Biaya Tetap Analisis Aspek Finansial

4. Reinvestasi Beberapa variabel investasi mengalami reinvestasi ketika barang investasi telah habis umur ekonomisnya sehingga perlu dilakukan pembelian kembali. Biaya reinvestasi pada tiap skala usaha tersaji pada Tabel 12. Tabel 12 Biaya reinvestasi pada tiap skala usaha Umur Harga Skala Usaha Nama alat Ekonomis Satuan I II III tahun Rp Jumlah buah Harga Rp Jumlah buah Harga Rp Jumlah buah Harga Rp Cangkul 20 x nilai 5 50.000 1 10.000 1 10.000 1 10.000 Garpu 20 x nilai 5 50.000 1 10.000 1 10.000 1 10.000 Sabit 40 x nilai 5 25.000 2 20.000 2 20.000 2 20.000 Golok 20 x nilai 5 30.000 1 6.000 1 6.000 1 6.000 Mangkuk 5 2.000 24 48.000 34 68.000 50 100.000 Spanduk bekas 5 2.000 - - 2 4.000 - - Gintiran 4 25.000 - - 1 25.000 - - Gaet 3 25.000 2 50.000 2 50.000 2 50.000 Pisau rajang 3 30.000 1 30.000 1 30.000 1 30.000 Tempat rajang 3 50.000 - - 1 50.000 - - Alat pikul 3 10.000 - - 1 10.000 - - Sepatu boat 3 70.000 1 70.000 2 140.000 2 140.000 Baskom 3 4.000 2 8.000 2 8.000 2 8.000 Asahan 2 9.000 1 9.000 1 9.000 1 9.000 Tambang meter 2 800 5 4.000 10,5 8.400 10 8.000 Nanpan 2 10.000 2 20.000 2 20.000 2 20.000 Ember 2 10.000 1 10.000 1 10.000 2 10.000 Kursi kecil 2 3.000 2 6.000 2 6.000 2 6.000 Stik bamboo 2 30 2 60 2 60 2 60

B. Biaya Operasional

1. Biaya Tetap

a. Sewa lahan Status lahan yang dimiliki oleh petani terdiri atas lahan pribadi, lahan warisan, lahan sewa, atau perpaduan antara ketiganya. Petani skala usaha I memiliki lahan yang merupakan warisan dari orang tua. Sedangkan lahan petani skala usaha III diperoleh dengan membeli lahan bekas tanah perkebunan the sebelum membudidayakan ulat sutera. Petani sutera skala usaha II menyewa lahan pada masyarakat sekitar atau lahan milik perum perhutani rasamala yang berada di Kecamatan Sukanagara. Lahan sewa digunakan untuk pembudidayaan murbei. Pemeliharaan ulat sutera dilakukan pada lahan pribadi yang telah dimiliki sebelumnya. Lahan yang dimiliki petani sutera diperhitungkan sebagai biaya tidak tunai opportunity cost mengingat status kepemilikan lahan yang berbeda-beda. Perkiraan besarnya sewa lahan berdasarkan biaya sewa lahan pertanian di Kecamatan Sukanagara per hektar setiap tahunnya. Biaya untuk menyewa lahan Perum Perhutani di Kecamatan Sukanagara sebesar Rp 100.000 per hektar setiap tahunnya. Sedangkan biaya sewa lahan masyarakat per hektar setiap tahunnya sebesar Rp 500.000. Biaya sewa lahan yang dikenakan pada skala usaha I dan III per hektar setiap tahun sebesar Rp 100.000. Hal ini dilakukan karena masyarakat di Sukanagara lebih sering menyewa lahan pada Perum Perhutani dengan biaya yang lebih murah. Petani skala usaha I mengeluarkan biaya sewa per tahun sebesar Rp 100.450 dengan luas 1,005 hektar. Sedangkan petani skala usaha III mengeluarkan biaya sewa lahan yang lebih besar, yakni Rp 200.980 per tahun dengan luas 2,01 hektar. Petani skala usaha II memiliki lahan seluas 1,510 hektar. Skala usaha II mengeluarkan biaya sewa lahan per tahunnya sebesar Rp 352.449 dengan biaya sewa per hektarnya sebesar Rp 233.333. Biaya sewa lahan skala usaha II per hektarnya diperoleh dari rata-rata biaya sewa lahan responden yang termasuk dalam skala usaha II. b. Perlengkapan Perlengkapan digunakan untuk membantu kegiatan budidaya murbei terutama untuk pemeliharaan rumah ulat Tabel 13. Sarung tangan digunakan pada saat kegiatan pemanenan maupun pemeliharaan murbei. Saringan digunakan untuk menaburkan kapur ke tubuh ulat agar lebih merata. Sapu lidi, sapu ijuk, dan serokan digunakan untuk membersihkan rumah ulat sutera. Selama berada di dalam rumah ulat, sandal harus digunakan agar kebersihan rumah ulat sutera tetap terjaga. Tabel 13 Kebutuhan perlengkapan dan biaya pembeliannya per tahun Skala Usaha Uraian I II III Jumlah Harga Jumlah Harga Jumlah Harga Rp Rp Rp Karung besar 7 buah 17.500 7 buah 17.500 5 buah 12.500 Karung sedang 25 buah 50.000 31 buah 62.000 30 buah 60.000 Karung berjaring - - 5 buah 15.000 - - Plastik mulsa - - 9 meter 36.000 8 meter 32.000 Sarung tangan 2 buah 8.000 4 buah 16.000 4 buah 16.000 Saringan 1 buah 10.000 1 buah 10.000 1 buah 10.000 Sapu lidi 1 buah 3.000 1 buah 3.000 1 buah 3.000 Sapu ijuk 1 buah 10.000 1 buah 10.000 1 buah 10.000 Serokan 1 buah 10.000 1 buah 10.000 1 buah 10.000 Sandal 1 buah 10.000 1 buah 10.000 2 buah 10.000 Lampu: 5 watt - - 9 buah 27.000 9 buah 27.000 Jumlah 118.500 216.500 200.500 Biaya pembelian peralatan yang paling banyak dikeluarkan adalah karung berukuran sedang sebesar Rp 50.000 skala usaha I, Rp 62.000 skala usaha II, dan Rp 60.000 skala usaha III. Karung ini banyak digunakan sebagai alas ulat sutera yang diletakkan di dalam rak ulat. Karung berukuran besar maupun sedang digunakan sebagai tirai lubang udara ventilasi rumah ulat dan tempat untuk membawa hasil panen daun murbei dari kebun murbei ke rumah ulat. Tirai berfungsi untuk melindungi ulat dari sinar matahari secara langsung. Selain karung, plastik mulsa juga digunakan sebagai tirai oleh skala usaha II dan III. Biaya perlengkapan per tahun yang dikeluarkan oleh petani skala usaha II dan III tidak jauh berbeda sebesar Rp 216.500 dan Rp 200.500 dengan jumlah peralatan yang tidak berbeda pula. Skala usaha I mengeluarkan biaya perlengkapan yang paling sedikit sebesar Rp 118.500. Hal ini dikarenakan jumlah pemakaian peralatan yang sedikit. Selain itu, skala usaha I tidak menggunakan karung berjaring, plastik mulsa maupun lampu sebagai penerangan. c. Tenaga Kerja Tetap Tenaga kerja tetap yang digunakan meliputi aktivitas pemanenan murbei, pemberian pakan, pemindahan ulat ke tempat pengokonan, pemanenan kokon, dan pemeliharaan kandang. Kegiatan ini dilakukan oleh laki-laki pada umumnya. Skala usaha 1 melakukan melakukan kegiatan ini sendiri dengan dibantu oleh tenaga kerja borongan untuk memanen kokon. Skala usaha III mempekerjakan dua orang pekerja tetap laki-laki untuk melakukan semua kegiatan budidaya murbei. Petani skala usaha III hanya mengawasi pekerjaan pekerjanya. Skala usaha II melakukan aktivitas pembudidayaan ulat sutera dengan dibantu oleh anggota keluarga yang lain. Upah tenaga kerja ini diperhitungkan sebagai biaya tidak tunai. Biaya yang dikeluarkan oleh skala usaha II dan III sama sebesar Rp 5.400.000 per tahunnya karena jumlah pekerjanya sama. Sedangkan skala usaha I hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp 2.700.000. Tenaga kerja tetap pada tahun nol hanya dipekerjakan selama 6 bulan karena ulat sutera baru dipelihara setelah murbei berumur 6 bulan. Tabel 14 Penyerapan tenaga kerja tetap pada tiap skala usaha Skala Usaha Jumlah HOK BiayaHOK Biaya total Laki-laki Perempuan hari Rp Rp I 1 180 15.000 2.700.000 II 1 1 180 15.000 5.400.000 III 2 180 15.000 5.400.000 Keterangan : Hari Orang Kerja d. Komunikasi Komunikasi melalui telpon seluler dilakukan untuk mengetahui perkembangan budidaya ulat sutera mulai dari informasi waktu kedatangan bibit ulat, masalah pemeliharaan, pemanenan kokon hingga pemasaran. Biaya komunikasi yang dikeluarkan petani skala usaha I dan III sama per tahunnya, yaitu sebesar Rp 60.000. Petani skala usaha II mengeluarkan biaya komunikasi sebesar Rp 80.000 per tahunnya. Koordinator kelompok tani yang merupakan petani skala usaha II sering melakukan komunikasi dengan pihak CV. Batu Gede sehingga mempengaruhi besarnya biaya komunkasi yang dikeluarkan. e. Listrik Biaya listrik yang dikeluarkan oleh petani skala usaha II dan III sama per bulan, yaitu sebesar Rp 25.000 atau sekitar Rp 300.000 per tahunnya. Biaya listrik perbulannya tetap tanpa memperhitungkan jumlah KWh dan diasumsikan tanpa biaya beban. Hal ini dilakukan karena tenaga listrik yang digunakan tidak terlalu besar. Pada tahun ke nol, penggunaan listrik selama 6 bulan karena ulat sutera yang dipelihara hanya 6 periode pemeliharaan. Listrik digunakan untuk menjaga suhu rumah ulat agar tidak terlalu dingin pada malam hari. Petani skala usaha I tidak menggunakan listrik dengan pertimbangan untuk meminimalkan biaya operasional.

2. Biaya Variabel

Dokumen yang terkait

Pertumbuhan dan Produktivitas Ulat Sutera Bombyx Mori L. (Lepidoptera : Bombicidae) yang Diberi Vitamin B1 Pada Daun Murbei Morus sp.

2 30 91

Efisiensi Konsumsi Pakan Dan Laju Respirasi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera: Bombicidae) Yang Diberi Daun Murbei (Morus sp.) Yang Mengandung Vitamin B1 (TIAMIN)

4 76 78

Perubahan Fenotipe Ulat Sutera (Bombyx mori L.) Yang Diinduksi Dengan Sinar Ultraviolet (UV) Dan Kariotipe Kromosom

3 59 67

Pembentukan Galur Baru Ulat Sutera (Bombyx mori L.) melalui Persilangan Ulat Sutera Bivoltin dan Polivoltin

0 7 250

Analisis kebutuhan pelatihan peternak sapi potong di Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat

1 3 122

Analisis kelayakan fiannsial budidaya ulat sutera (studi kasus pada koperasi petani pengrajin ulat sutera sabilulungan III, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

0 6 67

Pembentukan Galur Baru Ulat Sutera (Bombyx mori L.) melalui Persilangan Ulat Sutera Bivoltin dan Polivoltin

0 4 120

Analisis kelayakan usaha peternakan ulat sutera (studi kasus pada peternakan ulat sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor)

1 26 158

Analisis kelayakan usaha budidaya krisan potong di Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur

4 26 119

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Sutera (Bombyx mori L.) 2.1.1. Klasifikasi Ulat Sutera (Bombyx mori L.) - Pengaruh Kualitas Daun Murbei Morus cathayana Terhadap Indeks Nutrisi Ulat Sutera Bombyx mori L. (Lepidoptera:Bombicidae)

0 2 10