sebesar Rp. 300.000 per Kg, sedangkan harga jual benang sutera dari Cina berkisar antara Rp 150 - 170 ribu per Kg1. Untuk menjaga kualitas produk sutera yang dihasilkan,

1

Widiyaputera. Daya Saing Petani Sutera Alam. 2008.


(31)

5 pihak industri selama ini lebih memilih menerima pasokan bahan baku dari Cina daripada membeli bahan baku dari produsen benang sutera lokal. Hal ini mengakibatkan semakin tidak pastinya pasar kokon produsen dalam negeri, sehingga minat para peternak untuk terus menghasilkan kokon semakin menurun.

Tabel 5. Produksi Benang Sutera Nasional Berdasarkan Propinsi pada Periode 2001-2007 (dalam Ton)

No Propinsi Tahun Jumlah

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 16. 17. 18. NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Bengkulu Sumatera Selatan Lampung Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Bali NTB NTT - 0,74 0,83 - - 0,01 15,39 12,58 3,24 8,97 - - 0,55 67,65 - - 0,29 0,05 0,06 1,80 - 0,70 0,03 0,39 - 18,51 15,90 1,10 5,12 - - 0,67 46,01 - - 0,34 - 0,27 - 2,10 0,13 0,01 0,35 0,20 10,24 11,57 1,02 3,13 0,02 - 0,09 59,25 - - 0,43 0,02 0,03 - 1,72 0,13 0,02 0,30 0,13 4,07 6,06 0,99 0,03 - 3,49 0,18 37,47 - - 0,61 - 0,10 - 0,10 - - - 0,2 2,50 4,90 0,30 - - - - 59,00 0,40 - 0,25 0,90 0,90 - 0,28 - - - 0,06 0,34 3,17 0,12 - - - 0,05 8,94 - 0,02 0,01 0,01 0,01 - 0,28 - - - 0,06 0,34 - 0,12 - - - 0,05 - - 0,02 0,01 - - 1,80 5,22 1,79 0,06 1,04 0,66 51,39 54,36 6,89 17,25 0,02 3,49 1,59 278,32 0,40 0,04 1,94 0,98 0,37

Jumlah 110,4 90,84 88,77 55,30 69,45 13,01 0,88 427,61

Sumber: Statistik Kehutanan Indonesia, 2008 Keterangan:

(-) : Tidak ada kegiatan

Namun demikian, perkembangan ulat sutera alam dunia pada tahun-tahun terakhir ini menunjukan prospek yang cukup baik. Pada periode 2006-2008, jumlah produksi benang sutera dunia terus menurun dari 55.222 ton menjadi 52.342 ton pada tahun 2008, sedangkan kebutuhan dunia cukup besar dan stabil


(32)

6 yaitu sebesar 81.546 ton. Kebutuhan ini diprediksikan akan terus meningkat seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk serta semakin membaiknya kondisi perekonomian2. Pertumbuhan permintaan benang sutera dunia akan meningkat 2 persen-5 persen per tahun, sedangkan untuk permintaan dalam negeri diprediksi akan mengalami peningkatan hingga 12,24 persen per tahun (Sri Utami Kuncoro, 1995 dalam Atmosoedarjo et al, 2000). Namun demikian, sumber produksi sutera alam di dunia berasal dari pemeliharaan ulat sutera yang dilakukan keluarga petani bukan oleh badan usaha. Hal ini dikarenakan harga jual yang ada tidak akan menutupi biaya manajemen perusahaan bila pemeliharaan ulat sutera dikelola oleh badan usaha (Atmosoedarjo et al, 2000).

Semakin berkembangnya usaha pembudidayaan ulat sutera di Indonesia didukung dengan karakteristik iklim Indonesia yang beriklim tropis sangat cocok untuk pembudidayaan ulat sutera dan penanaman tanaman murbei. Tanaman murbei merupakan pakan utama dari ulat sutera. Kondisi iklim yang sesuai untuk pengembangan budidaya ulat sutera membuat Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif untuk mengembangkan ulat sutera. Iklim tropis membuat tanaman murbei dapat tumbuh sepanjang tahun sehingga pembudidayaan ulat sutera dapat dilakukan terus-menerus. Untuk membudidayakan ulat sutera, kepemilikan lahan murbei sendiri lebih dianjurkan karena bila memperoleh pasokan murbei dari pihak lain maka kualitas dan kontinutas daun murbei yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kondisi pemasok murbei dan jarak antara pemasok murbei dengan kandang pemeliharaan ulat sutera (Atmosoedarjo et al, 2000)

Dalam perkembangannya, semakin banyak daerah di Indonesia yang menjadikan ulat sutera sebagai salah satu komoditas yang banyak dibudidayakan. Pada tahun 2001, luas lahan murbei nasional mencapai 12.581,5 Ha (Tabel 6), meskipun pada tahun-tahun berikutnya, luas lahan murbei di Indonesia semakin sedikit. Pada tahun 2007, luas lahan murbei yang masih berproduksi hanya seluas 3.554,07 Ha. Semakin berkurangnya luas lahan murbei yang ada dikarenakan minat peternak ulat sutera untuk tetap berproduksi semakin berkurang karena

2

Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya. 2008. Sutera Alam.


(33)

7 ketidakpastian pasar hasil produksi mereka. Padahal bila dilihat dari kondisi fisik seperti ketinggian lahan dan iklim tropis yang dimiliki, banyak daerah di Indonesia yang sangat sesuai untuk dijadikan sentra pengembangan pesuteraan alam. Melihat potensi ini, Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan daya saing dan menjadikan Indonesia tetap sebagai produsen sutera. Untuk mengatasi permasalahan pada industri sutera nasional, pada tahun 2006 Pemerintah melalui koordinasi Departemen Kehutanan, Departemen Perindustrian, dan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah telah mencanangkan Program Pembinaan dan Pengembangan Pesuteraan Alam Nasional dengan Pendekatan Klaster melalui Peraturan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor: P.47/Menhut-II/2006; Nomor: 29/M-IND/PER/6/2006; dan Nomor: 07/PER/M.KUKM/VI/2006 tentang Pembinaan dan Pengembangan Persuteraan Alam Nasional dengan Pendekatan Klaster. Namun demikian, hingga tahun 2008 program pembinaan ini masih belum terlaksana dengan baik.

Tabel 6. Luas Areal Pohon Murbei untuk Sutera Alam Berdasarkan Propinsi pada Periode 2001-2007 (dalam satuan Hektare)

No Propinsi Tahun

Jumlah

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Sumatera Utara Sumatera Barat Bengkulu Sumatera Selatan Lampung Jawa Barat Jawa Tengah DIY Jawa Timur Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Bali NTB NTT 140,00 868,00 2,50 29,00 - 2.992,00 941,25 313,60 540,00 122,00 6.588,15 25,00 - 20,00 140,00 868,00 2,50 29,00 - 2.992,00 941,25 483,50 540,00 122,00 6.037,65 25,00 - 20,00 140,00 868,00 2,50 29,00 - 2.992,00 941,25 495,20 540,00 122,00 4.216,25 25,00 - 20,00 140,00 3,50 2,50 29,00 - 2.992,00 941,25 495,20 540,00 122,00 4.184,50 25,00 - 20,00 350,00 24,00 - 144,00 68,00 1.381,00 725,00 329,00 - - 1.461,00 45,00 23,00 23,00 350,00 24,00 - 144,00 68,00 326,55 725,00 329,00 20,00 122,00 1.461,00 45,00 23,00 23,00 350,00 24,00 - 229,00 68,00 326,55 523,52 329,00 - 122,00 1.481,00 45,00 46,00 - 1.610,00 2.679,50 10,00 633,00 204,00 14.002,10 5.738,52 2.774,50 2.180,00 732,00 25.429,55 235,00 92,00 126,00

Jumlah 12.581,5 12.198,4 10.388,7 9.492,45 4.573,00 3.660,55 3.544,07 56.446,17


(34)

8 Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra penghasil benang sutera dan kain sutera terbanyak di Indonesia. Bersama Propinsi Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah, Jawa Barat dijadikan sentra pengembangan produksi sutera nasional. Sampai tahun 2007, terdapat sekitar 326,55 Ha lahan murbei yang ada di Propinsi Jawa Barat. Sedangkan dari sisi produksi, dalam kurun waktu 2001-2007, Jawa Barat mampu memproduksi 51,39 ton benang sutera. Namun demikian, prospeknya yang baik karena sutera memiliki nilai jual yang tinggi belum mampu mendorong penyebaran produksi ulat sutera di wilayah Jawa Barat secara merata, karena hingga saat ini sentra produksi sutera Jawa Barat hanya terdapat di beberapa daerah yaitu di Garut, Bandung, Cianjur, Sukabumi, dan Tasikmalaya3.

Kondisi iklim tropis di Indonesia yang sesuai untuk pembudidayaan ulat sutera dan penanaman tanaman murbei serta jumlah permintaan yang belum terpenuhi dengan produksi yang ada jika dilihat dari jumlah impor produk-produk sutera yang terus meningkat setiap tahunnya membuat pesuteraan alam di Indonesia dan khususnya di Jawa Barat berpotensi untuk dikembangkan. Untuk itu perlu dilakukan analisis kelayakan usaha untuk pengembangan usaha peternakan ulat sutera ke depannya.

1.2 Perumusan Masalah

Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat yang memiliki banyak lahan dengan ketinggian dan suhu rata-rata yang sesuai untuk dijadikan wilayah pembudidayaan ulat sutera. Namun demikian, sampai saat ini masih belum banyak masyarakat di Kabupaten Bogor yang tertarik untuk membudidayakan ulat sutera karena masyarakat pada umumnya belum mengetahui prospek dari usaha peternakan ulat sutera. Salah satu daerah di Kabupaten Bogor yang telah membudidayakan ulat sutera adalah di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Di Desa Karyasari terdapat sebuah peternakan ulat sutera berskala perseorangan yang dikelola oleh Bapak Baidin. Beliau sebagai pemilik telah menjalani usaha ini sejak tahun 2004. Bapak

3

Dinas Kehutanan Jawa Barat. 2008.

http://www.dishut.jabarprov.go.id/index.php?mod=manageMenu&idMenuKiri=455&idMenu=4 57.[12 Januari 2009]


(35)

9 Baidin merupakan satu dari dua peternak ulat sutera yang ada di Kabupaten Bogor. Desa Karyasari memiliki kondisi iklim yang sesuai untuk pembudidayaan ulat sutera dan pohon murbei karena memiliki suhu yang sejuk, diantara 240-280C. Pada tahun 2003, 15 orang petani yang tergabung dalam kelompok tani Rimba Sejahtera mendapatkan bantuan dana dan pelatihan budidaya ulat sutera yang diprakarsai Dinas Kehutanan Kabupaten Bogor. Kelompok tani Rimba Sejahtera membudidayakan ulat sutera dengan 1,5 Ha luas lahan murbei. Namun usaha kelompok ini hanya bertahan kurang dari satu tahun. Hal yang menyebabkan terhentinya kegiatan budidaya ulat sutera ini adalah kualitas sumber daya manusia petani yang rendah. Manajemen pemeliharaan yang tidak baik dan kurangnya kesungguhan petani dalam pemeliharaan ulat sutera dan tanaman murbei membuat proyek ini terhenti.

Saat ini, luas lahan di Desa Karyasari yang digunakan sebagai lahan pesuteraan alam baru sekitar 2 Ha. Bila dibandingkan dengan luas lahan pertanian Desa yang mencapai 935,2 Ha, luas areal pembudidayaan baru 0,21 persen dari luas lahan pertanian di Desa Karyasari. Dari 1.123,2 Ha total luas wilayah Desa, baru sekitar 1.003,2 Ha yang dimanfaatkan penduduk untuk kegiatan pertanian maupun non pertanian, sisanya sekitar 120 Ha merupakan lahan yang tidak dimanfaatkan, sehingga perluasan areal untuk budidaya ulat sutera dan tanaman murbei sangat memungkinkan untuk dilakukan namun masih terkendala dalam hal permodalan.

Usaha peternakan ulat sutera Bapak Baidin sendiri hanya sebatas sampai memproduksi kokon saja. Sedangkan untuk pengolahan kokon menjadi benang sutera, penenunan kain sutera, serta pembuatan produk-produk berbahan sutera dilakukan oleh CV Batu Gede. Sejak berdirinya usaha hingga saat ini, telah terjalin kemitraan usaha dengan CV Batu Gede yang terletak di daerah Ciapus, Kabupaten Bogor. Kemitraan dijalin karena CV Batu Gede telah memberikan kepastian dalam pemasaran kokon dan harga. Oleh CV Batu Gede kemudian kokon diolah menjadi benang sutera dan kain sutera.

Usaha pembudidayaan ulat sutera yang dilakukan Bapak Baidin sampai saat ini masih belum mampu memenuhi jumlah pesanan yang ada dari CV Batu Gede dikarenakan kapasitas produksinya yang masih terbatas. Kapasitas produksi


(36)

10 usaha yang dimiliki Bapak Baidin rata-rata berkisar antara 30-40 Kg per bulan, jumlah produksi ini masih jauh dari jumlah permintaan pihak CV Batu Gede yang mencapai 500-700 Kg per bulan atau baru mampu memenuhi 5,83 persen permintaan. Masih kecilnya produksi kokon yang dihasilkan dikarenakan pemeliharaan murbei yang dilakukan selama ini belum optimal. Berdasarkan literatur, untuk 2 Ha lahan murbei dapat memenuhi kebutuhan pakan 4 boks ulat sutera, namun kenyatannya usaha ini baru mampu memelihara 1 boks ulat sutera dalam satu musim pemeliharaan. Hal ini dikarenakan budidaya yang dilakukan belum sesuai standar akibat dari kurangnya kesadaran dan kualitas sumber daya manusia pemilik usaha yang masih rendah. Selain itu, pemilik juga belum memperhitungkan biaya-biaya tidak tunai yang merupakan modal sendiri seperti sewa lahan, dan upah tenaga kerja keluarga. Sedangkan pelatihan dan bibit murbei diperoleh dari Dinas Kehutanan, sehingga diduga usaha peternakan ulat sutera yang dilaksanakan selama ini tidak layak secara finansial. Analisis kelayakan usaha hingga saat ini belum pernah dilakukan karena keterbatasan pengetahuan dari pemilik usaha.

Pemilik juga dapat mengembangkan usahanya dengan memperluas lahan untuk memenuhi permintaan yang ada. Untuk itu perlu dilakukan analisis kelayakan pengembangan usaha. Usaha peternakan ulat sutera memerlukan investasi cukup besar karena usaha ini sangat ditentukan dengan lamanya umur tanaman murbei yang dalam kondisi normal dapat berproduksi hingga usia 15 tahun.

Kualitas dan kuantitas produksi kokon yang dihasilkan dipengaruhi oleh ketersediaan pakan murbei yang sangat dipengaruhi lingkungan terutama musim. Pada musim kemarau, jika tidak ada pengairan yang cukup bagi tanaman murbei, maka kualitas dan kuantitas daun murbei yang dihasilkan akan menurun. Penurunan kualitas dan kuantitas daun murbei akan mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas produksi kokon. Perubahan kualitas dan kuantitas produksi kokon berakibat pada perubahan harga jual dan produksi kokon sehingga jumlah penerimaanpun ikut berubah. Jumlah penerimaan juga dipengaruhi oleh besarnya biaya operasional terutama pengadaan pakan murbei, sehingga perlu dilakukan


(37)

11 analisis sensitivitas usaha peternakan ulat sutera jika terjadi perubahan dalam dasar perhitungan biaya dan manfaat.

Berdasarkan gambaran usaha yang telah dipaparkan, maka perumusan masalah yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimana kelayakan non finansial usaha peternakan ulat sutera di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor saat ini, apakah usaha tersebut layak bila dikaji dalam aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial. 2. Bagaimana kelayakan finansial usaha peternakan ulat sutera pada kondisi

saat ini dan saat pengembangan usaha.

3. Bagaimana tingkat kepekaan usaha peternakan ulat sutera terhadap penurunan jumlah produksi kokon dan harga jual kokon serta peningkatan biaya operasional.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji keragaan usaha peternakan ulat sutera di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor serta menganalisis kelayakan usahanya dilihat dari aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial.

2. Menganalisis kelayakan finansial usaha peternakan ulat sutera pada kondisi saat ini dan saat pengembangan usaha.

3. Menganalisis tingkat kepekaan usaha peternakan ulat sutera terhadap penurunan jumlah produksi kokon dan harga jual kokon serta peningkatan biaya operasional.


(38)

12

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Pemilik usaha peternakan ulat sutera dan budidaya pohon murbei di Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor sebagai referensi untuk pengembangan usahanya.

2. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor sebagai acuan untuk pengembangan kegiatan pesuteraan alam di Kabupaten Bogor.

3. Sebagai sumber pengetahuan untuk penelitian sejenis di waktu yang akan datang.

4. Masyarakat umum sebagai referensi untuk memulai usaha pesuteraan alam atau memperbaiki kegiatan pesuteraan alam yang telah dijalankan.

5. Pihak pemberi modal pinjaman sebagai bahan acuan mengenai prospek kegiatan pesuteraan alam di Kabupaten Bogor.


(39)

13

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budidaya Tanaman Murbei 2.1.1 Biologi Tanaman Murbei

Tanaman murbei termasuk ke dalam marga Morus dari keluarga Moraceae. Berdasarkan morfologi, bunga marga Morus dibagi menjadi 29 jenis. Tanaman murbei termasuk tanaman yang mempunyai bunga kelamin tunggal, meskipun kadang-kadang terdapat pula tanaman murbei yang berkelamin rangkap. Di Indonesia, tanaman murbei yang banyak dibudidayakan adalah jenis Morus alba karena menghasilkan daun yang banyak dan berkualitas tinggi. Jenis murbei lain yang juga ditanam di Indonesia adalah Morus nigra dan Morus multicaulis.

2.1.2. Pertumbuhan Tanaman Murbei

Daun murbei merupakan pakan utama ulat sutera, sehingga dibutuhkan pemeliharaan yang baik untuk menghasilkan daun yang lebat. Salah satu syarat tumbuh varietas murbei untuk tumbuh di daerah tropis adalah kemampuannya untuk mengatasi berbagai kendala alam, seperti suhu tinggi, pergantian musim hujan dan kemarau, dan ketahanan terhadap hama dan penyakit.

Lokasi untuk pemeliharaan tanaman murbei sangat bergantung pada lokasi pemeliharaan ulat sutera, karena lahan murbei harus berada dekat kandang pemeliharaan ulat sutera agar memudahkan pemeliharaan ulat sutera dan panen daun murbei. Pembudidayaan tanaman murbei di iklim tropis membuat tanaman murbei dapat tumbuh sepanjang tahun sehingga pembudidayaan ulat sutera dapat dilakukan terus-menerus. Namun demikian, untuk mendapatkan hasil daun murbei yang maksimal, tanaman murbei harus diperlakukan dengan baik. Syarat tumbuh bagi tanaman murbei di daerah tropis diantaranya adalah kondisi lingkungan yang bersih terbebas dari polusi dan irigasi serta drainase yang cukup.

2.1.3. Penanaman Tanaman Murbei

Lahan yang harus dipersiapkan untuk pemeliharaan tanaman murbei adalah lahan yang bebas dari pepohonan dan semak belukar, karena dapat menghambat pertumbuhan murbei. Namun demikian, pembudidayaan murbei dapat dilakukan tumpang sari dengan tanaman-tanaman semusim.


(40)

14 Setelah persiapan lahan dilakukan, proses pembibitan murbei dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan menggunakan biji dan stek batang. Namun penggunaan biji tidak dapat digunakan karena tanaman yang dihasilkan sangat terlalu beragam akibat sifat heterogenik dari tanaman murbei.

Rencana penanaman, luas lahan yang digunakan, dan cara penanaman murbei harus disesuaikan dengan rencana pemeliharaan ulat sutera. Karakteristik ulat sutera yang membutuhkan pasokan pakan yang banyak selama siklus hidupnya membuat kontinuitas produksi daun murbei harus terjaga untuk keberhasilan pembudidayaan.

Daun murbei dapat dipanen untuk pertama kalinya saat berusia 5-6 bulan, dimana cabang-cabang yang dihasilkan pada proses stek batang sudah cukup besar. Setelah itu, setiap 2-3 bulan, tanaman murbei dapat dipanen. Untuk meningkatkan produktivitas daun murbei, dilakukan pemangkasan secara berkala. Produktivitas tanaman murbei dapat terus dipertahankan hingga tahun ke-15, setalah melewati tahun ke-15, penggantian tanaman murbei dengan tanaman yang baru dilakukan untuk memperbaiki produktivitasnya kembali.

2.1.4 Pemeliharaan Tanaman Murbei

Pemeliharaan tanaman murbei dilakukan untuk menjaga produktivitas tanaman dalam menghasilkan daun agar tetap tinggi. Kualitas daun murbei sangat menentukan produksi kokon. Kualitas daun murbei memiliki persentasi terbesar dalam faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi kokon, yaitu sebesar 38,2 persen (Kaomini, 2006). Pemeliharaan tanaman murbei secara umum terdiri dari tahap penyiangan, pendangiran, pengelolaan air, dan pemupukan.

Penyiangan dilakukan untuk membersihkan lahan murbei dari gulma yang tumbuh di sekitar murbei. Adanya gulma dapat menghambat pertumbuhan murbei, khususnya pada saat sehabis penanaman dan setelah pemangkasan tunas dan juga dapat menurunkan kesuburan tanah. Aktivitas penyiangan sebaiknya dilakukan satu bulan sekali.

Pendangiran lahan murbei bertujuan untuk membuat tanah menjadi lunak, disamping memperbaiki aerasi tanah. Aktivitas pendangiran dapat dilakukan setiap kegiatan pemupukan dilakukan yaitu sebanyak empat kali dalam satu tahun.


(41)

15 Pendangiran yang terlalu sering dilakukan dapat merusak perakaran dan pertumbuhan tanaman murbei.

Pengelolaan pengairan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman murbei. Kekurangan air pada tanaman murbei akan mengganggu bahkan menghentikan pertumbuhan tanaman. Pengelolaan pengairan yang harus diperhatikan adalah pada saat musim kemarau tiba.

Pemupukan dilakukan untuk meningkatkan produksi daun murbei. Terdapat dua jenis pupuk yang harus diberikan pada tanaman murbei, yaitu pupuk kandang dan pupuk kimia. Pemberian pupuk pada tanaman murbei dilakukan sebanyak empat kali selama satu tahun yaitu pada saat proses pendangiran dilaksanakan.

2.2. Budidaya Ulat Sutera 2.2.1. Biologi Ulat Sutera

Ulat sutera adalah sejenis serangga yang termasuk ke dalam Ordo Lepidoptera, yang mencakup semua jenis kupu-kupu dan ngengat. Ulat sutera adalah serangga holometabola yang sudah mengalami metamorphosis sempurna, dimana dalam siklus hidupnya melewati 4 stadia, yaitu telur, larva (ulat), pupa dan ngengat atau yang lebih dikenal sebagai kupu-kupu. Selama proses metamorphosis, stadia larva atau ulat adalah satu-satunya masa dimana ulat makan, sehingga stadia larva merupakan masa yang sangat penting untuk sintesis protein sutera dan pembentukan telur.

Sistematika ulat sutera adalah sebagai berikut: Phyllum : Arthropoda.

Kelas : Insecta. Ordo : Lepidoptera. Familia : Bombycidae. Genus : Bombyx.

Spesies : Bombyx mori L.

2.2.2. Siklus Hidup Ulat Sutera

Telur ulat yang menetas akan menghasilkan larva yang memiliki warna tubuh yang gelap. Panjang ulat yang baru menetas sekitar 3 mm. Setelah satu hari,


(42)

16 panjang tubuh menjadi 7 mm dan permukaan kulit mengkilap. Pada umur 2 hari, seta yang ada di permukaan tubuh akan menjadi kurang jelas dan ulat akan berhenti makan sekitar 24 jam lalu berganti kulit atau ekdisis.

Dalam satu siklus hidup stadia larva akan mengalami 4 kali pergantian kulit, sehingga akan terdapat 5 periode makan atau biasa disebut instar. Masa pergantian kulit biasanya akan sama pada berbagai galur tetapi panjangnya masa makan berbeda. Ketika larva telah berkembang penuh dan berhenti makan, kulit larva menjadi transparan. Larva yang telah matang kemudian diletakkan pada alat pengokonan untuk proses mengokon. Setelah 2 hari, larva berhenti mengeluarkan serat sutera dan 24 jam kemudian larva berubah menjadi pupa. Proses keluarnya kupu-kupu dewasa dari pupa berlangsung sekitar 8 hari. Jika dihitung, waktu pemeliharaan instar I-III menghabiskan kurang lebih 12 hari dan waktu pemeliharaan instar IV-V membutuhkan 13 hari, sehingga dalam satu kali musim pemeliharaan mulai dari telur menetas hingga menjadi kokon membutuhkan waktu 25 hari.

2.2.3. Kondisi Lingkungan

Pertumbuhan ulat sutera sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di lokasi pemeliharaan, yaitu suhu, kelembaban nisbi, kualitas udara, aliran udara, dan cahaya. Kondisi iklim tempat pemeliharaan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas kokon yang dihasilkan. Pada masing-masing masa makan atau instar, kondisi iklim untuk menghasilkan pertumbuhan ulat yang maksimal akan berbeda. Pada umumnya, kondisi suhu yang cocok untuk pemeliharaan ulat sutera adalah diantara 200-300 C dan kelembaban udara yang tinggi.

Tabel 7. Suhu dan Kelembaban Nisbi Optimum pada Setiap Periode Pertumbuhan Ulat Sutera

Periode Pertumbuhan Suhu Optimum Kelembaban Nisbi Optimum

Instar I 270-290C 90%

Instar II 260C 85%

Instar III 250C 80%

Instar IV 240C 70% -75%

Instar V 220-230C 60% - 65%


(43)

17 Secara umum, untuk periode pertumbuhan awal ulat sutera membutuhkan suhu udara dan kelembaban nisbi yang tinggi sebagai syarat pertumbuhan optimum. Semakin bertambahnya waktu pemeliharaan, suhu dan kelembaban nisbi yang dibutuhkan semakin rendah untuk mencapai hasil yang optimum.

Selain suhu dan kelembaban nisbi, kecocokan iklim mikro di tempat pemeliharaan ulat sutera juga ditetapkan oleh kesegaran udara dan tingkat pergantian udara. Bila ventilasi baik, maka kisaran suhu dan kelembaban nisbi yang dapat ditahan menjadi semakin luas. Meskipun udara panas dan lembab namun bila ventilasi tempat pemeliharaan baik, kepadatan dapat dikurangi dan evaporasi air dari tubuh ulat dapat ditingkatkan, sehingga ulat mendapat kesejukan (Atmosoedarjo et al, 2000). Di daerah tropis seringkali suhu udara lebih tinggi dari suhu yang dianjurkan. Penanaman pohon-pohonan di sekitar rumah pemeliharaan, untuk mengurangi panas yang dipancarkan oleh lahan terbuka dan mengusahakan masuknya udara ke dalam rumah pemeliharaan, adalah baik untuk menurunkan suhu (Ohtsuki, 1987 dalam Atmosoedarjo et al, 2000).

Teknik pemeliharaan dan perlakuan ulat sutera secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kategori, pada kategori satu adalah pemeliharaan ulat dari instar I sampai IV dan pada kategori dua meliputi pemeliharaan ulat untuk instar V. Sampai instar IV titik berat pemeliharaan ulat ditekankan pada kesehatan ulat sutera, untuk itu lingkungan yang sehat harus diperhatikan. Selama instar V perlu diberikan prioritas pada peningkatan kualitas kokon dan efisiensi mengokon serta penggunaan tenaga kerja yang ekonomis.

2.2.4. Ruang Pemeliharaan dan Peralatan

Di negara tropis suhu udara umumnya berada pada kisaran yang cocok untuk pemeliharaan ulat sutera. Di berbagai daerah terdapat musim hujan dan musim kemarau dengan batas waktu yang jelas. Namun di daerah tropis muncul berbagai hama seperti semut, tikus dan lalat. Karena itu ruang pemeliharaan harus menggunakan atap yang memadai untuk memberi perlindungan terhadap hujan dan teriknya cahaya matahari dan perlu pula pembagian ruangan serta untuk mengatasi suhu yang terlalu tinggi perlu ada fasilitas untuk menurunkan suhu dan mengatur ventilasi.


(44)

18

2.2.5. Pemeliharaan Ulat Sutera

Pemeliharaan ulat sutera membutuhkan perencanaan awal. Perencanaan yang perlu dilakukan adalah jumlah musim pemeliharaan dalam satu tahun, waktu memulai pemeliharaan, dan proporsi waktu untuk pemeliharaan tiap musim berdasarkan luas kebun murbei, fasilitas-fasilitas pemeliharaan yang dimiliki, peralatan dan tenaga kerja yang ada.

Pada umumnya jumlah box telur digunakan sebagai unit untuk menyatakan skala pemeliharaan. Satu box berisi 20.000 butir telur dengan berat 10,6-12,8 gram. Hasil kokon yang diharapkan dari satu box telur adalah 27-33 Kg untuk varietas bivoltin, sedangkan untuk varietas Candiroto, satu box berisi 25.000 telur dengan hasil kokon diharapkan 40 Kg.

Secara teoritis daerah tropis dimungkinkan untuk pemeliharaan ulat sutera sepanjang tahun. Akan tetapi musim pemeliharaan yang memadai dan berpotensi menghasilkan output yang maksimal terbatas. Di Indonesia, waktu pemeliharaan ulat sutera yang paling baik adalah bulan November hingga Agustus tahun berikutnya dengan menghindari musim kemarau pada waktu nilai gizi dari daun murbei rendah.

Setiap panen setelah satu musim pemeliharaan, ruangan pemeliharaan, peralatan dan lingkungan sekitar akan terkontaminasi bibit-bibit penyakit ulat sutera. Sebelum memulai musim berikutnya, dilakukan kegiatan desinfeksi secara menyeluruh dan intensif. Desinfeksi dilakukan dengan penyemprotan, atau menyelupkan peralatan dalam larutan 2 persen formalin atau kaporit untuk membasmi bibit-bibit penyakit, virus, bakteri, dan cendawan.

Pemeliharaan ulat sutera sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu pemeliharaan ulat kecil dan pemeliharaan ulat besar. Perbedaan mendasar dalam jenis pemeliharaan berdasarkan ukuran ulat adalah kondisi dalam ruangan, pemilihan dan pemberian pakan daun murbei, serta pemeliharaan dan perlakuan. Pada pemeliharaan ulat kecil, membutuhkan suhu dan kelembaban nisbi yang tinggi di dalam ruangan. Pemberian pakan yang berkualitas dengan metode rajang sangat cocok untuk perkembangan ulat kecil. Jumlah pakan yang diberikan pada masing-masing periode pertumbuhan ulat kecil terus meningkat. Pada permulaan


(45)

19 setiap instar nafsu makan ulat tidak begitu tinggi, tetapi akan meningkat dalam pertumbuhan selanjutnya dan kemudian menurun lagi pada akhir setiap instar.

Pemeliharaan ulat besar dimulai pada instar IV dan V. Pada pemeliharaan ulat besar, khususnya ulat instar IV, pemeliharaan dititikberatkan kepada pemeliharaan lingkungan yang bebas penyakit dengan suhu dan kelembaban nisbi yang cocok, cukup pakan murbei segar dan bergizi tinggi. Pada pemeliharaan ulat instar V, suhu dan kelembaban nisbi harus dikurangi, karena ulat pada instar V tidak tahan terhadap suhu dan kelembaban nisbi yang tinggi serta peredaran udara yang buruk. Pada fase ini nafsu makan ulat sangat tinggi karena itu perlu ada ventilasi yang baik agar suhu badan dapat diturunkan. Keadaan lingkungan yang memadai akan membuat produksi kokon yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik secara ekonomi.

2.2.6. Pengokonan dan Panen Kokon

Pengokonan dan panen kokon adalah tahap akhir dalam pemeliharaan ulat sutera. Kualitas filament kokon sangat dipengaruhi oleh setiap tahapan dalam pemeliharaan ulat sutera. Ciri-ciri ulat sutera yang akan memasuki masa pengokonan diantaranya, badan ulat sedikit berkurang besarnya, kotoran menjadi lunak, ulat berhenti makan dan mulai berputar-putar dengan mengangkat kepala dan badannya. Karena geotropism negatif, ulat-ulat mulai naik vertikal. Pada fase ini bagian badan ulat mulai tampak agak transparan.

Tabel 8. Klasifikasi Kokon Berdasarkan Berat Kokon

No. Berat Kokon (Gram) Klasifikasi 1.

2. 3. 4.

> 2 1,5 – 1,9

1 – 1,4 < 0,9

A B C D

Sumber: Balai Penelitian Kehutanan Sulawesi Selatan, 2000

Tingkat kualitas filament yang dihasilkan dalam proses pengokonan dipengaruhi oleh umur ulat ketika mengokon. Bila pengokonan dilakukan pada sesaat sebelum dewasa, atau lewat matang, maka daya pintal (yaitu mudahnya filament kokon terurai pada saat pemintalan) menjadi kurang dan panjang filament yang didapat akan berkurang juga (Atmosoedarjo el al, 2000).


(1)

123

Lampiran 18. Analisis Switching Value Penurunan Produksi Kokon Sebesar 22,42% pada Skenario III

Uraian

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Inflow

Penjualan 44.965.368 89.930.736 89.930.736 89.930.736 89.930.736 89.930.736 89.930.736 89.930.736 89.930.736 89.930.736 89.930.736 89.930.736 89.930.736

PV Nilai Sisa 4.200.000

Total Inflow 44.965.368 89.930.736 89.930.736 89.930.736 89.930.736 89.930.736 89.930.736 89.930.736 89.930.736 94.130.736 89.930.736 89.930.736 89.930.736

Outflow

1. Biaya Pra Investasi

Pelatihan 2.000.000

Total Biaya Pra

Investasi 2.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2. Biaya Investasi

Bibit murbei 6.000.000

Cangkul (20% x Nilai) 100.000 100.000 100.000

Persiapan Lahan 10.500.000

Alat Stek 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000

Garpu (20% x Nilai) 100.000

Kandang Pemeliharaan 29.580.000

Rak 1.260.000 1.260.000 1.260.000

Seriframe 5.760.000 5.760.000

Termometer 100.000 100.000

Kompor (25% x Nilai) 120.000 120.000 120.000

Sprayer 30.000 30.000 30.000

Motor (60% x Nilai) 7.200.000 7.200.000

Total Biaya Investasi 60.870.000 0 0 120.000 0 1.510.000 120.000 0 0 120.000 14.570.000 0 120.000

3. Biaya Operasional

Biaya Tetap


(2)

124

Sewa Lahan 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 Upah Tenaga Kerja 13.680.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 Perawatan Kendaraan 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 pemeliharaan kandang 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 Kaporit 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 Pupuk 5.400.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 Kapur 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 Herbisida 1.080.000 1.080.000 1.080.000 1.080.000 1.080.000 1.080.000 1.080.000 1.080.000 1.080.000 1.080.000 1.080.000 1.080.000 Pestisida 2.347.200 2.347.200 2.347.200 2.347.200 2.347.200 2.347.200 2.347.200 2.347.200 2.347.200 2.347.200 2.347.200 2.347.200 Fungisida 504.000 504.000 504.000 504.000 504.000 504.000 504.000 504.000 504.000 504.000 504.000 504.000 Total Biaya Tetap 50.380.000 58.161.200 58.161.200 58.161.200 58.161.200 58.161.200 58.161.200 58.161.200 58.161.200 58.161.200 58.161.200 58.161.200 58.161.200

Biaya Variabel

Bahan bakar 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 Bibit Ulat Sutera 7.560.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000

Popson 1.440.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 Total Biaya Variabel 9.720.000 18.720.000 18.720.000 18.720.000 18.720.000 18.720.000 18.720.000 18.720.000 18.720.000 18.720.000 18.720.000 18.720.000 18.720.000 Total Biaya

Operasional 60.100.000 76.881.200 76.881.200 76.881.200 76.881.200 76.881.200 76.881.200 76.881.200 76.881.200 76.881.200 76.881.200 76.881.200 76.881.200 Total Outflow 122.970.000 76.881.200 76.881.200 77.001.200 76.881.200 78.391.200 77.001.200 76.881.200 76.881.200 77.001.200 91.451.200 76.881.200 77.001.200 Net Benefit -78.004.632 13.049.536 13.049.536 12.929.536 13.049.536 11.539.536 12.929.536 13.049.536 13.049.536 17.129.536 -1.520.464 13.049.536 12.929.536 Tax 3.817.880 3.817.880 3.817.880 3.817.880 3.817.880 3.817.880 3.817.880 3.817.880 3.817.880 3.817.880 3.817.880 3.817.880 Net Benefit After Tax -78.004.632 9.231.656 9.231.656 9.111.656 9.231.656 7.721.656 9.111.656 9.231.656 9.231.656 13.311.656 -5.338.344 9.231.656 9.111.656 DF 0,917431193 0,841679993 0,77218348 0,708425211 0,649931386 0,59626733 0,547034245 0,50186628 0,46042778 0,422410807 0,38753285 0,355534725 0,326178647 0 PV DF

-71563882,57 7770100,16 7128532,257 6454926,825 5999942,982 4604171,18 4984387,859 4633056,852 4250510,873 5622987,352

-2068783,67 3282174,278 2972027,625 2 PV Negatif

-73632666,24 PV Positif 73668981,89 NPV 36315,6592 Net B/C 1,0004932

IRR 9%


(3)

125

Lampiran 19. Analisis Switching Value Peningkatan Biaya Operasional Sebesar 32,69% pada Skenario III

Uraian

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Inflow

Penjualan 57.960.000 115.920.000 115.920.000 115.920.000 115.920.000 115.920.000 115.920.000 115.920.000 115.920.000 115.920.000 115.920.000 115.920.000 115.920.000

PV Nilai Sisa 4.200.000

Total Inflow 57.960.000 115.920.000 115.920.000 115.920.000 115.920.000 115.920.000 115.920.000 115.920.000 115.920.000 120.120.000 115.920.000 115.920.000 115.920.000

Outflow

1. Biaya Pra Investasi

Pelatihan 2.000.000

Total Biaya Pra

Investasi 2.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2. Biaya Investasi

Bibit murbei 6.000.000

Cangkul (20% x Nilai) 100.000 100.000 100.000

Persiapan Lahan 10.500.000

Alat Stek 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000

Garpu (20% x Nilai) 100.000

Kandang Pemeliharaan 29.580.000

Rak 1.260.000 1.260.000 1.260.000

Seriframe 5.760.000 5.760.000

Termometer 100.000 100.000

Kompor (25% x Nilai) 120.000 120.000 120.000

Sprayer 30.000 30.000 30.000

Motor (60% x Nilai) 7.200.000 7.200.000

Total Biaya Investasi 60.870.000 0 0 120.000 0 1.510.000 120.000 0 0 120.000 14.570.000 0 120.000

3. Biaya Operasional


(4)

126

Komunikasi 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 Sewa Lahan 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000

30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 30.000.000 Upah Tenaga Kerja 13.680.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 15.280.000 Perawatan Kendaraan 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 480.000 pemeliharaan kandang 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 Kaporit 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 180.000 Pupuk 5.400.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 Kapur 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 450.000 Herbisida 1.080.000 1.080.000 1.080.000 1.080.000 1.080.000 1.080.000 1.080.000 1.080.000 1.080.000 1.080.000 1.080.000 1.080.000 Pestisida 2.347.200 2.347.200 2.347.200 2.347.200 2.347.200 2.347.200 2.347.200 2.347.200 2.347.200 2.347.200 2.347.200 2.347.200 Fungisida 504.000 504.000 504.000 504.000 504.000 504.000 504.000 504.000 504.000 504.000 504.000 504.000 Total Biaya Tetap 50.380.000 58.161.200 58.161.200 58.161.200 58.161.200 58.161.200 58.161.200

58.161.200 58.161.200 58.161.200 58.161.200 58.161.200 58.161.200

Biaya Variabel

Bahan bakar 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 720.000 Bibit Ulat Sutera 7.560.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000 15.120.000

Popson 1.440.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 2.880.000 Total Biaya Variabel 9.720.000 18.720.000 18.720.000 18.720.000 18.720.000 18.720.000 18.720.000

18.720.000 18.720.000 18.720.000 18.720.000 18.720.000 18.720.000 Total Biaya

Operasional 79.746.690 102.013.664 102.013.664 102.013.664 102.013.664 102.013.664 102.013.664 102.013.664 102.013.664 102.013.664 102.013.664 102.013.664 102.013.664 Total Outflow 142.616.690 102.013.664 102.013.664 102.133.664 102.013.664 103.523.664 102.133.664 102.013.664 102.013.664 102.133.664 116.583.664 102.013.664 102.133.664 Net Benefit -84.656.690 13.906.336 13.906.336 13.786.336 13.906.336 12.396.336 13.786.336 13.906.336 13.906.336 17.986.336 -663.664 13.906.336 13.786.336 Tax 3.817.880 3.817.880 3.817.880 3.817.880 3.817.880 3.817.880 3.817.880 3.817.880 3.817.880 3.817.880 3.817.880 3.817.880 Net Benefit After Tax -84.656.690 10.088.456 10.088.456 9.968.456 10.088.456 8.578.456 9.968.456 10.088.456 10.088.456 14.168.456 -4.481.544 10.088.456 9.968.456 DF 0,917431193 0,841679993 0,77218348 0,708425211 0,649931386 0,596267327 0,547034245 0,50186628 0,46042778 0,422410807 0,38753285 0,355534725 0,326178647 PV DF

-77666688,07 8491251,342 7790138,846 7061905,347 6556804,012 5115052,861 5453086,647 5063055,74 4645005,266 5984908,813

-1736745,629 3586796,331 3251497,398 PV Negatif -79403433,7

PV Positif 79457284,66 NPV 53850,95533 Net B/C 1,000678194


(5)

127

IRR 9%


(6)

95

Lampiran 20.

DOKUMENTASI

Gambar 4.

Ulat Sutera

Gambar 5.

Murbei