Respon perbankan Syariah terhadap krisi keuangan global 2008 dalam penempatan dana pada SBIS dan puas

(1)

RESPON PERBANKAN SYARIAH TERHADAP KRISIS

KEUANGAN GLOBAL 2008 DALAM PENEMPATAN

DANA PADA SBIS DAN PUAS

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

Disfa Lidian Handayani NIM : 107046102903

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

RESPON PERBANKAN SYARIAH TERHADAP KRISIS

KEUANGAN GLOBAL 2008 DALAM PENEMPATAN

DANA PADA SBIS DAN PUAS

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

Disfa Lidian Handayani NIM. 107046102903

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Anwar Abbas, M.Ag. Dwi Nur’aini Ihsan, S.E., M.M.

NIP. 195502151983031002

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Respon Perbankan Syariah Terhadap Krisis Keuangan

Global 2008 Dalam Penempatan Dana Pada SBIS dan PUAS”, telah diujikan

dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 3 November 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

Jakarta, 3 November 2011 Dekan,

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,MA, MM NIP. 195505051982031012

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag.

NIP. 197107011998032002

Sekretaris : Mu’min Roup, S.Ag., M.A. NIP. 150281979

Pembimbing I : Dr. H. Anwar Abbas, M.Ag.

NIP. 195502151983031002

Pembimbing II: Dwi Nur’aini Ihsan, S.E., M.M.

Penguji I : Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, M.A. NIP. 150050917

Penguji II : Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, M.S., M.Ec., Ph.D NIP. 196106241985121001


(4)

i Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 September 2011


(5)

ii

ABSTRAK DISFA LIDIAN HANDAYANI

Respon Perbankan Syariah Terhadap Krisis Keuangan Global 2008 Dalam Penempatan Dana Pada SBIS Dan PUAS

Pada Tahun 2008 terjadi krisis keuangan global yang bersumber dari

subprime mortgage di Amerika Serikat. Krisis ini kemudian menyebar keseluruh

dunia. Krisis ini menyebabkan peningkatan jumlah penempatan dana oleh perbankan dunia pada instrumen Treasury Bills (jika di Indonesia lebih dikenal sebagai SBI). Krisis ini juga mengakibatkan perbankan lebih memilih untuk mengamankan cadangan keuangan daripada meminjamkan uang ke bank lainnya sehingga terjadi peningkatan permintaan dan penurunan penawaran pinjaman likuiditas pada

Interbank Call Money Market (Pasar uang Antarbank). Kelangkaan likuiditas ini

mengakibatkan kenaikan suku bunga Pasar Uang Antarbank. Prilaku penempatan dana oleh perbankan konvensional Indonesia pada SBI dan PUAB juga sama dengan perbankan dunia secara umum.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah respon perbankan syariah terhadap krisis keuangan global 2008 dalam penempatan dana pada SBIS dan PUAS.

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan aplikasi SPSS.16. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data SBIS dan PUAS periode Januari 2007 hingga April 2010. Metode analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan metode Analisis Deskriptif, Uji Normalitas Data dan Paired T-Test. Analisis deskriptif berfungsi untuk menggambarkan data-data yang diperoleh, berupa penggambaran mengenai nilai rata-rata, standar deviasi, range, serta nilai maximum dan minimum dari data Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Pasar Uang AntarBank berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) Perbankan Syariah Indonesia. Setelah melakukan Analisis deskriptif, penulis kemudian melakukan Uji Normalitas Data yang berfungsi untuk melihat apakah data angka-angka yang digunakan mempunyai sebaran yang normal atau tidak. Setelah terbukti bahwa data-data tersebut normal maka penulis melakukan Uji Paired T-Test. Uji ini berfungsi untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara dua buah sampel yang diuji tersebut.

Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa uji Paired T-Test pada SBIS

memperlihatkan bahwa peluang pada statistik t ! -1.395 " 1.395 dengan nilai

signifikansi 0.179. Sedangkan hasil Uji Paired T-Test pada PUAS memperlihatkan

peluang pada statistik t ! -.743 " 743 dengan nilai signifikansi 0.466. Hal ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan atas penempatan dana pada SBIS maupun PUAS ketika menuju dan saat terjadinya krisis keuangan global 2008.

Kata Kunci: Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Pasar Uang AntarBank berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS), Krisis Keuangan Global 2008.


(6)

iii

Bismillahirrahmanirrahiim

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah, taufiq, serta nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Respon Perbankan Syariah Terhadap Krisis Keuangan Global 2008 Dalam Penempatan Dana Pada SBIS Dan PUAS”. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, kepada keluarganya, sahabat serta umatnya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit rintangan serta kesulitan yang penulis hadapi. Namun berkat kesungguhan hati, kerja keras, bantuan dan doa dari berbagai pihak, sehingga membuat penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis berterima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Euis Amalia, M.Ag. dan Bapak Mu’min Roup, S.Ag., M.A. sebagai Ketua

dan Sekretaris Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. H. Anwar Abbas, M.Ag. dan Ibu Dwi Nur’aini Ihsan, S.E., M.M.

selaku dosen pembimbing skripsi penulis, yang telah memberikan masukan dan saran-saran sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.


(7)

iv

4. Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Rifai B.A. dan Ibunda Jamilawati, S.Pd.

yang selalu mendo’akan, menjaga, mendidik, memberi kasih sayang, motivasi dan semangat tiada henti kepada penulis. Terimakasih banyak Ayah, Ibu.

5. Adik-adikku tersayang, Praftiwi Umitri, Fajar Nugraha, Anita Sartika dan Ahmad Mustafa yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis. Kalian adalah kebanggaan Woh!

6. Keluarga besarku di Bengkulu, Kaur, Jakarta, dan Jogja.

7. Teman-teman Kosan Hijau Ade Rina Suralani, Eni Suheni, Galuh Kartika Prabandari, Rohimah, dan Seli yang merupakan teman dikala senang dan susah.

Mari lanjutkan perjuangan dan ‘mimpi-mimpi’ yang telah kita ukir, Sobat#

8. Teman-teman Perbankan Syariah Angkatan 2007 khususnya PS A, Yana Febrina, Sisilia Anggi, Tsarwatul Jannah, Fika, Uus, Neti, Nindi,Tia dan teman-teman lain seangkatan yang selama kuliah telah mengisi hari-hari penulis dengan keceriaan. 9. Teman-teman BEC; Miss Mila, Imah, Lia, Ola, Jumi, Anahe dan sahabat lainnya. 10. Seluruh pihak-pihak terkait yang telah membantu penulis selama proses

penyelesaian tugas akhir ini.

Akhirnya, penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut berperan dalam proses penyelesaian skripsi penulis. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan masyarakat.

Jakarta, 15 September 2011


(8)

v

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Review Studi Terdahulu ... 8

E. Kerangka Konsep ... 11

F. Sistematika Penelitian ... 12

BAB II: LANDASAN TEORI ... 14

A. Krisis Keuangan Global ... 14

1. Pengertian Krisis Keuangan Global ... 14

2. Faktor Penyebab Krisis keuangan Global 2008 ... 16


(9)

vi

B. Penempatan Dana Perbankan ... 23

1. Pengertian Penempatan Dana ... 23

2. Fungsi dan Tujuan Penempatan Dana Perbankan ... 24

3. Alokasi Penempatan Dana Perbankan ... 25

4. SBI dan PUAB ... 28

C. Tinjauan Respon Perbankan Konvensional Indonesia dan Dunia terhadap Krisis Keuangan Global 2008 dalam Penempatan Dana pada Treasury Bills dan Interbank Call Money Market ... 31

1. Amerika Serikat ... 31

2. Inggris ... 35

3. Jepang ... 38

4. Indonesia ... 41

5. Kesimpulan Tinjauan Respon Perbankan terhadap Krisis Keuangan Global 2008 dalam Penempatan Dana pada Treasury Bills dan Interbank Call Money Market (Kasus: Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang) ... 44

BAB III: SBIS DAN PUAS ... 46

A. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)... 46

1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ... 46


(10)

vii

4. Tata Cara Pelaksanaan Sertifikat Bank Indonesia Syariah

(SBIS) ... 49

B. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) . 55 1. Pengertian Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) ... 55

2. Fungsi Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) ... 55

3. Landasan Hukum Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) ... 56

4. Tata Cara Pelaksanaan Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) ... 58

BAB IV: METODE PENELITIAN ... 62

A. Objek penelitian ... 62

B. Jenis Penelitian ... 62

C. Sumber Data ... 64

D. Metode Pengumpulan Data ... 64

E. Metode Analisis Data ... 65

F. Hipotesis ... 66

BAB V: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 68


(11)

viii

B. Analisis Deskriptif terhadap Penempatan Dana Perbankan

Syariah di Indonesia ... 73

C. Uji Normalitas SBIS dan PUAS ... 83

D. Uji Paired T-Test SBIS dan PUAS ... 87

E. Analisis terhadap Uji Paired T-Test ... 90

BAB VI: PENUTUP ... 95

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

ix

Tabel 5.1 Volume Transaksi SBIS dan Volume Rill SBIS Perbankan Syariah Indonesia Ketika Menuju hingga Saat Krisis

Keuangan Global 2008 ... 74 Tabel 5.2 Case Processing Summary Volume Transaksi SBIS Ketika

Menuju hingga Saat Krisis Keuangan Global 2008 ... 75 Tabel 5.3 Deskriptif Volume Transaksi SBIS Ketika Menuju hingga

Saat Krisis Keuangan Global 2008 ... 76 Tabel 5.4 Volume Transaksi PUAS dan Volume Rill PUAS Perbankan

Syariah Indonesia Ketika Menuju hingga Saat Krisis

Keuangan Global 2008 ... 79 Tabel 5.5 Case Processing Summary Volume PUAS Ketika Menuju

hingga Saat Krisis Keuangan Global 2008 ... 80 Tabel 5.6 Deskriptif Volume PUAS Ketika Menuju hingga Saat Krisis

Keuangan Global 2008 ... 81 Tabel 5.7 Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk

SBIS Ketika Menuju hingga Saat Krisis Keuangan Global

2008 ... 85 Tabel 5.8 Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk

PUAS Ketika Menuju hingga Saat Krisis Keuangan Global

2008 ... 86 Tabel 5.9 Paired Samples Correlations SBIS Ketika Menuju hingga

Saat Krisis Keuangan Global 2008 ... 88 Tabel 5.10 Uji Paired Samples T-Test SBIS Ketika Menuju hingga Saat

Krisis Keuangan Global 2008 ... 88 Tabel 5.11 Paired Samples Correlations PUAS Ketika Menuju hingga

Saat Krisis Keuangan Global 2008 ... 89 Tabel 5.12 Uji Paired Samples T-Test PUAS Ketika Menuju hingga Saat


(13)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 11 Gambar 2.1 The Pool of Fund Model for Assets Management ... 25 Gambar 2.2 Yield pada Treasury Bills Berjangka 3 Bulan dan Suku Bunga

The Federal Funds Overnight Index Swap (OIS) Pada Saat

Krisis Keuangan Global ... 34 Gambar 2.3 Rata-rata Suku Bunga Pinjaman Antarbank LIBOR

berjangka 3 Bulan ... 37 Gambar 2.4 Rata-rata Suku Bunga U.K. Treasury Bills Berjangka 3 Bulan 38 Gambar 2.5 Rata-rata Suku Bunga TIBOR Berjangka Tiga Bulan ... 40 Gambar 2.6 Treasury Discount Bills ... 41 Gambar 4.1 Pola Hubungan Variabel Penelitian ... 66


(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbankan merupakan lembaga keuangan penting dalam perekonomian suatu negara. Perbankan berperan sebagai lembaga intermediasi yang menyalurkan dana dari pihak yang kelebihan kepada pihak yang kekurangan dana. Bagi masyarakat yang hidup di negara maju, bank merupakan tempat melakukan berbagai transaksi yang berhubungan dengan keuangan seperti; tempat mengamankan uang, melakukan investasi, pengiriman uang, melakukan pembayaran atau melakukan penagihan. Perbankan dapat diibaratkan sebagai darahnya perekonomian suatu negara. Dengan kata lain, kemajuan perbankan di suatu negara dapat pula dijadikan ukuran kemajuan negara yang bersangkutan. Semakin maju suatu negara maka semakin besar peranan perbankan dalam mengendalikan negara tersebut.1

Indonesia memiliki dua jenis sistem perbankan yang berbeda (dual banking system) yang terdiri dari sistem perbankan konvensional dan perbankan syariah. Perbankan syariah adalah perbankan yang menggunakan prinsip syariah dalam pengoperasiannya. Dalam perekonomian Islam, sektor perbankan tidak mengenal instrumen suku bunga. Sistem keuangan Islam menerapkan sistem pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing). Besar kecilnya pembagian keuntungan yang diperoleh nasabah perbankan syariah ditentukan oleh besar kecilnya

1


(15)

2

pembagian keuntungan yang diperoleh bank dari kegiatan investasi dan pembiayaan yang dilakukan bank disektor rill. Dalam sistem ekonomi Islam, hasil dari investasi dan pembiayaan yang dilakukan bank disektor rill menentukan besar kecilnya pembagian keuntungan di sektor moneter. Artinya sektor moneter memiliki ketergantungan pada sektor rill. Jika investasi dan produksi di sektor rill berjalan lancar, maka return pada sektor moneter akan meningkat.2

Sebagai lembaga yang berpihak pada sektor rill, perbankan syariah idealnya memberikan pembiayaan kepada masyarakat. Pembiayaan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak dibidang industri, pertanian dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.3 Selain itu, peningkatan pembiayaan yang pesat akan mendorong peningkatan laba operasional bank sehingga akan meningkatkan pembagian keuntungan bagi nasabah.

Namun pada keadaan tertentu dimana bank memiliki kelebihan dana (over liquidity), Bank Indonesia sebagai otoritas pengendali moneter di Indonesia telah membuat peraturan-peraturan mengenai berbagai instrumen moneter yang dapat mempermudahkan bank syariah dalam melakukan pengelolaan dana. Penempatan dana pada instrumen moneter, secara teoritis, merupakan indikasi dari tidak

2

Umer Capra, Sistem Moneter Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h.134.

3

Ayus Ahmad Yusuf dan Abdul Aziz, Manajemen Operasional Bank Syariah (Cirebon: STAIN Press, 2009), h.68.


(16)

tersalurkannya pembiayaan perbankan syariah yang optimal sehingga perbankan syariah mencari alternatif untuk berinvestasi pada instrument moneter yang ada agar tidak terdapatnya dana yang menganggur (idle fund).4

Salah satu instrumen yang dapat dimanfaatkan bank syariah dalam menginvestasikan kelebihan dananya adalah dengan memanfaatkan instrumen moneter syariah SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah). Sertifikat Bank Indonesia Syariah merupakan surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.5 Penempatan dana pada SBIS memberikan return kepada bank syariah. Return tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan return dari pembiayaan.

Di sisi lain, bank syariah dalam menjaga likuiditasnya dapat memanfaatkan instrument PUAS (Pasar Uang AntarBank Berdasarkan Prinsip Syariah). Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antarbank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing.6 Bank yang kalah kliring dan tidak memiliki dana yang cukup yang bisa dicairkan, dapat meminjam pada bank syariah lain dalam transaksi di PUAS. Bank yang memiliki likuiditas yang lebih banyak dapat meminjamkan dana pada bank syariah yang kalah kliring. Bank syariah yang meminjamkan dana tersebut akan mendapatkan return.

4

Sri Widyastuti dan Deki Anwar, "Penggunaan Variabel Instrumen Moneter Syariah untuk Menganalisis Kinerja Perbankan Syariah" Akuntabilitas Vol.8 No.2 (Januari 2009): h.104.

5

Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah.

6

Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/5/PBI/2007 tentang Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.


(17)

4

Penempatan dana over likuiditas pada SBIS dan keuntungan yang diperoleh bank dalam peminjaman dana pada PUAS merupakan salah satu pilihan bank dalam menempatkan dana yang menganggur. Hal ini dikarenakan penempatan pada SBIS maupun PUAS merupakan penempatan dana jangka pendek sehingga lebih liquid jika dibandingkan dengan berinvestasi pada instrument lain. Namun, penempatan dana pada SBIS dan PUAS yang berlebihan dapat memudarkan fungsi bank yaitu sebagai lembaga intermediasi.

Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 menyebabkan perbankan konvensional tidak terlalu ekspansif melakukan program penyaluran kredit kepada sektor rill dan lebih memilih menempatkan dananya pada instrumen investasi yang aman, seperti SBI. Apakah pada saat terjadi krisis keuangan global 2008 bank syariah juga lebih memilih menempatkan dana pada SBIS dan PUAS atau tidak? Hal tersebut telah menarik penulis untuk melakukan penelitian pada instrumen-instrumen jangka pendek yang telah disediakan oleh Bank Indonesia tersebut. Oleh karena itu, penulis

mengangkat judul skripsi “RESPON PERBANKAN SYARIAH TERHADAP

KRISIS KEUANGAN GLOBAL 2008 DALAM PENEMPATAN DANA PADA

SBIS DAN PUAS”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap masalah yang akan diteliti, penulis akan memberikan batasan dan perumusan masalah terhadap objek yang dikaji. Batasan masalah ini bertujuan untuk membatasi objek penelitian yang terlalu luas. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:


(18)

1. Penelitian ini hanya dilakukan pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia (tidak termasuk BPRS).

2. Perbankan syariah dapat melakukan penempatan dana diberbagai instrument. Pada penelitian ini yang dibahas hanya penempatan dana pada SBIS7 dan PUAS.

3. Lingkup penelitian dimulai dari Januari 2007 sampai April 2010 dimana data tersebut telah mengakomodasi gambaran data kondisi ketika menuju dan saat terjadinya krisis keuangan global 2008, dengan perincian:

a. Data SBIS dan PUAS bulan Januari 2007 sampai dengan bulan Agustus 2008 adalah data SBIS dan PUAS ketika menuju terjadinya krisis keuangan global 2008.8

b. Data SBIS dan PUAS bulan September 2008 sampai dengan April 2010 adalah data SBIS dan PUAS saat terjadinya krisis keuangan global 2008.9 c. Jumlah data SBIS dan PUAS ketika menuju dan saat krisis keuangan

global 2008 adalah sama yaitu 20 data menuju krisis dan 20 data saat

7

Sebelum adanya Peraturan Bank Indonesia nomor : 10/ 11 /PBI/2008, instrument ini dikenal dengan istilah SWBI (Sertifikat Wadiah Bank Indonesia). Namun setelah adanya peraturan tersebut semua istilah SWBI yang selama ini digunakan, harus dibaca sebagai Sertifikat Bank Indonesia Syariah (Pasal 17 PBI nomor : 10/ 11 /PBI/2008).

8

Pengambilan data Januari 2007 sebagai data kondisi menuju krisis berdasarkan saat mulai terjadinya krisis subprime mortgage ─yang merupakan sumber terjadinya krisis keuangan global 2008─yaitu pada awal tahun 2007. (Lihat Azhari Firmansyah dan Sari H. Binhadi, “Krisis Subprime Mortgage: Sudut Pandang IMF”, Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerjasama Internasional: 2007 dan http://id.wikipedia.org/wiki/Kredit_subprima#Krisis_KPR_subprima_di_Amerika)

9

Bulan September 2008 merupakan puncak terjadinya krisis. Pengambilan data bulan September 2008 ini sebagai batas saat terjadinya krisis adalah berdasarkan kondisi perekonomian AS dimana pada September 2008 perusahaan dan bank-bank terkemuka (Lehman Brothers, Merryl Linch, AIG, dst) yang menjadi lambang keperkasaan ekonomi AS mengalami kebangkrutan (Faisal Basri dan Haris Munandar, Lanskap Ekonomi Indonesia (Jakarta: Kencana, 2009), h.545.)


(19)

6

krisis keuangan global 2008. Sehingga total keseluruhan data adalah 40 data.

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut antara lain:

1. Bagaimana secara teoritis respon perbankan konvensional Indonesia dan Dunia terhadap krisis keuangan global 2008 dalam penempatan dana pada

Treasury Bills (Surat Berharga Pemerintah Jangka Pendek) dan Interbank Call Money Market (Pasar Uang AntarBank)?

2. Apakah ada perbedaan yang signifikan rata-rata kuantitas penempatan dana pada SBIS antara menuju hingga saat terjadinya krisis keuangan global 2008? 3. Apakah ada perbedaan yang signifikan rata-rata kuantitas penempatan dana

pada PUAS antara menuju hingga saat terjadinya krisis keuangan global 2008?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setelah memperhatikan judul dan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara teoritis respon perbankan konvensional Indonesia dan Dunia terhadap krisis keuangan global 2008 dalam penempatan dana perbankan pada

Treasury Bills (Surat Berharga Pemerintah Jangka Pendek) dan Interbank Call Money Market (Pasar Uang AntarBank), untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan rata-rata kuantitas penempatan dana pada SBIS antara menuju hingga saat terjadinya krisis keuangan global 2008 serta untuk mengetahui apakah ada perbedaan


(20)

yang signifikan rata-rata kuantitas penempatan dana pada PUAS antara menuju hingga saat terjadinya krisis keuangan global 2008.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Penulis

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam mengaplikasikan teori yang telah diperoleh selama perkuliahan sehingga penulis memahami lebih mendalam mengenai teori dan fakta yang terjadi pada Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Pasar Uang AntarBank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS). 2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi mengenai SBIS dan PUAS. Informasi dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti selanjutnya, yang meneliti SBIS dan PUAS, sebagai bahan informasi pembanding dengan penelitian lainnya.

3. Bagi Perbankan Syariah

Memberikan informasi tentang respon perbankan syariah terhadap krisis keuangan global 2008 dalam penempatan dana pada SBIS dan PUAS yang dapat dijadikan salah satu dasar pengambilan kebijakan.

4. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi, gambaran dan pengetahuan kepada masyarakat tentang penggunaan instrument SBIS dan PUAS bagi perbankan syariah. Informasi ini dapat menjadi bahan pertimbangan masyarakat dalam menginvestasikan dana di Bank Syariah.


(21)

8

D. Review Studi Terdahulu

Beberapa penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan PUAS dan SBIS yang dilakukan perbankan syariah di Indonesia diantaranya:

No Nama penulis/ Judul Skripsi, Jurnal/ Tahun.

Objek Penelitian

Metode Penelitian

Hasil Analisis Perbedaan

dengan Penulis 1 Eep Saefullah

Fatah/

Analisis Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Nilai Tukar

Rupiah, Uang Beredar dan Inflasi

Terhadap Volume Transaksi

Pasar Uang

Antarbank Syariah dan Pembiayaan Perbankan Syariah”/ Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan

Bisnis UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010.

SBI, Nilai Tukar Rupiah, Uang Beredar dan Inflasi serta Volume Transaksi PUAS. Metode analisis yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis jalur.

Suku bunga SBI

memberikan pengaruh

positif terhadap

volume transaksi pasar

uang antar bank

syariah. Sedangkan terhadap pembiayaan memberikan pengaruh negatif. Uang beredar memberikan pengaruh

positif terhadap

volume transaksi

Pasar Uang Antarbank

Syariah dan

pembiayaan. Inflasi memberikan pengaruh

positif terhadap

pembiayaan sementara

terhadap volume

transaksi Pasar Uang Antarbank Syariah tidak memeberikan pengaruh.

Berdasarkan metode yang sama, nilai tukar

rupiah tidak

memberikan pengaruh baik terhadap volume transaksi Pasar Uang Antarbank Syariah maupun pembiayaan. Penulis meneliti tentang Respon Perbankan Syariah Terhadap Krisis Keuangan Global 2008 Dalam

Penempatan

Dana Pada

SBIS Dan

PUAS. Perbedaan lainnya adalah dalam menganalisis penelitian, penulis menggunakan metode analisis deskriptif, uji normalitas data dan uji Paired T-Test.

2 Iim Fathimah,

“Pengaruh Sertifikat Bank

Metode analisis

Hasil dari penelitian ini diperoleh hasil

Perbedaannya adalah alat


(22)

Penempatan Dana Sertifikat Bank Indonesia Syariah

(SBIS) dan

Pasar Uang

Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Perbankan Syariah”. Konsentrasi Perbankan Syariah,

Program Studi Muamalat, Fakultas

Syariah dan

Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008. Indonesia Syariah (SBIS), Pasar Uang Antarbank Berdasar-kan Prinsip Syariah (PUAS), dan Financing to Deposit Ratio (FDR) yang digunakan adalah regresi berganda.

bahwa kedua variable terikat yaitu variable SBIS dan PUAS tidak secara bersama-sama dapat mempengaruhi

FDR perbankan

Syariah. Dan hasil uji t

menunjukan bahwa

hanya variable PUAS yang signifikan dalam

mempengaruhi FDR

perbankan syariah. Dan hasil uji t

menunjukan bahwa

hanya variable PUAS yang signifikan dalam

mempengaruhi FDR

perbankan syariah.

analisis pada skripsi tersebut adalah regresi berganda sedangkan penulis menggunakan Uji Paired

T-Test. Data

yang digunakan dalam skripsi tersebut adalah dari Januari 2004 hingga Maret 2006. Sedangkan

data yang

penulis gunakan

adalah dari Januari 2007 sampai April 2010.

3 Ribut

Wahyudi, “Analisis vector auto regressive (VAR) transaksi instrument moneter syariah terhadap PUAS, DPK, dan pembiaya-an perbankan syariah periode tahun 2004-2008 alat analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah VAR dengan mengguna

Hasil penelitian

skripsi tersebut

memperlihatkan bahwa asset merespon positif akibat shock

yang terjadi pada

PUAS, DPK tidak

merespon akibat shock

yang terjadi pada PUAS, NPF merespon positif shock yang

Skripsi tersebut menggunakan data dari tahun 2004 sampai 2008.

Sedangkan penulis menggunakan data dari tahun 2007 sampai


(23)

10

kinerja perbankan

syariah di

Indonesia”. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan

Bisnis UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009.

kan software EVIEWS 5.0

terjadi PUAS dan pembiayaan merespon positif akibat shock

yang terjadi pada PUAS.

2010. Perbedaan lainnya adalah skripsi tersebut menggunakan alat analisa VAR

sedangkan penulis menggunakan Uji Paired T-Test

4 Sri Widyastuti (Universitas Pancasila) dan

Deki Anwar

(IAIN Raden Fatah Palembang). “Penggunaan Variabel Instrumen Moneter Syariah untuk Menganalisis Kinerja Perbankan Syariah”. Jurnal Akuntabilitas 2009. SWBI, PUAS Penelitian ini mengguna kan metode ekonomet-rik Vektor Autoregre ssive

(VAR)

Hasil penelitian dari penelitian ini adalah instrument moneter syariah Sertifikat

Wadiah Bank

Indonesia (SWBI

memberikan dampak

yang lebih baik

daripada instrument

moneter syariah

PUAS). Penempatan

idle fund perbankan syariah sebaiknya

diletakkan pada

instrumen moneter syariaah SWBI karena

memiliki resiko

minimal dibandingkan PUAS.

Perbedaan jurnal tersebut dengan

penelitian yang akan penulis lakukan

terletak pada metode

analisis yang digunakan.

Selain itu

perbedaan lainnya adalah pada jurnal tersebut

menggunakan

data bulan

Januari 2001 hingga Juli 2006

sedangkan penulis mengunakan data Januari 2007 sampai dengan April 2010.


(24)

E. Kerangka Konsep

Berikut adalah kerangka konsep skripsi yang menggambarkan permasalahan penelitian hingga proses penarikan kesimpulan. Pengujian penelitian ini menggunakan Uji Normalitas dan Uji Paired T-Test.

Gambar 1.1 Kerangka Konsep Penelitian

Identifikasi masalah

Pengumpulan Data

Pengelolaaan data: 1. Mengolah data SBIS 2. Mengolah data PUAS

Analisa Deskriptif SBIS dan PUAS

Uji normalitas data

Uji beda signifikan Paired T-test

Analisis Hasil Penelitian

Kesimpulan

Normal? Remove

Jika Ya


(25)

12

F. Sistematika Penulisan

Secara garis besar skripsi ini terdiri dari enam bab dengan beberapa sub bab. Agar mendapat arah dan gambaran yang jelas mengenai hal yang tertulis, berikut ini sistematika penulisannya secara lengkap:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, studi review terdahulu, kerangka konsep dan sistematika penelitian.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini berisi penjelasan mengenai teori yang relevan dengan penelitian. Teori tersebut meliputi teori tentang krisis keuangan global 2008, alokasi penempatan dana perbankan serta instrument SBI dan PUAB. Bab ini juga membahas tentang tinjauan instrument sejenis pada negara lain.

BAB III SBIS DAN PUAS

Bab ini membahas tentang pengertian, fungsi, landasan hukum dan tata cara pelaksanaan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) maupun Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS).


(26)

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tentang metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian yang meliputi objek penelitian, jenis penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, metode analisis data dan hipotesis.

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang hasil analisis dalam penelitian dengan menggunakan analisis deskriptif, Uji Normalitas, Uji Paired T-Test, dan analisis terhadap hasil uji Paired T-Test terhadap SBIS dan PUAS. Hasil perhitungan data-data tersebut menjadi landasan dalam penjabaran pembahasan guna mendapatkan kesimpulan.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian dan berisi saran-saran yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti.


(27)

14

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Krisis Keuangan Global

1. Pengertian Krisis Keuangan Global

Dalam dinamika ekonomi, fluktuasi merupakan sesuatu hal yang biasa terjadi, apalagi disektor finansial. Namun, fluktuasi yang terlalu besar dapat menimbulkan gejala ketidakstabilan (instabilitas) yang apabila terjadi secara terus menerus dalam waktu cukup lama dapat mengganggu kesinambungan sektor-sektor ekonomi lainnya.1 Sementara itu, istilah instabilitas finansial (financial instability) didefinisikan sebagai perubahan drastis atas harga-harga aset finansial. Pada dasarnya, aset finansial menyangkut produk-produk finansial seperti saham, obligasi, mortgages, futures, serta berbagai bentuk surat berharga dan produk derevatif (derevative product) lainnya. Ada dua hal yang menimbulkan goncangan atas harga-harga aset finansial sehingga harga tidak lagi mencerminkan kondisi pasar. Pertama, informasi menjadi faktor yang sangat penting bagi naik turunnya harga saham. Informasi yang masih berupa rumor dan gosippun dapat menggerakan sentimen positif atau negatif. Kedua, faktor

1

A. Prasetyantoko, Bencana Financial: Stabilitas Sebagai Barang Publik (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2008), h. 11.


(28)

ekspektasi para individu yang pada gilirannya akan menimbulkan prilaku panik.2 Instabilitas yang terus menerus dapat menyebabkan krisis.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, „krisis’ adalah keadaan yang berbahaya; parah sekali; genting.3 „Keuangan’ adalah perihal yang berhubungan dengan uang; keadaan dan urusan uang.4 Dan „global’ adalah secara umum dan keseluruhan; secara bulat; meliputi seluruh dunia.5

Jadi krisis keuangan global adalah suatu kondisi terjadi perubahan tajam keadaan ekonomi dimana berbagai langkah pengendalian sudah tidak lagi mampu menahan gejolak pada sektor keuangan, yang akan segera diikuti dengan kontraksi ekonomi secara menyeluruh dan berdampak luas. Jika krisis masih terisolasi pada sektor keuangan saja, maka dikatakan situasi belum sampai menjalar pada krisis ekonomi. Tetapi manakala gejolak di sektor keuangan telah mengganggu kinerja makro ekonomi, seperti inflasi yang parah, pertumbuhan yang melambat, dan lain sebagainya, maka kondisi ini telah merambat pada situasi krisis ekonomi.6

Dalam konteks globalisasi, sesuatu peristiwa penting yang terjadi di salah satu bagian dunia akan berimbas ke bagian lain. Hal ini berlaku juga pada krisis

2

Ibid., h.18

3

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, ed ke-4, Cet ke-1, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.741.

4

Ibid., h.1513

5

Ibid., h.455.

6


(29)

16

keuangan. Jika sebuah negara mengalami krisis maka akan berdampak pada negara lain. Jika dampak yang ditimbulkan tersebut luas dan dialami oleh hampir semua negara di dunia maka krisis ini disebut krisis keuangan global.

Salah satu contoh krisis keuangan global adalah krisis keuangan global 2008 yang bersumber dari subprime mortgage crisis di Amerika Serikat (AS) bermutasi menjadi krisis keuangan global.7 Hal tersebut dikarenakan proporsi sumbangan perekonomian AS terhadap produksi global mencapai 25%, sehingga ketika terjadi perlambatan perekonomian di AS maka perekonomian global pun akan cenderung menurun.8

2. Faktor penyebab Krisis Keuangan Global 2008

Penyebab peristiwa krisis keuangan global 2008 bersumber dari masalah

subprime mortgage,9 semacam kredit kepemilikan rumah (KPR) di Indonesia. Hal tersebut diikuti dengan ambruknya lembaga-lembaga keuangan di Amerika Serikat. Sebelum krisis, The Fed, bank sentral Amerika Serikat (AS) menerapkan suku bunga rendah pada kisaran 1 hingga 2 persen yang mengakibatkan lembaga keuangan pemberi kredit pemilikan rumah AS banyak menyalurkan kredit kepada penduduk yang sebenarnya tidak layak mendapatkan pembiayaan. Kemudahan pemberian kredit tersebut terjadi ketika harga properti di AS sedang naik. Pasar

7

Faisal Basri dan Haris Munandar, Lanskap Ekonomi Indonesia: Kajian dan Renungan Terhadap Masalah-Masalah Struktural, Transformasi Baru dan Prospek Perekonomian Indonesia ed.I, cet.I (Jakarta: Kencana, 2009), h.548.

8

Prasetyantoko, Bencana Financial, h. 168.

9


(30)

properti yang menjanjikan tersebut membuat spekulasi di sektor ini meningkat. Kredit properti memberi suku bunga tetap selama tiga tahun yang membuat banyak orang membeli rumah dan berharap bisa menjual dalam tiga tahun sebelum suku bunga disesuaikan. Sementara untuk memberikan kredit, lembaga-lembaga keuangan itu umumnya meminjam dana jangka pendek dari pihak lain. Perusahaan pembiayaan kredit rumah juga menjual surat utang (mirip subprime mortgage securities) kepada lembaga-lembaga investasi dan investor di berbagai negara. Beberapa perusahaan pembiayaan kredit rumah, contohnya Fannie Mae & Freddie Mac mendapatkan dana dengan menjual surat utang ke bank komersial, bank devisa, atau perusahaan asuransi, diantaranya Lehman Brothers atau AIG. Ketika terjadi kredit macet di sektor properti, surat utang yang ditopang oleh jaminan debitur berkemampuan pembayaran KPR rendah itu, mengalami penurunan harga, sehingga mempengaruhi likuiditas keuangan pasar modal dan sistem perbankan.10

Perusahaan-perusahaan tersebut berani memberikan KPR karena memiliki skema menyita dan menjual kembali rumah seandainya terjadi gagal bayar. Kenyataan menunjukan bahwa banyak pemilik rumah di Amerika yang gagal memenuhi kewajiban kredit KPR. Akibatnya, perusahaan-perusahaan pemberi KPR menghadapi kredit macet dan tidak mampu membayar kembali utangnya. Di

10

Badan Informasi Publik Pusat Informasi Perekonomian Departemen Komunikasi dan Informatika, Tanya Jawab Memahami Krisis Keuangan Global: Bagaimana Pemerintah mengantisipasinya (Jakarta: Badan Informasi Publik Pusat Informasi Perekonomian Departemen Komunikasi dan Informatika, 2008), h.2-3.


(31)

18

sisi lain, banyak rumah yang disita oleh bank (foreclosed) dan saat dijual ternyata harga pasar property sudah turun drastis. Akibatnya, bank-bank di Amerika Serikat, Eropa, Asia (terutama Jepang), Australia, dan lembaga investasi teratas di dunia yang memiliki subprime mortgage securities ikut terkena dampaknya. Lembaga tersebut mengalami kerugian hingga miliaran dolar.11 Kondisi ini menyebabkan ketidakpercayaan investor pada pasar sehingga terjadi penarikan investasi besar-besaran.

3. Dampak Krisis Keuangan Global

a. Dampak Krisis Keuangan Global 2008 terhadap Kondisi Ekonomi Dunia.

Secara umum dampak krisis keuangan AS terhadap perekonomian global dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu dampak langsung dan tak langsung: 12

1) Dampak Langsung

a) Kerugian bagi bank berskala global, terutama di kawasan Amerika Serikat dan Eropa. Total kerugian diperkirakan mendekati USD 1.000 miliar. Perusahaan Merril Lynch mencatat kerugian USD 52,2 miliar, Citigroup USD 55,1 miliar, UBS AG USD 44,2 miliar,

HSBC USD 27,4 miliar.

11

Ibid, h.3.

12


(32)

b) Jatuhnya lima lembaga keuangan terbesar, yaitu Bear Stearns, Lehman Brothers, Fannie Mae dan Freddie Mac, serta AIG.

c) Skala kerugian diperkirakan mencapai tiga kali lipat dari dampak kerugian krisis finansial di Asia pada tahun 1997-1998.

2) Dampak Tidak Langsung

a) Mengeringnya likuiditas di pasar modal dan perbankan global yang akan diiringi dengan penarikan dana, khususnya dari

emerging markets, baik dana dalam bentuk portofolio saham, obligasi maupun pinjaman dalam valuta asing.

b) Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan di tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi AS sebesar 2,0 persen di tahun 2007 diperkirakan oleh The Fed menghadapi perlambatan menjadi 1,3 persen di tahun 2008. Sementara itu, tingkat inflasi AS yang mencapai 2,9 persen pada tahun 2007 diperkirakan meningkat menjadi 4,0 persen di tahun 2008 dan inflasi di Eropa diperkirakan meningkat dari 2,1 persen menjadi 3,6 persen. Dampaknya, hampir seluruh negara di dunia akan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi China juga mengalami perlambatan dari 11,9 persen di tahun 2007 menjadi 10 persen di 2008.

c) Terjadi penurunan permintaan impor akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Kondisi ini mendorong penurunan


(33)

20

harga komoditas global, sehingga akan menekan perekonomian negara-negara berkembang terutama yang berbasis pada ekspor komoditas.

d) Dengan indikasi penurunan volume maupun nilai ekspor, sementara laju impor belum dapat diredam secara signifikan, maka terjadi defisit perdagangan yang semakin besar.

e) Selain itu, salah satu negara di kawasan Eropa yang terkena dampak krisis finansial AS cukup parah adalah Islandia. Sebelum krisis, Islandia berada di tingkat ke 4 negara termakmur dengan GNP per kapita sekitar USD 60,000 (IMF, 2008). Setelah krisis, Krona, mata uang Islandia terdepresiasi hingga 30 persen. Sementara itu, Bank Sentral mereka tidak mampu menjamin simpanan masyarakat karena utang luar negeri perbankan swasta yang besarnya mencapai 11 kali lipat PDB negara itu.

f) Singapura, negara yang banyak mengekspor produknya ke Amerika, mengalami penurunan kinerja ekonomi. Setiap kali ekonomi Amerika anjlok sampai dengan 2 persen, maka ekonomi Singapura ikut terseret turun 2-3 persen. Laporan kuartal IV-2007, ekonomi Singapura yang biasanya tumbuh sekitar 9 persen, anjlok ke 6 persen. Ini menunjukkan kemerosotan ekonomi Amerika berdampak terhadap negara-negara Asia.


(34)

b. Dampak Krisis Keuangan Global 2008 terhadap Perekonomian Indonesia

Krisis keuangan Amerika Serikat yang dikhawatirkan berdampak pada ekonomi Indonesia tidak sama dengan krisis ekonomi 1997/1998. Ketidaksamaan tersebut ditunjukkan oleh indikator berikut :13

1) Berbagai indikator moneter, perbankan dan makro ekonomi Indonesia menunjukkan ketahanan relatif lebih baik dibandingkan dengan negara lain, kecuali indeks saham.

2) Bapepam juga telah melarang short selling (tindakan meminjam saham dan membelinya saat harga jatuh) yang biasa dilakukan trader

jangka pendek seperti hedge fund asing.

3) Faktor-faktor utama penyebab krisis 1997/1998 adalah kepanikan pasar, inkonsistensi kebijakan dan kestabilan pemerintahan, korupsi, jatuhnya harga minyak dunia sampai USD20 dolar per barel yang mengakibatkan turunnya tingkat permintaan, investasi publik dan swasta serta pendapatan riil. Namun, faktor-faktor tersebut tidak terdapat pada tahun 2008. Kondisi sosial politik relatif stabil, tidak ada konflik yang berkepanjangan. Sementara upaya penegakan hukum terus dilakukan dengan serius dan berkelanjutan.

13


(35)

22

Secara umum dampak krisis keuangan AS terhadap perekonomian Indonesia dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu dampak langsung dan tak langsung:14

1) Dampak Langsung

Kerugian langsung dialami beberapa korporasi di Indonesia yang berinvestasi di institusi-institusi keuangan Amerika Serikat yang bermasalah, misalnya lembaga keuangan yang menanam dana dalam instrumen keuangan Lehman Brothers.

2) Dampak tidak langsung

a) Pengaruh terhadap momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah pengeringan likuiditas, lonjakan suku bunga, anjloknya harga komoditas dan melemahnya pertumbuhan sumber dana, menurunnya tingkat kepercayaan konsumen, investor dan pasar terhadap berbagai institusi keuangan yang ada.

b) Flight to quality, pasar modal Indonesia terjun bebas dengan indikasi melemahnya mata uang rupiah, dan yang paling mengkhawatirkan adalah apabila para investor yang saat itu masih memegang aset keuangan likuid di Indonesia mulai melepas aset-aset tersebut karena alasan flight to quality.

c) Kurangnya pasokan likuiditas di sektor keuangan karena kebangkrutan berbagai institusi keuangan global khususnya

14


(36)

bank investasi akan berdampak pada cash flow sustainability

perusahaan-perusahaan korporasi besar di Indonesia, sehingga pendanaan ke capital market dan perbankan global akan mengalami kendala dari sisi pricing (suku bunga) dan avaibility

(ketersediaan dana).

d) Menurunnya tingkat permintaan dan harga komoditas-komoditas utama ekspor Indonesia tanpa diimbangi peredaman laju impor secara signifikan akan menyebabkan defisit perdagangan (trade deficit) yang semakin melebar.

e) Selanjutnya defisit perdagangan tersebut akan menyulitkan penggalangan capital inflow dalam jumlah besar untuk menutup defisit itu sendiri seiring dengan keringnya likuiditas pasar keuangan global.

B. Penempatan Dana Perbankan

1. Pengertian Penempatan Dana

Penempatan dana adalah proses pengelolaan dana yang dilakukan oleh bank. Dana Bank atau Loanable Fund adalah sejumlah uang yang dimiliki atau aktiva lancar yang dikuasai suatu bank dalam kegiatan operasionalnya. Sumber-sumber dana bank terdiri dari:15

15 “Manajemen Dana Bank” d

iakses pada tanggal 10 Juli 2011 dari http://yuninugraha.blogdetik.com/2010/04/11/manajemen-dana-bank/


(37)

24

a. Dana dari modal sendiri (Dana Pihak ke-I) berupa modal yang disetor, cadangan-cadangan dan laba yang ditahan.

b. Dana pinjaman dari pihak luar (Dana Pihak Ke-II) berupa pinjaman dari bank-bank lain, pinjaman dari Bank atau Lembaga Keuangan lain di luar negeri, pinjaman dari Lembaga Keuangan Bukan Bank, dan pinjaman dari Bank Sentral (BI).

c. Dana dari masyarakat (dana dari Pihak ke-III) berupa giro, deposito dan tabungan.

Dana-dana tersebut diatas kemudian dikelola dengan cara menempatkan dana tersebut ke pembiayaan, kredit, atau ditempatkan pada instrument investasi.

2. Fungsi dan Tujuan Penempatan Dana Perbankan

Penempatan dana perbankan berfungsi untuk:16 a. Mencapai tingkat profitabilitas yang cukup b. Menjaga posisi likuiditas, dan

c. Untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat. Tujuan penempatan dana perbankan adalah:17 a. Untuk kegiatan operasional.

b. Untuk memelihara likuiditas.

c. Untuk menghindari terjadinya over/underliquid.

16

Ibid.

17 “Akuntansi Penanaman Dana Bank” d

iakses pada 10 Juli 2011 dari http://kartika.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/6816/AP+M4+Ak+Penempatan+Dana.pdf


(38)

d. Untuk memanfaatkan kelebihan dana yang pada akhirnya menghasilkan pendapatan.

3. Alokasi Penempatan Dana Perbankan

Dana yang telah berhasil dihimpun oleh bank dalam bentuk Dana Pihak Ketiga (DPK) kemudian dikelola secara maksimal agar tercapai profitabilitas yang memadai bagi kepentingan bank dan nasabah.

Gambar 2.1

The pool of fund model for assets management18

Capital Funds Demand Deposits

Saving Deposits

Time Deposits

Pool of Funds

Primary Reserve

Secondary Reserve

Loans

Others Securities

Fixed Assets

T I T I P A N

Source of

Funds AllocationOf Funds

18


(39)

26

Bagan di atas menunjukan bahwa dana yang tersedia dapat berasal dari giro, deposito, tabungan dan modal. Semua dana yang tersedia dihimpun menjadi satu kemudian dialokasikan pada berbagai kemungkinan pengalokasian dana bank, yaitu untuk:19

a. Primary Reserve

Primary Reserve adalah prioritas utama yang berupa alat-alat likuid berupa kas, giro di Bank Indonesia dan saldo pada bank lain.

b. Secondary Reserve

Secondary Reserve adalah prioritas kedua yang berupa harta yang dapat memberikan pendapatan bagi bank dan sekaligus merupakan alat-alat likuid. Jadi, Secondary Reserve ini mempunyai dua fungsi yaitu menjaga likuiditas (sebagai fungsi utamanya) dan profitabilitas.

c. Pinjaman (Loans)

Pinjaman merupakan bagian dana bank yang dipergunakan untuk menciptakan pendapatan.

d. Surat-Surat Berharga

Surat-surat berharga merupakan dana bank yang dipergunakan dalam bentuk penyertaan dana pada suatu perusahaan (investment portofolio) dalam jangka panjang, contohnya adalah saham.

e. Fixed Asset

19


(40)

Penggunaan dana bank setelah menyalurkan dana dalam bentuk kredit (investasi kredit/pinjaman), terdapat sisa dana (idle fund). Di sisi lain dana tersebut berbiaya, maka bank harus mengalokasikan sisa dana tersebut untuk memperoleh pendapatan guna menutupi biaya dana yang terkandung dalam sisa dana. Untuk itu sisa dana dapat dialokasikan pada:20

a. Surat berharga yang dapat diperjualbelikan untuk keperluan likuiditas (bersifat jangka pendek) terdiri dari:

1) Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

2) Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) 3) Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) 4) Obligasi, dsb.

Karena sifat dari investasi tersebut diatas dapat memperoleh pendapatan dan sekaligus dapat dipakai sebagai likuiditas maka disebut

Secondary Reserve, yaitu untuk mendukung kekurangan dari Primary Reserve

b. Surat berharga berjangka panjang

Investasi ini sifatnya diutamakan untuk memperoleh pendapatan setelah jatuh tempo tertentu. Penempatan dana bank ini dapat berupa pembelian saham.

Selain dialokasikan pada surat-surat berharga, bank juga dapat menginvestasikan uangnya dengan memberikan pinjaman kepada bank lain

20


(41)

28

dengan berinvestasi pada Pasar Uang AntarBank (PUAB) atau Pasar Uang AntarBank Syariah (PUAS).

4. SBI dan PUAB

a. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto/bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar.21

SBI pertama kali diterbitkan pada tahun 1970 dengan sasaran utama untuk menciptakan suatu instrument pasar uang yang hanya diperdagangkan antara bank-bank. Namun setelah dikeluarkannya kebijaksanaan yang memperkenankan bank-bank menerbitkan sertifikat deposito pada tahun 1971, dengan terlebih dahulu memperoleh izin dari BI, maka SBI tidak lagi diterbitkan karena sertifikat deposito dianggap akan dapat menggantikan SBI. Oleh karena itu, SBI hanya sempat beredar kurang lebih satu tahun.

Namun sejalan dengan berubahnya pendekatan kebijakan moneter pemerintah, terutama setelah deregulasi perbankan 1 Juni 1983, maka BI kembali menerbitkan SBI sebagai instrument kebijakan Operasi Pasar

21 “Sertiifikat Bank Indonesia” d

iakses pada 18 Juni 2011 dari


(42)

Terbuka (OPT), terutama untuk tujuan moneter.22 Penerbitkan kembali SBI ini dipandang sebagai salah satu langkah awal moderenisasi bidang moneter di Indonesia sejalan dengan dilepasnya sistem pengendalian moneter secara langsung, seperti penetapan pagu aktiva neto perbankan atau credit ceiling, penetapan suku bunga simpanan dan kredit perbankan, dan lain-lain. Bank Indonesia kemudian menerapkan sistem pengendalian tidak langsung dengan memperkenalkan instrument moneter tidak langsung, seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Kedua instrument tersebut menjadi instrument utama bagi Bank Indonesia untuk melakukan ekspansi dan kontrol moneter, dan sekaligus menjadi instrument pasar uang bagi perbankan.23

Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme BI rate (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.24

22

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, ed.IV, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2004), h.220.

23

Aulia Pohan, Kerangka Kebijakan Moneter & Implikasinya di Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h.96.

24 “Sertifikat Bank Indonesia” d

iakses pada 18 Juni 2011 dari


(43)

30

b. Pasar Uang AntarBank (PUAB)

Dalam rangka mencapai sasaran akhir kebijakan moneter, Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter melalui pengendalian suku bunga (target suku bunga). Suku bunga kebijakan, yang dikenal dengan istilah BI Rate, ditetapkan melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia. Dalam tataran operasional, BI Rate tercermin dari pergerakan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) overnight (O/N).

PUAB atau Pasar Uang Antar Bank adalah kegiatan pinjam meminjam dana antara satu bank dengan bank lainnya. Suku bunga PUAB merupakan harga yang terbentuk dari kesepakatan pihak yang meminjam dan meminjamkan dana. Kegiatan di PUAB dilakukan melalui mekanisme Over The Counter (OTC) yaitu terciptanya kesepakatan antara peminjam dan pemilik dana yang dilakukan tidak melalui lantai bursa. Transaksi PUAB dapat berjangka waktu dari satu hari kerja (overnight) sampai dengan satu tahun, namun pada praktiknya mayoritas transaksi PUAB berjangka waktu kurang dari 3 bulan.

Agar pergerakan suku bunga PUAB O/N tidak terlalu melebar dari

anchor-nya (BI Rate), Bank Indonesia selalu berusaha untuk menjaga dan memenuhi kebutuhan likuiditas perbankan secara seimbang sehingga terbentuk suku bunga yang wajar dan stabil. Kebutuhan likuiditas perbankan diestimasi dengan mempertimbangkan faktor-faktor autonomous seperti operasi pemerintah, jatuh waktu instrument OPT dan Standing Facilities serta


(44)

mutasi dari uang kartal. Faktor-faktor tersebut dapat berdampak injeksi (penambahan) likuiditas maupun absorpsi (pengurangan) likuiditas di pasar uang.25

C. Tinjauan Respon Perbankan Konvensional Indonesia dan Dunia Terhadap Krisis Keuangan Global 2008 Dalam Penempatan Dana Pada Treasury Bills dan Interbank Call Money Market

1. Amerika Serikat

Federal Reserve System (The Fed) adalah bank sentral Amerika Serikat. The Fed adalah badan pemerintah yang bertanggungjawab bagi pengelolaan sistem moneter dan perbankan Amerika Serikat yang dibentuk pada tahun 1913.26

Terdapat banyak instrument moneter di Amerika. Instrument moneter di Amerika memiliki fungsi hampir serupa dengan Pasar Uang AntarBank (PUAB) adalah Federal Fund Rate. The Federal Funds Rate adalah tingkat bunga pinjaman overnight antar bank. Pinjaman ini paling sering digunakan untuk memenuhi reserve requirement (giro wajib minimum).27 The Fed telah meningkatkan perhatian pada The Federal Fund Rate (suku bunga jangka waktu satu malam atas cadangan pinjaman dari satu bank ke bank lainnya) sebagai

25 “Penjelasan Operasi Moneter yang Dilakukan Bank Indonesia” d

iakses pada tanggal 27 Mei 2011 dari http://www.bi.go.id/web/id/moneter/operasi+moneter/penjelasan+operasi+moneter/

26

Frank J. Fabozzi, dkk, Pasar dan Lembaga Keuangan, ed.1, (Jakarta: Salemba empat, 1999), h.86.

27 “Federal Funds Rate (Fed Funds Rate)” d

iakses pada tanggal 20 Juni 2011 dari http://www.econmodel.com/classic/terms/fedfunds.htm


(45)

32

indikator utama dari keberadaan kebijakan moneter.28 Tingkatan dari suku bunga ini digunakan oleh The Fed untuk mengontrol jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Jika uang yang beredar terlalu banyak maka The Fed akan meningkatkan The Federal Fund Rate untuk menarik uang di masyarakat. Hal ini akan mengurangi pinjaman kredit dalam perekonomian. Namun jika peredaran uang terlalu sedikit dalam perekonomian, The Fed akan menurunkan The Federal Fund Rate. Hal ini akan membuat perkreditan menjadi lebih tersedia dalam perekonomian. Ketika suku bunga rendah, ekonomi akan bergairah dan konsumen akan lebih mudah mengakses jasa dan produk.

Pada akhir 2007, The Federal Funds Rate naik sehingga bank menjadi takut memberikan pinjaman. Untuk tetap menggairahkan prospek ekonomi, The Fed telah mengambil kebijakan untuk melakukan pemangkasan The Fed Fund Rate beberapa kali, sejak tingkat 4,75 persen pada September 2007 menjadi 3 persen pada Januari 2008, dan 2,25% pada Maret 2008.29 Namun kondisi ini tidak juga memperbaiki kepercayaan pasar yang ditandai dengan bangkrutnya Lehman Brother serta di bail out-nya Bear Stearn dan AIG. Pada oktober 2008, The Federal Fund Rate menjadi 1%. Pada maret 2009, The Federal Fund Rate berada

28

Frederic S. Mishkin, Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan, jil.2, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), h. 29.

29 “Perkembangan Asumsi Dasar APBN dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun Anggaran

2008” diakses pada 28 Juli 2011 dari http://www.anggaran.depkeu.go.id/Content/08-02-26,%2003%20Bab%20I.pdf


(46)

pada kisaran 0%-0,25%.30 Penurunan The Federal Fund Rate yang dilakukan terus-menerus ini bertujuan untuk merangsang perekonomian.

Sedangkan instrumen yang memiliki fungsi hampir serupa dengan SBI adalah U.S. Treasury Bills atau yang sering disebut T-Bills. U.S. Treasury Bills

merupakan surat utang jangka pendek Departemen Keuangan AS. Surat berharga ini sangat likuid dan mempunyai volume perdagangan terbesar. Pasar surat berharga ini mempunyai kapasitas untuk menyerap volume transaksi dari bank sentral tanpa mengalami fluktuasi harga yang berlebihan yang mengganggu pasar.

Pada saat terjadi krisis keuangan global, bank lebih memilih untuk menempatkan dananya pada surat berharga pemerintah. Bahkan pada akhir tahun 2008 dimana The Fed menetapkan yield T-Bills sebesar 0%, bank masih lebih memilih menempatkan uang pada T-Bills walaupun tidak mendapatkan return. Hal ini dikarena T-Bills merupakan instrument bebas resiko. Pada Desember 2008, yield Treasury Bills 1 bulan adalah nol dan menjadi negatif jika biaya administrasi dimasukkan. Sebanyak $30 milyar US Treasury Bills (1 bulan) laku dengan yield nol dalam pelelangan tanggal 9 Desember 2008.31 Yield 0% pada

30

Rosemary Peavler, “The Federal Reserve and Interest Rates; How the Federal Reserve Affects the Economy by Controlling Interest Rates” diakses pada 20 juli 2011 dari http://bizfinance.about.com/od/debtandequity/qt/fedinterestrate.htm

31

Imam Semar, “Ekonomi dan Moneter 2008-2009” diakses pada 28 Juli 2011 dari


(47)

34

T-Bills ini menunjukkan tingginya ketidakpercayaan pada asset beresiko seperti saham dan obligasi.32

Pada gambar 2.2 terlihat pergerakan Yield T-Bills berjangka tiga bulan dan bunga pada Overnight Index Swap berjangka tiga bulan pada saat terjadi krisis global 2008. “Overnight Index Swap rate” adalah alat ukur dari The Federal Funds Rate yang diharapkan. Yield T-bills mengalami penurunan signifikan pada Maret 2008 dimana disaat tersebut Bear Stearns mengalami kebangkrutan.33 Penurunan yang signifikan juga terjadi pada September dan Oktober yakni pada saat kebangkrutan Lehman Brothers.

Gambar 2.2

Yield pada Treasury Bill berjangka 3 bulan dan suku bunga The Federal Funds Overnight Index Swap (OIS) pada saat Krisis Keuangan Global34

Sumber: Bloomberg

32“Investor Buy $ 32 Billion in Treasury Bills with Zero Yield” d

iakses pada 20 Juli 2011 dari http://www.chartingstocks.net/2008/12/investors-buy-32-billion-in-treasury-bills-with-zero-yield/

33 Arvind Krishnamurthy, “How Debt Markets Have Malfunctioned in the Crisis”,

Journal of Economic Perspectives, Vol.24, No.1 (2010): h.16

34


(48)

2. Inggris

Bank sentral Inggris adalah Bank of England (BOE), yang dikelola oleh seorang Gubernur, Wakil Guberbur, dan empat direktur eksekutif. Para official ini bertugas untuk jangka waktu 5 tahun (yang bisa diperbaharui) oleh Ratu Inggris, atas nasehat dari Perdana Menteri dan Chancellor of the Exchequer. Ofisial-ofisial BOE memberi laporan kepada Chancellor, yang bertanggungjawab bagi kebijakan moneter.35

Instrument moneter di Inggris yang menyerupai PUAB adalah London Interbank Offered Rate atau lebih dikenal juga dengan singkatan LIBOR. LIBOR merupakan kurs referensi harian dari suku bunga yang ditawarkan dalam pemberian pinjaman tanpa jaminan oleh suatu bank kepada bank lainnya di pasar uang London (atau pasar uang antar bank). LIBOR juga merupakan salah satu referensi penting bagi mata uang negara lain, seperti Franc Swiss (CHF), Yen, dollar Kanada (CAD) and the Krone Denmark. LIBOR diterbitkan oleh British Bankers Association (BBA) setiap hari setelah jam 11:00 waktu London yang merupakan rata-rata suku bunga deposito antar bank dari beberapa bank terpilih, untuk jangka waktu pinjaman atara 1 malam hingga satu tahun. Suku bunga jangka pendek misalnya hingga 6 bulan adalah hampir mendekati cerminan

35


(49)

36

kondisi pasar pada saat itu. Suku bunga pinjaman antar bank ini setiap harinya mengalami perubahan.36

Pada saat terjadi krisis keuangan global 2008, perbankan di Amerika dan Eropa mengalami kerugian besar yang dikarenakan investasi mereka di subprime credit mengalami penurunan drastis. Kerugian besar yang dialami perbankan internasional kemudian merembet kepada rasa saling tidak percaya antarbank internasional. Bank yang memiliki kelebihan likuiditas, sementara waktu, mengurangi transaksi pinjam-minjam antarbank.37 Bank-bank lebih memilih untuk mengamankan cadangan keuangan masing-masing daripada meminjamkan uang ke bank lainnya ataupun memberikan kredit pada konsumen.38 Kelangkaan likuiditas ini mengakibatkan kenaikan suku bunga LIBOR.

Untuk menanggulangi krisis yang terjadi, pemerintah diberbagai negara maju telah memberikan penjaminan untuk transaksi pinjam-meminjam antar bank dan penerbitan surat utang bank.39 Tidak hanya itu, Tujuh bank sentral (termasuk US Federal Reserve, European Central Bank, Bank of England dan Bank of Canada) akhirnya memangkas suku bunganya 0,5%.40 Kebijakan ini berdampak pada penurunan LIBOR. Di kuartal keempat 2008 dan kuartal pertama 2009

36 “London Interbank Offered Rate” d

iakses pada tanggal 18 Juni 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/LIBOR

37Mirza Adityaswara, “Suku Bunga Antarbank Mulai Turun” d

iakses pada 24 Juli 2011 dari http://klik2eku.blogspot.com/2008/10/suku-bunga-antarbank-mulai-turun.html

38 “Bear Market Rally Atau Full Recovery?” diakses pada 28 Juli 2011 dari

http://www.danpacfutures.com/files/Bear_Market_Rally_Atau_Full_Recovery.pdf

39

Ibid.,

40

Agus Riyanto, “Pengaruh Krisis Moneter Amerika Serikat” diakses pada 28 Juli 2011 dari http://agusriyanto.wordpress.com/2008/10/28/pengaruh-krisis-moneter-amerika-serikat/


(50)

LIBOR mengalami penurunan yang berimplikasi pada penurunan biaya dari peminjaman untuk bank-bank. Penurunan drastis pada LIBOR rate dari 5% saat puncak krisis finansial bulan Oktober 2008 ke level 0.1% per Oktober 2009. Ini mengindikasikan bahwa tingkat likuiditas semakin tinggi.41

Gambar 2.3

Sumber: Bank of England (Data di olah)

Sedangkan instrumen yang memiliki fungsi hampir serupa dengan SBI di Inggris adalah U.K. Treasury Bills. Treasury Bills menurut Bank of England (BOE) adalah surat berharga pemerintah diterbitkan dalam denominasi minimal sebesar £5.000 untuk jangka waktu tidak melebihi satu tahun. Meskipun Treasury Bills biasanya diterbitkankan untuk jangka waktu 3 bulan (91 hari), namun pada

41 “November 2009, Apakah Penurunan Indeks Seperti Pada Tahun 2008 Akan Berulang???”

diakses pada tanggal 28 Juli 2011 dari http://galerisaham.com/2009/11/15/galeri-saham-outlook-akhir-tahun-2009-awal-tahun-2010/?wpmp_switcher=mobile&wpmp_tp=0 0 1 2 3 4 5 6 7 01 -J an -07 01 -Ap r-07 01 -J u l-07 01 -Ok t-07 01 -J an -08 01 -Ap r-08 01 -J u l-08 01 -Ok t-08 01 -J an -09 01 -Ap r-09 01 -J u l-09 01 -Ok t-09 01 -J an -10 01 -Ap r-10

Rata-rata suku bunga pinjaman antar

bank LIBOR berjangka 3 bulan


(51)

38

beberapa kesempatan Treasury Bills juga diterbitkan untuk jangka waktu 28 hari, 63 hari dan 182 hari.42 Pada saat krisis ekonomi, yield UK Treasury bills juga mengalami penurunan. Namun berbeda denga US Treasury Bills yang begitu likuid dan besar, UK Treasury bills tergolong sedikit. Jumlah UK Treasury bills

yang beredar hanya £ 19 milyar.43

Gambar 2.4

Sumber: Bank of England (data di olah)

3. Jepang

Berdasarkan Bank of Japan Law tahun 1947, bank sentral Jepang adalah

Bank of Japan (BOJ; 日本銀行Nihon Ginkō), yang diketuai oleh Gubernur BOJ, yang memimpin suatu Dewan Kebijakan. Implementasi kebijakan moneter dan

42 “Explanatory Notes – Wholesale” d

iakses pada tanggal 18 Juni 2011 dari http://www.bankofengland.co.uk/mfsd/iadb/notesiadb/wholesale_tbs_3months.htm

43Julian D. A. Wiseman, “The possible stigmatisation of UK Treasury Bills” diakses pada

28 Juli 2011 dari http://www.jdawiseman.com/papers/finmkts/stigmatisation_t_bills.html

0 1 2 3 4 5 6 7 01 -J an -07 01 -Ap r-07 01 -J u l-07 01 -Ok t-07 01 -J an -08 01 -Ap r-08 01 -J u l-08 01 -Ok t-08 01 -J an -09 01 -Ap r-09 01 -J u l-09 01 -Ok t-09 01 -J an -10 01 -Ap r-10

Rata-rata suku bunga U.K. Treasury

Bills berjangka 3 bulan


(52)

operasi pasar terbuka adalah tanggung jawab dari Credit and Market Management Department.44

Instrument moneter di Jepang yang menyerupai PUAB adalah Tokyo Interbank Offered Rate atau lebih dikenal juga dengan singkatan TIBOR. TIBOR merupakan kurs referensi harian berbasis suku bunga yang ditawarkan dalam pemberian pinjaman tanpa jaminan oleh suatu bank kepada bank lainnya di pasar uang Jepang (Pasar Uang Antar Bank). TIBOR diterbitkan oleh The Japanese Bankers Association (JBA). Ada dua jenis suku bunga TIBOR yaitu Japanese Yen TIBOR rate (yang diperkenalkan pada November 1995 yang mencerminkan suku bunga di pasar uang tanpa jaminan) dan Euroyen TIBOR rate (diperkenalkan pada Maret 1998 yang mencerminkan suku bunga pada market offshore).45

Pada saat terjadi krisis keuangan global 2008, suku bunga TIBOR juga mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan bank-bank lebih memilih untuk mengamankan cadangan keuangan masing-masing daripada meminjamkan uang ke bank lainnya ataupun memberikan kredit pada konsumen sehingga likuiditas sulit diperoleh. Tingginya kebutuhan likuiditas ini menyebabkan naiknya suku bunga TIBOR. Namun, setelah dilakukan injeksi oleh Bank sentral dan penurunan suku bunga, TIBOR perlahan menurun.

44

Fabozzi, dkk, Pasar dan Lembaga Keuangan, h.98.

45“TIBOR” d


(53)

40

Gambar 2.5

Sumber: Bank of Japan (data di olah)

Instrumen yang memiliki fungsi hampir serupa dengan SBI di Jepang adalah Treasury Discount Bills yang merupakan Japanese Government Bonds

(JGBs) jangka pendek yang terdiri dari Treasury bills untuk jangka waktu 6 bulan dan 1 tahun. JGBs sendiri merupakan surat berharga pemerintah yang terdiri dari berbagai jenis yaitu Short-term JGBs (6 bulan dan 1-tahun), Medium-term (2-tahun dan 5-(2-tahun), long-term (10-tahun), super long-term (15-tahun bunga mengambang, 20-tahun, 30-tahun and 40-tahun) dan JGBs for retail investors (5-tahun and 10-(5-tahun).46

Pada saat krisis keuangan global 2008, seperti negara lain, para investor lebih tertarik menempatkan dananya pada Treasury Discount Bills. Hal ini karena

46“Bond Types” d

iakses pada tanggal 20 Juni 2011 dari

http://asianbondsonline.adb.org/japan/structure/instruments/bond_types.php

0,730

0,853

0,393

0,173 0,000

0,200 0,400 0,600 0,800 1,000

2007' 2008' 2009' 2010'

Rata-rata suku bunga

TIBOR berjangka tiga bulan


(54)

Treasury Discount Bills dinilai lebih aman daripada instrument lain. Yield Treasury Discount Bills tertinggi yakni pada 9 Oktober 2008 sebesar 0,77%.

Gambar 2.6

Sumber: Bank of Japan (Data di olah)

4. Indonesia

Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi 1997-1998. Krisis ini berawal dari keguncangan keuangan di Thailand yang mengambangkan kursnya pada awal Juli 1997. Hal ini mengakibatan aliran modal masuk ke Asia Tenggara menjadi berkurang sehingga berbagai kurs matauang, termasuk Rupiah, ikut goncang.47 Rupiah mengalami depresiasi yang cukup besar. Pada Juni 1997, nilai Dolar masih dihargai Rp 2.700,00 namun pada akhir 1997 dan awal 1998 nilai

47

Boediono, Ekonomi Indonesia, Mau Kemana?: Kumpulan Esai Ekonomi (Jakarta: PT Gramedia, 2009), h.83.

0,00% 0,10% 0,20% 0,30% 0,40% 0,50% 0,60% 0,70% 0,80% 0,90% 5 -J a n -07 5 -Ma r-07 5 -Ma y -07 5 -J u l-07 5 -Se p -07 5 -N ov -07 5 -J a n -08 5 -Ma r-08 5 -Ma y -08 5 -J u l-08 5 -Se p -08 5 -N o v -08 5 -J a n -09 5 -Mar -09 5 -Ma y -09 5 -J u l-09 5 -Se p -09 5 -N o v -09 5 -J a n -10 5 -Ma r-10


(55)

42

Dolar melonjak menjadi sekitar Rp 14.000,00 Akibatnya jika sebelum krisis pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata 7% per tahun, maka pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi -13%.48

Respon pemerintah/Bank Indonesia dalam menghadapi gejolak kurs Rupiah bulan Agustus dan September 1997 adalah makin mengetatkan kendali moneter dan fiskal yaitu dengan menaikan suku bunga SBI dari 11,625% menjadi 30% dan pemerintah menginstruksikan BUMN besar untuk membeli

SBI dengan “kelebihan” likuiditasnya, yang berarti uang itu ditarik dari peredaran dan masuk ke Bank Indonesia.49

Kenaikan sukubunga SBI ini terus berlangsung secara bertahap hingga mencapai puncaknya yaitu 70% pada Agustus 1998. Suku bunga simpanan bank-bank lebih tinggi daripada sukubunga SBI.50 Akibatnya bank-bank konvensional mengalami negative spread dan kesulitan likuidasi untuk membayar bunga deposito sedangkan pinjaman yang tersalurkan sangat sedikit karena pengusaha tidak sanggup membayar tingginya suku bunga kredit dan kalaupun pinjaman dapat tersalurkan maka potensi timbulnya Non Performing Loan (NPL) sangat besar.51

Pada awal 1999 sebagian besar bank-bank (150) sudah selesai di audit. Hasil audit membagi bank-bank tersebut kedalam tiga kelompok: Kelompok A

48

Prasetyantoko, Bencana Financial: Stabilitas Sebagai Barang Publik, h.207.

49

Boediono, Ekonomi Indonesia, Mau Kemana?: Kumpulan Esai Ekonomi, h.86.

50

Ibid., h.97

51

Sri Widyastuti dan Deki Anwar, "Penggunaan Variabel Instrumen Moneter Syariah untuk Menganalisis Kinerja Perbankan Syariah" Akuntabilitas Vol.8 No.2 (Januari 2009): h.103.


(56)

(dengan CAR di atas 4%) sebanyak 54, kelompok B (CAR minus 25% sampai 4%) sebanyak 56, dan kelompok C (CAR dibawah minus 25%) sebanyak 40 yang semua bank tersebut milik pemerintah kecuali satu. Bank yang termasuk kelompok A harus menyusun business plans yang disetujui BI dan manajemennya mengikuti fit and proper test oleh BI. Bank kelompok B diterapkan program rekapitalisasi. Dan bank yang termasuk kedalam kelompok C harus melakukan merger atau ditutup.52

Beberapa bank yang termasuk dalam kelompok A ternyata bisa memperoleh keuntungaan yang berasal dari positive spread, yang berasal dari tingginya suku bunga SBI. Pada posisi suku bunga SBI 37%, misalnya, bank-bank tersebut masih bisa mendapat untung karena mereka secara konservatif hanya menawarkan suku bunga deposito 33% kepada nasabahnya. Artinya, bank-bank itu sebenarnya survive karena bantuan SBI. Jadi, bank-bank yang dinyatakan sehat itu (Kelompok A) sebenarnya juga hidup dari gelembung (bubble) suku bunga tinggi SBI. Bukti lain yang mengindikasikan bahwa bank-bank kelompok

A itu hidup dari “gelembung SBI” adalah rendahnya tingkat LDR (Loan to Deposit Ratio). Bank-bank itu rata-rata hanya memiliki LDR dibawah 40%. Artinya, mereka hanya sanggup menyalurkan kurang dari 40% saja dari dana simpanan yang mereka himpun dari pihak ketiga.53

52

Boediono, Ekonomi Indonesia, Mau Kemana?: Kumpulan Esai Ekonomi, h.102.

53

A. Tony Prasetiantono, Keluar Dari Krisis: Analisis Ekonomi Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), h.293-294.


(57)

44

Dilain pihak, Dr. Sri Adiningsih mengindikasikan hal lain yaitu ada beberapa bank katagori A sebenarnya hanya hidup dari keuntungan yang diperoleh dari transaksi pinjam-meminjam dana di Pasar Uang AntarBank (interbank call money market) dengan suku bunga overnight yang tinggi. Pendapatan bank dari SBI dan call money itu sah-sah saja. Dari aspek mikro perbankan masih dianggap produktif. Namun tidak demikian halnya dengan perspektif makro. Secara makro, bank-bank seharusnya menjalankan fungsi intermediasi, yaitu menyalurkan dana pihak ketiga menjadi investasi yang produktif, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.54

Pada krisis ekonomi 1997-1998, perbankan syariah belum memiliki instrument moneter. Fenomena krisis global 2008 merupakan fenomena pertama yang dialami oleh perbankan syariah setelah memiliki instrument moneter syariah.

5. Kesimpulan Tinjauan Respon Perbankan terhadap Krisis Keuangan Global 2008 dalam Penempatan Dana pada Treasury Bills dan Interbank Call Money Market (Kasus: Amerika Serikat, Inggris, Jepang)

Kesimpulan yang dapat diambil dari kondisi tiga negara (Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang) yang menjadi gambaran kondisi ekonomi global pada saat terjadi krisis keuangan global 2008 adalah perbankan negara-negara tersebut

54


(58)

merespon keadaan krisis ini dengan lebih memilih untuk mengamankan cadangan keuangan daripada meminjamkan uang ke bank lainnya sehingga terjadi peningkatan permintaan dan penurunan penawaran pinjaman likuiditas pada Pasar Uang Antarbank. Kelangkaan likuiditas ini mengakibatkan kenaikan suku bunga Pasar Uang Antarbank pada masing-masing negara tersebut. Hal tersebut kemudian mendorong bank sentral masing-masing negara untuk melakukan intervensi dengan melakukan pemangkasan rate. Tidak hanya itu, penempatan dana pada instrument Treasury Bills pada masing-masing negara mengalami kenaikan, sehingga membuat bank sentral negara-negara tersebut menurunkan


(59)

46

BAB III SBIS DAN PUAS

A. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)

1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. SBIS diterbitkan sebagai salah satu instrument operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan akad ju’alah.

Instrument SBIS diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan mekanisme lelang dan memiliki karakteristik diantaranya:1

a. Memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

b. Berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan.

c. Diterbitkan tanpa warkat (scriptless). d. Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia. e. Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder

1

Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/16/DPM tentang Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang.


(60)

2. Fungsi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)

SBIS merupakan instrument yang dapat digunakan perbankan syariah sebagai alternatif pengelolaan dana. Instrument ini mempunyai fungsi menjaga likuiditas dan profitabilitas perbankan syariah. Sedangkan dari sudut pandang Bank Sentral (Bank Indonesia), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) memiliki fungsi dalam meningkatkan efektifitas pelaksanaan pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah melalui operasi pasar terbuka.

3. Landasan Hukum Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)

Payung hukum Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) telah terbit pada 31 Maret 2008, ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.10/11/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4835) oleh Bank Indonesia. Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia tersebut, Peraturan Bank Indonesia Nomor : 6/7/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. SBIS diterbitkan menggunakan akad/kontrak transaksi ju’alah. Akad

ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (‘iwadh/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) ditentukan dari suatu pekerjaan.

Kemudian dengan dikeluarkan peraturan tersebut, maka diperlukan pula surat edaran yang mengatur dan menjelaskan perihal mekanisme dan operasionalisasi instrument SBIS ini. Sehingga Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran (SE) BI No.10/16/DPM tentang Tata Cara Penerbitan Sertifikat


(61)

48

Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang dan Surat Edaran (SE) Bank Indonesia No.10/17/DPM tentang Tata Cara Repo Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia.

Selain itu, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ini juga telah memiliki Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), yaitu Fatwa DSN-MUI No.63/DSN-MUI/XII/2007 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Fatwa No.64/DSN-MUI/XII/2007 tentang

Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju’alah (SBIS Ju’alah). Kedua Fatwa tersebut merupakan Fatwa terbaru mengenai Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dimana sebelum Fatwa tersebut telah ada Fatwa DSN-MUI Nomor 36/DSN-MUI/X/2002 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia.

Fatwa No.64/DSN-MUI/XII/2007 ini dikeluarkan dengan pertimbangan bahwa instrumen pengendalian moneter yang telah diterbitkan oleh Bank Indonesia berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan wadi’ah berupa

Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI) yang telah terbit sebelumnya, dipandang belum sepenuhnya dapat menjadi instrumen pengendalian moneter secara optimal. Oleh karena itu, Dewan Syariah Nasional MUI kemudian menetapkan fatwa tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) untuk dijadikan pedomannya. Dalam SBIS Ju’alah, Bank Indonesia bertindak sebagai

ja’il (pemberi pekerjaan), Bank Syariah bertindak sebagai maj’ullah (penerima pekerjaan), dan objek/underlying Ju’alah (mahall al-‘aqd) adalah partisipasi Bank Syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter


(1)

PUAS_saat_krisis Mean -43.9850 1.87929E2 95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound -4.3732E2 Upper Bound 3.4935E2

5% Trimmed Mean -54.0667

Median 32.0000

Variance 7.063E5

Std. Deviation 8.40443E2

Minimum -1410.50

Maximum 1504.00

Range 2914.50

Interquartile Range 1489.50

Skewness -.082 .512

Kurtosis -.979 .992

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

PUAS_menuju_krisis .133 20 .200* .948 20 .340

PUAS_saat_krisis .119 20 .200* .962 20 .586

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

PUAS_menuju_krisis

PUAS_menuju_krisis Stem-and-Leaf Plot Frequency Stem & Leaf

1.00 Extremes (=<-867) 6.00 -0 . 001234 10.00 0 . 0001112334 1.00 0 . 8

2.00 Extremes (>=1028) Stem width: 1000.00


(2)

(3)

PUAS_saat_krisis

PUAS_saat_krisis Stem-and-Leaf Plot Frequency Stem & Leaf

4.00 -1 . 0034 2.00 -0 . 89 4.00 -0 . 0233 4.00 0 . 1334 4.00 0 . 5677 1.00 1 . 0 1.00 1 . 5 Stem width: 1000.00 Each leaf: 1 case(s)


(4)

(5)

(6)

T-Test

[DataSet0]

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 PUAS_menuju_krisis 1.3291E2 20 478.32831 106.95746

PUAS_saat_krisis -43.9850 20 840.44277 187.92872

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 PUAS_menuju_krisis &

PUAS_saat_krisis 20 -.245 .297

Paired Samples Test Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair

1

PUAS_menuju_krisis

- PUAS_saat_krisis 1.76890E2 1064.11666 237.94372


Dokumen yang terkait

Perbedaan Kinerja Keuangan Perbankan Syariah Sebelum Dan Sesudah Krisis Keuangan Global

4 78 79

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH DENGAN PERBANKAN KONVENSIONAL SEBELUM DAN SETELAH KRISIS GLOBAL

0 7 5

Analisis vector auto regressive (VAR) transaksi instrumen moneter syariah terhadap kinerja perbankan syariah di Indonesia

1 13 115

Analisis inlfansi, Sertifikat Bank Indonesia syariah (SBSIS) dan pasar uang antra bank syariah (PUAS) tehadap financing deposit ratio (FDR) serta inplikasinya kepada return on assets (ROA) Bank Syariah di Indonesia

2 10 155

Pengaruh penempatan dana sertifikat Bank Indonesia syariah (SBIS) dan pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah (PUAS) terhadap Financing To Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah

2 18 104

Analisis Pengaruh Jumlah Kantor Bank Syariah, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Pembiayaan Murabahah Perbankan Syariah di Indonesia

4 18 134

Analisis Pengaruh Financing To Deposit Ratio (FDR) Dana Pihak Ketiga (DPK), Sertifikat Bank Indonesia Suariah (SBIS), dan Non Performing Financing (NPF) terhadap Return On Asset (ROA), Periode Januari 2009-2012

1 14 151

Respon Stakeholders Lembaga Keuangan Syariah Terhadap Kualitas Alumni Konsentrasi Perbankan Syariah

8 194 109

PENGARUH DANA PIHAK KETIGA (DPK), KAS, DAN SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS) TERHADAP PEMBIAYAAN Pengaruh Dana Pihak Ketiga (Dpk), Kas, Dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (Sbis) Terhadap Pembiayaan Mudharabah Dan Musyarakah Pada Perbankan Syari

0 1 18

PENDAHULUAN Pengaruh Dana Pihak Ketiga (Dpk), Kas, Dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (Sbis) Terhadap Pembiayaan Mudharabah Dan Musyarakah Pada Perbankan Syariah Di Indonesia Periode 2010-2014 SKRIPSI.

0 1 9