Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian

7 guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan diartikan sebagai sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan. Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan PLP2B merupakan regulasi yang diharapkan mampu melindungi dan mengendalikan laju konversi lahan pertanian untuk ketahanan pangan berkelanjutan. Menurut Undang-undang tersebut, PLP2B diselenggarakan dengan tujuan: 1 melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, 2 menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, 3 mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan, 4 melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani, 5 meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat, 6 meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani, 7 meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak, 8 mempertahankan keseimbangan ekologis dan 9 mewujudkan revitalisasi pertanian. Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 diatur bahwa lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan. Lahan pertanian yang dilindungi hanya dapat dialihfungsikan untuk kepentingan umum, yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan perundang-undangan. Pengalihfungsian lahan yang sudah ditetapkan dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut: 1 dilakukan kajian kelayakan strategis, 2 disusun rencana alih fungsi lahan, 3 dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik dan 4 disediakan lahan pengganti dari lahan yang dialihfungsikan. Ada empat peraturan pemerintah sebagai turunan dari UU No. 41 Tahun 2009, yaitu; 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, 2 Peratutan Pemerintah Republik Indonesia No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

2.4 Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian

Kawasan pertanian adalah gabungan dari sentra-sentra pertanian yang terkait secara fungsional baik dari sumberdaya alam, sosial budaya maupun infrastruktur sedemikian rupa sehingga memenuhi batasan kawasan minimal skala ekonomi dan efektivitas manajemen pembangunan wilayah. Ciri-ciri kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan adalah suatu lokasi yang mengacu pada RTRW Provinsi dan kabupatenkota dan mengacu pada kesesuaian lahan baik pada lahan basah maupun lahan kering. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi suatu areal agar dapat diperuntukkan sebagai suatu kawasan peruntukan pertanian 8 tanaman pangan adalah lahan yang dipilih tersebut merupakan lahan yang mempunyai kelas kesesuaian S1, S2 dan S3 serta lahan tersebut bukan lahan yang telah diusahakan dan diutamakan lahan yang memiliki potensi Peraturan Menteri Pertanian No. 41 Tahun 2009. Permentan No. 50 Tahun 2012 tentang pedoman pengembangan kawasan pertanian yang merupakan pengembangan dari Permentan No. 41 Tahun 2009 tentang kriteria teknis kawasan peruntukan pertanian menyatakan bahwa pola dasar pengembangan kawasan pertanian dikelompokkan menjadi dua pola, yaitu pola pengembangan kawasan yang sudah ada dan pola pengembangan kawasan baru. Pola pengembangan kawasan yang sudah ada ditujukan bagi kawasan pertanian yang sudah ada dan berkembang, untuk memperluas skala produksi, serta melengkapimemperkuat simpul-simpul agribisnis yang belum berfungsi optimal. Luasan kawasan dapat bertambah sesuai dengan daya dukung. Kawasan yang telah mandiri diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi daerah sekitarnya trickle down effect. Pola pengembangan kawasan baru ditujukan untuk kawasan komoditas unggulan pada wilayah barupotensial yang belum dikembangkan. Ada dua pendekatan pengembangan kawasan yang digunakan untuk kawasan baru, yaitu dengan memperluas skala dan mengadakan kegiatan yang belum terlaksana danatau dengan membangun kawasan baru di kawasan potensial secara bertahap hingga mencapai skala minimum kawasan. Penentuan kawasan baru dapat didasarkan pada komoditas yang potensial dan ketersediaan lahan yang sesuai untuk mendukung pengembangan komoditas tersebut commodity driven. Ada kalanya lokasi potensial sudah ada, namun belum terdapat komoditas yang layak untuk dikembangkan. Dalam pengembangan kawasan pertanian harus ditentukan terlebih dahulu komoditas yang tepat berdasarkan potensi pasar dan wilayah Permentan No. 50 Tahun 2012.

2.5 Sistem Informasi Geografis dalam Analisis Ketersediaan