60
Dengan realisasi defisit anggaran sebesar Rp227,4 Triliun dan realisasi pembiayaan anggaran yang mencapai Rp246,4 Triliun, maka dalam pelaksanaan
APBNP Tahun 2014 terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran SiLPA sekitar Rp19,0 Triliun.
4.2 Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia
Dinamika kehidupan masyarakat dewasa ini, telah melahirkan pola pemikiran baru yang turut berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Ketika mekanisme
pembayaran dituntut untuk selalu mengakomodir setiap kebutuhan masyarakat dalam hal perpindahan dana secara cepat, aman dan efisien, maka inovasi-inovasi teknologi
pembayaran semakin bermunculan dengan sangat pesat. Memberikan jawaban dengan berbagai fasilitas kemudahan dan semakin tiada batas. Bank Indonesia
dituntut untuk selalu memastikan bahwa setiap perkembangan sistem pembayaran harus selalu berada pada koridor ketentuan yang berlaku. Hal ini tentu saja demi
kelancaran dan keamanan jalannya kegiatan sistem pembayaran. Berkaca pada kondisi tersebut, dan patut diingat bahwa perkembangan sistem
pembayaran tidak pernah terpisahkan dengan inovasi-inovasi infrastruktur teknologi, maka perkembangan sistem pembayaran di Indonesia saat ini mengarah pada upaya
penguatan infrastruktur dan pengembangan sistem dengan bertopang pada kemajuan teknologi informasi. Industri pembayaran baik yang melibatkan bank maupun
lembaga selain
bank berlomba-lomba
melakukan pengembangan
sistem pembayarannya. Bahkan saat ini peranan lembaga selain bank LSB di dalam
penyelenggaraan sistem pembayaran semakin nyata dengan semakin banyaknya LSB
Universitas Sumatera Utara
61
yang melakukan kerjasama dengan perbankan baik sebagai penyedia jaringan dan tidak menutup kemungkinan sebagai penerbit dari instrumen-instrumen pembayaran
tersebut. Bank Indonesia sebagai penyelenggara kegiatan setelmen transaksi-transaksi melalui Sistem Bank Indonesia BI-RTGS, Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
SKNBI, dan Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System BI-SSSS juga terus berupaya memperbaiki dan memperbaharui mekanisme sistem yang ada agar
selalu efisien, aman dan sejalan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang. Ke semuanya itu nantinya akan mengarah
kepada persiapan
teknologi pembayaran
Indonesia dalam menghadapi
rencana integrasi ekonomi global di kawasan ASEAN pada tahun 2015 MEA yang juga menjadi faktor pendorong penguatan infrastruktur dan pengembangan sistem
yang bernilai besar sampai kepada ritel. Masyarakat pun dihadapkan pada berbagai macam pilihan instrumen
pembayaran. Uang tunai tetap menjadi primadona dalam setiap kegiatan transaksi pembayaran. Namun instrumen pembayaran berbasis kertas paper based dan juga
card based serta electronic based juga tak kalah menariknya dan semakin menjadi pilihan bagi masyarakat dalam melakukan transaksi. Tren pergeseran dari
penggunaan paper based instrument seperti cek dan bilyet giro ke penggunaan card based dan electronic based instrument terlihat dari semakin terbiasanya masyarakat
menggunakan alat pembayaran seperti kartu kredit, kartu ATMDebet, transfer elektronik melalui kliring dan Real Time Gross Settlement RTGS, Scripless
Universitas Sumatera Utara
62
Securities Settlement System SSSS, uang elektronik baik yang berbentuk kartucard based maupun server based, pembayaran melalui saluran internet banking mobile
payment dan fitur-fitur turunan lainnya. Walaupun tak dapat dipungkiri, ada segmen masyarakat tertentu yang masih atau lebih nyaman menggunakan cekBilyet Giro
BG. Penguatan infrastruktur tersebut tercermin dimana Bank Indonesia sebagai
penyelenggara sistem pembayaran mulai mengoperasikan layanan setelmen Payment- versus-Payment PvP pada Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
Sistem BI-RTGS. Layanan penyelesaian setelmen dari transaksi jual beli valuta asing khususnya United States Dollar USD terhadap Indonesian Rupiah IDR
dilakukan secara bersamaan. Hal ini untuk menghindari terjadinya risiko kegagalan setelmen pada saat pertukaran nilai uang dilakukan. Selain itu dengan kecenderungan
transaksi pembayaran ke depan yang semakin tiada batas sudah barang tentu memunculkan kebutuhan likuiditas yang semakin tinggi bagi para pelaku ekonomi,
antara lain munculnya ragam derivasi produk keuangan global dan hilangnya batasan wilayah ekonomi regional yang digagas melalui MEA maupun kerjasama regional
lainnya. Selain
PvP, penguatan
infrastruktur lainnya
adalah penyatuan
penyelenggaraan fungsi setelmen surat berharga BI-SSSS ke dalam penyelenggaraan fungsi sistem pembayaran dan setelmen di Bank Indonesia Sistem BI-RTGS.
Penyatuan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan kegiatan setelmen dana dan surat berharga berikut infrastruktur dan sumber daya
Universitas Sumatera Utara
63
manusia yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas layanan Bank Indonesia kepada stakeholders terkait.
Tak ketinggalan di sisi ritel, Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia SKNBI yang merupakan sistem kliring. Penyempurnaan SKNBI dilakukan untuk
meminimalkan risiko kredit pada kliring debet. Penerapan prinsip no money no game pada proses penghitungan kliring debet yang baru, menuntut bank untuk selalu
menjaga kecukupan pendanaan awal agar dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban tagihan pembayaran dari bank lainnya. Hal ini mendorong bank peserta
kliring untuk melakukan pengelolaan likuiditasnya secara lebih baik dan efisien. Masih di sisi pembayaran ritel, perkembangan industri pembayaran ritel diarahkan
kepada penciptaan interoperability antar sistem yang digunakan demi terciptanya keamanan dan efisiensi sistem pembayaran. Standardisasi nasional instrumen kartu
ATMDebet adalah salah satunya. Dilatarbelakangi oleh isu keamanan bertransaksi dalam menggunakan kartu ATMDebet, penggunaan teknologi chip pada kartu
ATMDebet diyakini dapat meminimalkan timbulnya kejahatan fraud pada kartu ATMDebet. Selain itu, interoperability antar sistem juga diciptakan pada
penyelenggaraan uang elektronik. Dengan semakin maraknya penggunaan uang elektronik di masyarakat yang sampai akhir 2010 mencapai Rp693,5 milyar, maka
interoperability dilakukan dengan mulai menciptakan uang elektronik berbasis chip yang multipurpose. Multipurpose yang artinya satu kartu dapat digunakan untuk
melakukan transaksi di berbagai toko atau penyedia barang dan jasa.
Universitas Sumatera Utara
64
Penguatan sistem pembayaran tidak hanya dari sisi infrastruktur saja. Bank Indonesia juga memperkuat kelembagaan industri pembayaran dengan mendirikan
Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia ASPI dan Asosiasi Penyelenggara Pengiriman Uang APPUI. ASPI dan APPUI diharapkan mampu menjadi mitra
strategis Bank Indonesia dalam mendorong kondisi dan perilaku pasar yang kompetitif. Keberadaan ASPI tersebut juga diharapkan dapat menjadi motor
penggerak dan pendukung utama kebijakan penataan infrastruktur sistem pembayaran di Indonesia yang digulirkan Bank Indonesia.
Tak ketinggalan dan tak kalah pentingnya, perkembangan setiap sisi sistem pembayaran harus memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Implementasi
penyelenggaraan perlindungan konsumen yang telah memasuki tahun ke-9 sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, secara umum masih belum optimal dirasakan manfaatnya oleh konsumen yang merupakan bagian dari masyarakat, khususnya manakala melakukan kegiatan
transfer dana. Maka dari itu, Pemerintah dan Bank Indonesia sebagai regulator sistem pembayaran menggarap serius Rancangan Undang-Undang Transfer Dana RUU
Transfer Dana yang diajukan oleh Pemerintah sebagai bentuk landasan dan perlindungan hukum yang setara bagi setiap pihak yang terlibat dalam kegiatan
transfer dana termasuk kegiatan transfer dana antara penyelenggara dengan nasabahnya. Diharapkan dengan adanya UU Transfer Dana, masyarakat dapat dengan
nyaman dan aman melakukan setiap aktivitas transfer dana yang kian hari kian meningkat. Nilai dan volume transaksi transfer dana di seluruh sistem pembayaran
Universitas Sumatera Utara
65
sampai dengan akhir 2010 masing-masing sebesar Rp58,1 ribu triliun 2,1 miliar transaksi.
Namun di sisi lain, di tengah-tengah perkembangan teknologi yang demikian pesat, tidak sedikit pula masyarakat Indonesia yang lebih memilih melakukan
pembayaran dengan menggunakan uang tunai. Budaya dan latar belakang masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih belum terjamah dengan produk-produk
perbankan remote area maupun tidak merasa nyaman dengan teknologi pembayaran yang sarat akan isu keamanan, menjadikan uang tunai tetap menjadi primadona dalam
setiap kegiatan transaksi pembayaran. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan uang kartal di masyarakat yang
sampai dengan akhir 2010 mencapai Rp274,0 triliun. Hal ini merefleksikan masih banyaknya masyarakat yang memilih menggunakan uang kartal untuk keperluan
transaksi ekonomi. Masih cukup tingginya kebutuhan masyarakat terhadap uang Rupiah
perlu dibarengi dengan perencanaan kebutuhan dan pengadaan uang secara komprehensif termasuk ketepatan realisasinya; penyempurnaan unsur pengaman
uang; kecepatan dan ketepatan layanan kas; kelancaran dan keamanan distribusi uang ke seluruh satuan kerja kas baik di KP dan KBI secara tepat waktu; serta optimalisasi
pengelolaan uang kartal.
Strategi kebijakan pengedaran uang pada tahun 2010 diarahkan pada upaya untuk meningkatkan kehandalan pengedaran uang dan penyempurnaan kualitas uang,
yang meliputi pemenuhan uang, optimalisasi layanan kas, pengelolaan uang dan
Universitas Sumatera Utara
66
pendistribusiannya, serta peningkatan pengamanan elemen dan unsur pengaman uang, serta kelayakan uang yang beredar di berbagai wilayah termasuk di daerah
terpencil dan terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Berbagai kebijakan di bidang pengedaran uang tersebut tetap mengacu pada tiga pilar
manajemen pengedaran uang yaitu 1 ketersediaan uang Rupiah yang berkualitas, 2 layanan kas prima, dan 3 pengedaran uang yang aman, handal, dan efisien.
4.3 Perkembangan Sistem Pembayaran elektronik di Indonesia.