Perjanjian Kredit Modal Kerja

2. Perjanjian Kredit Modal Kerja

Perjanjian yang dikenal dalam bahasa Belanda dengan istilah overeenkomst , pada Pasal 1313 KUHPerdata dirumuskan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Menurut R.Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbulah suatu hubungan hukum antara dua pihak yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara para pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan atau kalimat-kalimat yang mengandung janji- janji atau kesanggupan yang diucapkan atau dibuat dalam tulisan oleh para pihak yang membuat perjanjian. 10 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Perjanjian merupakan salah satu sumber hukum perikatan yang diatur dalam Buku III KUHPerdata. Untuk membuat suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sah sebagaimana ditentukan pada Pasal 1320 KUHPerdata agar perjanjian tersebut bersifat mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Adapun syarat-syarat sahnya suatu perjanjian tersebut, antara lain : 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal; 10 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, 2003, hal.74. Universitas Sumatera Utara Syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu : 1. Syarat Subjektif, meliputi syarat 1 dan 2 yang jika dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan. 2. Syarat Objektif, meliputi syarat 3 dan 4 yang jika dilanggar maka perjanjian batal demi hukum. Di dalam hukum perdata khususnya hukum perikatan dikenal beberapa asas hukum yang menjiwai atau melatarbelakangi perjanjian, antara lain : 1. Asas Kebebasan Berkontrak Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang berbunyi : “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya”. 2. Asas Konsensualisme Konsensualisme berasal dari bahasa latin Consensus yang berarti sepakat, maka sesuai dengan artinya bahwa konsensualisme adalah kesepakatan. Asas ini menetapkan bahwa suatu perjanjian itu sudah terjadi atau sudah dilahirkan pada saat tercapainya kata sepakat dari kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Jadi dalam perjanjian sudah ada dan mempunyai akibat hukum apabila telah ada kata sepakat mengenai hal-hal pokok dalam suatu perjanjian, kecuali perjanjian yang bersifat formal. 3. Asas Kekuatan Mengikat Pacta Sunt Servanda Universitas Sumatera Utara Pacta Sunt Servanda berasal dari bahasa Romawi yang artinya setiap janji adalah mengikat dengan kata lain setiap perjanjian harus ditaati oleh kedua belah pihak. 11 4. Asas Itikad Baik Adapun maksud dari asas ini dalam perjanjian, tidak lain untuk mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat perjanjian itu. Perjanjian yang sudah disepakati para pihak yang diwujudkan dengan penandatanganan perjanjian oleh para pihak harus dilaksanakan dengan itikad baik atau dalam bahasa Belanda disebut te goeder trouw, dalam bahasa Inggris disebut in good faith, dan dalam bahasa Perancis disebut de bone foi. Pelaksanaan perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata yang menegaskan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik artinya cara menjalankan atau melaksanakan suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan keadilan. 12 Ketentuan-ketentuan umum tentang perikatan dan ketentuan-ketentuan khusus tentang perjanjian bernama diatur di dalam Buku III KUHPerdata yang berjudul tentang Perikatan Van Verbintenissen, seperti perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, perjanjian hibah, perjanjian pinjam meminjam dan lain-lain. Namun dalam perkembangannya jenis-jenis perjanjian dalam KUHPerdata tidak dapat memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi dan perdagangan sehingga tumbuh atau muncul berbagai jenis 11 Ibid, hal. 78. 12 Ibid, hal. 77. Universitas Sumatera Utara perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata secara khusus seperti misalnya perjanjian kredit, perjanjian sewa beli atau leasing dan lain-lain. Istilah perjanjian kredit tidak ada ditemukan dalam KUHPerdata dan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, melainkan terdapat dalam instruksi pemerintah dan beberapa surat edaran, antara lain : 13 Beberapa pakar hukum mengemukakan pendapatnya mengenai perjanjian kredit, diantaranya adalah R. Subekti yang berpendapat bahwa dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, maka pada hakikatnya yang terjadi a. Instruksi Presidium Kabinet No. 15EKIN101996 , yang berisi instruksi kepada bank bahwa dalam memberikan kredit bentuk apapun, bank wajib mempergunakan “akad perjanjian kredit”. b. Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit 1 No. 2539UPKPemb1996; dan c. Surat Edaran Bank Negara Indonesia No. 2634Pemb1996 tentang Pedoman Kebijaksanaan di Bidang Perkreditan. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan belum memberikan rumusan dan pengertian tentang perjanjian kredit secara eksplisit. Meskipun demikian dalam Pasal 1 angka 11 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, ditentukan bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain. Namun undang-undang tersebut tidak menentukan lebih lanjut mengenai bagaimana untuk persetujuan pinjam meminjam tersebut. 13 Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 77. Universitas Sumatera Utara adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana yang diatur di dalam KUHPerdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUHPerdata. 14 Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan yang bersifat konsensuil sedangkan penyerahan uangnya bersifat riil. Dalam aspek konsensuil dan riil perjanjian kredit memiliki identitas sendiri dengan sifat-sifat umum sebagai berikut: pertama, merupakan perjanjian pendahuluan voorovereenkomst dari perjanjian penyerahan uang; kedua, perjanjian kredit bersifat konsensuil; ketiga, perjanjian penyerahan uangnya bersifat riil; keempat, perjanjian kredit termasuk dalam jenis perjanjian standar; kelima, perjanjian kredit banyak dicampuri pemerintah; keenam, perjanjian kredit lazimnya dibuat secara rekening koran; ketujuh, perjanjian kredit harus mengandung perjanjian jaminan; kedelapan, perjanjian kredit dalam riil adalah perjanjian sepihak; kesembilan, perjanjian kredit dalam aspek konsensuil adalah perjanjian timbal balik. 15 Tan Kamello berpendapat bahwa perjanjian kredit bank adalah suatu proses perjanjian untuk mendapatkan peminjaman uang yang didahului dengan mengadakan permufakatan dan diakhiri dengan penyerahan. Momentum terjadinya dua hubungan hukum tersebut berbeda. Perjanjian kredit lahir pada saat ditandatangani formulir perjanjian kredit bank, yang memiliki sifat konsensuil- obligatoir, sedangkan penyerahan uang levering menyusul kemudian setelah ada 14 Rachmadi Usman, Op.cit, hal.261. 15 Lukman Santoso AZ, Op.cit, hal. 60. Universitas Sumatera Utara pernyataan dari bank bahwa nasabah debitur dibolehkan mengambil uang pinjaman, yang sifatnya riil. 16 Pendapat lain diungkapkan oleh Remy Sjahdeini, yang mengatakan bahwa perjanjian kredit tidak identik dengan perjanjian pinjam uang sebagaimana tertuang dalam KUHPerdata. 17 Terdapat ciri khusus dari perjanjian kredit yang membedakannya dari perjanjian pinjam uang biasa. Selanjutnya Remy membedakan perjanjian kredit bank dengan perjanjian pinjam meminjam, sebagai berikut : 18 NO. Perjanjian Kredit Bank Perjanjian Peminjaman Uang 1 Bersifat konsensual Bersifat riil 2 Syarat mengenai penggunaan pinjaman harus sesuai tujuan Tujuan penggunaan bebas 3 Cara pengambilan pinjaman tertentu cek, perintah pembayaran, pemindahbukuan Penyerahan pinjamanuang secara sekaligus Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjanjian kredit bank tidak identik dengan perjanjian pinjam-meminjam uang sebagaimana dimaksud dalam KUHPerdata. Meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata, seperti 16 Ibid, hal 61. 17 Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2010, hal.148. 18 Ibid, hal.149. Universitas Sumatera Utara ditegaskan dalam Pasal 1319 KUHPerdata bahwa semua perjanjian baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama khusus, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam Bab I dan Bab II Buku Ketiga KUHPerdata. Dalam membuat perjanjian kredit, terdapat beberapa judul dalam praktik perbankan tidak sama satu sama lain, ada yang menggunakan judul perjanjian kredit, akad kredit, persetujuan pinjam uang, persetujuan membuka kredit, dan lain sebagainya. Meskipun judul dari perjanjian tersebut berbeda-beda, tetapi secara yuridis isi perjanjian pada hakekatnya sama yaitu memberikan pinjaman berbentuk uang. 19 Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit, tanpa perjanjian kredit yang ditandatangani bank dan debitur maka tidak ada pemberian kredit. Perjanjian kredit biasanya diikuti dengan perjanjian jaminan maka perjanjian kredit adalah perjanjian pokok sedangkan perjanjian jaminan adalah perjanjian ikutan atau assesoir artinya ada dan berakhirnya perjanjian jaminan tergantung dari perjanjian pokok perjanjian kredit. Sebagai contoh jika perjanjian kredit berakhir karena ada pelunasan utang maka secara otomatis perjanjian jaminan akan menjadi hapus atau berakhir. Tetapi Mengenai pembakuan bentuk draft isi perjanjian kredit, antara bank sendiri belum terdapat kesepakatan. Masing-masing bank memiliki standar tersendiri mengenai isi perjanjian kredit dan tahapan dalam proses pemberian kredit. 19 Sutarno, Op.cit, hal. 97. Universitas Sumatera Utara sebaliknya jika perjanjian jaminan hapus atau berakhir misalnya barang yang menjadi jaminan musnah maka perjanjian kredit tidak berakhir. Jadi perjanjian kredit harus mendahului perjanjian jaminan, tidak mungkin ada jaminan tanpa ada perjanjian kredit. 20 Jaminan perorangan atau jaminan pribadi personal guaranty, yaitu jaminan seseorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitur. Pada praktek yang sebenarnya jaminan kebendaan yang lebih banyak dipraktekkan. Jaminan kebendaan merupakan suatu tindakan berupa suatu penjaminan yang dilakukan oleh kreditur dengan debiturnya, ataupun antara kreditur dengan seseorang pihak ketiga guna menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitur. Sebagaimana objek jaminan utang yang lazim digunakan dalam suatu utang-piutang, secara umum jaminan kredit perbankan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu barang bergerak, barang tidak bergerak, dan jaminan perorangan. penanggungan utang. 21 Jaminan berupa tanah maka pembebanannya adalah dengan menggunakan hak tanggungan atas tanah, sedangkan jika yang dijadikan jaminan adalah kapal laut atau pesawat udara, maka pembebanannya dengan menggunakan hipotik. Sementara itu, kalau yang dijadikan jaminan adalah benda bergerak, maka pembebanannya dengan menggunakan gadai dan fidusia. 20 Ibid, hal. 98. 21 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia. Cet. 3. PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 398. Universitas Sumatera Utara

B. Syarat Sahnya Perjanjian Kredit Modal Kerja