Pengaruh paparan radiasi sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam botol plastik jenis polikarbonat yang ditetapkan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik.

(1)

PENGARUH PAPARAN RADIASI SINAR MATAHARI TERHADAP KADAR BISFENOL A DALAM BOTOL PLASTIK JENIS POLIKARBONAT YANG

DITETAPKAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Leonardus Nito Kristiyanto NIM : 098114019

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

A vaincre sans péril, on triomphe sans gloire

-Corneille-

je dédie le recherches pour ma famille, mes amis,

et tout le monde tous ceux qui ont contribué de leur


(7)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya sehingga dapat terselesaikannya skripsi yang berjudul “PENGARUH PAPARAN RADIASI SINAR MATAHARI TERHADAP KADAR BISFENOL A DALAM BOTOL PLASTIK JENIS POLIKARBONAT

YANG DITETAPKAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR

KINERJA TINGGI FASE TERBALIK”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Proses pelaksanaan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak sekali memberikan bimbingan, nasihat, serta berbagai dukungan dalam proses pengerjaan, hingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen penguji atas masukan, kritik, dan sarannya selama proses penelitian.

4. Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si. selaku dosen penguji atas masukan, kritik, dan sarannya selama proses penelitian.


(8)

viii

5. Rini Dwi Astuti, M.Sc., Apt. selaku kepala laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menggunakan laboratorium.

6. Pak Sanjaya selaku dosen yang telah memberikan saran, masukan serta nasihat selama proses penelitian.

7. Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Kunto serta segenap laboran Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu selama proses penelitian.di laboratorium.

8. Keluarga tercinta, papa, mama, dan Sukma yang telah memberikan semangat, dukungan serta doa.

9. Teman-teman satu kelompok skripsi: Topan dan Ina yang memberikan warna berbeda.

10.Teman-teman satu bimbingan: Jimmy, Gunggek, Rachel, Nety dan Jo yang bersama-sama berjalan dan memberi semangat dalam mengerjakan penelitian ini. 11.Temanku Lidia yang selalu menyemangati dalam kegalauan hidup.

12.Teman-teman satu permainan: Kenny, Wanda, Danu, Denny, Putra, Aldo, Felix, Mikhael, dan semuanya yang telah membantu penulis dan memberikan semangat serta tawa ria.

13.Teman-teman satu laboratorium yang heboh dan menyenangkan: Novia, Agnes, Victor, Shinta, Sasya, Metri, Teti, Febrin, Wisnu, dan Ozy

14.Semua pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu-persatu yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.


(9)

ix

Akhir kata, penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam penyusunan skripsi ini akibat dari keterbatasan dari kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca serta perkembangan ilmu pengetahuan.


(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

PRAKATA... vii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

INTISARI... xx

ABSTRACT... xxi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan Masalah ... 3


(11)

xi

3. Manfaat Penelitian ... 4

B. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6

A. Wadah ... 6

1. Wadah Plastik ... 6

B. Sinar Matahari ... 8

C. Bisfenol A ... 10

1. Peruraian BPA dan pemejanannya pada manusia ... 13

2. Metabolisme BPA ... 15

3. Dampak BPA ... 18

D. KCKT ... 21

1. Analisis kualitatif dan kuantitatif ... 36

E. Landasan Teori ... 37

F. Hipotesis ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 40

B. Variabel Penelitian ... 40

C. Definisi Operasional ... 41

D. Bahan Penelitian ... 41

E. Alat Penelitian ... 41


(12)

xii

1. Preparasi sampel ... 42

2. Pembuatan larutan baku bisfenol A ... 43

3. Ekstraksi BPA dalam sampel ... 43

4. Optimasi proses ekstraksi ... 44

5. Efisiensi ekstraksi total ... 44

6. Validasi proses ekstraksi dengan metode standar adisi (standard addition method) ... 45

7. Injeksi ke dalam sistem KCKT ... 46

G. Analisis Hasil ... 46

1. Analisis kualitatif ... 46

2. Analisis kuantitatif ... 47

3. Analisis pengaruh paparan radiasi sinar matahari terhadap kadar BPA dalam botol ... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Pemilihan dan Preparasi Sampel ... 52

B. Optimasi Proses Ekstraksi ... 55

C. Efisiensi Ekstraksi ... 55

D. Validasi Proses Ekstraksi ... 57

E. Penetapan kadar dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 61


(13)

xiii

2. Analisis Kuantitatif ... 64

F. Pengaruh Paparan Radiasi Sinar Matahari terhadap Kadar BPA dalam Botol ... 66

G. Disipasi BPA dalam Botol Air Minum Akibat Paparan Radiasi Sinar Matahari ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

LAMPIRAN ... 79


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Sifat fisika-kimia BPA ... 11 Tabel II. Sifat pelarut yang akan digunakan sebagai fase gerak ... 30 Tabel III. Data % recovery berbagai perbandingan diklorometan

dan aseton ... 55 Tabel IV. Data perolehan kembali (% recovery) efisiensi ekstraksi .. 56 Tabel V. Akurasi dan presisi sampel BPA dalam botol ... 59 Tabel VI. Linearitas sampel dengan adisi ... 59 Tabel VII. Uji t antara slope kurva baku standar BPA dengan kurva

adisi sampel botol ... 60 Tabel VIII. Hasil perbandingan waktu retensi pada sampel, baku dan

sampel dengan adisi ... 62 Tabel IX. Hasil perbandingan AUC pada sampel, dan sampel

dengan adisi ... 62 Tabel X. Kadar BPA dalam sampel dengan dan tanpa perlakuan

paparan radiasi sinar matahari ... 64 Tabel XI. Linearitas penurunan kadar BPA dalam botol berdasarkan

orde 0, 1, dan 2 ... 66 Tabel XII. Laju penurunan kadar BPA perhari dalam botol


(15)

xv

Tabel XIII. Hasil uji t antara kontrol dengan perlakuan paparan

radiasi sinar matahari ... 67 Tabel XIV. Kadar BPA dalam botol dan kadar BPA dalam air ... 68 Tabel XV. Kadar BPA yang terdisipasi dalam air dan botol ... 69


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1. Struktur bisfenol A ... 10

Gambar 2. Proses pembuatan polikarbonat ... 12

Gambar 3. Proses biotransformasi BPA pada manusia dan hewan uji menjadi BPA-glukoronid dan BPA-sulfat ... 16

Gambar 4. Pemisahan secara kromatografi ... 23

Gambar 5. Skema sederhana dari HPLC ... 24

Gambar 6. Puncak kromatografi ... 25

Gambar 7. Kromatogram ... 25

Gambar 8 Reaksi pembentukan silika terikat ... 26

Gambar 9. Selektivitas panjang gelombang pada detektor UV (a) spektra absorbansi dengan dua contoh sampel X dan Y serta kromatogram pada (b) 280 nm, (c) 260 nm dan (c) 210 nm ... 28

Gambar 10. Solvent triangle ... 32

Gambar 11. Difusi eddy ... 33

Gambar 12. Distribusi aliran ... 34

Gambar 13. Difusi longitudinal ... 35

Gambar 14. Partikel dengan banyak pori dan celah ... 35


(17)

xvii

Gambar 16. Kromofor dan auksokrom BPA ... 51 Gambar 17. Perbandingan puncak (a) puncak sampel dan baku, (b)

puncak sampel dan berbagai sampel yang diadisi ... 63 Gambar 18. Penurunan kadar BPA dalam botol dengan dan tanpa

paparan radiasi sinar matahari ... 65 Gambar 19. Kromatogram (a). Kontrol hari ke-0 (b). Perlakuan hari


(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran 1. Label Baku Standar Bisfenol A (E. Merck) ... 80

Lampiran 2. Data Penimbangan ... 81

Lampiran 3. Dokumentasi Proses Ekstraksi ... 85

Lampiran 4. Optimasi Perbandingan Diklorometan dan Aseton ... 86

Lampiran 5. Perhitungan Efisiensi Ekstraksi ... 87

Lampiran 6. Data Perhitungan Validasi, Akurasi, Linearitas serta Pengaruh Metode Ekstraksi ... 90

Lampiran 7. Analisis Kualitatif BPA dalam Botol Air Minum ... 97

Lampiran 8. Perhitungan Penetapan Kadar BPA dari Botol Air Minum ... 99

Lampiran 9. Laju Penurunan Kadar BPA pada Botol Air Minum Kontrol dan dengan Paparan Radiasi Sinar Matahari ... 102

Lampiran 10. Uji Beda Kadar BPA dalam Botol Air Minum antara Kontrol dan Perlakuan Paparan Radiasi Sinar Matahari ... 106

Lampiran 11. Perhitungan Disipasi BPA pada Air dan Botol Air Minum ... 108

Lampiran 12. Data Kromatogram Optimasi Proses Ekstrasi ... 112


(19)

xix

Lampiran 14. Data Kromatogram Perhitungan Validasi, Akurasi,

Linearitas serta Pengaruh Proses Ekstraksi ... 121 Lampiran 15. Kromatogram Penetapan Kadar BPA dalam Sampel


(20)

xx INTISARI

Bisfenol A (2,2-(4,4’-dihidroksifenil) propana, atau BPA) dikenal sebagai senyawa analog esterogen dengan aktivitas merusak kinerja endokrin (Endocrine Discrupting Chemicals), gangguan prostat, maupun gangguan saraf. BPA banyak terdapat dalam botol berbahan dasar polikarbonat (PC) sebagai salah satu monomer utama penyusunnya. BPA diketahui dapat mengalami depolimerisasi sehingga menyebabkan masuknya BPA kedalam sediaannya. Matahari merupakan sumber panas dan energi yang diperkirakan mampu mendepolimerisasi BPA menjadi bentuk bebasnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh paparan radiasi sinar matahari terhadap kadar BPA dalam botol polikarbonat.

Jenis dan rancangan penelitian adalah eksperimental murni menggunakan sistem KCKT dengan fase diam C18, fase gerak asetonitril:air (70:30), waktu alir 1 mL/menit, detektor UV dengan panjang gelombang 278 nm, LOD 0,0471 µg/mL, LOQ 8,4701 µg/g, dan rentang 0,3-3 µg/mL.

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kadar BPA tanpa pengaruh paparan radiasi sinar matahari pada hari ke 0, 7, 14, 21 dan 28 berturut-turut adalah 314,0381 µg/g, 288,4873 µg/g, 259,9370 µg/g, 192,5441 µg/g, dan 187,5645 µg/g, sementara kadar BPA dengan pengaruh paparan radiasi sinar matahari adalah 301,4602 µg/g, 248,0486 µg/g, 194,8516 µg/g, 117,4447 µg/g, dan 86,6081 µg/g. Ditemukan adanya pengaruh sinar matahari yang signifikan terhadap kadar BPA dalam botol.


(21)

xxi ABSTRACT

Bisphenol A (2,2-(4,4’-dihydroxyphenyl)propane) or known as BPA is an esterogen hormone analogue which could lead into endocrine discrupt, prostate and neural disorder. BPA mainly used to form policarbonate (PC) bottles and plays role as its major monomer. Contact between BPA and human occur when BPA depolymerisate and leach into the water. Solar radiation as heat and energy source, suspected could depolymerisate BPA and further leach BPA into water. The aims of this research is to determine and reveal the effect of solar radiation to BPA concentration on the polycarbonate bottles.

It is a pure experimental research. Reversed phase High Performance Liquid Chromatography is used with C18 as stationary phase, acetonitrile:water (70:30) as mobile phase and 1 mL.minute-1 flow rate, 278 nm wavelength UV detector, LOD 0,0471 µg/mL, LOQ 8,4701 µg/g, and range 0,3-3 µg/mL.

The results show that BPA concentration without solar radiation from 0, 7th, 14th, 21st, and 28th day are 314,0381 µg/g, 288,4873 µg/g, 259,9370 µg/g, 192,5441 µg/g, and 187,5645 µg/g, and concentration with solar radiation are 301,4602 µg/g, 248,0486 µg/g, 194,8516 µg/g, 117,4447 µg/g, and 86,6081 µg/g. This study reveals that solar radiation affect the BPA concentration on the polycarbonate plastic bottle significantly.


(22)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wadah merupakan suatu tempat yang biasanya dipergunakan untuk menyimpan atau pembawa berbagai substansi baik cair maupun padat. Penggunaan wadah sangat lekat dengan kehidupan manusia. Mulai dari keperluan rumah tangga seperti wadah makanan, minuman, botol bayi, sampai dengan kebutuhan laboratorium berupa wadah bahan kimia. Sesuai perkembangannya, wadah dibuat dari berbagai bahan yang disesuaikan dengan bahan apakah yang akan dibawa dan kondisi selama membawa substansi tertentu yang salah satu contohnya adalah plastik. Plastik banyak digunakan secara luas karena sifatnya yang kuat, ringan, tidak mudah pecah serta dekoratif.

Berdasarkan kode daur ulangnya, kemasan plastik dibagi menjadi 7 yang salah satunya adalah polikarbonat (PC). Polikarbonat merupakan salah satu jenis plastik yang banyak digunakan sebagai botol air minuman dan wadah makanan karena sifat plastiknya yang kuat serta jernih serta tidak mudah hancur (Rykowska and Wasiak, 2006). Polikarbonat ditandai dengan kode “other”, “PC” atau kode nomor “7 pada kemasannya. Polikarbonat tersusun dari monomer bisfenol A dan difenil karbonat.

Sinar matahari merupakan suatu gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh matahari akibat reaksi fusi dan fisi dari matahari. Sinar matahari memancarkan berbagai macam sinar mulai dari sinar X, inframerah, sinar tampak,


(23)

sampai dengan sinar ultraviolet (Kiil and Houmϕller, 2013; Solarradiation, 2013). Sinar matahari yang mencapai bumi akan dipantulkan oleh atmosfer dan sisanya diserap oleh bumi. Sinar matahari yang diserap oleh bumi dapat diubah menjadi energi yang berbeda besarnya antara suatu tempat dengan tempat yang lain bergantung pada letaknya terhadap matahari (Kiil and Houmϕller, 2013).

Dalam penggunaannya sehari-hari, wadah plastik seringkali terpapar oleh radiasi sinar matahari. Energi yang terdapat pada paparan radiasi sinar matahari diduga dapat menyebabkan putusnya ikatan polimer penyusun plastik (depolimerisasi) pada wadah plastik golongan polikarbonat. Terlebih energi dari paparan radiasi sinar matahari terjadi di daerah khatulistiwa yang mana memungkinkan radiasi tersebut terpancar dengan intensitas yang lebih tinggi berdasarkan letak dan posisinya terhadap matahari. Putusnya ikatan polimer polikarbonat ini menyebabkan monomer-monomer penyusunnya yaitu bisfenol A meluruh dan berpindah menuju ke sediaan.

Bisfenol A (2,2-(4,4’-dihidroksifenil) propana) merupakan monomer penyusun plastik jenis polikarbonat bersama dengan difenil karbonat. Bisfenol A (BPA) berupa padatan putih dengan bau fenolik serta tergolong berbahaya bagi manusia. BPA memiliki struktur yang mirip dengan esterogen (xenoesterogen) dan dapat terikat pada reseptor esterogen sehingga apabila terpejankan pada manusia dapat meningkatkan kinerja dari esterogen (Ternes dan Joss, 2006) dan dilaporkan bertanggung jawab terhadap berbagai gangguan fisiologis pada tubuh, seperti pada kelenjar endokrin (yang berasal dari sifat neurotoksik esterogen) (Hoa, Carlson, Chua,


(24)

Belcher, 2008), serta berbagai gangguan genetis, gangguan saraf dan lain-lain (Rykowska dan Wasiak, 2006).

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode pemisahan suatu senyawa dalam sampel yang biasanya berupa campuran menurut kecepatan elusinya akibat interaksi oleh fase gerak dan fase diamnya. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi memiliki beberapa keunggulan seperti: sensitif, mempunyai daya pisah baik, cepat, dengan berbagai macam detektor, serta ideal untuk molekul besar dan ion.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah sinar matahari berpengaruh terhadap kadar BPA dalam botol serta berapakah kadar bisfenol A pada wadah botol air minum yang dipaparkan pada sinar matahari dalam jangka waktu tertentu sehingga dapat diketahui kadar bisfenol A total yang belum meluruh dan dilihat penurunan kadarnya terhadap kontrol.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Apakah radiasi sinar matahari berpengaruh terhadap kadar total bisfenol A pada wadah botol air minum dibandingkan dengan wadah botol air minum tanpa pengaruh radiasi sinar matahari?


(25)

b. Berapakah kadar total bisfenol A dalam wadah botol air minum akibat pengaruh radiasi sinar matahari dibandingkan dengan wadah botol air minum tanpa pengaruh radiasi sinar matahari?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik yang mana metode ini telah dilakukan untuk menetapkan kadar bisfenol A yang terkandung dalam wadah botol air minum. Pada penelitian terdahulu, bisfenol A yang ditetapkan menggunakan pengaruh pemanasan, perbedaan pH, pencucian dan pemakaian berkali-kali (Nam, Seo, and Kim, 2010; Li, Ying, Su, Ying, and Wang, 2010; Biedermann-Brem, S., Grob, K., and Fjeldal, P., 2008). Namun sejauh peneliti ketahui belum ada penelitian mengenai penetapan kadar bisfenol A dalam wadah botol air minum dengan pengaruh paparan radiasi sinar matahari dan dilakukan di daerah dengan intensitas sinar matahari besar seperti di Indonesia.

3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :

a. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui apakah radiasi sinar matahari dapat mempengaruhi kadar bisfenol A total pada wadah botol air minum dibandingkan dengan wadah botol air minum tanpa pengaruh radiasi sinar matahari.


(26)

b. Manfaat metodologi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai prosedur penggunaan metode KCKT dalam penetapan kadar bisfenol A dalam wadah botol air minum dengan pengaruh radiasi sinar matahari.

A. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh radiasi sinar matahari terhadap kadar bisfenol A pada wadah botol air minum dibandingkan wadah botol air minum tanpa pengaruh radiasi sinar matahari.

2. Mengetahui berapakah kadar bisfenol A dalam wadah botol air minum akibat pengaruh radiasi sinar matahari dan wadah botol air minum tanpa pengaruh radiasi sinar matahari.


(27)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Wadah

Pengemas diartikan sebagai wadah, tutup, dan selubung sebelah luar, artinya keseluruhan bahan kemas, dengannya obat ditransportasikan dan disimpan. Bahan kemas, yang mengalami kontak langsung dengan bahan yang dikemasnya dinyatakan sebagai bahan kemas primer, sedangkan bahan kemas yang dibungkus terlebih dahulu dengan kotak, karton dan sebagainya dinyatakan sebagai bahan kemas sekunder. Plastik sering dinyatakan sebagai bahan sintesis dan dapat digolongkan menjadi bahan sintesis organik (Voight, 1995).

1. Wadah plastik

Dari semua jenis bahan pengemas, plastik merupakan suatu bahan yang dikenal paling luas penggunaannya. Menurut American Society for Testing and Materials (ASTM), plastik merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih bahan polimer organik esensial dengan massa molar yang besar, bersifat solid dalam bentuk jadinya dan dalam beberapa proses pembuatannya dapat dengan mudah dibentuk (Rabinow and Roseman, 2005).

Wadah plastik berdasarkan nomor daur ulangnya (recycle) dapat dibagi menjadi 7, yaitu:

a. Wadah bernomor daur ulang 1. Wadah dengan nomor daur ulang 1 ditandai dengan angka 1 pada kode daur ulang atau kode “PET” (Polyethylene


(28)

Terephtalate). PET biasanya digunakan untuk botol minuman (minuman ringan, minuman sekali minum, minuman olahraga), baskom plastik dan wadah kosmetik. Wadah jenis ini diperuntukkan hanya sekali pakai, namun apabila dipakai terus menerus maka akan mengalami peluruhan dan pertumbuhan bakteri (Plasticfreebottles, 2013).

b. Wadah bernomor daur ulang 2. Wadah dengan nomor daur ulang 2 ditandai dengan angka 2 atau kode “HDPE” (High Density Polyethylene) pada kode daur ulangnya. Wadah jenis ini tergolong aman dan biasanya dipakai untuk tas pasar, botol jus dan susu (Plasticfreebottles, 2013).

c. Wadah bernomor daur ulang 3. Wadah dengan nomor daur ulang 3 ditandai dengan angka 3 atau kode “PVC” (Polyvinyl Chloride) pada kode daur ulangnya. Plastik ini tergolong berbahaya dan mengandung bahan racun. Pemakaiannya berkisar pada peralatan rumah tangga seperti bingkai jendela, pembungkus daging, penutup kabel dan lain-lain (Plasticfreebottles, 2013). d. Wadah bernomor daur ulang 4. Wadah bernomor daur ulang 4 ditandai

dengan angka “4” atau kode “LDPE” (Low Density Polyethylene) pada kode daur ulangnya. Plastik ini tergolong aman digunakan dengan pemakaiannya sebagai pembungkus makanan, pembungkus roti, plastik dry cleaning, dan lain-lain (Plasticfreebottles, 2013).

e. Wadah bernomor daur ulang 5. Wadah ini ditandai dengan angka “5” atau kode “PP” (Polypropylene) pada kode daur ulangnya. Plastik ini tergolong aman dan digunakan sebagai botol obat-obatan, sedotan, serta untuk


(29)

membungkus produk makanan dan minuman lainnya (Plasticfreebottles, 2013).

f. Wadah bernomor daur ulang 6. Wadah ini ditandai dengan angka “6” atau kode “PS” (Polystyrene) pada kode daur ulangnya. Biasanya digunakan sebagai karton telur, perangkat CD, kemasan busa, dan lain-lain. Pada wadah jenis ini penggunaannya lebih baik dihindari karena dapat meluruhkan styrene dari komponen plastik yang dapat menyebabkan kanker (karsinogen) serta mengganggu fungsi hormon apabila terpejan ke manusia (Plasticfreebottles, 2013).

g. Wadah bernomor daur ulang 7. Wadah ini ditandai dengan angka “7”, “other”, atau PC(Polycarbonate) pada kode daur ulangnya. Biasanya digunakan sebagai wadah air minum, botol bayi dan perangkat mobil. Penggunaannya yang lama dapat membuat monomer bisfenol A yang ada luruh kedalam sediaan, oleh karena itu penggunaannya lebih baik dihindari (Plasticfreebottles, 2013).

B. Sinar Matahari

Sinar matahari merupakan sumber dari radiasi elektromagnetik. Ketika memancarkan radiasi, sebagian dari radiasi matahari masuk ke bumi melewati atmosfer hingga kemudian sampai ke permukaan bumi. Jumlah dari total radiasi matahari yang sampai ke bumi disebut insolasi (Kiil and Houmøller, 2013). Radiasi matahari merupakan jumlah total frekuensi spektrum elektromagnetik yang dipancarkan oleh


(30)

matahari. Spektrum ini terdiri dari sinar tampak dan radiasi sinar tampak-dekat seperi sinar X, ultraviolet, inframerah dan gelombang radio (Solarradiation, 2013). Sinar matahari ketika sampai di atmosfer akan dipantulkan oleh lapisan ozon, sedangkan sisanya diserap dan diubah menjadi panas (Kiil and Houmøller, 2013).

Sinar ultraviolet (UV) merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang antara 40 sampai 400 nm (30 hingga 3 eV). Spektrum UV dibagi menjadi UV vakum (40-190 nm), UV jauh (190-220 nm), UV C (220-290 nm), UV B (290-320 nm), dan UV A (320-400 nm). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang yang lebih pendek dari sinar tampak. Sinar ini tidak tampak mata oleh manusia, namun nampak bagi sebagian serangga seperti lebah (National Aeronautics and Space Administration, 2007). Matahari adalah sumber radiasi UV utama di bumi (Zeman, 2011). Sebagian besar sinar UV B dan UV C dapat diabsorbsi oleh lapisan ozon bumi, tetapi residu dari sinar UV B masih bisa mencapai tanah. Residu sinar UV B tersebut bisa diabsorbsi oleh protein dan DNA yang bisa berakibat fatal, seperti terjadinya kanker (Gruijl, 1999).

Energi yang didapat dari matahari cenderung konstan, namun dapat pula bervariasi tergantung letak dari tempat tersebut pada matahari (Kiil and Houmøller, 2013).


(31)

C. Bisfenol A

Gambar 1. Struktur bisfenol A (NTP-CERHR, 2008)

Bisfenol A (CAS 80-05-7) merupakan nama yang umum digunakan untuk senyawa 2,2-(4,4’-dihidroksifenil) propana, 4,4’-isopropilidendifenol, atau 2,2’ -bis(4-hidroksifenil)propana. BPA mempunyai berat molekul sebesar 228,29 g/mol dan rumus kimia C15H16O2. BPA dihasilkan melalui kondensasi fenol oleh aseton dengan

katalis resin penukar ion yang kuat (Rykowska and Wasiak, 2006) ataupun dengan kondensasi fenol dan aseton dengan katalis asam (NTP-CERHR, 2008). Bisfenol A (BPA) berwujud padatan putih dan berbau fenolik lembut atau bau seperti “rumah sakit” (NTP-CERHR, 2008). Produk yang berbahan dasar atau menggunakan BPA (bisfenol A) sudah secara luas digunakan lebih dari 50 tahun yang lalu (Felis, Ledakowicz, and Miller, 2011).


(32)

Tabel I. Sifat fisika-kimia BPA (Staples, Dorn, Klecka, O’block and Harris, 1998)

Sifat Fisika-kimia BPA Nilai

Titik didih 2200C pada 4 mmHg; 3990C pada 760 mmHg

Titik lebur 150-1570C

Grafitasi 1.060-1.195 g/mL pada 20-250C Kelarutan di air 120-300 mg/L pada 20-250C

Tekanan uap 8.7 x 10-10 -3.96 x 10-7 mmHg pada 20-250C

Stabilitas/reaktivitas -

Log Kow 2.20-3.82

Konstanta Henry 1.0 x 10-10 atm m3/mol

BPA biasanya digunakan sebagai intermediet dalam pembuatan plastik polikarbonat dan resin epoksi (Ternes and Joss, 2006). Bisfenol A juga biasanya digunakan sebagai bahan penstabil atau antioksidan pada banyak jenis plastik seperti polivinil klorida (Ash and Ash, 1995).

BPA merupakan suatu bahan kimia yang diproduksi oleh pabrik dalam jumlah massal. Pada tahun 1991, volume produksi BPA mencapai 7,26 milyar g (atau setara 16 juta pon) (HSDB, 2003). Pada pertengahan 2004, produksi BPA di Amerika Serikat tercatat sebanyak 1,024 juta kubik ton (atau setara 2,3 milyar pon) (NTP-CERHR, 2008). Pada tahun 2006, produksi BPA diseluruh dunia mencapai 3,8 juta kubik ton (Plastic Europe, 2007), sedangkan konsumsinya pada tahun 2003 di Amerika Serikat sendiri sebesar 856.000 kubik ton (1,9 milyar pon); dimana 619.000 kubik ton (1,4 milyar pon) sebagai resin polikarbonat, 184.000 (406 juta pon) sebagai resin epoksi dan 53.000 kubik ton (117 juta pon) digunakan untuk lain-lain (NTP-CERHR, 2008).

Polikarbonat merupakan polimer dari BPA yang mana akan menghasilkan suatu struktur plastik kuat, jernih, dan tidak mudah hancur. Polikarbonat dibuat dengan


(33)

mencampur BPA dengan difenil karbonat pada suhu 573 K seperti pada gambar 2 (Rykowska and Wasiak, 2006).

Gambar 2. Proses pembuatan polikarbonat (Rykowska and Wasiak, 2006)

Polikarbonat banyak digunakan dalam pembuatan media optik seperti CD dan DVD, pada bidang kelistrikan dan perlengkapan elektronik serta bahan bangunan, poliester unsaturated, resin polisulfon (Olea, Pulgar, Perez, Olea-Serrano, Rivas, Novillo-Tertrell et al., 1996) serta pada peralatan yang tahan banting (NTP-CERHR, 2008). BPA juga secara luas digunakan pada bidang medis, perlengkapan kesehatan serta kemasan botol dan wadah (Beronius and Hanberg, 2011). Selain digunakan murni, plastik polikarbonat dapat pula dicampur dengan material lain untuk membuat material seperti yang digunakan di industri telepon genggam, peralatan rumah tangga dan industri otomotif. Plastik polikarbonat ditandai dengan kode nomor daur ulang “7” atau huruf penanda “PC” didekat symbol daur ulang (NTP-CERHR, 2008).


(34)

Resin epoksi juga luas penggunaannya dan biasanya digunakan dalam pembuatan pelindung dan salut pada serbuk. Penggunaan lainnya pada bidang elektrik dan elektronik, teknik sipil, dan pelindung dalam industri otomotif (Beronius and Hanberg, 2011). Resin epoksi juga umum digunakan sebagai bahan pelapis logam seperti pada kaleng minuman, tutup botol serta pipa air (NTP-CERHR, 2008).

1. Peruraian BPA dan pemejanannya pada manusia

Pemejanan BPA dari suatu polikarbonat atau resin epoksi terjadi apabila monomer BPA lepas dari bentuk polimernya(dari suatu polikarbonat atau resin epoksi). Lepasnya suatu monomer BPA dapat terjadi akibat dari proses polimerisasi yang tidak sempurna atau hidrolisis yang disebabkan peningkatan suhu atau pH yang ekstrim (European Chemicals Bureau, 2008) serta pemakaian berkali-kali (Nam, Seo, and Kim, 2010).

Pemejanan BPA pada manusia terjadi terutama akibat dari makanan yang tercemar BPA sebagai akibat dari penggunaan wadah polikarbonat (atau yang mengandung monomer BPA lainnya seperti botol bayi, peralatan makan, dan wadah makanan serta kaleng makanan dan minuman yang dilapisi oleh resin epoksi) (Beronius and Hanberg, 2011). Selain dari wadah makanan secara langsung, BPA juga dapat terpejan dari sumber berupa debu, udara dan air (terutama akibat berenang dan mandi dimana BPA mengkontaminasi lewat kulit). BPA dalam bentuk serbuk juga dapat terpejan melalui permukaan beberapa thermal printing papers, misalnya nota kasir dimana serbuk BPA tersebut terpejan ke kulit ketika bersentuhan dengan kulit (Biedermann, Tschudin, and Grob, 2010). Menurut data Toxic Release Inventory, total


(35)

BPA yang terbebas ke lingkungan pada tahun 2004 adalah sebesar 181.768 pon: dimana 132.256 pon ke udara, 3.533 pon ke air, 172 pon injeksi, dan 45.807 ke tanah (NTP-CERHR, 2008). Menurut Staples et al. (1998), degradasi BPA tersebut terjadi akibat BPA yang mampu menyerap sinar ultraviolet terutama sinar yang masuk dan diserap oleh larutan bawaannya serta diketahui bahwa fotolisis dari permukaan air dapat terjadi terutama akibat pengaruh pH, turbiditas, turbulensi, dan sinar matahari. Waktu paruh akibat foto-oksidasi dari BPA berkisar antara 66 jam sampai 160 hari.

BPA yang meluruh dari botol dapat mengkontaminasi manusia dan dapat berakibat fatal. BPA mempunyai struktur mirip dengan esterogen sehingga dapat berikatan dengan reseptor esterogen dan meningkatkan aktivitas esterogen dalam tubuh (Ternes and Joss, 2006), BPA juga diklasifikasikan sebagai endocrine discrupting

chemical (EDC), yang mana BPA berperan sebagai agen eksogen yang mengganggu

produksi, pelepasan, transportasi, metabolisme, pengikatan, aksi, maupun eliminasi dari hormon alami (US-FDA, 2008). Sejumlah efek dari BPA pada hewan uji telah banyak dilakukan dengan target organ yang meliputi usus, hati dan ginjal. Lebih jauh, BPA juga dapat mengacaukan efek pada sistem-sistem endokrin yang lain seperti efek yang dimediasi androgen, hormon tiroid, prolaktin, insulin, dan lainnya (Wetherill, Akingbemi, Kanno, McLachian, Nadal, et al., 2007).

Penggunaan BPA sebagai polimer untuk produk tambahan makanan baik langsung maupun tidak langsung serta alat-alat kedokteran gigi masih diperbolehkan oleh FDA menurut Peraturan Regulasi Federal (Code of Federal Regulations/CFR). Dalam Peraturan Regulasi Federal, BPA (4,4’-isopropilidnedifenol) disetujui


(36)

penggunaannya sebagai anoksomer, dan pelindung pada permukaan wadah makanan dan bahan resin gigi (FDA, 2006).

Dosis perhari yang diperbolehkan (Tolerable daily intake/TDI) dari BPA telah ditetapkan oleh European Food Safety Authority (EFSA, 2006) adalah sebesar 50 µg/KgBB.hari. Walau bagaimanapun, hasil dosis perhari/TDI yang diperbolehkan ini diragukan oleh banyak ilmuwan karena hasil EFSA ditetapkan berdasarkan petunjuk yang disetujui dan dikategorikan sebagai petunjuk yang terpercaya dan berkualifikasi sangat baik. Pada kenyataannya, banyak penelitian yang dilakukan tidak berdasarkan petunjuk EFSA menunjukkan hasil yang kontroversi bahwa TDI yang ditemukan dibawah 50 µg/kgBB/ hari bahkan beberapa µg/kgBB.hari (Richter, Birnbaum, Farabollini, Newbold, Rubin and Talsness, 2007).

Beberapa lembaga didunia menetapkan dosis harian yang diperbolehkan atau TDI, seperti di Eropa 0,01 mg/KgBB.hari (SCF, 2012), 0,05 mg/KgBB.hari (EFSA, 2013); Amerika Serikat; Kanada sebesar 0,025 mg/KgBB.hari (Health Canada, 2008); dan Jepang 0,05 mg/KgBB.hari (AIST, 2007).

2. Metabolisme BPA

Pada manusia dan primata lainnya, BPA yang dikonsumsi secara oral akan dengan cepat terabsorbsi pada dinding usus, terikat dengan asam glukoronat dan diubah menjadi BPA-glukoronid pada metabolisme fase satu (first pass metabolism) oleh suatu enzim di hati (NTP-CERHR, 2008) dan sejumlah kecil BPA diubah menjadi konjugat sulfat (gambar 3). Reaksi ini digolongkan sebagai reaksi deaktivasi. Proses glukoronidasi, membuat BPA menjadi lebih larut di fase air (polar) sehngga akan lebih


(37)

mudah untuk dieliminasi melalui urin dan meminimalisir kemungkinan untuk berinteraksi dengan proses-proses biologis lainnya. Lebih dari 80% BPA yang dikonsumsi secara oral akan dibuang dari tubuh dalam waktu 5 jam. Bentuk konjugat sulfat inilah yang berperan sebagai pengganggu endokrin (INFOSAN, 2009).

Gambar 3. Proses biotransformasi BPA pada manusia dan hewan uji menjadi BPA-glukoronid dan BPA-sulfat (Aschberger, Castello, Hoekstra, Karakitsios, Munn, Pakalin et al., 2010)

Penelitian oral yang dilakukan pada tikus ditemukan bahwa BPA pada jaringan tubuh ditemukan terkonsentrasi pada jaringan hati, ginjal, jaringan mati serta pada otak dan testis konsentrasinya paling rendah (Aschberger et al., 2010).

Pada kasus yang melibatkan janin, jumlah BPA pada jaringan fetus sama dengan jumlah BPA yang ada pada darah ibu sehingga ini menunjukkan bahwa BPA dapat terdistribusi melalui plasenta. BPA juga dapat berpindah melalui air susu dengan konsentrasi 1-3µg/L atau sedikit lebih tinggi dari BPA yang terdapat dalam darah ibu. Data toksikologi menunjukkan bahwa fase embrionik/neonatal tidak mempunyai kemampuan untuk mengkonjugasi BPA seperti pada dewasa, namun pada fase


(38)

embrionik/neonatal dapat tetap memetabolisme BPA lewat sulfatasi (enzim sulfo-transferase). Fetus merupakan individu yang paling rentan dimana pemaparan BPA tidak hanya terjadi akibat penularan dari induknya melewati plasenta atau air susu namun juga terjadi akibat pemakaian wadah berbahan PC (terutama botol susu bayi) (INFOSAN, 2009). Menurut penelitian dari Domoradzki, Thornton, Pottenger, Hansen, Card, Markham et al. (2004), kemampuan hewan uji tikus yang sangat muda untuk memetabolisme BPA kurang baik dibandingkan dewasa terkait dengan kurang berkembangnya proses glukoronidasi saat tikus berada dalam fase awal kehidupan. Menurut penelitian Ikezuki, Tsutsumi, Takai, Kamei, dan Taketani (2002) serta Welshons, Nagel dan vom Saal (2006), peningkatan dosis pada induk juga akan memicu peningkatan akumulasi sirkulasi BPA pada fetus.

Penelitian lain menunjukkan bahwa terjadi pula peristiwa dekonjugasi BPA yang menyebabkan BPA yang sudah dideaktivasi (BPA yang telah terglukoronidasi dan tersulfatasi) menjadi aktif kembali/reaktivasi oleh enzim -glukoronidase dan arilsulfatase C menjadi BPA bebas (Ginsberg and Rice, 2009). Enzim -glukoronidase merupakan enzim yang tidak hanya terdapat pada saluran pencernaan usus halus, namun juga terdapat pada seluruh bagian tubuh, termasuk plasenta dan hati fetus (yang diduga turut berperan dalam akumulasi pada fetus). Arilsulfatase C berkembang pada masa awal kehidupan dan dapat mendekonjugasi BPA sulfat menjadi bentuk bebasnya (Aschberger et al., 2010).

Pada manusia, BPA yang diekskresikan lewat urin mempunyai waktu paruh sekitar 5 jam setelah pemejanan secara oral. Waktu paruh pada manusia ini sangat


(39)

berbeda dengan hewan pengerat akibat proses resirkulasi enterohepatik yang menyebabkan waktu paruh yang lebih lambat yaitu antara 15 sampai 22 jam (Aschberger et al., 2010). Ditemukan pula fakta lain bahwa konsentrasi BPA tidak akan berkurang dengan cepat dengan puasa (Stahlhut, Welshons, and Swan, 2009).

3. Dampak BPA

Sejumlah efek dari BPA pada hewan uji telah banyak diteliti terutama dengan target organ yang meliputi usus, hati dan ginjal. Efek yang lebih terlihat pada pemejanan BPA berupa efek secara fisik, saraf dan perubahan pada perkembangan sifat atau tingkah laku. BPA bersifat sebagai oesterogen lemah dimana mempunyai afinitas yang lebih lemah terhadap reseptor oesterogen (ERα dan ER ) daripada oesterogen endogen dan secara cepat dimetabolisme oleh tubuh menjadi BPA-glukoronid dimana secara hormon tidak aktif. Namun BPA mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor esterogen-terhubung (ERR- ), dimana afinitas yang tinggi inilah yang dilaporkan mengganggu kinerja dari endokrin (Endocrine Discrupting Chemical) (INFOSAN, 2009).

Sebagai Endocrine discrupting chemical, BPA berperan sebagai agen eksogen yang mengganggu produksi, pelepasan, transportasi, metabolisme, pengikatan, aksi, maupun eliminasi dari hormon alami (US FDA, 2008). BPA digolongkan sebagai oesterogen lingkungan yang lemah (weak environmental oesterogen) dikarenakan BPA berikatan dengan reseptor oesterogen alfa dan beta dengan kekuatan ikatan 10.000-100.000 kali lipat lebih lemah daripada 17 -oestradiol (hormon alami) (Aschberger et al., 2010). Beberapa penelitian dilakukan sehubungan dengan pemejanan dosis kecil


(40)

BPA dan efek merusaknya pada jaringan yang berhubungan dengan androgen atau oesterogen, misalnya sistem imun, tiroid dan sistem saraf. Penelitian tersebut melaporkan bahwa BPA dapat menstimulasi aforemention cellular response pada dosis kecil baik lewat mekanisme genomik (reseptor inti oesterogen) ataupun non-genomik (berhubungan dengan membran atau transduksi intraseluler) (Wetherill et al., 2007). Dilaporkan pula efek dari BPA mungkin dimediasi lewat reseptor permukaan sel oesterogen (GPR30). BPA diketahui pula ekuipoten dengan 17 -oestradiol dan dietilstilbestrol (Alonso-Magdalena, Laribi, Ropero, Fuentes, Ripoll, Soria et al., 2005) dan menunjukkan sifat merusak sifat normal reseptor inti hormon oesterogen di pankreas (Adachi, Yasuda, Mori, Yoshinaga, Aoki, Tsujimoto et al., 2005).

Penelitian di laboratorium membuktikan bahwa pemejanan dengan level tinggi selama masa kehamilan dan/atau laktasi menunjukkan efek berupa kurangnya daya hidup, masalah pada berat badan, pertumbuhan, dan masa awal pubertas yang tertunda pada tikus jantan dan betina. Efek ini terlihat pada dosis yang sama dimana pada dosis ini menimbulkan penurunan berat badan pada hewan yang mengandung. Dosis yang tejadi dapat dihubungkan dengan efek: pubertas yang terlambat (≥50 mg/KgBB.hari); pertumbuhan yang lambat (≥300 mg/KgBB.hari); berkurangnya daya hidup (≥500 mg/KgBB.hari) (NTP-CERHR, 2008).

Studi pada mencit dan tikus telah membuktikan bahwa paparan BPA pada uterus dapat menyebabkan perubahan susunan bentuk payudara pada remaja dan dewasa (Durando, Kass, Piva Sonnenschein, Soto, Luque et al. 2007; Murray, Maffini,


(41)

Ucci, Sonnenschein, and Soto, 2007; Moral, Wang, Russo, Lamartiniere, Pereira, and Russo, 2008). Pada kelenjar susu mamalia prenatal yang dipaparkan BPA, secara spesifik dilaporkan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah struktur epithelial yang belum terdiferensiasi, peningkatan jumlah reseptor progesterone receptor-positive (PR +), penurunan tingkat apoptosis dan meningkatkan sensitivitas estradiol (Murray et al., 2007; Moral et al. 2008). Pada hewan prenatal yang dipaparkan BPA juga menunjukkan peningkatan jumlah saluran hiperplastik pada hewan dewasa (Durando et al., 2007; Murray et al., 2007), lebih pekanya hewan dewasa terhadap paparan BPA yang bersifat karsinogen (Durando et al., 2007), serta meningkatkan luka neoplasik pada payudara (Murray et al., 2007).

Efek pada prostat atau jalur reproduksi laki-laki terjadi pada dosis 2 µg/KgBB.hari; pada dosis 475mg/KgBB.hari menunjukkan keterlambatan dalam onset pubertas pada tikus jantan dan betina namun tidak ada pengaruhnya pada kesuburan. Beberapa studi juga melaporkan bahwa perlakuan dengan BPA selama masa pertumbuhan dapat menyebabkan perubahan sifat dan perkembangan otak pada tikus. Pada studi karsinogenisitas yang dilakukan dibawah US National Toxicology Program menggunakan mencit F344 dan B6C3F1 menunjukkan pertumbuhan kecil leukemia dan sel tumor testikular interstisial pada tikus jantan. Pada penelitian lainnya, percobaan secara in vivo membuktikan bahwa tidak terdapat aktivitas androgenik maupun anti-androgenik dari BPA (INFOSAN, 2009).


(42)

LD50 yang ditetapkan untuk tikus secara oral adalah sebesar 3250 mg/kg,

sedangkan pada mencit secara per oral adalah 2400 mg/kg dan peritoneal sebesar 150 mg/kg, pada kelinci ditemukan 2230 mg/kg secara per-oral dan pemejanan kulit 3 mL/kg. Pada hamster 4000 mg/kg secara oral serta pada mamalia umumnya 6500 mg/kg (Sigma-Aldrich, 2004). Menurut penelitian Pant and Deshpande (2012), LD50

bisfenol A adalah sebesar 841 mg/kg (i.p.) dan 35,26 mg/kg (i.v.) pada tikus.

D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) dan merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling banyak digunakan untuk dalam bidang analisis (kualitatif, kuantitatif maupun preparatif) baik farmasi, lingkungan dan lain-lain (Gandjar dan Rohman, 2007). KCKT banyak digunakan untuk mengukur kuantitas dalam suatu formulasi. Prinsipnya adalah suatu fase gerak cair dipompa dibawah tekanan kolom yang mengandung partikel-partikel fase diam dengan diameter 3-10 µm. Analit tersebut dimasukkan melalui bagian atas kolom melalui katup lengkung dan pemisahan dilakukan berdasarkan lamanya waktu relatif yang diperlukan oleh komponen di dalam fase diam. Penentuan elemen yang keluar dapat ditentukan dengan berbagai detektor (Watson, 2005).

Pemisahan dengan kromatografi merupakan pemisahan dimana solut atau sampel terpisah oleh karena perbedaan kecepatan elusi akibat melewati suatu fase diam. Pemisahan ini bergantung pada afinitas dan distribusi suatu sampel pada fase


(43)

gerak dan fase diam. Untuk memisahkan secara optimal, hal-hal yang harus diperhatikan diantaranya: jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom dan ukuran sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Fungsi KCKT yang paling banyak digunakan adalah sebagai pemisah untuk senyawa-senyawa anorganik, senyawa organik, senyawa biologis serta dapat pula untuk senyawa yang tidak mudah menguap, untuk analisis ketidakmurnian. Selain itu, dapat pula menganalisis molekul netral, ionik maupun zwitter ion. KCKT juga cocok untuk senyawa yang strukturnya hampir sama, analisis dalam jumlah sangat sedikit (trace analysis) ataupun dalam jumlah banyak (skala industri) (Gandjar dan Rohman, 2007).


(44)

Gambar 4. Pemisahan secara kromatografi (Meyers, 2004)

Sistem instrumentasi standar untuk elusi isokratik meliputi : a. Reservoir pelarut

b. Pompa bertekanan

c. Injektor lengkung yang bervolume tetap antara 1 dan 200 µL

d. Kolom yang biasanya berupa tabung baja yang dikemas dengan gel silica tersalut oktadesilsilan (ODS-bond)

e. Detektor, biasanya berupa detektor UV/Visibel

f. Sistem penangkap data yang biasanya berupa suatu integrator komputansi atau perangkat computer yang sesuai (Watson, 2005).


(45)

Gambar 5. Skema sederhana dari HPLC (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010)

Pada gambar 5 diatas menunjukkan gambaran skematis dari HPLC dimana terlihat pelarut/fase gerak (solvent) mengalir dari fase gerak (solvent reservoir) menuju pipa injektor membawa sampel menuju detektor melewati kolom dimana pada kolom inilah terjadi pemisahan sampel berdasarkan komponen-komponennya (sampel terelusi) dan kemudian terbaca oleh detektor (biasanya spektrometer UV atau massa atau detektor lainnya) (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010).

Kromatografi fase terbalik (Reverse phase chromatography) merupakan pilihan pertama ketika akan dilakukan suatu pemisahan senyawa yang mempunyai bentuk ionik atau bersifat netral, menggunakan kolom yang terdiri dari fase yang lebih kurang polar seperti C8 atau C18. Eluen atau fase gerak umumnya adalah campuran

antara air dengan asetonitril (ACN) atau metanol (MeOH) atau pelarut organik lainnya (misalnya isopropanol (IPA), atau tetrahidrofuran (THF)). Pelarut organik yang dipakai untuk sistem kromatografi fase terbalik harus larut air, relatif tidak viskos, stabil selama


(46)

penggunaan, serta tidak mempengaruhi pembacaan oleh detektor serta harganya terjangkau (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010).

Pada kromatografi data yang dihasilkan berupa puncak Gaussian yaitu apa yang dikenal sebagai puncak (peak) seperti yang ditunjukkan gambar 6. Puncak (peak) menunjukkan hasil solut yang terelusi dan terbaca dalam kromatogram, yaitu keseluruhan data kromatografi.

Gambar 6. Puncak kromatografi (Meyers, 2004)

Gambar 7. Kromatogram (Meyers, 2004)

Kolom merupakan suatu komponen inti dari sebuah rangkaian alat kromatografi cair kinerja tinggi. Teknologi pada kolom telah banyak dikembangkan


(47)

untuk menjadi semakin efisien, stabil dan reprodusibel. Fase diam (stationary phase) pun begitu banyak dikembangkan untuk meningkatkan pemisahan menjadi lebih fleksibel untuk semua jenis sampel serta lebih efektif dimana suatu kolom dapat memisahkan sampel yang tidak mungkin dapat dipisahkan pada masa lampau. Sekarang pada umumnya digunakan kolom dengan panjang antara 30 sampai 250 mm serta partikel dengan diameter antara 1,5 sampai 5 μm (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010).

Fase diam dalam suatu sistem kromatografi sangat menentukan waktu retensi dan selektivitas dalam pembacaan data. Pada kromatografi fase terbalik, fase diam yang biasanya digunakan adalah organosilan yang diikat kovalen dengan gugus silanol pada permukaan silika untuk membentuk fase gerak atau ligan R seperti pada gambar 8. Gugus fungsi R biasanya adalah –Cl, -Oet, atau –CH3 (Snyder, Kirkland, and Dolan,

2010).

Gambar 8. Reaksi pembentukan silika terikat (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010).

Spektrofotometer UV dan visibel merupakan detektor yang paling luas digunakan dalam sistem oktadesilsilan (ODS) dengan formasi R = – (CH2)17CH3,

merupakan fase diam yang paling luas penggunaannya. Sifatnya sangat nonpolar dan biasanya dipilih dalam kromatografi fase terbalik (Meyers, 2004).


(48)

Detektor UV/vis mempunyai tingkat sensitivitas yang cukup tinggi, namun suatu solut harus dapat menyerap sinar pada panjang gelombang UV atau visibel (190-600 nm) untuk dapat terdeteksi oleh sistem ini. Konsentrasi sampel dihitung melalui fraksi cahaya yang ditransmisikan melalui suatu solut yang mengikuti hukum Beer, yaitu:

log (�� �) = εbc

dari persamaan diatas, lo menunjukkan intensitas cahaya, l menunjukkan intensitas cahaya yang ditransmisikan, ε merupakan absorbtivitas molar, b lebar kuvet (dalam cm), dan c merupakan konsentrasi sampel (dinyatakan dalam mol/L). Absorbsi cahaya pada detektor KCKT biasanya dirancang untuk menghasilkan data berupa absorbansi (A), mengikuti persamaan :

A = log (��

�) = εbc (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010). Pembacaan sampel yang terdeteksi dan terukur oleh detektor ditunjukkan oleh gambar 9. Sampel yang terbaca oleh detektor digambarkan oleh peak yang dipengaruhi oleh besarnya absorbansi yang diserap pada panjang gelombang tertentu yang dipancarkan oleh sumber sinar pada spektra. Pada gambar 9, suatu solut yang dimisalkan dengan sampel X, dan sampel Y. Pada panjang gelombang 280 nm (gambar 9b) analit Y menunjukkan absorbansi yang kuat, sehingga puncak yang dihasilkan pun akan semakin besar. Pada panjang gelombang 260 nm (gambar 9c) karena absorbansi keduanya hampir sama, maka puncak yang dihasilkan pun hampir sama. Pada 210 nm (gambar 9d), kedua analit punya absorbansi yang tinggi sehingga memunculkan


(49)

puncak yang tinggi pula. Perlu diingat bahwa munculnya puncak baru (puncak Z) akan terjadi dan kemunculan ini tidak teramati pada panjang gelombang yang lebih tinggi. Hal ini berhubungan dengan mulai lemahnya selektivitas detektor (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010).

Gambar 9. Selektivitas panjang gelombang pada detektor UV

(a) spektra absorbansi dengan dua contoh sampel X dan Y serta kromatogram pada (b) 280 nm, (c) 260 nm dan (c) 210 nm (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010)


(50)

Fase gerak harus dipilih berdasarkan sifat kromatografisnya, yaitu dapat berinteraksi dengan fase diam yang sesuai dan dapat memisahkan campuran sampel secepat dan seefisien mungkin. Pemilihan fase gerak harus mempertimbangkan faktor berikut:

a. Viskositas. Dengan viskositas yang rendah maka tekanan kolom dapat lebih ringan dan meminimalisir adanya fenomena transfer massa.

b. Transparan saat pengukuran. Apabila suatu fase gerak tidak transparan maka akan dapat mengganggu absorbansi dari sampel.

c. Indeks bias. Apabila digunakan, maka indeks bias pada pelarut dan sampel harus berbeda sejauh mungkin terlebih saat pengukuran dekat dengan LOD.

d. Titik didih. Apabila suatu sampel akan melewati proses selanjutnya maka akan lebih baik dipilih pelarut dengan titik didih rendah, namun untuk pelarut dengan tekanan uap tinggi harus diwaspadai karena akan mengganggu proses deteksi.

e. Kemurnian. Hal ini bergantung pada pemakaian. Apabila pelarut tidak murni digunakan tentu akan mengganggu saat elusi dengan gradien.

f. Inert dengan sampel. Apabila terjadi proses oksidasi-reduksi maka dapat digunakan pengawet yang tidak mengganggu pembacaan kromatogram.

g. Tahan terhadap korosi. Pelarut harus tahan terhadap korosi yang disebabkan lepasnya HCl dari pelarut terklorinasi akibat cahaya.

h. Toksisitas. Pelarut yang digunakan harus seaman mungkin agar tidak menimbulkan efek toksik pada peneliti.


(51)

Proses pemisahan dapat dioptimumkan dengan berbagai cara seperti menyesuaikan fase diam (misalnya, antara oktadesil dengan fenil silika) atau dengan mengganti fase gerak, sesuai dengan sifat selektivitasnya seperti pada tabel 2.


(52)

Selain itu, dalam menentukan sifat pelarut dipergunakan pula segitiga pelarut (solvent triangle) yang mengelompokkan berbagai pelarut menurut sifatnya, antara lain: asam (α), basa (β), dan sifat dipolarnya (π*). Pemilihan pelarut turut menentukan pola dari waktu retensi yang muncul, semakin jauh suatu pelarut dengan pelarut lainnya dalam segitiga maka semakin berbeda pula pola yang ditunjukkan. Dalam banyak pemisahan, dilakukan pencampuran antara dua pelarut. Pelarut pertama yang digunakan biasanya adalah air (pada kromatografi fase terbalik) dan heksan (pada kromatografi fase normal), sedangkan yang kedua merupakan pelarut organik lain yang ditambahkan (Meyers, 2004). Sebelum dilewatkan pada fase diam, fase gerak harus terlebih dahulu di-degassing untuk menghilangkan gelembung udara. Dalam sebuah penelitian, gelembung udara merupakan suatu masalah yang dapat mengganggu penghantaran fase gerak oleh pompa maupun berpengaruh terhadap puncak yang dihasilkan (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010).


(53)

Gambar 10. Solvent triangle (Meyers, 2004)

Pompa merupakan komponen penting dalam KCKT. Pompa harus dapat mengalirkan fase gerak pada tekanan tinggi hingga 350 bar bahkan 400 bar, serta menyediakan akurasi dan presisi aliran yang tinggi pada flow rate yang digunakan. Flow rate yang digunakan biasanya berkisar antara 0,1 mL min-1 hingga 5-10 mL min

-1 (Meyers, 2004).

Dalam pemisahan dengan kromatografi, sering ditemukan berbagai permasalahan dalam prosesnya. Permasalahan yang paling utama adalah pelebaran puncak (peak) yang muncul sehingga pemisahan tidak sempurna. Hal ini disebabkan oleh berbagai fenomena, yaitu :

a. Difusi Eddy. Difusi Eddy merupakan suatu fenomena suatu partikel yang “beruntung” dapat melewati kolom lebih cepat daripada partikel lainnya. Ini


(54)

dikarenakan adanya suatu rintangan fase diam dalam kolom sehingga membuat suatu partikel akan terbentur dan mengambil jalan lain sehingga membuat waktu tempuh yang dibutuhkan lebih lama dibandingkan dengan partikel yang tidak terkena rintangan fase diam dan berjalan relatif lurus seperti yang digambarkan gambar 11 (Meyers, 2004).

Gambar 11. Difusi eddy (Meyers, 2004)

b. Distribusi aliran. Merupakan suatu aliran yang tidak sama antara fase gerak ketika fase gerak tersebut melewati celah diantara dua atau lebih partikel fase diam. Pada kondisi ini, fase gerak yang berada ditengah tentu akan lebih cepat alirannya daripada yang dekat dengan partikel fase diam (Meyers, 2004).


(55)

Gambar 12. Distribusi aliran (Meyers, 2004)

Difusi Eddy dan distribusi aliran dapat dikurangi dengan cara membuat partikel fase diam dalam kolom seoptimal mungkin. Distribusi ukuran dalam kolom hendaknya dibuat serapat mungkin. Partikel juga harus seragam dengan perbandingan partikel terkecil dan terbesar sebaiknya tidak melebihi dua, apabila perbandingannya 1,5 maka akan lebih baik (misalnya yang terkecil 5 µm, maka partikel yang terbesar tidak boleh lebih dari 7,5 µm) (Meyers, 2004).

c. Difusi longitudinal. Difusi longitudinal terjadi apabila solut terelusi tidak hanya ke satu bidang, namun melebar ke bidang lainnya. Difusi longitudinal hanya mempengaruhi pelebaran puncak apabila partikel: fase diam ukurannya relatif kecil, velositas fase gerak terlalu rendah dalam kaitannya dengan ukuran partikel, dan koefisien difusi sampel yang besar. Prinsip agar difusi longitudinal tidak mempengaruhi pelebaran puncak adalah dengan menyesuaikan velositas aliran fase gerak. Kondisi ini dapat dilakukan apabila u > 2Dm/dp. Pada persamaan tersebut, u

menunjukkan velositas aliran linear dari fase gerak, Dm menunjukkan koefisien

difusi sampel dalam fase gerak, serta dp melambangkan diameter partikel (Meyers,


(56)

Gambar 13. Difusi longitudinal (Meyers, 2004)

d. Transfer massa. Fenomena ini dapat terjadi apabila partikel yang digunakan sebagai fase diam mempunyai pori-pori dan celah, contohnya pada gambar 14.

Gambar 14. Partikel dengan banyak pori dan celah (Meyers, 2004)

Pada kondisi ini terdapat kemungkinan suatu solut akan masuk berdifusi ke celah atau pori tersebut dan diperlukan waktu untuk suatu solut berdifusi kembali keluar dan terelusi. Kondisi ini akan menyebabkan pelebaran puncak bahkan mempengaruhi pembacaan karena mungkin terjadi suatu solut akan berdifusi keluar pada saat sampel lain diinjek. Prinsip yang dilakukan agar mengurangi resiko terjadinya transfer massa diantaranya: dengan menggunakan partikel kecil berpori namun tipis sebagai fase gerak, pelarut dengan viskositas rendah sebaiknya digunakan, ini berkaitan dengan tingkat difusi yang lebih tinggi pada medium yang kurang viskos sehingga partikel dapat berdifusi keluar dengan cepat (Meyers, 2004).


(57)

Gambar 15. Transfer massa (Meyers, 2004)

1. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif

Suatu sistem KCKT yang digunakan dapat untuk menganalisa sampel baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Pengujian secara kualitatif akan menyediakan informasi tentang keberadaaan suatu analit dalam sampel, dan kuantitatif menghasilkan data seberapa banyak analit tersebut tersedia dalam sampel. Untuk mengukur analit dalam sampel, detektor dalam KCKT mengubah konsentrasi atau massa analit yang terelusi menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik ini yang kemudian diplot lawan waktu menjadi data yang disebut kromatogram. Data dalam bentuk digital ini disajikan dengan x merupakan waktu dan y merupakan intensitas, yang didapat dari waktu retensi dan area puncak (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010).

Pada analisis data kualitatif, puncak analit ditentukan dengan waktu retensi (tR), waktu retensi merupakan waktu analit dideteksi setelah terelusi pada fase diam. Waktu retensi biasanya dinyatakan dalam menit, namun untuk pengukuran dalam waktu cepat biasanya dalam detik. Sementara itu, area puncak (Area Under Curve/ AUC)


(58)

merupakan jumlah total analit yang dihitung dari awal puncak (peak-start point) hingga titik akhir puncak (peak-end point) (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010). Untuk pengukuran kualitatif diukur dengan membandingkan waktu retensi (tR) antara standar dengan analit (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada analisis data, cara yang paling umum untuk mengetahui jumlah analit dalam sampel adalah dengan membuat plot kurva kalibrasi dengan menggunakan standar eksternal. Larutan standar (kalibrator) dibuat dengan konsentrasi yang telah diketahui dan dibuat plot antara konsentrasi dengan area puncak. Untuk menghitung analit, dapat dipreparasi dengan cara yang sama. Konsentrasi analit kemudian dihitung melalui area puncak yang terukur pada kromatogram dengan plot grafik kurva kalibrasi standar eksternal (Snyder, Kirkland, and Glajch, 1997).

Landasan Teori

Wadah atau pengemas merupakan suatu tempat dimana suatu sediaan ditempatkan untuk disimpan sebelum digunakan. Pengemas berfungsi melindungi dan sebagai media pembawa suatu sediaan untuk keperluan tertentu. Wadah terdiri dari berbagai jenis seperti kaca, plastik, dan lain-lain. Wadah plastik merupakan wadah yang paling luas penggunaannya. Wadah plastik memiliki beberapa keunggulan sehingga digunakan untuk berbagai keperluan seperti kuat, jernih, fleksibel, mudah dibentuk dan memenuhi aspek estetis.

Wadah plastik dapat dibentuk melalui proses polimerisasi dari berbagai monomer sehingga diperoleh polimer penyusun plastik. Polikarbonat merupakan suatu


(59)

polimer plastik yang luas penggunaannya. Polikarbonat sering digunakan untuk berbagai keperluan seperti wadah/botol minuman, peralatan otomotif, Compact Disc, serta peralatan rumah tangga lainnya. Polikarbonat dikenal dengan kode “7” atau kode “PC” pada lambang daur ulangnya. Polikarbonat dibuat dengan monomer berupa bisfenol A dan difenil karbonat.

Sinar matahari merupakan beragam gelombang radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh matahari dan diterima bumi. Radiasi yang dipancarkan matahari apabila sampai ke bumi akan melewati atmosfer dan beberapa akan dipantulkan dan beberapa akan diserap oleh permukaan bumi. Sinar yang diserap oleh bumi akan diubah menjadi energi panas. Sinar matahari yang diserap bumi akan bervariasi besarnya bergantung pada tempat atau letak terhadap matahari.

Bisfenol A (2,2-(4,4’-dihidroksifenil) propana) merupakan monomer penyusun plastik jenis polikarbonat dengan kode daur ulang “7”. Seiring penggunaannya, bisfenol A dapat lepas dari polimernya dan terurai membentuk monomernya kembali. Proses penguraian bisfenol A salah satunya dapat terjadi akibat peningkatan temperatur, perubahan pH ekstrim, proses polimerasi yang tidak sempurna serta intensitas sinar ultraviolet yang terdapat pada radiasi sinar matahari. Bisfenol A yang lepas dari bentuk polimernya dapat terpejan ke manusia dan menimbulkan efek buruk bagi manusia. Bisfenol A dikenal merupakan bahan berbahaya yang diketahui tidak hanya mengganggu sistem endokrin tapi juga meningkatkan kerja hormon esterogen karena strukturnya yang mirip dengan hormon esterogen. Bisfenol A juga menyebabkan gangguan prostat, tumor, gangguan saraf, pubertas dini serta


(60)

berpengaruh ke janin berupa malformasi, berkurangnya daya hidup dan sebagainya. Ditinjau dari efek berbahayanya, banyak lembaga menetapakan TDI (Tolerable Daily Intake) atau dosis harian yang diperbolehkan adalah 0,01 mg/kg/hari (SCF, 2012); 0,025 mg/kg/hari (Health Canada, 2008); 0,05 mg/kg/hari (EFSA, 2013; AIST, 2007). Penetapan kadar dalam penelitian ini menggunakan instrumen KCKT yang akan memisahkan suatu senyawa berdasarkan perbedaan kecepatan elusi melewati fase diam yang dibantu tekanan. Kromatografi ini menggunakan fase diam ODS (C18)

dengan detektor spektroskopi UV. KCKT yang digunakan adalah KCKT fase terbalik yang akan memisahkan analit dengan waktu tertentu (waktu retensi) kemudian diukur dengan menggunakan area bawah puncak menggunakan kurva standar eksternal.

E. Hipotesis

1. Sinar matahari berpengaruh terhadap penurunan kadar BPA dalam botol.

2. Dengan semakin lama perlakuan paparan dengan menggunakan radiasi sinar matahari, maka kadar total bisfenol A pada wadah akan semakin berkurang.


(61)

40 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian dengan rancangan penelitian eksperimental deskriptif karena diberikan perlakuan pada subjek uji.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel utama

a. Variabel dalam penelitian ini adalah:

1) Lama paparan radiasi sinar matahari b. Variabel tergantung dari penelitian ini adalah:

2) Kadar BPA yang pada botol air minum 2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

1) Kode bertanda “PC” yang terdapat pada kemasan botol air minum 2) Pelarut

b. Variabel pengacau tak terkendali

1) Intensitas paparan radiasi sinar matahari 2) Medium air dalam botol


(62)

C. Definisi Operasional

1. Bisfenol A (BPA) merupakan suatu senyawa yang biasa dipergunakan sebagai monomer untuk pembuatan plastik polikarbonat.

2. BPA yang ditetapkan adalah BPA yang terdapat pada botol air minum.

3. KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) fase terbalik yang digunakan adalah seperangkat alat KCKT dengan fase diam berupa C18 (oktadesilsilan) dan fase gerak berupa perbandingan asetonitril dan air (70:30)

4. Kadar BPA dalam wadah ditetapkan dalam satuan µg/g

D. Bahan Penelitian

Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini yaitu baku BPA 97% (E. Merck), metanol pro analysis (E. Merck), Asetonitril pro analysis (E. Merck), dan aquabides. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol minum.

E. Alat Penelitian

Seperangkat alat KCKT fase terbalik merek Shimadzu LC-2010C (pompa merek Shimadzu, detektor UV-Vis merek Shimadzu), kolom oktadesilsilan (C18) merek KNAUER C18 No. 25EE181KSJ (B115Y620) dengan dimensi 250 x 4,6 mm, packing KROMASIL 100-5 C18, seperangkat computer merek Dell B6RDZ1S Connexant Sistem RD01-D850 A03-0382 JP France S.A.S., printer HP Deskjet D2566 HP-024-000 625 730, ultrasonikator merek Retsch tipe T460 No. V935922013 EY, syringe, neraca analitik Ohaus Carat Series PAJ 1003 (max 60/120 g, min 0,001 g, d =


(63)

0,01/0,1 mg/s), penyaring milipore, mikropipet Socorex, organik and anorganik solven membran filter Whatman polypropylene backed ukuran pori 0,5 µm dan diameter 47 mm, membran filter Whatman ukuran pori 0,45 µm dan diameter 47 mm, pompa vakum, seperangkat alat gelas (Pyrex)

F. Tata Cara Penelitian 1. Preparasi Sampel

a. Pemilihan sampel. Dipilih sejumlah 20 buah botol air minum yang dibeli dari supermarket di daerah Maguwoharjo, Sleman, DIY dan dipilih menurut kesamaan merek, tempat pembelian dan kode recycle (PC).

b. Pengelompokan sampel. Dari sejumlah botol sampel yang dipilih, masing masing dibagi dalam dua kelompok perlakuan yaitu dengan paparan langsung radiasi sinar matahari dan sisanya sebagai kontrol (tanpa paparan radiasi sinar matahari) dengan dua kali replikasi. Lamanya paparan radiasi sinar matahari yaitu 0; 7; 14; 21; 28 hari dan botol diambil setelah waktu paparan tersebut. Satu hari paparan diasumsikan sama dengan 7 jam paparan sehingga apabila sinar matahari tidak mencukupi 7 jam, maka sisa waktunya akan dihitung pada hari berikutnya, sementara untuk kontrol disimpan dalam tempat gelap dan ditutupi plastik hitam.


(64)

2. Pembuatan Larutan Baku BPA

a. Pembuatan latutan stok BPA. Pembuatan larutan stok BPA dilakukan dengan menimbang 50 mg baku BPA lalu dilarutkan dengan metanol p.a. kedalam labu takar 25 mL hingga tanda hingga diperoleh konsentrasi 2000 µg/mL. b. Pembuatan larutan intermediet BPA. Pembuatan larutan intermediet BPA

dilakukan dengan mengambil 0,05 mL larutan stok BPA kemudian dilarutkan dengan metanol p.a. dalam labu takar 10 mL hingga tanda sehingga diperoleh konsentrasi 10 µg/mL.

c. Pembuatan seri larutan baku BPA. Larutan baku BPA dibuat dengan seri larutan baku 1 µg/mL, 1,5 µg/mL, 2 µg/mL, 3 µg/mL, dan 5 µg/mL dibuat dengan mengambil sebanyak 1 mL, 1,5 mL, 2 mL, 3 mL, dan 5 mL lalu dilarutkan dengan metanol p.a. kedalam labu takar 10 mL hingga tanda. 3. Ekstraksi BPA dalam sampel

Kemasan air minum dipotong kecil-kecil lalu potongan tersebut diacak dan diambil 0,250 g. Sampel lalu dilarutkan dalam diklorometan, kemudian aseton ditambahkan perlahan. Jumlah penambahan diklormetan dan aseton didapatkan dari hasil optimasi proses ekstraksi, yaitu (1:5) atau diklormetan sebanyak 10 mL dan aseton 50 mL. Larutan didiamkan selama 10 menit. Supernatan lalu diambil dengan cara disaring dan dikeringkan dengan menggunakan gas nitrogen lalu dilarutkan dengan metanol.


(65)

4. Optimasi Proses Ekstraksi

Optimasi proses ekstraksi dilakukan dengan mengoptimasi perbandingan diklorometan dan aseton dengan membuat tiga perbandingan diklorometan dan aseton, yaitu diklorometan:aseton (10:50), (50:10), dan (50:50) ditambah standar adisi sebesar 1 µg/mL sebelum ditambahkannya diklorometan. Ditentukan perbandingan yang paling optimum dengan melihat perolehan kembali (% recovery) yang terbaik.

5. Efisiensi Ekstraksi Total

Efisiensi ekstraksi dihitung dengan cara membandingkan recovery dari kadar terukur tiga waktu ekstraksi. Standar adisi ditambahkan pada tiap tahapan ekstraksi tersebut. Pertama pada saat sebelum ditambah diklorometan, yang kedua sebelum diuapkan, yang ketiga saat preparasi sesaat sebelum diinjek pada KCKT lalu dibandingkan recovery-nya dengan 3 kali replikasi. % recovery kadar terukur pada tiap replikasi kemudian dicari rata-ratanya. Efisiensi penguapan dihitung dengan melihat perbedaan % recovery waktu kedua dan waktu ketiga, sementara efisiensi ekstraksi dihitung dengan perbadaan % recovery waktu pertama dengan yang kedua. Efisiensi ekstraksi total dihitung melalui perbedaan recovery waktu pertama dan ketiga dalam 100%.


(66)

6. Validasi Proses Ekstraksi dengan Metode Standar Adisi (Standard Addition Method)

Validasi proses ekstraksi dilakukan dengan menghitung akurasi, presisi, linearitas dan pengaruh proses ekstraksi. Akurasi dinyatakan dengan % recovery yang dihitung dengan membandingkan konsentrasi adisi dengan konsentrasi standar sebenarnya. Sampel ditambahkan 5 tingkat konsentrasi adisi yaitu 1 µg/mL, 1,5 µg/mL, 2 µg/mL, 3 µg/mL, dan 5 µg/mL dari baku standar 10 µg/mL sehingga konsentrasinya setelah diadisi menjadi 1 µg/mL, 1,5 µg/mL, 2 µg/mL, 3 µg/mL, dan 5 µg/mL sebelum diekstraksi (dilakukan 3 kali replikasi). % recovery dihitung menggunakan rumus :

% recovery = � −�

� � x 100%

Presisi dinyatakan dengan % CV yang menunjukkan persentase penyimpangan data yang terjadi. Koefisien variasi (CV) dihitung pada setiap replikasi dengan rumus

% CV = � �

x 100 %

Linearitas dihitung dengan memplotkan kadar vs AUC untuk memperoleh persamaan dalam regresi linier y = bx + a, kemudian dihitung nilai r (linearitas) dari persamaan tersebut.

Pengaruh prosedur ekstraksi diuji dengan menggunakan uji t untuk membandingkan slope hubungan konsentrasi dan area kurva adisi dengan kurva baku sehingga dapat ditentukan apakah antara keduanya berbeda signifikan atau


(67)

tidak. Apabila berbeda signifikan maka dinyatakan prosedur ekstraksi memberikan pengaruh kepada hasil, sebaliknya apabila hasil menunjukkan tidak berbeda signifikan maka prosedur ekstraksi tidak memberikan pengaruh terhadap hasil. 7. Injeksi ke dalam Sistem KCKT

Sebanyak 20 µL sampel hasil pemekatan yang telah disaring dengan milipore serta dibebas-udarakan selama 15 menit diinjeksikan ke sistem KCKT fase terbalik dengan detektor pada panjang gelombang 278 nm, flow rate 1 mL.menit-1, dan fase gerak asetonitril:air (70:30) LOD 0,0471 µg/mL, LOQ 8,4701 µg/g dan rentang 0,3-5 µg/mL (Natasia, 2013).

G. Analisis Hasil 1. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi (tR) pada kromatogram yang didapatkan dari sampel dengan waktu retensi (tR) dari senyawa baku BPA dan membandingkan sejumlah sampel konsentrasi bertingkat (adisi) dengan masing-masing puncaknya.

Dari hasil puncak yang dibandingkan, resolusi sampel dihitung untuk melihat apakah sampel berhasil diekstraksi dengan baik dan terpisah dari puncak pengotor lainnya. Resolusi dihitung menggunakan rumus :

Rs = 2 Δ W−W2


(68)

2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dilakukan berdasarkan penghitungan data AUC sampel yang dikonversi menjadi kadar melalui kurva baku BPA. Data disajikan dalam bentuk rata – rata BPA dalam sampel botol air minum dengan satuan µg/g. 3. Analisis Pengaruh Paparan Radiasi Sinar Matahari terhadap Kadar BPA

dalam Botol

a. Penentuan laju penurunan kadar BPA dalam botol. Penentuan laju penurunan kadar BPA ditentukan oleh orde reaksi. Kadar rata-rata yang diperoleh diplotkan dengan waktu menurut orde reaksi 0, 1, dan 2, kemudian dilihat linearitas dari masing-masing orde reaksi. Linearitas dengan r yang paling mendekati 1 dipilih sebagai orde reaksi laju penurunan kadar BPA dalam botol akibat pengaruh paparan radiasi sinar matahari dan kemudian dihitung laju penurunan kadar BPA dalam botol akibat pengaruh paparan radiasi sinar matahari.

b. Uji signifikansi kadar BPA dalam botol air minum antara kontrol dan perlakuan dengan paparan radiasi sinar matahari. Uji signifikansi dilakukan dengan uji t melalui program powerfit untuk melihat apakah paparan radiasi sinar matahari memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar BPA dalam botol.

c. Penentuan banyaknya BPA yang terdisipasi dan laju disipasi BPA. Ditentukan banyaknya BPA yang terdisipasi pada hari ke 7, 14, 21 dan 28 dengan cara


(69)

mengurangi masing-masing kadar pada hari ke 7, 14, 21 dan 28 dengan kadar hari ke 0 dan selanjutnya setelah diketahui banyaknya BPA yang terdisipasi selanjutnya dibuat kurva regresi liniernya. Berdasarkan slope regresi linier kurva disipasi kemudian ditentukan laju disipasi perhari.


(70)

49

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari paparan radiasi sinar matahari terhadap kadar BPA dalam botol air minum jenis polikarbonat serta berapakah kadarnya dibandingkan dengan botol air minum yang tidak diberi perlakuan (kontrol). Penelitian ini dilakukan karena pola kebiasaan masyarakat yang membawa air dalam suatu wadah atau botol untuk keperluan sehari-hari misalnya untuk wadah air minum. Dalam penggunaannya, terkadang botol tersebut secara tidak sengaja dapat terpapar oleh sinar matahari. Pada botol jenis polikarbonat, paparan radiasi sinar matahari ini diduga dapat memutuskan ikatan polimer (depolimerisasi) dan membuat senyawa monomernya, yaitu bisfenol A lepas ke sediaannya dan akhirnya terpejan pada manusia. Bisfenol A (2,2-(4,4’-dihidroksifenil) propana) atau yang lebih dikenal dengan BPA merupakan senyawa dengan struktur mirip dengan esterogen sehingga dapat berikatan dengan reseptor esterogen dan meningkatkan aktivitas esterogen dalam tubuh (Ternes and Joss, 2006), berkaitan dengan aktivitas hormonalnya ini, BPA juga terkategori sebagai endocrine discrupting chemical

(EDC), yang mana BPA berperan sebagai agen eksogen yang mengganggu produksi, pelepasan, transportasi, metabolisme, pengikatan, aksi, maupun eliminasi dari hormon alami (US-FDA, 2008), selain itu juga BPA mengganggu organ-organ seperti prostat, pertumbuhan daerah payudara, sistem saraf, sistem imun dan bahkan menyebabkan tumor. Beberapa lembaga didunia menetapkan dosis harian yang


(71)

diperbolehkan atau TDI, seperti di Eropa 0,01 mg/kgBB.hari (SCF, 2012); 0,05 mg/kgBB.hari (EFSA, 2013); Amerika Serikat; Kanada sebesar 0,025 mg/kgBB.hari (Health Canada, 2008); dan Jepang 0,05 mg/kgBB.hari (AIST, 2007). Berbagai dampak buruk BPA tersebut mendorong dilakukannya penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh dari paparan radiasi sinar matahari serta berapakah jumlah yang bermigrasi dari botolnya, apalagi daerah tropis Indonesia secara geografis membuat matahari dapat bersinar sepanjang tahun dengan intensitas cukup tinggi yang dapat membuat kecepatan depolimerisasi meningkat pula.

Penetapan kadar bisfenol A dalam botol air minum dilakukan dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik. Penggunaan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik tersebut telah lebih dahulu dioptimasi dan divalidasi sehingga dapat digunakan untuk menetapkan kadar bisfenol A dalam botol air minum.

Dalam penelitian ini, KCKT dipilih sebagai sistem instrumen analisis karena sensitif, peka, dan memiliki daya pisah yang baik apabila dibandingkan dengan spektroskopi dan titrasi.. Dibandingkan dengan kromatografi gas, KCKT relatif lebih mudah dan efisien karena tidak perlu derivatisasi untuk bisa diuapkan. KCKT juga lebih selektif dan spesifik serta sensitif dibandingkan KLT dan densitometri. Ini membuat sistem KCKT dipilih untuk memisahkan dan menganalisis BPA dalam sampel.

BPA dapat ditetapkan kadarnya menggunakan sistem KCKT detektor UV karena mempunyai kromofor dan auksokrom sehingga dapat memberikan serapan


(72)

pada panjang gelombang ultraviolet yaitu pada 278 nm. Gugus kromofor bertanggungjawab terhadap penyerapan gelombang ultraviolet, sementara auksokrom bertanggungjawab terhadap pergeseran panjang gelombang dan intensitas serapan. Gambar 16 menunjukkan kromofor dan auksokrom BPA.

Gambar 16. Kromofor dan auksokrom BPA

Penelitian ini dapat digolongkan dalam penelitian impurity, yaitu menganalisis suatu proses yang disebut proses impurities ataupun produk degradasi. Proses impurities dapat berupa suatu starting materials dari suatu bahan, ketidak-murnian dari suatu starting materials, reagen ataupun produk samping dari suatu proses reaksi (Ahuja and Dong, 2005). Dalam penelitian ini, BPA yang dianalisis merupakan monomer yang berperan sebagai starting material dari plastik polikarbonat, dan proses analisis dimulai dari mengekstraksi plastik polikarbonat ini untuk mendapatkan starting material-nya, yaitu BPA. Oleh karena itu, analisis BPA dalam penelitian ini mengikuti syarat dari penelitian kategori impurities.

Menurut optimasi dari penelitian Natasia (2013), didapatkan kondisi optimum untuk penetapan kadar bisfenol A dalam botol air minum, yaitu: fase diam yang digunakan adalah oktadesilsilan (C18); fase gerak berupa perbandingan


(73)

asetonitril:metanol (70:30); kecepatan alir 1 ml/menit; detektor UV dengan panjang gelombang 278 nm, LOD 0,0471 µg/mL, LOQ 8,4701 µg/g, dan rentang 0,3-5

µg/mL. Kondisi tersebut telah memenuhi syarat dari validasi metode serta persamaan kurva baku y = 18987,9051x -396,4797, dengan r = 0,9991.

A. Pemilihan dan Preparasi Sampel

Sampel yang dipilih dan digunakan dalam penelitian ini merupakan sampel botol air minum kemasan 200 mL yang dibeli dari supermarket di daerah Maguwoharjo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dan dipilih berdasarkan tempat, kelompok dan pada hari yang sama. Botol air minum dipilih dengan tanda “PC” pada bagian bawah botol yang menandakan botol terbuat dari polimer polikarbonat.

Botol air minum ini kemudian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kontrol. Kelompok perlakuan ditempatkan pada tempat yang mendapatkan paparan radiasi sinar matahari dengan cara digantung agar bagian yang menerima sinar matahari merata dan menghindari pengaruh panas yang tidak diinginkan yang datang dari permukaan alas. Kelompok kontrol ditutup dengan plastik hitam dan disimpan pada tempat yang gelap.

Penyinaran sampel dilakukan selama 7 jam sehari (09.00-16.00), apabila dalam sehari terjadi hujan atau mendung, maka botol air minum akan diangkat dan disinari pada hari berikutnya. Jam yang kurang akan diakumulasikan pada hari berikutnya. Penyinaran dilakukan pada bulan Februari dimulai dari tanggal 1 Februari


(74)

2013 selama 7, 14, 21, dan 28 hari. Penyinaran 7 jam sehari bertujuan agar tiap botol mendapat intensitas yang sama dari jam 9.00 sampai jam 16.00 yang mana pada waktu ini matahari bersinar dengan intensitas yang relatif lebih stabil karena tidak tertutup objek pengganggu seperti rumah, pohon maupun objek yang berada di jalur lintas sinar matahari saat akan terbit atau terbenam.

Dalam penelitian ini dilakukan pada botol air minum karena kadar bisfenol A (BPA) pada botol air minum menggambarkan kadar bisfenol A total yang terkandung selama pembuatan. Sehingga kadar yang berkurang dapat menggambarkan berapa banyaknya BPA yang bermigrasi (leaching) dan hilang dari botol. Jumlah BPA yang hilang dari botol ini nantinya juga dapat digunakan sebagai patokan dari jumlah yang dilepas ke berbagai medium seperti udara, air dan solid serta jumlah yang terdegradasi.

Preparasi botol air minum dilakukan dengan mencacah plastik botol plastik hingga menjadi pecahan kecil kemudian dilakukan pencampuran partikel plastik satu sama lain (dalam 1 botol air minum). Tujuan pencampuran ini agar didapatkan campuran partikel yang homogen agar jumlah BPA yang terkandung dalam pecahan kecil tersebut dapat menggambarkan kondisi yang merata dan representatif seperti dalam botolnya. Serbuk partikel plastik yang telah tercampur kemudian diekstraksi. Metode ekstraksi yang dilakukan mengacu pada penelitian Nam, Seo, and Kim (2010). Pada saat ekstraksi, diklorometan akan melarutkan keseluruhan polimer polikarbonat, setelah itu ditambahkan aseton untuk mengendapkan fraksi yang tidak


(75)

diinginkan. Endapan yang ada kemudian dipisahkan dan diambil alikuotnya yang berupa cairan jernih yang mengandung residu BPA.

Dari proses trial and error, untuk menghilangkan aseton dan diklorometan, kami mencoba metode pemanasan berbeda beda untuk mengeringkan aseton dan diklorometan, yaitu menggunakan pemanasan dengan hotplate, waterbath, dan gas nitrogen. Dari ketiga proses penguapan tersebut, metode dengan menggunakan

hotplate dan waterbath kurang dapat menghilangkan residu dari diklorometan dan aseton terlebih pengeringan dengan hotplate dapat memunculkan ledakan sehingga tidak dipilih. Penghilangan residu diklorometan dan aseton ini dilakukan karena diklorometan dan aseton masih memberikan serapan di panjang gelombang 278 nm dan memiliki waktu retensi yang sama sehingga mengganggu pembacaan BPA itu sendiri. Gas nitrogen dipilih karena dapat menghilangkan residu dari diklorometan dan aseton dengan sempurna.

Pada proses penguapan, dilakukan tiga kali pembilasan dengan metanol agar penguapan berjalan optimal. Setelah supernatan kering, ditambahkan metanol lalu dikeringkan lagi dengan gas nitrogen. Proses ini dilakukan hingga tiga kali. Digunakan metanol sebagai pelarut saat pengeringan karena metanol memiliki titik didih lebih tinggi (64 oC) dari diklorometan (39,6 oC) maupun aseton (57 oC) sehingga diklorometan dan aseton menjadi benar-benar kering. Penggunaan metanol tidak menguapkan atau menghilangkan BPA sendiri karena titik didih BPA jauh lebih tinggi dari metanol yaitu 399 0C.Metanol juga tidak mengganggu pembacaan hasil karena tidak memunculkan puncak pada waktu retensi BPA


(1)

p. Perlakuan hari ke-14 (Replikasi II)


(2)

140

r. Perlakuan hari ke-21 (Replikasi II)

s. Perlakuan hari ke-28 (Replikasi I)


(3)

(4)

142

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Leonardus Nito Kristiyanto dan akrab dipanggil Leo. Penulis merupakan anak sulung dari dua bersaudara dari pasangan Andreas Ribut Riyanto dan Florentina Rusmini. Pria kelahiran Pontianak 4 Februari 1992 ini menyelesaikan pendidikannya di TK Bruder Nusa Indah Pontianak (1997), SD Bruder Nusa Indah Pontianak (2003), SMP Katolik Santu Petrus Pontianak pada tahun 2006, serta SMA Negeri 1 Pontianak pada tahun 2009. Penulis menempuh pendidikan Strata 1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun 2009 sampai 2013. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai kegiatan baik diluar maupun didalam kampus. Penulis mengikuti berbagai kegiatan organisasi seperti koordinator Dana dan Usaha Donor Darah JMKI Komisariat Sanata Dharma (2010), serta aktif di JMKI (Jaringan Mahasiswa Kesehatan Indonesia) komisariat Sanata Dharma sebagai Humas Eksternal (2011), sementara di JMKI wilayah Yogyakarta sebagai divisi Informasi dan Komunikasi, magang divisi Informasi dan Komunikasi JMKI Nasional (2011), serta mengikuti Pelatihan Kepemimpinan dan Management Mahasiswa JMKI wilayah Yogyakarta (2010) dan nasional (2011) sebagai delegasi Universitas Sanata Dharma. Penulis pernah menjadi ketua Hari Anti Tembakau (2011), koordinator divisi Dana dan Usaha KSS JMKI wilayah Yogyakarta (2011/2012), dampok kota Temu Alumni (2012) serta kegiatan lainnya. Penulis juga memiliki pengalaman sebagai asisten praktikum Formulasi Teknologi Sediaan Semisolid (2012).


(5)

xx INTISARI

Bisfenol A (2,2-(4,4’-dihidroksifenil) propana, atau BPA) dikenal sebagai senyawa analog esterogen dengan aktivitas merusak kinerja endokrin (Endocrine Discrupting Chemicals), gangguan prostat, maupun gangguan saraf. BPA banyak terdapat dalam botol berbahan dasar polikarbonat (PC) sebagai salah satu monomer utama penyusunnya. BPA diketahui dapat mengalami depolimerisasi sehingga menyebabkan masuknya BPA kedalam sediaannya. Matahari merupakan sumber panas dan energi yang diperkirakan mampu mendepolimerisasi BPA menjadi bentuk bebasnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh paparan radiasi sinar matahari terhadap kadar BPA dalam botol polikarbonat.

Jenis dan rancangan penelitian adalah eksperimental murni menggunakan sistem KCKT dengan fase diam C18, fase gerak asetonitril:air (70:30), waktu alir 1

mL/menit, detektor UV dengan panjang gelombang 278 nm, LOD 0,0471 µg/mL, LOQ

8,4701 µg/g, dan rentang 0,3-3 µg/mL.

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kadar BPA tanpa pengaruh paparan radiasi sinar matahari pada hari ke 0, 7, 14, 21 dan 28 berturut-turut adalah314,0381 µg/g, 288,4873 µg/g, 259,9370 µg/g, 192,5441 µg/g, dan 187,5645 µg/g, sementara kadar BPA dengan pengaruh paparan radiasi sinar matahari adalah 301,4602 µg/g, 248,0486 µg/g, 194,8516 µg/g, 117,4447 µg/g, dan 86,6081 µg/g. Ditemukan adanya pengaruh sinar matahari yang signifikan terhadap kadar BPA dalam botol.


(6)

xxi ABSTRACT

Bisphenol A (2,2-(4,4’-dihydroxyphenyl)propane) or known as BPA is an esterogen hormone analogue which could lead into endocrine discrupt, prostate and neural disorder. BPA mainly used to form policarbonate (PC) bottles and plays role as its major monomer. Contact between BPA and human occur when BPA depolymerisate and leach into the water. Solar radiation as heat and energy source, suspected could depolymerisate BPA and further leach BPA into water. The aims of this research is to determine and reveal the effect of solar radiation to BPA concentration on the polycarbonate bottles.

It is a pure experimental research. Reversed phase High Performance Liquid Chromatography is used with C18 as stationary phase, acetonitrile:water (70:30) as

mobile phase and 1 mL.minute-1 flow rate, 278 nm wavelength UV detector, LOD

0,0471 µg/mL, LOQ 8,4701 µg/g, and range 0,3-3 µg/mL.

The results show that BPA concentration without solar radiation from 0, 7th, 14th, 21st, and 28th day are 314,0381 µg/g, 288,4873 µg/g, 259,9370 µg/g, 192,5441 µg/g, and 187,5645 µg/g, and concentration with solar radiation are 301,4602 µg/g, 248,0486 µg/g, 194,8516 µg/g, 117,4447 µg/g, and 86,6081 µg/g. This study reveals that solar radiation affect the BPA concentration on the polycarbonate plastic bottle significantly.

Keywords : bisphenol A, BPA, sunlight, plastic bottle, polycarbonate, HPLC


Dokumen yang terkait

Optimasi dan validasi metode penetapan kadar bisfenol A. dalam ekstrak air dan ekstrak botol air minum menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik.

1 5 198

Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan.

0 0 141

Pengaruh paparan radiasi sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam botol plastik jenis polikarbonat yang ditetapkan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik

1 2 163

PENETAPAN KADAR CAMPURAN HIDROKORTISON ASETAT DAN KLORAMFENIKOL DALAM SEDIAAN KRIM TOPIKAL MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK SKRIPSI

0 0 100

Penetapan kadar aspartam dalam minuman serbuk beraoma merek ``X`` secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 0 83

Penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair obat herbal terstandar merk Kiranti secara kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 0 117

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR KUERSETIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DALAM TEH HIJAU

0 2 146

Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan - USD Repository

0 0 139

Optimasi dan validasi metode penetapan kadar bisfenol A. dalam ekstrak air dan ekstrak botol air minum menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 0 196

Penetapan kadar guaifenesin yang tercampur dengan salbutamol sulfat dalam sediaan sirup merek ``x`` menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 1 130