6
sawah baru ekstensifikasi mengalami perlambatan Sudaryanto 2003; Irawan 2004; Agus et al. 2006. Lantarsih et al. 2011 menyatakan bahwa masalah beras
di Indonesia tidak terlepas dari aspek distribusi akibat adanya kesenjangan produksi antar daerah dan antar waktu. Oleh karena itu, kemampuan daerah untuk
memproduksi lahan sawahnya sendiri merupakan aspek penting dalam menciptakan kemandirian pangan.
Untuk mempertahankan ketahanan pangan nasional, beberapa usaha yang perlu dilaksanakan secara stimultan antara lain: pengendalian konversi lahan
pertanian, mencetak lahan pertanian baru dan intensifikasi sistem pertanian dengan menerapkan tekonologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan
sekaligus mempertahankan kualitas lingkungan Agus dan Mulyani 2006. Walaupun secara teoritis ketahanan pangan mengandung aspek yang sangat luas,
termasuk kemampuang mengadakan bahan pangan yang baik bersumber dari dalam maupun dari luar negeri, namun dalam berbagai kebijakan pembangunan
pertanian, usaha pencapaian ketahanan pangan sebagian besar difokuskan pada peningkatan kemandirian pangan terutama beras Agus et al. 2006.
Wahyunto 2009 menyatakan bahwa untuk mempertahankan ketahanan pangan dan pengembangan bio-energi nasional diperlukan strategi dan kebijakan
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan yang komprehensif. Strategi tersebut adalah: 1 mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan eksisting agar
lebih produktif dan lestari, baik secara kuantitas luasan maupun kualitas kesuburanproduktivitas, antara lain melalui intensifikasi dan peningkatan
intensitas tanam IP200, IP300, IP400, pengembangan inovasi teknologi, perbaikan sistem pengelolaan DAS dan konservasi tanah dan air serta
pengendalian konversi lahan, 2 perluasan areal pertaniansawah baru atau ekstensifikasi dengan beberapa upaya, seperti ekstensifikasi dengan
memanfaatkan lahan potensial, pemanfaatan lahan basah untuk tanaman pangan berbasis padi, pengembangan varietas unggul yang adaptif pada lahan sub-optimal
dan cekaman perubahan iklim.
2.3 Perlindungan Lahan Pertanian
Berdasarkan hasil penelitian Qiu et al. 2007, indikator pertanian yang berkelanjutan adalah suatu ekosistem lahan yang produktif, layak secara ekonomis
dan diterima dengan baik secara sosial. Menurut Rustiadi dan Reti 2008, tersedianya sumberdaya lahan pertanian pangan yang berkelanjutan merupakan
syarat untuk ketahanan pangan nasional. Ketersedian lahan pertanian pangan berkaitan erat dengan beberapa hal, yaitu: 1 potensi sumberdaya lahan pertanian
pangan, 2 produktivitas lahan, 3 fragmentasi lahan pertanian, 4 skala luasan penguasaan lahan pertanian, 5 sistem irigasi, 6 land rent lahan pertanian, 7
konversi lahan, 8 pendapatan petani, 9 kapasitas sumberdaya manusia pertanian serta 10 kebijakan di bidang pertanian.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten
7
guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan diartikan
sebagai sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan dan mengawasi
lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan.
Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan PLP2B merupakan regulasi yang diharapkan
mampu melindungi dan mengendalikan laju konversi lahan pertanian untuk ketahanan pangan berkelanjutan. Menurut Undang-undang tersebut, PLP2B
diselenggarakan dengan tujuan: 1 melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, 2 menjamin tersedianya lahan pertanian pangan
secara berkelanjutan, 3 mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan, 4 melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani,
5 meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat, 6 meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani, 7 meningkatkan
penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak, 8 mempertahankan keseimbangan ekologis dan 9 mewujudkan revitalisasi pertanian.
Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 diatur bahwa lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dilindungi dan
dilarang dialihfungsikan. Lahan pertanian yang dilindungi hanya dapat dialihfungsikan untuk kepentingan umum, yang pelaksanaannya diatur dengan
peraturan perundang-undangan. Pengalihfungsian lahan yang sudah ditetapkan dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut: 1 dilakukan kajian kelayakan
strategis, 2 disusun rencana alih fungsi lahan, 3 dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik dan 4 disediakan lahan pengganti dari lahan yang
dialihfungsikan.
Ada empat peraturan pemerintah sebagai turunan dari UU No. 41 Tahun 2009, yaitu; 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011
tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, 2 Peratutan Pemerintah Republik Indonesia No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan, dan 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan.
2.4 Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian