Development Strategy of Rice Farming Areas Based on Farmer’s Preferences and Land Resource in South Bangka Regency

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN

KAWASAN PERTANIAN PADI BERBASIS

PREFERENSI PETANI DAN SUMBERDAYA LAHAN

DI KABUPATEN BANGKA SELATAN

ARDILLES AKBAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan Kawasan Pertanian Padi Berbasis Preferensi Petani dan Sumberdaya Lahan di Kabupaten Bangka Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Ardilles Akbar

NIM 156120204

         

         


(3)

ARDILLES AKBAR. Strategi Pengembangan Kawasan Pertanian Padi Berbasis Preferensi Petani dan Sumberdaya Lahan di Kabupaten Bangka Selatan. Dibimbing oleh UNTUNG SUDADI dan KOMARSA GANDASASMITA.

Sebagai penghasil beras tertinggi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kabupaten Bangka Selatan hingga kini belum mampu berswasembada. Meningkatnya aktivitas pertambangan timah dan perkebunan memicu petani untuk beralih profesi dan/atau mengalihfungsikan lahan pertaniannya sehingga dapat menghambat terciptanya ketahanan pangan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu stabilitas nasional suatu negara. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat terjadi jika ketahanan pangan terganggu. Oleh karena itu, diperlukan strategi pengembangan lahan pertanian padi secara komprehensif. Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis prioritas strategi pengembangan kawasan pertanian padi berdasarkan analisis hirarki preferensi petani, (2) mengidentifikasi sumberdaya lahan untuk pengembangan pertanian padi berbasis interpretasi citra Landsat, kesesuaian lahan dan pola ruang tanaman padi menurut rencana tata ruang wilayah kabupaten (RTRWK) serta (3) menyusun arahan strategi pengembangan lahan pertanian padi di Kabupaten Bangka Selatan untuk mencapai swasembada beras.

Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui prioritas strategi pengembangan kawasan pertanian padi berdasarkan preferensi petani adalah

Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP dilakukan pada aras tujuan, strategi dan aksi. Strategi dan aksi yang dianalisis dalam AHP merujuk pada UU No. 41/2009 dan PP No. 12/2010 yang dipilih berdasarkan kesesuaian lahan serta kondisi dan budaya petani padi di Kabupaten Bangka Selatan. Untuk mengidentifikasi sumberdaya lahan tersedia untuk pengembangan kawasan pertanian padi digunakan metode analisis GIS dengan menumpangtindihkan tutupan lahan aktual, RTRWK pola ruang tanaman padi dan kesesuaian lahan untuk pertanian padi. Hasil analisis preferensi petani dan sumberdaya lahan tersedia selanjutnya disintesis untuk mendapatkan strategi pengembangan kawasan pertanian padi.

Dua strategi utama yang diprioritaskan petani adalah pengembangan infrastruktur pertanian dan sarana-prasarana produksi padi. Petani daerah cukup berkembang juga mempertimbangkan peningkatan pemasaran hasil sebagai strategi penting, sedangkan petani daerah belum berkembang memilih peningkatan insentif dari pemerintah. Sumberdaya lahan tersedia untuk pengembangan padi sawah teridentifikasi berkelas kesesuaian S1, S2 dan S3 masing-masing seluas 8.680, 30 dan 3.070 ha, sedangkan untuk pengembangan padi ladang teridentifikasi berkelas kesesuaian S3 seluas 10.390 Ha. Strategi pengembangan di daerah cukup berkembang terutama diarahkan untuk peningkatan produktivitas usahatani, sedangkan untuk daerah belum berkembang lebih diarahkan untuk melindungi eksistensi kegiatan pertanian padi. Dengan penerapan skenario ekstensifikasi dan intensifikasi lahan, swasembada beras pada tingkat Kabupaten Bangka Selatan dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masing-masing dapat dicapai pada tahun 2017 dan 2032.


(4)

SUMMARY

ARDILLES AKBAR. Development Strategy of Rice Farming Areas Based on Farmer’s Preferences and Land Resource in South Bangka Regency. Supervised by UNTUNG SUDADI and KOMARSA GANDASASMITA.

As the highest rice producer in the Province of Bangka Belitung Archipelago, South Bangka Regency has not until now capable of being self-sufficiency. Increasing activities in tin mining and plantation trigger farmers to switch their profession and/or to convert the usage of their farmlands, so that it can be an obstacle in establishing food security in the Province of Bangka Belitung Archipelago.

Food security is a determining factor of national stability of a country. Various social and political instability can be happened if the food security is disturbed. Therefore, a comprehensive rice farmland development strategy is needed. This research aimed at to: (1) analyze priorities of rice farming development strategy based on hierarchy analysis of the farmer’s preferences, (2) identify land resource for rice farming development based on Landsat image interpretation, land suitability and rice farming spatial pattern of the regency regional spatial arrangement plan, and (3) compose strategy direction of rice farmland development in South Bangka Regency to achieve rice self-sufficiency.

Analytical Hierarchy Process (AHP) was used to arrange strategy priority of the rice farming area development that based on the farmer’s preference. The strategies and actions analyzed in AHP was referred to the Law No.41/2009 and Government Ordinance No.12/2010 that were chosen based on land suitability and conditions as well as culture of the rice farmers in South Bangka Regency. To identify the available land resources for rice farming area development the GIS analysis was performed by overlaying the actual land cover, rice farming spatial pattern of the regency regional spatial arrangement plan, and land suitability for rice farming. Results of the farmer’s preference analysis and the available land recources were finally sinthesyzed to get development strategy of the rice farming area.

The first two of the farmer prioritized strategies were the development of agricultural infrastructures and the increase in rice production facilities. Farmers of the moderately developed area also considered product marketing improvement as an important strategy, while those of the undeveloped area preferred an increase in the government incentives. Land resource suitable for wetland rice farming were identified with suitability class of S1, S2, and S3 covering area of respectively 8,680, 30, and 3,070 ha, while for upland rice farming with suitability class of S3 covering area of respectively 10,390 ha. The development strategy for the moderately developed area was directed primarily to increase the farm business productivity, while for the undeveloped area was to protect the existence of rice farming activities. By implementing land extensification and intensification scenario, rice self-sufficiency at South Bangka Regency and Province of Bangka Belitung Archipelago level can be achieved in respectively year 2017 and 2032.


(5)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

©

 

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

 

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah: dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(6)

STRATEGI PENGEMBANGAN

KAWASAN PERTANIAN PADI BERBASIS

PREFERENSI PETANI DAN SUMBERDAYA LAHAN

DI KABUPATEN BANGKA SELATAN

ARDILLES AKBAR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(7)

                               


(8)

Judul Tesis : Strategi Pengembangan Kawasan Pertanian Padi Berbasis Preferensi Petani dan Sumberdaya Lahan di Kabupaten Bangka Selatan

Nama : Ardilles Akbar

NIM : A156120204

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Untung Sudadi, MSc Ketua

Dr Ir Komarsa Gandasasmita, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof Dr Ir Santun RP Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(9)

 

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga tesis yang berjudul Strategi Pengembangan Kawasan Pertanian Padi Berbasis Preferensi Petani dan Sumberdaya Lahan di Kabupaten Bangka Selatan ini berhasil diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Dr Ir Untung Sudadi, MSc selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Komarsa Gandasasmita, MSc selaku anggota komisi Pembimbing atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini, serta kepada penguji luar komisi Dr Ir Setia Hadi, MS yang telah memberikan koreksi, dan masukan untuk penyempurnaan tesis ini. Penghargaan dan terima kasih juga penulis haturkan kepada Prof Dr Ir Santun RP Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB beserta segenap dosen dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB, Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar, Kepala Pusbindiklatren BAPPENAS beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis, untuk kakak-kakak sekaligus rekan-rekan PWL kelas khusus Bappenas angkatan 2012 atas segala do’a, dukungan dan kebersamaanya baik dalam suka maupun duka, dan pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Akhirnya ucapan terima kasih yang setingi-tingginya juga disampaikan kepada seluruh keluarga atas segala bantuan, do’a, dukungan, pengertian dan kasih sayangnya.

Bogor, 1 Maret 2014


(10)

 

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Ruang Lingkup 2

1.3 Rumusan Masalah 2

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Kerangka Pemikiran 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Tata Guna Lahan Pertanian 5

2.2 Pengembangan Sumberdaya Lahan sebagai Pendukung Ketahanan

Pangan 5

2.3 Perlindungan Lahan Pertanian 6

2.4 Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian 6 2.5 Sistem Informasi Geografis dalam Analisis Ketersediaan Sumberdaya

Lahan 8

2.6 Analisis Terrain dalam Penyusunan Peta Satuan Lahan 9 2.7 Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam Penentuan Prioritas

Strategi Pengembangan Kawasan 10

3 METODE PENELITIAN 10

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 10

3.2 Tahapan Penelitian 10

3.3 Jenis Data 12

3.4 Populasi dan Sampel Responden 15

3.5 Analisis Data 16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 18

4.1 Persepsi terhadap Strategi Pengembangan Pertanian Padi 18 4.2 Persepsi terhadap Aksi Pengembangan Pertanian Padi 21

4.3 Penutupan/Penggunaan Lahan Aktual 27

4.4 Peta Satuan Lahan dan Peta Kesesuaian Lahan 27 4.5 Kesesuaian Lahan Padi Eksisting dan Potensial dengan RTRWK 31 4.6 Arahan Strategi Pengembangan Kawasan Pertanian di Kabupaten


(11)

4.7 Strategi Peningkatan Produktivitas dan Strategi Mempertahankan Profesi Petani Padi sebagai Strategi Pengembangan Pertanian di

Kabupaten Bangka Selatan 39

4.8 Skenario Peningkatan Produktivitas Untuk Mencapai Swasembada Beras di Kabupaten Bangka Selatan dan Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung 45

5 SIMPULAN DAN SARAN 47

5.1 Simpulan 47

5.2 Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 48

LAMPIRAN 50

RIWAYAT HIDUP 71

DAFTAR TABEL

1 Jenis, sumber dan metode analisis data. 14

2 Ciri-ciri kawasan pertanian menurut tahap perkembangannya di

Kabupaten Bangka Selatan 15

3 Prioritas strategi berdasarkan preferensi responden. 19 4 Prioritas aksi pada strategi pengembangan infrastruktur pertanian

berdasarkan preferensi responden 22

5 Prioritas aksi pada strategi penyediaan sarana dan prasarana

produksi pertanian berdasarkan preferensi responden 23 6 Prioritas aksi pada strategi adanya lembaga keuangan yang

mendukung usahatani padi berdasarkan preferensi responden 24 7 Prioritas aksi pada strategi pemberian penghargaan bagi petani

berprestasi berdasarkan preferensi responden 25 8 Prioritas aksi pada strategi pembinaan kerjasama dalam pemasaran

hasil di tingkat lapangan berdasarkan preferensi responden 26 9 Luasan dan persentase tutupan lahan aktual Kabupaten Bangka

Selatan 27

10 Kesesuaian lahan untuk pertanian padi per-unit satuan lahan di

Kabupaten Bangka Selatan 31

11 Potensi luas lahan pengembangan pertanian padi di Kabupaten

Bangka Selatan 31

12 Luas sumberdaya lahan potensial untuk pengembangan pertanian padi sawah dan padi ladang menurut kesesuaian lahan di Kabupaten


(12)

 

13 Arahan strategi pengembangan untuk peningkatkan produtivitas

usahatani padi 38

14 Arahan strategi pengembangan untuk mempertahankan profesi

petani 39

15 Strategi dan aksi peningkatan produktivitas padi di Kabupaten

Bangka Selatan 43

16 Strategi dan aksi mempertahankan profesi petani padi di Kabupaten

Bangka Selatan 44

17 Skenario peningkatan produktivitas padi untuk mencapai swasembada beras di Kabupaten Bangka Selatan dan Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung 45

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 4

2 Lokasi penelitian 11

3 Bagan alir tahapan penelitian 13

4 Susunan hierarki AHP 17

5 Peta tutupan lahan aktual Kabupaten Bangka Selatan 28 6 Peta satuan lahan Kabupaten Bangka Selatan berdasarkan analisis

terrain 30

7 Peta kesesuaian lahan padi sawah di Kabupaten Bangka Selatan 32 8 Peta kesesuaian lahan padi ladang di Kabupaten Bangka Selatan 33 9 Peta daerah potensial untuk dikembangkan berdasarkan tutupan

lahan aktual di Kabupaten Bangka Selatan 35 10 Peta areal potensial pengembangan padi ladang berdasarkan analisis

antara RTRW, tutupan lahan aktual dan kesesuaian lahan di

Kabupaten Bangka Selatan 36

11 Peta areal potensial pengembangan padi sawah berdasarkan analisis antara RTRW, tutupan lahan aktual dan kesesuaian lahan di

Kabupaten Bangka Selatan 37

12 Penetapan areal pengembangan padi sawah dan padi ladang di

Kabupaten Bangka Selatan 40

13 Peta arahan lokasi strategi pengembangan untuk peningkatan

produktivitas padi di Kabupaten Bangka Selatan 41 14 Peta arahan lokasi strategi pengembangan untuk mempertahankan

petani padi di Kabupaten Bangka Selatan 42 15 Peta arahan lokasi penerapan strategi pengembangan untuk

peningkatan Produktivitas padi berdasarkan kesatuan lahan di


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner AHP untuk menganalisis prioritas strategi dalam

pengembangan kawasan pertanian padi 51

2 Kenampakan penggunaan lahan Kabupaten Bangka Selatan pada

citra Landsat 59

3 Legenda peta satuan lahan Kabupaten Bangka Selatan 62 4 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah 65 5 Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi ladang 66 6 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangka Selatan

  Pola Ruang Tanaman Padi  67 

7 Skenario swasembada beras di Kabupaten Bangka Selatan dan

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 68


(14)

 

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu stabilitas nasional suatu negara. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat terjadi jika ketahanan pangan terganggu yang pada akhirnya dapat membahayakan stabilitas nasional (Ismet 2007).

Indonesia merupakan negara dengan jumlah dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebesar 237.641.326 jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata mulai tahun 2011 sebesar 1,49% (BPS 2012), sehingga pada tahun 2013 diperkirakan jumlah penduduk Indonesia mencapai 248.334.138 jiwa. Apabila pada tahun 2010 konsumsi beras per kapita per tahun 139,15 kg dan laju penurunan konsumsi beras per kapita per tahun sebesar 1,5%, maka kebutuhan beras pada tahun 2014 diperkirakan 33.013.214 ton. Dengan merujuk roadmap Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), maka harus tersedia surplus 10 juta ton. Berarti minimal harus tersedia beras sebanyak 43 juta ton atau setara dengan 76,57 juta ton gabah kering giling (GKG) apabila konversi GKG ke beras sebesar 56,22% (Kementerian Pertanian 2012a). Produksi padi Indonesia yang mencapai 39,8 juta ton pada tahun 2012 sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia sebesar 34,4 juta ton. Namun, yang menjadi hambatan dalam mencapai definisi kemerataan sesuai definisi ketahanan pangan menurut UU No.18 Tahun 2012 adalah adanya kesenjangan produksi padi antar provinsi. 

Kesenjangan produksi padi yang signifikan antar provinsi, khususnya antara provinsi di Pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa, merupakan salah satu tantangan dalam mencapai ketahanan pangan nasional. Tingkat kepadatan penduduk agraris, yaitu nisbah antara jumlah tenaga kerja sektor pertanian pangan dengan luasan lahan pertanian pangan, antar provinsi juga timpang. Terkait kedua hal ini, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Prov. Kep. Babel) dapat diindikasikan menghadapi masalah ketahanan pangan karena mengalami defisit produksi padi

sementara kepadatan penduduk agrarisnya rendah, yaitu hanya 55 jiwa/km2 (BPS 2012; Kementerian Pertanian 2012b).

Prov. Kep. Babel merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia (BPS 2012). Pada tahun 2012, perubahan lahan yang cukup besar telah terjadi pada kawasan hutan yang berubah menjadi lahan terbuka dan lahan tambang (Dishut Prov. Kep. Babel 2012). Masyarakat daerah tambang cenderung mengubah mata pencahariannya dari pertanian menjadi pertambangan atau sektor penunjang pertambangan (Zaki et al. 2012). Hal ini dapat memicu petani padi untuk beralih


(15)

profesi atau mengalihfungsikan lahan pertanian padinya. Bila kedua hal ini terjadi, maka ketahanan pangan di Prov. Kep. Babel dapat semakin terancam.

Kabupaten Bangka Selatan (Kab. Basel) adalah penghasil padi tertinggi di Prov. Kep. Babel. Namun, produksi padinya hanya mampu mencukupi 60,62% kebutuhan beras penduduknya, sementara 39,38% lainnya berasal dari Pulau Jawa dan Sumatera (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Basel 2012). Hal ini menunjukkan bahwa sebagai sentra produksi padi, Kab. Basel hingga saat ini belum mampu berswasembada beras.

Hasil pemetaan sosial daerah-daerah penghasil minyak dan gas (migas) oleh Satuan Kerja Sementara Kegiatan Hulu Migas 2012 menunjukkan bahwa pada tahun 2012 tenaga kerja di bidang pertambangan dan penggalian di Kab. Basel meningkat 3,38%, sementara di bidang pertanian menurun 6,12%. Dengan laju pertumbuhan penduduk lebih dari 2% per tahun, data tersebut menginformasikan bahwa pertambahan penduduk sampai saat ini belum berpengaruh positif terhadap pengembangan pertanian karena lebih disebabkan oleh ketertarikan pendatang terhadap pertambangan timah. Lebih lanjut, angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013 di Kab. Basel menunjukkan penurunan sejumlah 297 rumah tangga pertanian selama sepuluh tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan perlunya strategi untuk mempertahankan dan mengembangkan kawasan pertanian padi sesuai amanat UU No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan dan PP No. 12 tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Efektivitas penerapan strategi tersebut sangat ditentukan oleh preferensi petani dan ketersediaan sumberdaya lahan.

1.2Ruang Lingkup

Berdasarkan latar belakang terdapat beberapa pengertian yang dapat dijadikan referensi sebagai konsepsi dari pelaksanaan penelitian ini, antara lain: 1. Penelitian ini dilakukan pada daerah yang memiliki lahan pertanian padi

aktual atau merupakan daerah asal kelompok tani padi di Kab. Basel. Pertanian padi aktual didasarkan pada data sekunder yang didapatkan dari Pemerintah Kab. Basel.

2. Batasan penelitian adalah untuk merekomendasikan strategi pengembangan kawasan pertanian padi berkelanjutan berdasarkan prioritas strategi dan sumberdaya lahan tersedia. Penentuan prioritas strategi didasarkan atas preferensi petani. Sumberdaya lahan tersedia yang dimaksud adalah hasil

overlay peta kesesuaian lahan, kondisi aktual tutupan lahan, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten (RTRWK) untuk pola ruang tanaman padi.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini yaitu:


(16)

1. Bagaimana menyusun prioritas strategi untuk pengembangan pertanian padi berdasarkan hirarki preferensi petani. Pengembangan pertanian yang dimaksud adalah pengembangan dalam hal peningkatan produksi pertanian dan pengembangan dalam hal mempertahankan petani agar tetap berprofesi sebagai petani padi.

2. Bagaimana mengidentifikasi sumberdaya lahan yang dapat digunakan untuk budidaya padi berdasarkan kesesuaian lahan, kondisi lahan eksisting dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, Pola Ruang Tanaman Padi Kab. Basel.

3. Bagaimana menyusun arahan pengembangan kawasan pertanian padi berdasarkan preferensi petani dan ketersediaan sumberdaya lahan untuk mencapai swasembada beras.

1.4Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis prioritas strategi pengembangan pertanian padi berdasarkan hirarki preferensi petani.

2. Mengidentifikasi sumberdaya lahan untuk pengembangan kawasan pertanian padi berbasis interpretasi citra Landsat, kesesuaian lahan dan pola ruang tanaman padi menurut RTRWK.

3. Menyusun arahan strategi pengembangan kawasan pertanian padi di Kab. Basel untuk mencapai swasembada beras pada tingkat Kab. Basel dan Prov. Kep. Babel.

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah menghasilkan prioritas strategi perencanaan pengembangan pertanian padi di Kab. Basel yang didasarkan pada preferensi petani dan ketersediaan sumberdaya lahan. Strategi tersebut diharapkan bermanfaat sebagai masukan bagi pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada umumnya dan pemerintah Kabupaten Bangka Selatan pada khususnya untuk menyusun program Perencanaan Pembangunan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang tepat strategi untuk mencapai swasembada beras.

1.6Kerangka Pemikiran

Penelitian ini mempunyai latar belakang pemikiran bahwa potensi sumberdaya tambang di Kab. Basel dan bertani padi bukan merupakan budaya lokal masyarakat Kab. Basel sehingga dapat menyebabkan terjadinya alih profesi petani padi ke sektor pertambangan atau sektor penunjang pertambangan yang pada akhirnya menghambat terciptanya ketahanan pangan Kab. Basel. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu strategi pengembangan kawasan pertanian padi untuk peningkatan produktivitas dan mempertahankan sumberdaya petani padi. Strategi


(17)

pengembangan tersebut didasarkan pada prioritas strategi pengembangan atas preferensi petani dan sumberdaya lahan tersedia yang didapatkan dari tumpangtindih antara peta tutupan lahan aktual, peta kesesuaian lahan dan peta RTRWK pola ruang tanaman padi. Arahan strategi pengembangan dilakukan dengan mensintesiskan hasil sumberdaya lahan tersedia dengan strategi yang telah diprioritaskan berdasarkan preferensi petani. Strategi pengembangan menghasilkan penetapan lokasi pengembangan, strategi dan aksi yang tepat untuk peningkatan produktivitas dan mempertahankan profesi petani serta skenario untuk mencapai swasembada beras di Kab. Basel dan Prov. Kep. Babel. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.

Pertambahan Penduduk

Pertambahan Areal Tambang

Bertani Padi Bukan Budaya Lokal

Alih profesi petani padi ke pertambangan Strategi pengembangan pertanian padi untuk peningkatkan

produktivitas dan mempertahankan profesi petani padi

Kesesuaian

lahan Kondisi aktual Sumberdaya Lahan

RTRWK

Sumberdaya Lahan Tersedia

Preferensi Petani

Strategi menurut preferensi petani padi

Faktor-faktor untuk pengembangan pertanian padi berdasarkan preferensi

petani

Implementasi UU No. 41 Tahun 2009

dan PP No. 12 Tahun 2012

AHP

Prioritas strategi berdasarkan persepsi

petani padi

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN PADI DI

KAB. BANGKA SELATAN


(18)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tata Guna Lahan Pertanian

Selain sebagai penghasil tanaman pangan dalam hal ini padi, lahan pertanian juga memiliki banyak fungsi. Di antara fungsi tersebut adalah sebagai penopang ketahanan pangan, penyedia lapangan kerja, penjaga kelestarian budaya serta memberikan suasana khas perdesaan. Sumberdaya lahan dapat mengalami perubahan karena aktivitas manusia. Penggunaan lahan (landuse) adalah setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu (1) pengunaan lahan pertanian dan (2) penggunaan lahan bukan pertanian.

Menurut Sitorus (2004), sumberdaya lahan (land recources) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Dalam hal ini lahan juga mengandung pengertian ruang atau tempat. Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia. Penggunaan sumberdaya lahan khususnya untuk kegiatan pertanian pada umumnya ditentukan oleh kemampuan lahan dan kesesuaian lahan.

Sumberdaya lahan akan menurun kontribusinya terhadap penyediaan pangan akibat terjadinya tekanan jumlah penduduk yang memperkecil kepemilikan lahan per-kapita dan kompetisi penggunaan lahan. Sesuai dengan teori Thomas Malthus (Neo-Malthusian) diacu dalam Baliwati (2008) bahwa penduduk cenderung bertambah menurut deret ukur dan berlipat ganda setiap 30-40 tahun (kecuali jika terjadi kelaparan). Di sisi lain, pertambahan hasil yang semakin berkurang dari faktor produksi lahan yang jumlahnya tetap memerlukan persediaan pangan yang meningkat menurut deret hitung, sehingga membutuhkan daya dukung sumberdaya alam dan lingkungan yang selaras.

2.2Pengembangan Sumberdaya Lahan sebagai Pendukung Ketahanan Pangan

Lahan sawah yang berbahan induk volkan seperti tanah-tanah sawah di Jawa secara alami lebih subur bila dibandingkan dengan tanah-tanah sawah daerah yang berbahan induk tersier. Kesuburan alami tanah yang relatif lebih tinggi dan ditunjang oleh adopsi teknologi budidaya yang lebih maju mengakibatkan terjadinya kesenjangan produktivitas yang tinggi antara lahan sawah di Jawa dan di luar Jawa (Subagjo et al. 2000).

Lahan sawah memiliki fungsi strategis, karena merupakan penyedia bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia. Pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan akan lahan untuk berbagai sektor membuat konversi lahan sawah cenderung mengalami peningkatan, di lain pihak pencetakan lahan


(19)

sawah baru (ekstensifikasi) mengalami perlambatan (Sudaryanto 2003; Irawan 2004; Agus et al. 2006). Lantarsih et al. (2011) menyatakan bahwa masalah beras di Indonesia tidak terlepas dari aspek distribusi akibat adanya kesenjangan produksi antar daerah dan antar waktu. Oleh karena itu, kemampuan daerah untuk memproduksi lahan sawahnya sendiri merupakan aspek penting dalam menciptakan kemandirian pangan.

Untuk mempertahankan ketahanan pangan nasional, beberapa usaha yang perlu dilaksanakan secara stimultan antara lain: pengendalian konversi lahan pertanian, mencetak lahan pertanian baru dan intensifikasi sistem pertanian dengan menerapkan tekonologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan sekaligus mempertahankan kualitas lingkungan (Agus dan Mulyani 2006). Walaupun secara teoritis ketahanan pangan mengandung aspek yang sangat luas, termasuk kemampuang mengadakan bahan pangan yang baik bersumber dari dalam maupun dari luar negeri, namun dalam berbagai kebijakan pembangunan pertanian, usaha pencapaian ketahanan pangan sebagian besar difokuskan pada peningkatan kemandirian pangan terutama beras (Agus et al. 2006).

Wahyunto (2009) menyatakan bahwa untuk mempertahankan ketahanan pangan dan pengembangan bio-energi nasional diperlukan strategi dan kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan yang komprehensif. Strategi tersebut adalah: 1) mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan eksisting agar lebih produktif dan lestari, baik secara kuantitas (luasan) maupun kualitas (kesuburan/produktivitas), antara lain melalui intensifikasi dan peningkatan intensitas tanam (IP200, IP300, IP400), pengembangan inovasi teknologi, perbaikan sistem pengelolaan DAS dan konservasi tanah dan air serta pengendalian konversi lahan, 2) perluasan areal pertanian/sawah baru atau ekstensifikasi dengan beberapa upaya, seperti ekstensifikasi dengan memanfaatkan lahan potensial, pemanfaatan lahan basah untuk tanaman pangan berbasis padi, pengembangan varietas unggul yang adaptif pada lahan sub-optimal dan cekaman perubahan iklim.

2.3Perlindungan Lahan Pertanian

Berdasarkan hasil penelitian Qiu et al. (2007), indikator pertanian yang berkelanjutan adalah suatu ekosistem lahan yang produktif, layak secara ekonomis dan diterima dengan baik secara sosial. Menurut Rustiadi dan Reti (2008), tersedianya sumberdaya lahan pertanian pangan yang berkelanjutan merupakan syarat untuk ketahanan pangan nasional. Ketersedian lahan pertanian pangan berkaitan erat dengan beberapa hal, yaitu: 1) potensi sumberdaya lahan pertanian pangan, 2) produktivitas lahan, 3) fragmentasi lahan pertanian, 4) skala luasan penguasaan lahan pertanian, 5) sistem irigasi, 6) land rent lahan pertanian, 7) konversi lahan, 8) pendapatan petani, 9) kapasitas sumberdaya manusia pertanian serta 10) kebijakan di bidang pertanian.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten


(20)

guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan diartikan sebagai sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan.

Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) merupakan regulasi yang diharapkan mampu melindungi dan mengendalikan laju konversi lahan pertanian untuk ketahanan pangan berkelanjutan. Menurut Undang-undang tersebut, PLP2B diselenggarakan dengan tujuan: (1) melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, (2) menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, (3) mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan

pangan, (4) melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani, (5) meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat, (6) meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani, (7) meningkatkan

penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak, (8) mempertahankan keseimbangan ekologis dan (9) mewujudkan revitalisasi pertanian.

Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 diatur bahwa lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan. Lahan pertanian yang dilindungi hanya dapat dialihfungsikan untuk kepentingan umum, yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan perundang-undangan. Pengalihfungsian lahan yang sudah ditetapkan dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut: (1) dilakukan kajian kelayakan strategis, (2) disusun rencana alih fungsi lahan, (3) dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik dan (4) disediakan lahan pengganti dari lahan yang dialihfungsikan.

Ada empat peraturan pemerintah sebagai turunan dari UU No. 41 Tahun 2009, yaitu; (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, (2) Peratutan Pemerintah Republik Indonesia No. 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

2.4Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian

Kawasan pertanian adalah gabungan dari sentra-sentra pertanian yang terkait secara fungsional baik dari sumberdaya alam, sosial budaya maupun infrastruktur sedemikian rupa sehingga memenuhi batasan kawasan minimal skala ekonomi dan efektivitas manajemen pembangunan wilayah. Ciri-ciri kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan adalah suatu lokasi yang mengacu pada RTRW Provinsi dan kabupaten/kota dan mengacu pada kesesuaian lahan baik pada lahan basah maupun lahan kering. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi suatu areal agar dapat diperuntukkan sebagai suatu kawasan peruntukan pertanian


(21)

tanaman pangan adalah lahan yang dipilih tersebut merupakan lahan yang mempunyai kelas kesesuaian S1, S2 dan S3 serta lahan tersebut bukan lahan yang telah diusahakan dan diutamakan lahan yang memiliki potensi (Peraturan Menteri Pertanian No. 41 Tahun 2009).

Permentan No. 50 Tahun 2012 tentang pedoman pengembangan kawasan pertanian yang merupakan pengembangan dari Permentan No. 41 Tahun 2009 tentang kriteria teknis kawasan peruntukan pertanian menyatakan bahwa pola dasar pengembangan kawasan pertanian dikelompokkan menjadi dua pola, yaitu pola pengembangan kawasan yang sudah ada dan pola pengembangan kawasan baru. Pola pengembangan kawasan yang sudah ada ditujukan bagi kawasan pertanian yang sudah ada dan berkembang, untuk memperluas skala produksi, serta melengkapi/memperkuat simpul-simpul agribisnis yang belum berfungsi optimal. Luasan kawasan dapat bertambah sesuai dengan daya dukung. Kawasan yang telah mandiri diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi daerah sekitarnya (trickle down effect). Pola pengembangan kawasan baru ditujukan untuk kawasan komoditas unggulan pada wilayah baru/potensial yang belum dikembangkan. Ada dua pendekatan pengembangan kawasan yang digunakan untuk kawasan baru, yaitu dengan memperluas skala dan mengadakan kegiatan yang belum terlaksana dan/atau dengan membangun kawasan baru di kawasan potensial secara bertahap hingga mencapai skala minimum kawasan.

Penentuan kawasan baru dapat didasarkan pada komoditas yang potensial dan ketersediaan lahan yang sesuai untuk mendukung pengembangan komoditas tersebut (commodity driven). Ada kalanya lokasi potensial sudah ada, namun belum terdapat komoditas yang layak untuk dikembangkan. Dalam pengembangan kawasan pertanian harus ditentukan terlebih dahulu komoditas yang tepat berdasarkan potensi pasar dan wilayah (Permentan No. 50 Tahun 2012).

2.5Sistem Informasi Geografis dalam Analisis Ketersediaan Sumberdaya Lahan

Setyowati (2007) melakukan penelitian mengenai kajian evaluasi kesesuaian lahan permukiman dengan teknik sistem informasi geografis (SIG). Inventarisasi data yang akurat tentang identifikasi kelayakan suatu lahan untuk permukiman sangat diperlukan, namun pada kenyataannya data tersebut sulit diperoleh. Teknologi Sistem Informasi Geografis sangat membantu dalam upaya inventarisasi dan penyajian data dalam bentuk peta. Hasil inventarisasi dan evaluasi kesesuaian lahan untuk keperluan kawasan permukiman sangat diperlukan. Data ini akan memberikan sumbangan pemikiran bagi instansi terkait maupun masyarakat pengguna lahan dalam rangka pembangunan permukiman sehingga terjadi keselarasan dengan lingkungan alam.

Ramli dan Baja (2005) menyatakan bahwa pemanfaatan SIG sangat efektif dalam evaluasi kesesuaian lahan yang melibatkan volume data yang besar dan format yang rumit, terutama dalam hal proses integrasinya. Dengan basis data yang terformat secara standar dalam SIG, hasil penelitian ini dapat menjadi input ke sistem aplikasi lain yang areanya sama. SIG memberikan fleksibilitas dalam


(22)

pengelolaan basis data hingga pada penyajian output dengan format yang mudah dimengerti oleh pengguna dan mudah dimutakhirkan.

Teknik SIG dapat digunakan sebagai metode pengambilan keputusan dalam penelitian yang berkaitan dengan analisis tutupan lahan dan kesesuaian lahan. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis tutupan lahan dan kesesuaian lahan dapat dilakukan analisis ketersediaan sumberdaya lahan untuk berbagai tipe penggunaan lahan tersedia.

2.6 Analisis Terrain dalam Penyusunan Peta Satuan Lahan

Analisis terrain memperhatikan karakteristik lahan yaitu relief, lereng, proses geomorfologi, litologi/bahan induk dan hidrologi sebagai parameter analisis (Van Zuidam 1983). Kegiatan ini dapat dilaksanakan melalui interpretasi potret udara, citra satelit atau analisis dari peta rupabumi. Karakteristik terrain mempunyai kaitan erat dengan tingkat kesesuaian lahan, sehingga delineasi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai satuan dasar dalam evaluasi lahan.

Metode pemetaan sumberdaya tanah dengan menggunakan pendekatan land unit atau physiographic approach melalui analisis terrain memberikan hasil yang lebih efisien untuk tujuan evaluasi lahan (Van Zuidam 1983). Delineasi land unit

dari hasil analisis citra penginderaan jauh (foto udara, Landsat, SPOT dan Radar) dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun satuan peta lahan. Oleh karena itu, peranan citra (penginderaan jauh) sangat penting untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi hasil survei dan pemetaan tanah. Pendekatan land unit

tersebut diterapkan dalam pemetaan sumberdaya lahan tingkat tinjau Pulau Sumatera dan telah dimodifikasi pada pemetaan tanah tingkat semi detil skala 1:50.000 dari proyek LREP II (Marsoedi et al. 1997). Pendekatan land unit lebih praktis untuk pelasanaan survei dan pemetaan tanah semi detil skala 1:50.000 serta untuk tujuan evaluasi lahan.

Karakteristik lahan seperti land form, relief, lereng, litologi, landuse, dan hidrologi, yang dikenal sebagai atribut lahan, mempunyai kaitan erat dengan kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian, sehingga digunakan sebagai parameter dalam evaluasi lahan. Peta land unit yang berisi tentang informasi land form, relief/lereng, batuan induk, land use dan hidrologi dapat didelineasi dari citra landsat, sehingga sebagian besar informasi awal sumberdaya lahan sudah dapat diketahui sebelum penelitan di lapangan. Dengan demikian, pelaksanaan survei dan pemetaan sumberdaya lahan di lapangan dapat dilakukan dengan efisien (Van Zuidam 1983).

Analisis terrain dari citra Landsat untuk identifikasi dan delineasi land unit skala 1:50.000 merupakan pilihan yang cukup baik untuk diterapkan di Indonesia, karena lebih efisien, cepat dan relatif murah. Hasil analisis terrain, berupa peta satuan lahan, dapat digunakan sebagai dasar dalam evaluasi lahan untuk penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000 (BPTP Kep. Babel).


(23)

2.7Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam Penentuan Prioritas Strategi Pengembangan Kawasan

Susila (2007) menganalisis tentang penggunaan Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam penyusunan prioritas pilihan. Penelitian tersebut dilakukan karena para pengambil keputusan dipaksa untuk membuat pilihan atau prioritas antar pilihan, bahkan dalam setiap detik kehidupan mereka. Oleh karena itu, perlu suatu model pengambilan keputusan yang dapat memilih opsi yang tersedia secara komprehensif, logik, dan terstruktur. AHP dianggap sebagai salah satu model pengambilan keputusan yang dapat diterapkan untuk membuat prioritas di antara pilihan.

Caputo et al. (2013) menggunakan metode AHP sebagai pendekatan pengambilan keputusan untuk melakukan perbandingan kepentingan relatif antar berbagai kriteria penilaian dengan maksud agar meniadakan prioritas faktor pembuatan keputusan yang bersifat ambigu. Hal ini memungkinkan pemeringkatan alternatif dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Hasil penelitan Caputo et al. (2013) menunjukkan bahwa AHP dapat menghasilkan suatu prioritas faktor pembuat keputusan yang tidak bersifat ambigu dan lebih bersifat sistematis sehingga mempunyai nilai keilmiahan yang jelas.

3

METODE PENELITIAN

3.1Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada lahan untuk budidaya padi berlokasi di Kab. Basel. Kabupaten ini mempunyai wilayah seluas 3.607,08 km2 dengan jumlah penduduk 180.195 jiwa. Berdasarkan data statistik Kab. Basel Dalam Angka Tahun 2011, Kab. Basel terdiri dari 7 kecamatan, 3 kelurahan dan 50 desa serta didukung oleh 201 dusun. Desa-desa yang menjadi lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 2. Pelaksanaan penelitian termasuk pengumpulan data dan penyusunan tesis dilakukan selama 7 bulan mulai Mei hingga November 2013.

3.2Tahapan Penelitian

Penelitian diawali dengan menganalisis persepsi responden terhadap strategi pengembangan pertanian padi. Strategi yang digunakan dalam analisis didapatkan dari hasil implementasi UU No. 41 Tahun 2009 dan PP No.12 Tahun 2012 dan wawancara terhadap petani, untuk mengetahui strategi apa yang sesuai dengan preferensi petani padi. Identifikasi lahan yang dapat dikembangkan untuk kawasan pertanian padi dilakukan dengan overlay tutupan lahan aktual hasil interpretasi citra Landsat dengan peta RTRWK pola ruang tanaman padi. Selanjutnya, overlay antara peta lahan yang dapat dikembangkan dengan peta kesesuaian lahan menghasilkan peta sumberdaya lahan tersedia. Peta kesesuaian lahan untuk pertanaman padi dibuat dengan cara melakukan digitasi manual peta


(24)


(25)

satuan lahan dan peta kesesuaian lahan berbasis satuan lahan dalam bentuk

hardcopy yang diperoleh dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sintesis antara peta sumberdaya lahan tersedia dengan prioritas strategi sesuai preferensi petani padi menghasilkan strategi pengembangan kawasan pertanian padi di Kab. Basel. Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 3.

3.3Jenis Data

Penelitian ini membutuhkan data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang dicatat dan didapat langsung dari obyek penelitian yaitu responden melalui wawancara berdasarkan panduan kuesioner (Lampiran 1) dan cek lapangan. Data primer juga meliputi data spasial yang belum mengalami pengolahan yaitu peta-peta hardcopy dan citra landsat. Data sekunder dikumpulkan dari instansi yang berwenang, terdiri dari data spasial dan atribut (Tabel 1).

3.3.1 Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder kesesuaian lahan dan kondisi eksisting lahan sawah dimaksudkan untuk melengkapi data atribut kesesuaian lahan dan sebagai faktor pembanding pada analisis kesesuaian lahan. Penentuan kriteria strategi dan aksi untuk atribut AHP didapatkan dari UU No. 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian berkelanjutan dan PP No. 12 Tahun 2012 tentang insentif perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

3.3.2 Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer untuk keperluan analisis kesesuaian lahan dan kondisi eksisting lahan sawah dilakukan dengan mengolah citra landsat menjadi peta tutupan lahan. Pengumpulan data primer untuk analisis AHP menggunakan metode kuesioner/interview. Sebelum wawancara untuk pengisian kuesioner, terlebih dahulu dilakukan wawancara awal untuk penentuan strategi yang akan dicantumkan dalam kuesioner. Hal ini dikarenakan strategi yang diterapkan dalam UU No.41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian tidak semuanya dapat dilakukan dan sesuai dengan kondisi serta budaya di Kab. Basel.

Survei untuk penentuan prioritas strategi berdasarkan preferensi petani dilakukan dengan wawancara dan mengisi kuesioner yang memuat enam matriks perbandingan. Kuesioner disebarkan ke responden dengan dua cara. Bagi responden dari instansi terkait diserahkan secara langsung kepada responden yang terpilih. Responden diberikan waktu ± 3 hari untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di lembar kuesioner. Untuk responden dari kelompok petani, peneliti langsung melakukan wawancara berdasarkan pertanyaan-pertanyaan kuesioner dan mengambil kesimpulan dari setiap jawaban yang diberikan responden.


(26)

  1. Analisis persepsi responden  

terhadap  strategi  pengembangan  pertanian padi

Strategi pengembangan  pertanian padi berdasarkan 

preferensi petani padi  Implementasi

UU No. 41 Th. 2009 dan  PP No.12 Th. 2012

Wawancara

AHP Prioritas Strategi

2. Identifikasi tutupan lahan aktual dan  tersedia untuk pengembangan kawasan  pertanian padi

Citra Landsat Hardcopy Peta

satuan lahan

Peta Satuan Lahan dan  Peta Kesesuaian Lahan Digitasi Manual

Peta Tutupan Lahan Aktual Interpretasi 

Peta RTRWK Pola Ruang Tanamap Padi

Peta Tutupan Lahan Aktual

Sumberdaya Lahan  Yang Dapat Dikembangkan Peta Kesesuaian Lahan

Sumberdaya Lahan Tersedia

3. Arahan pengembangan kawasan  pertanian padi berdasarkan preferensi  petani dan sumberdaya lahan

Sumberdaya Lahan Tersedia Prioritas Strategi

Strategi Pengembangan Kawasan  Pertanian Padi di Kabupaten 

Bangka Selatan


(27)

Tabel 1 Jenis, sumber dan metode analisis data

No Tujuan Jenis Data Sumber Metode

Analisis Hasil Keluaran

1 - Menganalisis prioritas strategi - Data Statistik Padi BPS Kab. Basel AHP - Mendapatkan prioritas strategi

pengembangan pertanian padi Dinas Pertanian dan Pengembangan kawasan pertanian padi

berdasarkan hirarki preferensi Kehutanan Kab. Basel berdasarkan persepsi petani.

Petani

- Wawancara & kuesioner Petani, Instansi terkait

- Peraturan Perundangan UU No. 41 Th. 1999

PP No. 12 Th 2012

2 -Mengidentifikasi sumberdaya -Peta Administrasi Bappeda Kab. Basel GIS - Mendapatkan sumberdaya lahan tersedia

lahan untuk pengembangan -Peta RTRWK (pola ruang tan.padi) Bappeda Kab. Basel Erdas berdasarkan kondisi aktual tutupan lahan,

pertanian padi berbasis - Peta RBI (topografi) BIG Imagine kesesuaian lahan, dan RTRWK pola

interpretasi citra Landsat, - Citra Landsat 2011 dan 2013 USGS.glovis.gov ruang tanaman padi.

kesesuaian lahan dan pola - Mozaik citra Ikonos 2012 Kementerian Pertanian

ruang tanaman padi menurut - Peta satuan lahan berdasarkan Balai Pengkajian

RTRWK. zona agroekologi (ZAE) semi Teknologi Pertanian

detail melalui analisis terrain (BPTP) Prov. Kep.

di Kab. Bangka Selatan Babel

(hardcopy)

-Cek lapangan

3 -Menyusun prioritas strategi - Data keluaran dari tujuan Sintesis - Mendapatkan strategi pengembangan

pengembangan kawasan sebelumnya kawasan pertanian padi berdasarkan

pertanian padi di Kab. Basel Preferensi petani dan sumberdaya lahan

14


(28)

 

Responden petani dibagi menjadi petani daerah belum berkembang dan petani daerah cukup berkembang. Pembagian didasarkan atas ciri-ciri kawasan pertanian menurut tahap perkembangannya yang diatur oleh Peraturan Menteri Pertanian No. 50 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian (Kementerian Pertanian 2012c) (Tabel 2).

Tabel 2 Ciri-ciri kawasan pertanian menurut tahap perkembangannya di Kabupaten Bangka Selatan

Ciri-ciri kelas kawasan

Cukup Berkembang Belum Berkembang

Optimalisasi luas tanam baik.

- Kec. Toboali memiliki lebih dari setengah total luas tanam padi di Kab. Basel.

Optimalisasi luas tanam belum baik - Jumlah luas tanam padi di 6 kecamatan

lainnya lebih rendah dari luas tanam padi Kec. Toboali.

Produksi padi baik.

- Kec. Toboali memproduksi lebih dari setengah total produksi padi di Kab. Basel.

Produksi padi belum baik.

- Jumlah produksi padi di 6 kecamatan lainnya lebih rendah dari produksi padi Kec. Toboali.

Kegiatan off farm sudah berkembang. - Kegiatan off farm di Kec. Toboali sudah

berkembang seperti penanganan hasil panen, distribusi hasil dan pemasaran.

Masih dominan kegiatan on farm. - Di 6 kecamatan lainnya masih dominan

kegiatan on farm. Sarana dan prasarana sudah lebih lengkap

- Kegiatan pertanian padi lebih dahulu dilakukan di Kec. Toboali. Oleh karena itu, sarana dan prasaran sudah lebih lengkap dibandingkan kecamatan lainnya.

Sarana dan prasarana belum lengkap - Kegiatan pertanian padi di 6 kecamatan

lainnya lebih terlambat dilakukan, sehingga sarana dan prasarana belum selengkap Kec. Toboali.

Diperlukan kegiatan industri hilir

- Petani padi di Kec. Toboali sudah lebih mementingkan kegiatan pemasaran hasil panen.

Diperlukan penguatan kegiatan on farm

- Petani padi di 6 kecamatan lainnya masih mementingkan optimalisasi produksi dan luas tanam.

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Basel (2012)

3.4Populasi dan Sampel Responden 3.4.1 Populasi

Populasi responden adalah kelompok tani yang melakukan usahatani padi dan instansi yang terkait dengan pengembangan kawasan pertanian padi berkelanjutan. Kab. Basel memiliki 100 kelompok tani padi (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Basel 2012).

3.4.2 Sampel

Sampel responden dipilih dengan metode purposive sampling dari populasi responden yang memiliki pengetahuan dan kompetensi terhadap strategi apa yang dibutuhkan oleh petani agar tidak terjadi alih fungsi profesi dan alih fungsi lahan. Jumlah sampel ditentukan dengan rumus Slovin (Sugiyono 2006), sebagai berikut:


(29)

dimana

n = jumlah sampel N = jumlah populasi

e = batas toleransi kesalahan (error tolerance)

Semakin kecil toleransi kesalahan, semakin akurat sampel menggambarkan populasi. Dengan jumlah populasi yang sama, semakin kecil toleransi kesalahan, semakin besar jumlah sampel yang dibutuhkan.

Dari populasi 100 kelompok tani dengan toleransi kesalahan 2% dipilih 25 ketua kelompok tani padi sebagai responden. Untuk sampel instansi terkait dipilih instansi yang berhubungan dengan pertanian padi berkelanjutan, yaitu: Badan Pelaksana Penyuluh dan Ketahanan Pangan (BPPKP) Kab. Basel, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Basel, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kab. Basel, Badan Perencana Pembangunan Daerah Kab. Basel, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Prov. Babel Bidang Prasana dan Sarana Pertanian dan Teknologi Hasil Pertanian, Bappeda Prov. Babel, dan Universitas Bangka Belitung.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Analisis persepsi responden terhadap strategi pengembangan pertanian padi

Analisis persepsi responden petani padi dan instansi terkait terhadap prioritas strategi untuk mempertahankan dan mengembangkan lahan pertanian padi dilakukan dengan metode AHP. Alternatif strategi yang dianalisis merujuk pada UU No. 41 Tahun 2009 dan PP No. 12 Tahun 2010 yang telah diseleksi berdasarkan kesesuaian lahan serta kondisi dan budaya petani padi di Kab. Basel. 3.5.1.1Analytical Hierarcy Process (AHP)

AHP pada penelitian ini digunakan sebagai alat bantu menentukan kriteria dalam penentuan strategi perlindungan dan pengembangan lahan pertanian padi. Level hirarki AHP dalam penelitian ini terdiri dari tiga aras yaitu :

1. Aras 1 (Tujuan), adalah menentukan priroritas strategi pengembangan kawasan pertanian padi berdasarkan persepsi petani dan instansi terkait. 2. Aras II (Strategi) terdiri dari pengembangan infrastruktur pertanian (A),

penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian (B), adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usaha pertanian padi (C), pemberian penghargaan kepada petani berprestasi (D) dan pembinaan pemasaran di tingkat lapangan (E).

3. Aras III (kegiatan yang berasal dari pengembangan strategi pada level II, yang selanjutnya disebut aksi). Aksi-aksi pada aras III berasal dari UU No. 41 Tahun 2009, PP No.12 Tahun 2010 dan penambahan dari hasil wawancara dengan petani.

Susunan level hirarki AHP yang terdiri dari tiga aras tersebut diperlihatkan pada Gambar 4. Penilaian prioritas dilakukan pada aras 2 dan 3.


(30)

 

Aras I (Tujuan) Aras II (Strategi) Aras III (Aksi)

-pembangunan dan/atau peningkatan jaringan irigasi

Pengembangan infrastruktur pertanian (A)

-pembangunan dan/atau rehabilitasi jalan usahatani

-perbaikan kesuburan tanah -konservasi tanah dan air

-pembangunan dan/atau peningkatan infrastruktur pertanian selain irigasi dan jalan usahatani

-penyediaan benih dan/atau bibit Penyediaan sarana

dan prasarana produksi pertanian

(B)

-penyediaan alat dan mesin pertanian -penyediaan fasilitas produksi pasca panen -penyediaan pestisida

-penyediaan pupuk organik, inorganik, dan ZPT Penentuan strategi pengembangan kawasan pertanian padi berkelanjutan Adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usahatani padi

(C)

-kredit ringan untuk usahatani padi -kemudahan administrasi bagi petani padi -adanya bimbingan dalam melakukan kredit usahatani

-penerbitan sertifikat hak atas tanah Pemberian

penghargaan kepada petani berprestasi (D)

-pemberian pelatihan

-pemberian insentif uang bagi petani berprestasi

-bantuan keringanan pajak bumi dan bangunan

Pembinaan pemasaran di tingkat

lapangan (E)

-penyediaan mitra kerjasama

-monev oleh pemerintah dalam pemasaran hasil di tingkat lapang

Gambar 4 Susunan level hirarki AHP

3.5.2 Identifikasi lahan aktual dan tersedia untuk Kawasan Pertanian Padi Analisis ini terdiri atas tahapan: (1) interpretasi citra Landsat untuk identifikasi dan pembuatan peta tutupan lahan aktual, (2) digitasi hardcopy peta satuan lahan dan peta kesesuaian lahan untuk pembuatan peta kesesuaian lahan berbasis satuan lahan, (3) identifikasi dan pembuatan peta lahan yang dapat dikembangkan untuk kawasan pertanian padi serta identifikasi dan pembuatan peta sumberdaya lahan tersedia.


(31)

3.5.2.1Interpretasi citra Landsat

Interpretasi citra merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi obyek dalam citra dan menilai arti penting obyek tersebut (Estes dan Simonett 1975) melalui rangkaian kegiatan deteksi, identifikasi dan analisis. Deteksi adalah pengamatan atas ada atau tidaknya suatu obyek pada citra. Identifikasi adalah upaya untuk mencirikan obyek menggunakan kunci interpretasi citra. Pada tahap analisis dikumpulkan keterangan lebih lanjut untuk membuat kesimpulan (Lintz dan Simonett 1975) dari tahapan ini diperoleh peta tutupan lahan aktual tahun 2013. 3.5.2.2 Digitasi peta satuan lahan dan kesesuaian lahan

Peta kesesuaian lahan berbasis satuan lahan diperoleh dari BPTP Prov. Kep. Babel berbentuk hardcopy. Untuk dapat menggunakan/mengolah data tersebut ke dalam bentuk spasial dilakukan digitasi manual dan ditambahkan atribut peta sehingga didapatkan peta satuan lahan dengan atribut yang lengkap. Kriteria evaluasi lahan yang digunakan disajikan pada Lampiran 4 dan 5.

3.5.2.3Overlay peta tutupan lahan aktual, RTRWK dan peta kesesuaian lahan

Dengan melakukan overlay peta tutupan lahan aktual hasil interpretasi citra Landsat dengan peta pola ruang tanaman padi RTRWK diperoleh peta lahan yang dapat dikembangkan untuk kawasan pertanian padi. Selanjutnya dari overlay peta lahan yang dapat dikembangkan dengan peta kesesuaian lahan diperoleh peta areal tersedia untuk pengembangan kawasan pertanian padi di Kab. Basel.

3.5.3 Analisis arahan pengembangan kawasan pertanian padi di Kab. Basel Analisis ini mensintesiskan hasil analisis sebelumnya sehingga didapatkan arahan pengembangan kawasan pertanian padi berdasarkan preferensi petani dan sumberdaya lahan tersedia.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Persepsi terhadap Strategi Pengembangan Pertanian Padi 4.1.1 Prioritas strategi menurut responden petani keseluruhan

Tabel 3 menggambarkan hasil preferensi petani secara keseluruhan tanpa dibedakan apakah petani tersebut termasuk kelompok petani cukup berkembang atau belum berkembang. Strategi pengembangan infrastruktur pertanian merupakan strategi dengan pengaruh tingkat kepentingan yang tertinggi yaitu dengan bobot 0,272 (27,2%) selanjutnya strategi penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian dengan bobot 0,270 (27,0%), strategi pembinaan pemasaran di tingkat lapangan dengan bobot 0,191 (19,1%), strategi adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usaha pertanian padi dengan bobot 0,141 (14,1%) dan dengan bobot terendah adalah strategi pemberian penghargaan kepada petani berprestasi dengan bobot 0,125 (12,5%).


(32)

 

Tabel 3 Prioritas strategi berdasarkan preferensi responden

Strategi Seluruh Petani Cukup Berkembang Belum Berkembang Instansi Terkait Bobot (%) # Bobot (%) # Bobot (%) # Bobot (%) # A Pengembangan

infrastruktur pertanian 27,2 1 27,1 1 26,9 2 26,5 2

B

Penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian

27,0 2 24,0 3 29,5 1 27,2 1

C

Adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usahatani padi

14,1 4 11,7 5 16,5 3 17,8 3

D

Pemberian

penghargaan kepada petani berprestasi

12,5 5 12,7 4 12,1 5 11,6 5

E

Pembinaan pemasaran

di tingkat lapangan 19,1 3 24,3 2 15,1 4 16,9 4

Jumlah 100 100 100 100

Keterangan: # prioritas

Dari urutan prioritas tersebut dapat dipahami bahwa petani padi di Kab. Basel mementingkan infrastruktur pertanian untuk dikembangkan terlebih dahulu diikuti dengan penyediaan sarana dan prasaran produksi pertanian (saprotan). Setelah strategi pendukung produksi pertanian tersebut telah dilaksanakan, untuk menjamin tersedianya mitra usaha untuk menampung hasil panen maka pembinaan pemasaran sebagai strategi selanjutnya sudah harus dilaksanakan. Untuk meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas hasil panen, petani membutuhkan adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk pengembangan usaha pertanian padinya. Apabila strategi untuk peningkatan kualitas dan kuantitas pertanian padi telah dilaksanakan barulah petani menganggap pemberian penghargaan kepada petani berprestasi sebagai strategi yang baik untuk diterapkan di Kab. Basel.

4.1.2 Prioritas strategi menurut responden petani daerah cukup berkembang Pembedaan responden preferensi petani bertujuan untuk lebih mengetahui secara spesifik kebutuhan strategi yang berbeda antara petani pada daerah pertanian cukup berkembang dengan daerah pertanian belum. Menurut petani daerah cukup berkembang (Tabel 3), urutan pengaruh tingkat kepentingan strategi dari yang tertinggi ke terendah adalah: (1) pengembangan infrastruktur pertanian (27,1%), (2) pembinaan pemasaran di tingkat lapangan (24,3%), (3) penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian (24,0%), (4) pemberian penghargaan kepada petani berprestasi (12,7%) dan (5) adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usahatani padi (11,7%).

Prioritas yang didapatkan dari responden petani cukup berkembang berbeda dengan preferensi prioritas responden petani secara keseluruhan. Strategi


(33)

pengembangan infrastruktur tetap menjadi strategi dengan prioritas utama, dikarenakan petani cukup berkembang di Kab. Basel apabila dibandingkan dengan petani di Jawa keadaan infrastrukturnya masih tertinggal, baik dari segi jaringan irigasi maupun dari segi kesuburan tanahnya. Strategi pembinaan pemasaran menurut responden petani cukup berkembang merupakan hal terpenting berikutnya, dikarenakan petani cukup berkembang sudah berorientasi pada pemasaran hasil panen. Pembinaan pemasaran menjadi penting karena tingkat persaingan yang tinggi dengan beras impor yang memiliki kualitas lebih baik dan harga yang sama atau bahkan lebih murah dapat mengancam pendapatan petani. Oleh karena itu, kegiatan pemasaran yang didukung dan diawasi oleh pemerintah merupakan hal yang diharapkan. Setelah pemasaran diawasi dan didukung oleh pemerintah, penyediaan saprotan menjadi strategi selanjutnya yang dipilih oleh petani sebagai strategi peningkatkan produktivitas hasil panennya.

Strategi pemberian penghargaan lebih dipilih oleh petani dikarenakan berdasarkan hasil wawancara kebanyakan petani di daerah cukup berkembang sudah pernah merasakan kredit perbankan dan mereka tidak ingin lagi mengambil kredit dengan alasan takut tidak mampu membayar. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah membuat program yang berkerjasama dengan pihak perbankan yang bertujuan memberikan bantuan kredit ringan, dikarenakan bantuan kredit sangat bermanfaat bagi petani untuk meningkatkan usahataninya. Selain itu, banyaknya bantuan sarana dan prasarana produksi pertanian yang diberikan oleh pemerintah membuat petani tidak terlalu menginginkan untuk mengajukan kredit kepada bank.

4.1.3 Prioritas strategi menurut responden petani daerah belum berkembang Menurut responden petani daerah belum berkembang (Tabel 3), urutan pengaruh tingkat kepentingan strategi dari yang tertinggi ke terendah adalah: (1) penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian (bobot 29,5%), (2) pengembangan infrastruktur pertanian (26,9%), (3) adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usahatani padi (16,5%), (4) pembinaan pemasaran di tingkat lapangan (15,1%) dan (5) pemberian penghargaan kepada petani berprestasi (12,1%).

Terdapat perbedaan antara preferensi prioritas responden petani daerah cukup berkembang dengan petani daerah belum berkembang. Strategi penyediaan saprotan dan pengembangan infrastruktur pertanian menjadi prioritas utama dikarenakan petani daerah belum berkembang bukan merupakan transmigran seperti petani pada daerah cukup berkembang yang memang sudah tradisinya berbudidaya padi. Strategi adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usaha pertanian padi menjadi prioritas berikutnya, dikarenakan mereka belum memiliki pengalaman seperti petani daerah cukup berkembang sehingga apapun jenis bantuan akan diterima dengan baik. Perbedaan utama adalah petani belum berkembang belum terlalu memikirkan mengenai masalah pemasaran dan lebih memilih strategi yang bersifat pemberian bantuan.

4.1.4 Prioritas strategi menurut responden instansi terkait

Instansi terkait adalah para pihak yang turut berperan menentukan keberhasilan pengembangan kawasan pertanian padi agar berkelanjutan. Prioritas strategi menurut preferensi instansi terkait seharusnya sesuai dan sinergis dengan


(34)

 

preferensi dari petani padi untuk dapat mengembangkan pertanian padi di Kab. Basel yang berkelanjutan. Menurut responden instansi terkait (Tabel 3), urutan pengaruh tingkat kepentingan strategi dari yang tertinggi ke terendah adalah: (1) penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian (bobot (27,2%), (2) pengembangan infrastruktur pertanian (26,5%), (3) adanya lembaga keuangan yang menyediakan kredit untuk usahatani padi (17,8%), (4) pembinaan pemasaran di tingkat lapangan (16,9%) dan (5) pemberian penghargaan kepada petani berprestasi (11,6%).

Dari gambaran di atas dapat diamati bahwa terdapat perbedaan pandangan antara instansi terkait dengan petani padi terhadap pembinaan pemasaran di tingkat lapangan. Diharapkan instansi terkait dapat mempertimbangkan apa yang sebenarnya diinginkan oleh petani agar apa yang direncanakan oleh pemerintah untuk pengembangan pertanian padi dapat dilakukan dengan tepat strategi dan tepat sasaran.

4.2Persepsi terhadap Aksi Pengembangan Pertanian Padi 4.2.1 Prioritas aksi pada strategi pengembangan infrastruktur pertanian

berdasarkan preferensi responden

PP No. 12 Tahun 2010 adalah peraturan pemerintah yang mengatur masalah insentif perlindungan lahan pertanian berkelanjutan dan dijadikan acuan utama dalam penentuan aksi. Aksi pada strategi pengembangan infrastruktur pertanian terdiri dari: (A) pembangunan dan/atau peningkatan jaringan irigasi, (B) pembangunan, pengembangan, dan atau rehabilitasi jalan usahatani, (C) perbaikan kesuburan tanah, (D) konservasi tanah dan air, dan (E) pembangunan dan/atau peningkatan infrastruktur pertanian.

Petani sebagai pihak yang langsung berhubungan dengan budidaya beranggapan bahwa aksi utama yang harus dilakukan dalam pengembangan infrastruktur di Kab. Basel adalah perbaikan kesuburan tanah. Konservasi air dan tanah serta peningkatan jaringan irigasi merupakan aksi selanjutnya yang diprioritaskan oleh petani padi. Hal ini menunjukkan bahwa faktor air juga merupakan faktor yang menjadi perhatian dari petani padi di Kab. Basel. Peningkatan infrastruktur pertanian dan pengembangan atau rehabilitasi jalan usahatani belum menjadi prioritas yang diutamakan oleh petani padi dikarenakan program pembangunan dan/atau peningkatan infrastruktur pertanian telah dilakukan oleh pemerintah setiap tahunnya sehingga telah dianggap cukup oleh petani dan mereka lebih mementingkan perbaikan kesuburan tanah. Perbandingan prioritas atas penilaian aksi pada strategi pengembangan infrastruktur pertanian ditunjukkan pada Tabel 4.

Petani baik di daerah cukup berkembang maupun di daerah belum berkembang memiliki preferensi prioritas yang sama untuk prioritas utama dan prioritas terakhir, perbedaan terdapat pada penentuan prioritas kedua, ketiga dan keempat (Tabel 4). Menurut petani daerah cukup berkembang konservasi tanah dan air lebih penting dibandingkan aksi pembangunan dan/atau peningkatan jaringan irigasi, sedangkan untuk petani daerah belum berkembang berlaku kebalikannya. Hal tersebut dapat disebabkan infrastruktur irigasi pada daerah cukup berkembang sudah lebih baik dibandingkan daerah belum berkembang,


(35)

sehingga mereka lebih mementingkan untuk menambah atau memperbaiki infrastruktur pertanian.

Instansi terkait memiliki preferensi prioritas aksi yang berbeda, dimana instansi terkait berpendapat bahwa peningkatan jaringan irigasi dan pembangunan/perbaikan infrastruktur pertanian merupakan aksi utama yang diinginkan oleh petani. Oleh karena itu, hasil analisis ini diharapkan dapat menyampaikan secara spesifik mengenai aksi utama yang sebenarnya dibutuhkan oleh petani secara umum dan secara khusus dengan perbedaan kondisi daerah untuk mendukung pengembangan infrastruktur pertanian dalam rangka perwujudan pengembangan pertanian padi di Kab. Basel.

Tabel 4 Prioritas aksi pada strategi pengembangan infrastruktur pertanian berdasarkan preferensi responden

Aksi

Seluruh Petani

Instansi Cukup

Berkembang

Belum Berkembang Terkait

Bobot

# Bobot # Bobot # Bobot #

(%) (%) (%) (%) A

Pembangunan dan/atau peningkatan jaringan irigasi

18,8 3 26,7 1 14,9 4 23 2

B

Pembangunan, pengembangan, dan atau rehabilitasi jalan usahatani

11,9 5 18,9 3 11,5 5 12,2 5

C Perbaikan kesuburan

tanah 31,1 1 17,8 4 32,1 1 29,9 1

D Konservasi tanah dan

air 23,7 2 14,1 5 25,5 2 21,9 3

E

Pembangunan dan/atau peningkatan

infrastruktur pertanian

14,5 4 22,5 2 16,1 3 13 4

Jumlah 100 100 100 100

Keterangan: # prioritas

4.2.2 Prioritas aksi pada strategi penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian berdasarkan preferensi responden

Aksi pada strategi penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian terdiri dari: (A) penyediaan benih dan/atau bibit, (B) penyediaan alat dan mesin pertanian (alsintan), (C) penyediaan fasilitas produksi (penggilingan padi, lantai jemur dan gudang), (D) penyediaan pestisida, dan (E) penyediaan pupuk organik, inorganik dan zat pengatur tumbuh. Perbandingan prioritas atas penilaian aksi pada strategi penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian ditunjukkan pada Tabel 5.

Petani padi di Kab. Basel belum menjadi petani yang mandiri, mereka masih sangat mengharapkan bantuan benih dan/atau bibit dari pemerintah. Oleh karena itu, baik responden petani maupun responden instansi terkait memiliki preferensi


(36)

 

yang sama mengenai aksi apa yang menjadi prioritas utama dalam strategi penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian yaitu aksi penyediaan benih dan/atau bibit. Namun, kesamaan preferensi antara petani padi dengan instansi terkait hanya terdapat pada penentuan aksi utama (Tabel 5).

Belum mandirinya petani padi di Kab. Basel juga mempengaruhi terpilihnya aksi penyediaan pupuk menjadi prioritas yang kedua, sedangkan penyediaan alsintan merupakan prioritas yang ketiga. Penyediaan fasilitas produksi dianggap petani lebih penting dibandingkan penyediaan pestisida. Dari hasil wawancara diketahui bahwa petani beranggapan untuk penyediaan pestisida masih bisa diusahakan dibandingkan ketika mereka harus berusaha untuk membeli sendiri alat-alat fasilitas produksi. Oleh karena itu, responden petani beranggapan bahwa penyediaan fasilitas produksi oleh pemerintah lebih penting bila dibandingkan dengan penyediaan pestisida.

Petani pada daerah cukup berkembang dan daerah belum berkembang menganggap penyediaan benih dan/atau bibit menjadi prioritas utama (Tabel 5), akan tetapi terdapat perbedaan preferensi pada penentuan prioritas kedua. Hal ini disebabkan petani daerah cukup berkembang sudah lebih berkembang dalam budidaya padi. Mereka sudah lebih berfokus dalam hal peningkatan produksi dan pemasaran, sehingga penyediaan alat dan mesin pertanian serta penyediaan fasilitas produksi sebagai aksi yang berkaitan erat dengan peningkatan kualitas hasil pertanian yang lebih diutamakan dibandingkan aksi yang bersifat peningkatan kuantitas seperti penyediaan pestisida dan pupuk. Petani daerah berkembang masih berusaha dalam hal penyediaan hasil produksi yang lebih baik sehingga lebih membutuhkan aksi-aksi yang berkaitan dengan peningkatan kuantitas produksi pertanian seperti penyediaan pupuk dan zat pengatur tumbuh (ZPT) serta penyediaan pestisida.

Tabel 5 Prioritas aksi pada strategi penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian berdasarkan preferensi responden

Aksi

Seluruh Petani

Instansi Cukup Berkemba ng Belum Berkembang Terkait Bobot

# Bobot # Bobot # Bobot #

(%) (%) (%) (%)

A Penyediaan benih

dan/atau bibit 28,4 1 29,8 1 26,2 1 29,6 1

B Penyediaan alat dan

mesin pertanian 19,9 3 20,1 2 24,2 2 16,2 4

C Penyediaan fasilitas

produksi 15,7 4 13,2 5 20,1 3 12,2 5

D Penyediaan pestisida 15,5 5 18 4 12,5 5 18,4 3

E

Penyediaan pupuk organik, anorganik, dan zat pengatur tumbuh

20,4 2 18,9 3 16,9 4 23,6 2

Jumlah 100 100 100 100


(37)

4.2.3 Prioritas aksi pada strategi adanya lembaga keuangan yang mendukung usahatani padi

Aksi pada strategi adanya lembaga keuangan yang mendukung usahatani padi terdiri dari: (A) kredit ringan untuk usahatani padi, (B) kemudahan administrasi bagi petani padi, dan (C) adanya bimbingan bagi petani dalam melakukan usaha kredit usahatani padi. Perbandingan prioritas atas penilaian aksi pada strategi adanya lembaga keuangan yang mendukung usahatani padi ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 menunjukkan bahwa petani lebih menginginkan aksi kredit ringan menjadi prioritas utama bagi pemerintah dalam melakukan strategi penyediaan lembaga keuangan yang mendukung usahatani padi. Intansi terkait memiliki pendapat bahwa aksi bimbingan bagi petani dalam melakukan kredit usahatani padi menjadi prioritas utama agar strategi penyediaan lembaga keuangan yang mendukung usahatani padi dapat diterima dengan baik oleh petani padi. Instansi terkait menganggap belum banyaknya kredit usahatani yang dilakukan oleh petani di Kab. Basel dikarenakan petani masih belum mengerti mengenai cara mendapatkan kredit usahatani. Penyediaan kredit yang ringan dapat membantu petani dalam memanfaatkan strategi ini untuk lebih memajukan usahanya.

Petani daerah cukup berkembang maupun petani daerah belum berkembang tidak memiliki perbedaan dalam hal penentuan aksi prioritas untuk strategi adanya lembaga keuangan yang mendukung usahatani (Tabel 6). Keseluruhan petani berpendapat bahwa kredit ringan untuk usahatani padi merupakan aksi utama yang harus diprioritaskan apabila strategi ini akan diterapkan.

Tabel 6 Prioritas aksi pada strategi adanya lembaga keuangan yang mendukung usahatani padi berdasarkan preferensi responden

Aksi

Seluruh Petani

Instansi Cukup

Berkembang Belum Berkemban g Terkait Bobot

# Bobot # Bobot #

Bobo

t #

(%) (%) (%) (%)

A Kredit ringan untuk

usahatani padi 42,2 1 33,3 2 40,9 1 43,3 1

B

Kemudahan

administrasi bagi petani padi

33,6 2 23,8 3 34,9 2 32,4 2

C

Adanya bimbingan bagi petani dalam melakukan usaha kredit usahatani padi

24,2 3 42,9 1 24,2 3 24,3 3

Jumlah 100 100 100 100


(38)

 

4.2.4 Prioritas aksi pada strategi pemberian penghargaan bagi petani berprestasi

Aksi pada strategi pemberian penghargaan bagi petani berprestasi terdiri dari: (A) penerbitan sertifikat hak atas tanah, (B) pemberian pelatihan untuk meningkatkan teknik dan pengetahuan petani padi, (C) pemberian insentif uang bagi petani berprestasi, dan (D) bantuan keringanan pajak bumi dan bangunan. Perbandingan prioritas atas penilaian aksi pada strategi adanya lembaga keuangan yang mendukung usahatani padi ditunjukkan pada Tabel 7.

Pemberian pelatihan untuk meningkatkan teknik dan pengetahuan menjadi prioritas utama bagi petani padi melebihi pemberian insentif uang bagi petani berprestasi. Pemberian insentif uang dikhawatirkan akan menimbulkan konflik sosial, dimana ketua kelompok tani memiliki kekhawatiran akan dianggap tidak adil dalam menentukan petani mana yang berhak untuk mendapatkan uang insentif tersebut. Petani menganggap pelatihan untuk meningkatkan teknik serta pengetahuan petani jauh lebih bermanfaat dibandingkan pemberian insentif yang sifatnya pemberian uang.

Bantuan keringanan pajak bumi dan bangunan merupakan prioritas terakhir bagi seluruh responden. Hal ini dapat disebabkan masih rendahnya kesadaran dari petani mengenai perlunya membayar pajak bumi dan bangunan sehingga hal tersebut dirasa oleh mereka bukanlah merupakan suatu faktor yang sangat menentukan dalam hal pemberian penghargaan bagi petani berprestasi.

Tabel 7 Prioritas aksi pada strategi pemberian penghargaan bagi petani berprestasi berdasarkan preferensi responden

Aksi

Seluruh Petani

Instansi Cukup

Berkembang

Belum Berkembang Terkait

Bobot

# Bobot # Bobot # Bobot #

(%) (%) (%) (%) A Penerbitan sertifikat

hak atas tanah 20,8 3 22,6 3 20,3 3 21,2 3

B

Pemberian pelatihan untuk meningkatkan teknik dan pengetahuan petani padi

37 1 35,2 1 37,5 1 36,4 1

C

Pemberian insentif uang bagi petani berprestasi

29,3 2 25,7 2 29,8 2 28,9 2

C

Bantuan keringanan pajak bumi dan bangunan

13 4 16,6 4 12,4 4 13,5 4

Jumlah 100 100 100 100


(39)

4.2.5 Prioritas aksi pada strategi pembinaan kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapangan

Aksi pada strategi pembinaan kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapangan terdiri dari dua aksi yaitu, (A) penyediaan mitra kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapangan dan (B) monitoring dan evaluasi oleh pemerintah dalam pemasaran di tingkat lapang. Perbandingan prioritas atas penilaian aksi pada strategi pembinaan kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapangan ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8 menunjukkan bahwa seluruh responden baik petani daerah cukup berkembang, petani daerah belum berkembang maupun instansi terkait merasa penyediaan mitra kerjasama di tingkat lapangan lebih penting dibandingkan monitoring dan evaluasi oleh pemerintah dalam pemasaran di tingkat lapang. Hal tersebut dikarenakan hasil panen petani di Kab. Basel belum mencapai kualitas yang sangat baik, sehingga apabila disaingkan dengan produk beras impor yang mempunyai kualitas lebih baik dengan harga yang lebih murah akan membuat kesulitan bagi para petani padi di Kab. Basel. Oleh karena itu, petani dan instansi terkait sama-sama menyadari bahwa tersedianya pihak yang mau menampung hasil panen padi akan dirasakan sangat membantu dalam hal penyediaan rasa aman petani dalam melakukan usahatani padi.

Seluruh responden beranggapan monitoring dan evaluasi (monev) oleh pemerintah dalam pemasaran di tingkat lapang akan lebih baik dilakukan setelah tersedia mitra kerjasama bagi petani dalam hal pemasaran di tingkat lapang. Monev diharapkan dapat mengontrol kerjasama yang terjadi antara petani dengan mitra agar kerjasama yang dilakukan dapat menguntungkan baik pihak petani maupun mitra kerjasama.

Tabel 8 Prioritas aksi pada strategi pembinaan kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapangan berdasarkan preferensi responden

Strategi

Seluruh Petani

Instansi Cukup Berkemba

ng

Belum Berkembang Terkait

Bobot

# Bobot # Bobot # Bobot #

(%) (%) (%) (%) A

Penyediaan mitra kerjasama dalam pemasaran hasil di tingkat lapangan

63 1 64,8 1 62,5 1 63,6 1

B

Monitoring dan evaluasi oleh pemerintah dalam pemasaran di tingkat lapang

37 2 35,2 2 37,5 2 36,4 2

Jumlah 100 100 100 100


(1)

Parameter bol

S1 S2 S3 N1 Kedalaman efektif s >75 cm >50 cm >25 cm >10 cm

Kelas besar butir pada zone perakaran (0-30 cm) s Berliat, berdebu halus, berlempung halus Berliat, berdebu halus, berlempung halus Berliat, berdebu halus, kasar berlempung Berliat, berdebu halus, berlempung halus

Batu-batu di permukaan tanah

s <5% <25% <50% <5% Kesuburan tanah*) n Tinggi Tinggi, sedang Tinggi, sedang,

rendah

Tinggi, sedang, rendah, sangat rendah Reaksi tanah lapisan

atas (0-30 cm)

a pH 6-7 pH 5,5-7,5 pH 4-8 pH 3,5-8,5

Toksisitas*) e

a. Kejenuhan Al <20% <40% <80% <100% b. Kedalaman Pirit >100 cm >75 cm >50 cm >25 cm Lereng dan keadaan

permukaan tanah

t <3% <3% <8% <15%

Ketinggian tempat h Tdml<500 m Tdml<750 m Tdml<1000 m Tdml<1000 m Erodibilitas tanah e sangat rendah sangat rendah,

rendah sangat rendah, rendah, sedang sangat rendah, rendah, sedang, agak tinggi, tinggi Zone agroklimat

(Oldeman et al.)

c A1, A2, B1, B2

A1, A2, B1, B2, B3

A1, A2, B1, B2, B3, C1, C2, C3, D1, D2, D3

A1, A2, B1, B2, B3, C1, C2, C3, D1, D2, D3, E1, E2, E3

Kelas drainase d Baik Baik Agak Cepat, Baik Cepat, Agak Cepat, Baik, Agak Terhambat, sangat terhambat Banjir dan genangan

musiman*)

f Tanpa Kurang dari 2 bulan dengan tanpa adanya genangan permanen (<1m)

Kurang dari 4 bulan dengan tanpa adanya genangan permanen (<1m)

Kurang dari 4 bulan dengan genangan permanen (0,5-1m)

Salinitas (mmhos/cm) *) x <1500 <2500 <4000 <4000

Tambahan untuk tanah gambut/bergambut*)

komposisi gambut k Saprik Saprik, hemik, fibrik dengan ketebalan <30 cm

Saprik, hemik Saprik, hemik, fibrik

ketebalan gambut g <50 cm <75 cm <100 cm <150 cm

Sumber: PPT 1983 dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) Keterangan: *) Parameter tidak digunakan di dalam penelitian


(2)

Lampiran 6 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangka Selatan Pola Ruang Tanaman Padi

 

67


(3)

Lampiran 7 Skenario swasembada beras di Kabupaten Bangka Selatan dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Jumlah Penduduk Kab. Basel 172.528 177.949 183.468 187.042 191.980 196.918 201.856 206.794 211.731 216.669 Jumlah Penduduk Prov. Kep. Babel

1.223.296 1.261.737 1.298.168 1.338.434 1.380.400 1.422.367 1.464.334 1.506.300 1.548.267 1.590.233

Konsumsi Beras Perorang Kab. Basel

(kg/org/thn) 92,14 89,80 94,10 92,69 91,30 89,93 88,58 87,25 85,94 84,65 Kebutuhan Beras Kab. Basel (ton/thn) 15.896,73 15.979,82 17.264,34 17.336,67 17.527,43 17.708,57 17.880,34 18.042,96 18.196,68 18.341,74 Kebutuhan Beras Prov. Kep. Babel

(ton/thn) 112.714,49 113.303,98 122.157,61 124.057,40 126.028,02 127.911,60 129.710,32 131.426,30 133.061,62 134.618,30 Skenario 1 (Ekstensifikasi Pertanian)

Luas Panen (ha) 2.993 2.435 3.808 4.620 5.439 6.258 7.077 7.896 8.715 9.534

Produktivitas IP 100(ton/ha) 3,61 4,28 4,38 4 4 4 4 4 4 4

Produksi Padi (GKG) (ton/thn) 10.811,75 10.431,75 16.679,04 18.480 21.756 25.032 28.308 31.584 34.860 38.136

Produksi Beras (GKG X 62,74%)

(ton/thn) 6.783,29 6.544,88 10.466,29 11.594,35 13.649,71 15.705,08 17.760,44 19.815,80 21.871,16 23.926,53

Skenario 2 (Intensifikasi Pertanian)

Luas Panen (ha) 2.993 2.435 3.808 4.620 4.620 4.620 4.620 4.620 4.620 4.620

Produktivitas IP 200 (ton/ha) 3,61 4,28 4,38 4 4 4 4 4 6 6

Produksi Padi (GKG) (ton/thn) 10.811,75 10.431,75 16.679,04 18.480 18.480 18.480 18.480 18.480 27.720 27.720

Produksi Beras (GKG X 62,74%)

(ton/thn) 6783,29 6544,88 10466,29 11.594,35 11.594,35 11.594,35 11.594,35 11.594,35 17.391,53 17.391,53

Skenario 3 (Ekstensifikasi+Intensifikasi)

Luas Panen (ha) 2.993 2.435 3.808 4.620 5.439 6.258 7.077 7.896 8.715 9.534

Produktivitas (IP 200) (ton/ha) 3,61 4,28 4,38 4 4 4 4 4 6 6

Produksi Padi (GKG) (ton/thn) 10.811,75 10.431,75 16.679,04 18.480 21.756 25.032 28.308 31.584 52.290 57.204

Produksi Beras (GKG X 62,74%)

(ton/thn) 6783,29 6544,88 10466,29 11.594,35 13.649,71 15.705,08 17.760,44 19.815,80 32.806,75 35.889,79

68


(4)

Lampiran 7 (Lanjutan)

2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 Jumlah Penduduk Kab. Basel 221.607 226.545 231.483 236.421 241.358 246.296 251.234 256.172 261.110 266.047

Jumlah Penduduk Prov. Kep. Babel

1.632.200 1.674.167 1.716.133 1.758.100 1.800.067 1.842.033 1.884.000 1.925.967 1.967.933 2.009.900

Konsumsi Beras Perorang indonesia

(kg/org/thn) 83,38 82,13 80,90 79,69 78,49 77,31 76,15 75,01 73,89 72,78

Kebutuhan Beras Kab. Basel (ton/thn) 18.478,34 18.606,72 18.727,10 18.839,67 18.944,65 19.042,25 19.132,65 19.216,06 19.292,66 19.362,64

Kebutuhan Beras Prov. Kep. Babel

(ton/thn) 136.098,35 137.503,71 138.836,28 140.097,93 141.290,50 142.415,77 143.475,50 144.471,38 145.405,11 146.278,32 Skenario 1 (Ekstensifikasi Pertanian)

Luas Panen (ha) 10.353 11.172 11.991 12.810 13.629 14.448 15.267 16.086 16.905 17.724

Produktivitas IP 100(ton/ha) 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Produksi Padi (GKG) 41.412 44.688 47.964 51.240 54.516 57.792 61.068 64.344 67.620 70.896

Produksi Beras (GKG X 62,74%) 25.981,89 28.037,25 30.092,61 32.147,98 34.203,34 36.258,70 38.314,06 40.369,43 42.424,79 44.480,15

Skenario 2 (Intensifikasi Pertanian)

Luas Panen (ha) 4.620 4.620 4.620 4.620 4.620 4.620 4.620 4.620 4.620 4.620

Produktivitas IP 200 (ton/ha) 6 6 8 8 8 8 10 10 10 10

Produksi Padi (GKG) 27.720 27.720 36.960 36.960 36.960 36.960 46.200 46.200 46.200 46.200

Produksi Beras (GKG X 62,74%) 17.391,53 17.391,53 23.188,70 23.188,70 23.188,70 23.188,70 28.985,88 28.985,88 28.985,88 28.985,88

Skenario 3 (Ekstensifikasi+Intensifikasi)

Luas Panen (ha) 10.353 11.172 11.991 12.810 13.629 14.448 15.267 16.086 16.905 17.724

Produktivitas (IP 200) (ton/ha) 6 6 8 8 8 8 10 10 10 10

Produksi Padi (GKG) 62.118 67.032 95.928 102.480 109.032 115.584 152.670 160.860 169.050 177.240

Produksi Beras (GKG X 62,74%) 38.972,83 42.055,88 60.185,23 64.295,95 68.406,68 72.517,40 95.785,16 100.923,56 106.061,97 111.200,38


(5)

Jumlah Penduduk Kab. Basel 270.985 275.923 280.861 285.799

Jumlah Penduduk Prov. Kep. Babel 2.051.867 2.093.833 2.135.800 2.177.766

Konsumsi Beras Perorang indonesia (kg/org/thn) 71,69 70,61 69,55 68,51

Kebutuhan Beras Kab. Basel (ton/thn) 19.426,18 19.483,46 19.534,64 19.579,91

Kebutuhan Beras Prov. Kep. Babel (ton/thn) 147.092,62 147.849,57 148.550,72 149.197,57 Skenario 1 (Ekstensifikasi Pertanian)

Luas Panen (ha) 18.543 19.362 20.181 21.000

Produktivitas IP 100 (ton/ha) 4 4 4 4

Produksi Padi (GKG) (ton/thn) 74.172 77.448 80.724 84.000

Produksi Beras (GKG X 62,74%) (ton/thn) 46.535,51 48.590,88 50.646,24 52.701,60

Skenario 2 (Intensifikasi Pertanian)

Luas Panen (ha) 4.620 4.620 4.620 4.620

Produktivitas IP 200 (ton/ha) 12 12 12 12

Produksi Padi (GKG) (ton/thn) 55.440 55.440 55.440 55.440

Produksi Beras (GKG X 62,74%) (ton/thn) 34.783,06 34.783,06 34.783,06 34.783,06

Skenario 3 (Ekstensifikasi+Intensifikasi)

Luas Panen (ha) 18.543 19.362 20.181 21.000

Produktivitas (IP 200) (ton/ha) 12 12 12 12

Produksi Padi (GKG) (ton/thn) 222.516 232.344 P242.172 252.000

Produksi Beras (GKG X 62,74%) (ton/thn) 139.606,54 145.772,63 151.938,71 158.104,80 Sumber: BPS Kab. Basel 2012; Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Basel 2012


(6)

RIWAYAT HIDUP

 

Penulis dilahirkan di Depok Bogor pada tanggal 29 Mei

1987 dari pasangan Firdaus Jufri dan Marliana sebagai

anak kedua dari lima bersaudara. Pendidikan sarjana

ditempuh di Program Studi Agronomi, Fakultas

Pertanian IPB, lulus pada tahun 2008. Kesempatan untuk

melanjutkan ke program magister pada program studi

Ilmu Perencanaan Wilayah pada perguruan tinggi yang

sama diperoleh pada tahun 2012. Beasiswa pendidikan

pascasarjana diperoleh dari BAPPENAS.

Penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil pada Dinas Kehutanan Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2009. Tahun 2013 penulis bertugas di

Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung.