Indonesia Tinjauan Respon Perbankan Konvensional Indonesia dan Dunia Terhadap

41 Treasury Discount Bills dinilai lebih aman daripada instrument lain. Yield Treasury Discount Bills tertinggi yakni pada 9 Oktober 2008 sebesar 0,77. Gambar 2.6 Sumber: Bank of Japan Data di olah

4. Indonesia

Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi 1997-1998. Krisis ini berawal dari keguncangan keuangan di Thailand yang mengambangkan kursnya pada awal Juli 1997. Hal ini mengakibatan aliran modal masuk ke Asia Tenggara menjadi berkurang sehingga berbagai kurs matauang, termasuk Rupiah, ikut goncang. 47 Rupiah mengalami depresiasi yang cukup besar. Pada Juni 1997, nilai Dolar masih dihargai Rp 2.700,00 namun pada akhir 1997 dan awal 1998 nilai 47 Boediono, Ekonomi Indonesia, Mau Kemana?: Kumpulan Esai Ekonomi Jakarta: PT Gramedia, 2009, h.83. 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 5 -J a n -07 5 -Ma r- 07 5 -Ma y -07 5 -J u l- 07 5 -Se p -07 5 -N ov -07 5 -J a n -08 5 -Ma r- 08 5 -Ma y -08 5 -J u l- 08 5 -Se p -08 5 -N o v -08 5 -J a n -09 5 -Mar -09 5 -Ma y -09 5 -J u l- 09 5 -Se p -09 5 -N o v -09 5 -J a n -10 5 -Ma r- 10 Treasury Discount Bills 42 Dolar melonjak menjadi sekitar Rp 14.000,00 Akibatnya jika sebelum krisis pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata 7 per tahun, maka pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi -13. 48 Respon pemerintahBank Indonesia dalam menghadapi gejolak kurs Rupiah bulan Agustus dan September 1997 adalah makin mengetatkan kendali moneter dan fiskal yaitu dengan menaikan suku bunga SBI dari 11,625 menjadi 30 dan pemerintah menginstruksikan BUMN besar untuk membeli SBI dengan “kelebihan” likuiditasnya, yang berarti uang itu ditarik dari peredaran dan masuk ke Bank Indonesia. 49 Kenaikan sukubunga SBI ini terus berlangsung secara bertahap hingga mencapai puncaknya yaitu 70 pada Agustus 1998. Suku bunga simpanan bank- bank lebih tinggi daripada sukubunga SBI. 50 Akibatnya bank-bank konvensional mengalami negative spread dan kesulitan likuidasi untuk membayar bunga deposito sedangkan pinjaman yang tersalurkan sangat sedikit karena pengusaha tidak sanggup membayar tingginya suku bunga kredit dan kalaupun pinjaman dapat tersalurkan maka potensi timbulnya Non Performing Loan NPL sangat besar. 51 Pada awal 1999 sebagian besar bank-bank 150 sudah selesai di audit. Hasil audit membagi bank-bank tersebut kedalam tiga kelompok: Kelompok A 48 Prasetyantoko, Bencana Financial: Stabilitas Sebagai Barang Publik, h.207. 49 Boediono, Ekonomi Indonesia, Mau Kemana?: Kumpulan Esai Ekonomi, h.86. 50 Ibid., h.97 51 Sri Widyastuti dan Deki Anwar, Penggunaan Variabel Instrumen Moneter Syariah untuk Menganalisis Kinerja Perbankan Syariah Akuntabilitas Vol.8 No.2 Januari 2009: h.103. 43 dengan CAR di atas 4 sebanyak 54, kelompok B CAR minus 25 sampai 4 sebanyak 56, dan kelompok C CAR dibawah minus 25 sebanyak 40 yang semua bank tersebut milik pemerintah kecuali satu. Bank yang termasuk kelompok A harus menyusun business plans yang disetujui BI dan manajemennya mengikuti fit and proper test oleh BI. Bank kelompok B diterapkan program rekapitalisasi. Dan bank yang termasuk kedalam kelompok C harus melakukan merger atau ditutup. 52 Beberapa bank yang termasuk dalam kelompok A ternyata bisa memperoleh keuntungaan yang berasal dari positive spread, yang berasal dari tingginya suku bunga SBI. Pada posisi suku bunga SBI 37, misalnya, bank- bank tersebut masih bisa mendapat untung karena mereka secara konservatif hanya menawarkan suku bunga deposito 33 kepada nasabahnya. Artinya, bank- bank itu sebenarnya survive karena bantuan SBI. Jadi, bank-bank yang dinyatakan sehat itu Kelompok A sebenarnya juga hidup dari gelembung bubble suku bunga tinggi SBI. Bukti lain yang mengindikasikan bahwa bank-bank kelompok A itu hidup dari “gelembung SBI” adalah rendahnya tingkat LDR Loan to Deposit Ratio . Bank-bank itu rata-rata hanya memiliki LDR dibawah 40. Artinya, mereka hanya sanggup menyalurkan kurang dari 40 saja dari dana simpanan yang mereka himpun dari pihak ketiga. 53 52 Boediono, Ekonomi Indonesia, Mau Kemana?: Kumpulan Esai Ekonomi, h.102. 53 A. Tony Prasetiantono, Keluar Dari Krisis: Analisis Ekonomi Indonesia Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000, h.293-294. 44 Dilain pihak, Dr. Sri Adiningsih mengindikasikan hal lain yaitu ada beberapa bank katagori A sebenarnya hanya hidup dari keuntungan yang diperoleh dari transaksi pinjam-meminjam dana di Pasar Uang AntarBank interbank call money market dengan suku bunga overnight yang tinggi. Pendapatan bank dari SBI dan call money itu sah-sah saja. Dari aspek mikro perbankan masih dianggap produktif. Namun tidak demikian halnya dengan perspektif makro. Secara makro, bank-bank seharusnya menjalankan fungsi intermediasi, yaitu menyalurkan dana pihak ketiga menjadi investasi yang produktif, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. 54 Pada krisis ekonomi 1997-1998, perbankan syariah belum memiliki instrument moneter. Fenomena krisis global 2008 merupakan fenomena pertama yang dialami oleh perbankan syariah setelah memiliki instrument moneter syariah.

5. Kesimpulan Tinjauan Respon Perbankan terhadap Krisis Keuangan

Dokumen yang terkait

Perbedaan Kinerja Keuangan Perbankan Syariah Sebelum Dan Sesudah Krisis Keuangan Global

4 78 79

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH DENGAN PERBANKAN KONVENSIONAL SEBELUM DAN SETELAH KRISIS GLOBAL

0 7 5

Analisis vector auto regressive (VAR) transaksi instrumen moneter syariah terhadap kinerja perbankan syariah di Indonesia

1 13 115

Analisis inlfansi, Sertifikat Bank Indonesia syariah (SBSIS) dan pasar uang antra bank syariah (PUAS) tehadap financing deposit ratio (FDR) serta inplikasinya kepada return on assets (ROA) Bank Syariah di Indonesia

2 10 155

Pengaruh penempatan dana sertifikat Bank Indonesia syariah (SBIS) dan pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah (PUAS) terhadap Financing To Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah

2 18 104

Analisis Pengaruh Jumlah Kantor Bank Syariah, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Pembiayaan Murabahah Perbankan Syariah di Indonesia

4 18 134

Analisis Pengaruh Financing To Deposit Ratio (FDR) Dana Pihak Ketiga (DPK), Sertifikat Bank Indonesia Suariah (SBIS), dan Non Performing Financing (NPF) terhadap Return On Asset (ROA), Periode Januari 2009-2012

1 14 151

Respon Stakeholders Lembaga Keuangan Syariah Terhadap Kualitas Alumni Konsentrasi Perbankan Syariah

8 194 109

PENGARUH DANA PIHAK KETIGA (DPK), KAS, DAN SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS) TERHADAP PEMBIAYAAN Pengaruh Dana Pihak Ketiga (Dpk), Kas, Dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (Sbis) Terhadap Pembiayaan Mudharabah Dan Musyarakah Pada Perbankan Syari

0 1 18

PENDAHULUAN Pengaruh Dana Pihak Ketiga (Dpk), Kas, Dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (Sbis) Terhadap Pembiayaan Mudharabah Dan Musyarakah Pada Perbankan Syariah Di Indonesia Periode 2010-2014 SKRIPSI.

0 1 9