Gambaran Ekonomi Makro Indonesia

56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Ekonomi Makro Indonesia

Kondisi ekonomi makro selama tahun 2014 menunjukkan perkembangan yang cukup baik sebagaimana ditunjukkan pada perkembangan indikator ekonomi makro sebagai berikut : 1. Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 2. Tingkat inflasi sebesar 8,36 3. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat rata-rata Rp11.878US; 4. Tingkat suku bunga SPN 3 bulan sebesar 5,8 5. Harga minyak mentah Indonesia rata-rata US97barel; 6. Lifting minyak rata-rata 794 Ribu barelhari; dan 7. Lifting gas rata-rata 1.224 Ribu barel setara minyakhari. Capaian pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen tersebut lebih rendah dari asumsi pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan dalam APBNP Tahun 2014 sebesar 5,5 persen. Hal tersebut terutama disebabkan oleh turunnya kinerja ekspor sejalan dengan masih lemahnya permintaan dunia dan turunnya harga komoditas di pasar Internasional sepanjang tahun 2014. Sementara itu, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak BBM bersubsidi pada November 2014 beserta dampak ikutannya terhadap harga komoditas di dalam negeri dan peningkatan harga barang impor akibat pelemahan nilai tukar Rupiah menyebabkan tingkat inflasi sepanjang tahun 2014 Universitas Sumatera Utara 57 mencapai sebesar 8,36 persen, atau lebih tinggi dari target inflasi dalam APBNP Tahun 2014 sebesar 5,3 persen. Realisasi rata-rata Suku Bunga SPN 3 bulan 5,8 persen di bawah asumsi dalam APBNP Tahun 2014 sebesar 6,0 persen. Hal ini utamanya dipengaruhi masih tingginya permintaan akan surat berharga negara meskipun likuiditas global relatif ketat. Selanjutnya, realisasi rata-rata nilai tukar Rupiah tahun 2014 mencapai Rp11.878US, atau mengalami pelemahan dibandingkan dengan targetnya dalam APBNP Tahun 2014 sebesar rata-rata Rp11.600US. Depresiasi nilai tukar rupiah antara lain dipengaruhi oleh faktor internal seperti tingginya defisit neraca pembayaran dan faktor eksternal khususnya rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat. Realisasi harga minyak mentah Indonesia sebesar US97barel juga lebih rendah dari asumsinya dalam APBNP Tahun 2014 sebesar US105barel. Hal ini terutama dipengaruhi oleh penurunan harga minyak mentah dunia karena tingginya pasokan minyak mentah dunia. Sementara realisasi rata-rata lifting minyak mentah Indonesia dalam periode Desember 2013 sampai dengan November 2014 mencapai 794 Ribu barel per hari atau di bawah targetnya dalam APBNP Tahun 2014 sebesar 818 Ribu barel per hari. Sedangkan realisasi lifting gas mencapai 1.224 ribu barel setara minyak per hari, sesuai dengan targetnya dalam APBNP Tahun 2014. Berdasarkan perkembangan indikator ekonomi makro tahun 2014 tersebut di atas, serta langkah-langkah kebijakan fiskal yang ditempuh selama tahun 2014, kinerja realisasi APBNP Tahun 2014 dapat tetap dijaga pada tingkat yang aman. Universitas Sumatera Utara 58 Realisasi pendapatan negara mencapai Rp1.537,2 Triliun, atau mencapai 94,0 persen dari rencana dalam APBNP Tahun 2014 sebesar Rp1.635,4 Triliun. Dari jumlah realisasi pendapatan negara tersebut, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp1.143,3 Triliun, atau 91,7 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp1.246,1 Triliun. Pencapaian penerimaan perpajakan tersebut dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi pada sektor industri pengolahan dan sektor pertambangan, pelemahan impor, dan penurunan harga CPO di pasar internasional. Di sisi lain, kinerja penerimaan negara bukan pajak PNBP menunjukkan capaian yang baik dengan realisasi Rp390,7 Triliun, atau 101,0 persen dari target dalam APBNP Tahun 2014 sebesar Rp386,9 Triliun. Lebih tingginya realisasi tersebut terutama bersumber dari penerimaan PNBP sumberdaya alam SDA minyak dan gas. Seluruh target PNBP dalam APBNP Tahun 2014 terlampaui kecuali penerimaan SDA non migas yang berasal dari mineral dan batubara minerba serta kehutanan. Realisasi belanja negara tahun 2014 mencapai Rp1.764,6 Triliun, atau 94,0 persen dari pagu belanja negara dalam APBNP 2014 sebesar Rp1.876,9 Triliun. Realisasi belanja negara tersebut terdiri dari realisasi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Realisasi belanja Pemerintah pusat mencapai Rp1.190,8 Triliun, atau 93,0 persen dari pagu belanja Pemerintah pusat dalam APBNP 2014 sebesar Rp1.280,4 Triliun. Penyerapan realisasi belanja Pemerintah pusat tersebut antara lain dipengaruhi oleh upaya peningkatan efisiensi belanja kementerian negaralembaga KL, termasuk kebijakan penghematan anggaran perjalanan dinas dan paket rapat di akhir tahun 2014, serta pengendalian belanja non KL. Kebijakan penyesuaian harga Universitas Sumatera Utara 59 BBM bersubsidi pada November 2014 juga dapat mengendalikan realisasi subsidi BBM sehingga tidak melebihi pagu subsidi yang ditetapkan dalam APBNP Tahun 2014, realisasi subsidi BBM mencapai Rp240,0 Triliun atau 97,4 persen dari pagunya sebesar Rp246,5 Triliun dalam APBNP Tahun 2014. Sedangkan realisasi anggaran transfer ke daerah dalam tahun 2014 mencapai Rp573,8 Triliun, atau 96,2 persen dari pagunya dalam APBNP Tahun 2014 sebesar Rp596,5 Triliun. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor rendahnya realisasi dana bagi hasil DBH sebagai konsekuensi turunnya penerimaan negara yang dibagihasilkan. Dengan realisasi pendapatan negara sebesar Rp1.537,2 Triliun dan realisasi belanja negara sebesar Rp1.764,6 Triliun, maka realisasi defisit anggaran dalam pelaksanaan APBNP Tahun 2014 mencapai Rp227,4 Triliun 2,26 persen dari PDB. Realisasi defisit anggaran ini lebih rendah dari target defisit anggaran dalam APBNP Tahun 2014 sebesar Rp241,5 Triliun 2,40 persen dari PDB. Realisasi pembiayaan anggaran dalam tahun 2014 mencapai Rp246,4 Triliun, atau Rp4,9 Triliun lebih tinggi dari sasaran yang direncanakan dalam APBNP Tahun 2014 sebesar Rp241,5 Triliun. Realisasi pembiayaan anggaran tersebut berasal dari pembiayaan dalam negeri neto sebesar Rp261,7 Triliun, dan pembiayaan luar negeri neto sebesar negatif Rp15,4 Triliun. Universitas Sumatera Utara 60 Dengan realisasi defisit anggaran sebesar Rp227,4 Triliun dan realisasi pembiayaan anggaran yang mencapai Rp246,4 Triliun, maka dalam pelaksanaan APBNP Tahun 2014 terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran SiLPA sekitar Rp19,0 Triliun.

4.2 Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia