Estimasi nilai paparan BPA pada ASI

39 digunakan sebesar 0,1µgL atau setara dengan 0,1 ppb. Penentuan batas ini berdasarkan penelitian Brede 2003 yang berjudul Increased migration levels of bisphenol A from polycarbonate baby bottles after dishwashing, boiling and brushing dimana pengujian dilakukan dengan menggunakan GCMS terhadap botol susu yang diisi dengan air, menghasilkan nilai migrasi spesifik air pada BPA sebesar 0,1µgL atau sebesar 0,0001 ppm. Dalam estimasi nilai paparan ini, diasumsikan bahwa telah terjadi 100 migrasi BPA ke dalam pangan yang dikonsumsi untuk menunjukkan kemungkinan terburuk dari terlepasnya paparan BPA. Dari hasil survei yang dilakukan di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Bogor menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi pangan air adalah 0,232 liter dalam satu hari. Berat badan rata-rata anak yang mengkonsumsi air dari botol susu polikarbonat sebesar 10 kg. Dari informasi tersebut, kemudian dilakukan perhitungan nilai paparan diet sehingga didapat estimasi nilai paparan BPA dari botol susu polikarbonat ke dalam air sebesar 0,000002 ppm atau setara dengan 0,000002 mgkg berat badanhari. Berdasarkan peraturan Kepala Badan POM tahun 2012, batas toleransi BPA adalah 0,029 mgkg berat badanhari. Nilai paparan BPA pada air jauh lebih kecil dibandingkan standar toleransi atau Total Daily Intake TDI yang ditetapkan oleh BPOM RI. Menurut standar internasional yang dibuat oleh European Food Safety Authority EFSA pada tahun 2006, harga asupan harian yang dapat ditoleransi oleh tubuh atau tolerable daily intake TDI BPA sebesar 0,05 mgkg berat badanhari. Jika dibandingkan dengan standar EFSA, nilai estimasi paparan BPA pada air juga jauh lebih kecil. Artinya penggunaan botol susu polikarbonat untuk air masih aman digunakan Studi menunjukkan bahwa pada dosis yang sangat rendah, 6µgL atau setara dengan 6 ppb atau 0,006 ppm BPA dapat mengakibatkan pertumbuhan abnormal sel endometrium diluar rahim, yang dapat mengakibatkan kemandulan pada wanita. Pada Laki-laki, BPA dapat menyebabkan berkurangnya produksi sperma dan kanker testis. BPA sangat beresiko pada anak-anak yang kemampuan hormonnya masih belum seimbang. Ditambah lagi konsumen BPA terbesar adalah anak- anak, karena penggunaan BPA banyak terdapat pada botol susu anak. Batas migrasi BPA yang ditetapkan di uni eropa untuk botol susu bayi adalah 3 mgkg ppm pangan Sun, C.L., 2003.

4.2.2. Estimasi nilai paparan BPA pada ASI

Estimasi nilai paparan BPA pada ASI dihitung dengan cara yang sama dengan perhitungan estimasi nilai paparan BPA pada air. Hal yang membedakan hanya nilai batas residu BPA yang digunakan. Sebuah penelitian mengenai migrasi BPA yang dilakukan di Inggris, menganalisa kandungan BPA pada botol susu polikarbonat yang telah disterilisasi sebanyak 50 kali dengan menggunakan dishwasher. Pengujian dilakukan dengan menginkubasi botol yang berisi etanol 10 selama satu jam pada suhu 70°C. Larutan etanol 10 diasumsikan sebagai simulan pangan pengganti susu. Setelah dilakukan tiga kali pengulangan inkubasi, migrasi spesifik BPA yang terdeteksi sebanyak kurang dari 1,1 µgL CSL, 2004. Atas dasar penelitian yang telah dilakukan CSL 2004, maka nilai residu BPA pada ASI yang digunakan adalah sebesar 1,1 µgL atau 1,1 ppb yang setara dengan 0,0011 ppm. Dari hasil survei yang dilakukan, rata-rata konsumsi pangan ASI dalam satu hari adalah sebesar 0,38 liter. Berat badan rata-rata anak yang mengkonsumsi air dari botol susu polikarbonat sebesar 8,5kg. Dari informasi tersebut, kemudian dilakukan perhitungan paparan diet sehingga didapat estimasi nilai paparan BPA dari botol susu polikarbonat ke dalam ASI sebesar 0,00005 ppm atau setara dengan 0,00005 mgkg berat badanhari. Sama seperti nilai estimasi BPA pada air, nilai estimasi BPA pada ASI juga lebih kecil dibandingkan standar EFSA dan BPOM RI. Artinya penggunaan botol susu polikarbonat untuk ASI masih dalam batas aman digunakan. Akan tetapi, 40 kemungkinan BPA terpapar juga tetap ada, meski hanya dalam jumlah kecil. Hal ini disebabkan perlakuan sterilisasi dan penyiapan serta penyimpanan ASI yang mengharuskan ASI mengalami kontak dengan botol susu polikarbonat untuk waktu yang lama dan suhu yang ekstrim. Suhu sterilisasi yang ekstrim dan lama kontak yang lama dapat memicu BPA terpapar. Beberapa studi menunjukkan keterkaitan antara BPA dengan beberapa penyakit berbahaya yang dapat merusak fungsi normal sel, gangguan otak, kardiovaskuler, abnormalitas jantung, dan lainnya. Walaupun jumlah resiko paparannya masih diperdebatkan, akan tetapi beberapa negara telah melakukan pengurangan penggunaan BPA dalam industri plastik. Terdapat banyak negara yang telah dengan tegas melakukan pelarangan produksi plastik polikarbonat dari BPA, antara lain Amerika Serikat, Minnesota, dan Chicago. Kanada adalah negara yang pertama kali melarang penjualan botol plastik yang mengandung BPA. Sementara Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat US FDA merekomendasikan untuk tidak menggunakan botol plastik polikarbonat yang mengandung BPA untuk menampung susu atau pangan lain untuk bayi. Beberapa negara lainnya masih mentoleransi penggunaan botol polikarbonat selama jumlah paparannya di bawah batas Tolerable Daily Intake TDI. Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Toxicology Program European Commission 1997, BPA juga ditemukan pada susu formula bayi. Diperkirakan sumbernya berasal dari migrasi botol susu polikarbonat. Akan tetapi jumlahnya masih dianggap dalam kategori aman, karena berada di bawah nilai Tolerable Daily Intake TDI, yang nilainya sebesar 0,05 mgkg berat badan. Menurut Wheteril et al., 2007, paparan BPA bahkan dengan kadar rendah sekalipun tetap berpotensi mengubah fungsi sel tubuh. BPA juga terbukti dapat mengendap di dalam hati, usus, dan ginjal untuk jangka waktu beberapa hari. Untuk meminimalisir pelepasan BPA pada botol susu polikarbonat, sebaiknya perlu dilakukan penyuluhan agar masyarakat tidak memanaskan air di dalam botol polikarbonat saat menyiapkan ASI perah atau susu formula dan menghindari mengisi air panas langsung ke dalam botol. Dalam proses pencucian botol, sebaiknya menggunakan cairan sabun yang memang khusus diperuntukkan untuk peralatan bayi karena sabun khusus tersebut telah dibuat dengan pH yang disesuaikan terhadap produk bayi. Penggunaan sabun cuci yang sembarangan sangat berbahaya, karena cairan sabun yang keras akan memicu lepasnya BPA dari botol. Penyikatan botol saat pencucian juga perlu diperhatikan. Sebaiknya menggunakan sikat yang halus agar gesekan yang terjadi antara sikat dengan botol tidak sampai menyebabkan lepasnya BPA. Sebaiknya, perlu dilakukan juga penyuluhan agar masyarakat lebih memilih menggunakan botol susu BPA free.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil survei konsumsi pangan yang dilakukan di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Bogor menunjukkan gambaran responden yang menyimpan air dan ASI dalam botol susu polikarbonat yang paling banyak adalah responden dengan tingkat pendidikan S1. Berdasarkan pekerjaan responden, ibu rumah tangga paling banyak menggunakan botol untuk menyimpan air, sedangkan responden yang paling banyak menggunakan botol untuk menyimpan ASI adalah karyawan swasta. Berdasarkan brand, botol susu yang digunakan paling banyak adalah brand A. Berdasarkan cara sterilisasi botol, populasi responden yang menggunakan botol susu polikarbonat untuk air dan ASI mensterilisasi botol dengan cara direbus selama 5 sampai 10 menit setelah air mendidih. Berdasarkan tempat penyimpanan botol, responden paling banyak menyimpan botol di tempat tertutup. Untuk ASI perah, sebagian besar responden menyimpannya di lemari pendingin. Berdasarkan cara penyiapan ASI, hampir seluruh responden menyiapkan ASI dengan cara merendamnya di air panas. Berdasarkan jenis kelamin anak, sebaran anak yang menggunakan botol susu polikarbonat kebanyakan berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan usia, sebagian besar anak yang minum air menggunakan botol adalah anak usia 7 sampai 12 bulan, dan anak yang minum ASI berusia dibawah 6 bulan. Berdasarkan berat badan, sebagian besar anak yang minum air menggunakan botol adalah anak dengan berat 10 sampai 12 kg, dan anak yang minum ASI memiliki berat 7 sampai 9 kg. Berdasarkan frekuensi minum, anak paling sering minum air dan ASI menggunakan botol sebanyak 5 kali dalam sehari. Berdasarkan volume botol yang digunakan, responden paling banyak menggunakan volume botol 60 ml untuk menyimpan ASI dan volume 120 ml untuk menyimpan air. Berdasarkan lama minum, sebagian besar anak menghabiskan ASI selama 5 menit dan air selama 6 sampai 15 menit. Sebagian besar responden menyiapkan ASI selama 6 sampai 15 menit. Berdasarkan waktu penyimpanan, sebagian besar responden menyimpan ASI perah selama satu hari. Perilaku anak terhadap penggunaan botol susu seperti jumlah porsi konsumsi, frekuensi, dan lama waktu minum anak mempengaruhi nilai kadar migrasi bisphenol-A dalam ASI dan air. Porsi konsumsi dan frekuensi anak minum menggunakan botol sebanding dengan nilai paparan BPA. Semakin besar porsi konsumsi dan semakin sering frekuensi anak minum akan mengakibatkan nilai paparan BPA yang semakin tinggi pula. Semakin lama waktu minum anak, juga menyebabkan semakin lama kontak antara pangan dengan botol. Semakin lama kontak yang terjadi, akan semakin banyak BPA yang terpapar ke dalam pangan. Berdasarkan perhitungan estimasi nilai paparan, nilai paparan BPA yang terkandung dalam air sebesar 0,000002 mg BPAkg berat badanhari dan dalam ASI sebesar 0,00005 mg BPAkg berat badanhari. Perlakuan pada botol susu seperti cara sterilisasi, kondisi tempat penyimpanan dan lamanya penyimpanan botol, serta cara penyiapan pangan mempengaruhi kadar migrasi bisphenol-A dalam ASI dan air. Perlakuan seperti cara sterilisasi yang lama dan dalam suhu yang tinggi akan menyebabkan lepasnya monomer BPA dari botol. Kondisi tempat penyimpanan yang terbuka dan mudah terpapar matahari juga memberi kemungkinan monomer BPA akan terlepas. Perlakuan penyiapan ASI setelah disimpan di kulkas dengan cara merendam botol di air panas juga dapat menyebabkan terlepasnya paparan BPA dari botol susu.

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Ibu Memilih Pemberian Susu Formula Pada Bayi 0-6 Bulan di Desa Lubuk Rotan Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013

0 39 68

Kajian Paparan Bisfenol-A (BPA) Dari Botol Susu Polikarbonat Pada Bayi. Studi Kasus : Wilayah DKI Jakarta

1 5 178

STERILISATOR BOTOL SUSU BAYI BERBASIS MIKROKONTROLER

14 59 111

Pengaruh paparan radiasi sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam botol plastik jenis polikarbonat yang ditetapkan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik.

2 10 165

Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan.

0 0 141

Pengaruh paparan radiasi sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam botol plastik jenis polikarbonat yang ditetapkan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik

1 2 163

HUBUNGAN POLA PEMBERIAN ASI DAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU ( MP – ASI ) DENGAN STATUS GIZI PADA BAYI DI PUSKESMAS BANDARHARJO SEMARANG 2008 - UDiNus Repository

0 0 2

PDF ini Perbedaan Kadar Lisozim dalam Air Susu Ibu (ASI) pada Bayi Sehat dan Bayi Sakit yang Mendapat ASI Eksklusif | Irwandi | Sari Pediatri 4 PB

0 0 6

BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Konsep Teori Air Susu Ibu (ASI) 1. Air Susu Ibu (ASI) - BAB II pdf

0 0 28

Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan - USD Repository

0 0 139