B. Syarat Sahnya Perjanjian Kredit Modal Kerja
Dalam pemberian suatu KMK oleh bank kepada debitur, pertama-tama selalu dimulai dengan pengajuan permohonan kredit oleh calon nasabah debitur
yang bersangkutan. Terhadap permohonan pemberian kredit tersebut terdapat dua kemungkinan jawaban, yakni penerimaan atau penolakan permohonan KMK
tersebut. Apabila permohonan tersebut ditolak maka tahapan permohonan pemberian KMK terhenti, namun bila permohonan tersebut diterima layak untuk
diberikan maka untuk terlaksananya pemberianpelepasan KMK tersebut terlebih dahulu haruslah diadakan suatu persetujuan atau kesepakatan dalam bentuk
perjanjian KMK secara tertulis biasa disebut akad kredit. Salah satu yang mendasari harus dibuatnya perjanjian ini adalah bunyi
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan dimana disebutkan bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara
bank dengan pihak lain. Adapun filosofi harus dibuatnya perjanjian KMK adalah berfungsinya perjanjian kredit itu sebagai alat bukti, dan sebagaimana diketahui
bahwa surat-surat perjanjian yang ditandatangani adalah merupakan suatu akta.
22
22
Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, 1998, hal. 139-140.
Di dalam Undang-Undang Perbankan tidak ditentukan bentuk dari perjanjian kredit bank, berarti pemberian kredit bank dapat dilakukan secara tertulis maupun
lisan. Dalam praktik perbankan, guna mengamankan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, umumnya perjanjian kredit dituangkan
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk tertulis dan dalam perjanjian baku standards contract dan juga dapat dibuat di bawah tangan ataupun notariil.
23
1. Perjanjian Kredit Di Bawah Tangan
Secara yuridis formal ada dua jenis perjanjian atau pengikatan kredit yang digunakan bank dalam melepas kreditnya yaitu:
Perjanjian kredit ini hanya dibuat antara bank selaku kreditur dan debitur tanpa adanya saksi. Perjanjian kredit ini banyak mengandung
kelemahan dan terkadang mengalami banyak hambatan dalam pembuktian di pengadilan,
2. Perjanjian Kredit Notariil Otentik
Perjanjian kredit ini dibuat dihadapan notaris , dan sering disebut dengan perjanjian kredit notariil otentik atau perjanjian kredit dengan
akta otentik. Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik adalah akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang
dibuat oleh atau di hadapan pegawai yang berwenang untuk itu, berdasarkan tempat dimana akta tersebut dibuatnya.
Pada perjanjian KMK Bank X, perjanjian dibuat dengan akta di bawah tangan dan dalam bentuk perjanjian baku. Dimana yang berarti perjanjian ini
dibuat oleh para pihak dalam hal ini bank sebagai kreditur dan debitur, tidak melalui perantara Pejabat yang berwenang pejabat umum, isi dan klausula-
klausula perjanjian KMK ini diserahkan sepenuhnya kepada pihak bank kreditur, namun tetap harus dipedomani bahwa rumusan perjanjian tersebut
23
Rachmadi Usman, Op.cit, hal.263
Universitas Sumatera Utara
tidak boleh tidak jelas kabur dan harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum.
24
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri
Hal ini berguna untuk mencegah terjadinya kebatalan dari perjanjian yang bersangkutan. Selain itu juga harus diperhatikan bahwa isinya
tidak boleh merugikan salah satu pihak. Secara umum biasanya perjanjian KMK ini berisi definisi-definisi, jumlah kredit pinjaman, besarnya bunga dan denda,
jangka waktu, angsuran dan cara pembayaran, agunan, wanprestasi, timbul dan berakhirnya hak dan kewajiban, serta hukum yang berlaku bagi perjanjian
tersebut. Pemberian kredit perbankan di Indonesia tunduk kepada ketentuan UU
No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 dan peraturan pelaksanaannya, antara lain yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia dan peraturan intern masing-masing bank. Adapun mengenai perjanjian kreditnya, sebagai salah satu perjanjian, tunduk kepada ketentuan
hukum perikatan dalam hukum positif di Indonesia. Pengaturan tentang perjanjian terdapat dalam ketentuan-ketentuan KUHPerdata, Buku Ketiga tentang Perikatan.
Oleh karena itu, sahnya perjanjian kredit modal kerja berlaku dengan sendirinya ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengenai
syarat-syarat sahnya suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya suatu perjanjian para
pihak harus memenuhi syarat-syarat tersebut di bawah ini:
24
Wawancara dengan Suhaeli Anggrata, Penyelia Administrasi Kredit Bank X, tanggal 13 Maret 2012.
Universitas Sumatera Utara
Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa diantara pihak-pihak yang bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak, artinya apa yang dikehendaki
oleh yang satu adalah pula yang dikehendaki oleh yang lain. Kedua kehendak itu bertemu dalam “sepakat” konsensus tersebut.
25
Sebagaimana diketahui, hukum perjanjian dalam KUHPerdata menganut asas konsensualisme. Artinya ialah hukum perjanjian itu menganut suatu asas
bahwa untuk melahirkan suatu perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu dan dengan demikian ”perikatan” yang ditimbulkan karenanya
sudah dilahirkan pada saat tercapainya konsensus. Jika sudah tercapai sepakat tersebut, maka sudah mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
26
Badrulzaman, Mariam Darus mengatakan bahwa “kata sepakat mengadakan perjanjian berarti kedua belah pihak harus mempunyai kebebasan
kehendak. Para pihak tidak mendapatkan suatu tekanan yang mengakibatkan adanya “cacat” bagi perwujudan kehendak tersebut.”
Namun ada perkecualian terhadap asas ini yaitu bagi perjanjian-perjanjian riil yang membutuhkan
formalitas-formalitas tertentu selain kata sepakat.
27
25
R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, 1995, hal. 3
26
Ibid, hal. 3-4
27
Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perdata Tentang Perikatan, FH USU, 1974, hal.163.
Ini berarti bahwa sepakat mengandung kebebasan antara para pihak yang artinya betul-betul atas kemauan secara sukarela dari para pihak, tidak ada
kekhilafan dwaling, paksaan dwang, ataupun penipuan bedrog yang mengakibatkan adanya cacat dari kebebasan itu.
Universitas Sumatera Utara
Kesepakatan karena paksaan, penipuan maupun kekhilafan maka kesepakatan itu tidaklah sah Pasal 1321 KUHPerdata.
2. Kecakapan para pihak dalam membuat suatu perjanjian
Yang dimaksud dengan kecakapan adalah kemampuan membuat perjanjian. Artinya orang-orang yang membuat perjanjian harus dalam keadaan
“cakap berbuat” atau “berwenang berbuat” bevoegd. Seorang pemohon kredit harus mampu melakukan perbuatan hukum yaitu
orang yang sudah dewasa, sehat akal pikiran serta tidak dilarang oleh undang- undang untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum.
Mengenai cakap atau tidaknya seseorang dalam membuat suatu perjanjian dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1329 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa:
“setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap”
Dari ketentuan di atas dapat dikatakan bahwa selama tidak dilarang oleh undang- undang untuk membuat suatu perikatan maka seseorang dianggap cakap. Adapun
orang-orang yang dianggap tidak cakap menurut hukum ditentukan dalam Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu:
1. Orang-orang yang belum dewasa
2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-
undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 47 menetapkan bahwa orang yang dianggap telah dewasa jika sudah berumur 18
tahun ke atas atau sebelum umur 18 tahun tetapi telah melangsungkan perkawinan. Ketentuan dewasa ini berlaku untuk seluruh warga negara tanpa
membeda-bedakan golongan penduduknya. Dengan demikian, umur dewasa 21 tahun sebagaimana ditentukan dalam KUHPerdata, sudah tidak berlaku lagi. Hal
ini juga telah dikuatkan oleh keputusan Mahkamah Agung, antara lain dalam putusannya No. 477 K Sip 1976, tanggal 13 Oktober 1976.
28
1. Orang yang dungu onnoozelheid;
Orang yang belum dewasa yang berarti orang di bawah umur 18 tahun dan belum pernah kawin
dianggap belum dapat melakukan perbuatan hukum. Jadi hanya orang yang sudah dewasalah yang bisa mengajukan permohonan kredit.
Tentang orang-orang di bawah pengampuan yang dianggap tidak cakap atau tidak berwenang bevoegd dalam membuat perjanjian adalah orang-orang:
2. Orang gila tidak waras pikiran;
3. Orang yang mata gelap atau pemarah razemij;
4. Orang yang boros. Lihat Pasal 433 KUHPerdata
Untuk melakukan tindakan hukum, orang yang belum dewasa minderjaringunderage diwakili oleh orang tuanya atau walinya, sedangkan
untuk orang yang tidak sehat pikirannya mental incompetent intoxicated person diwakili oleh pengampunya curator karena dianggap tidak mampu ombevoegd
untuk bertindak sendiri.
28
Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, PT. Citra Adtya Bakti, 1999, hal. 65.
Universitas Sumatera Utara
Mengenai ketentuan ketiga pada Pasal 1330 KUHPerdata di atas telah dikesampingkan oleh Mahkamah Agung melalui Surat Edaran No. 31963 tanggal
5 September 1963 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia bahwa perempuan adalah cakap sepanjang
memenuhi syarat telah dewasa dan tidak di bawah pengampuan. Persyaratan kecakapan seseorang yang membuat perjanjian sangat
diperlukan karena hanya orang yang cakap yang mampu memahami dan melaksanakan isi perjanjian yang dibuat.
3. Suatu hal tertentu
Yaitu apa-apa yang diperjanjikan harus jelas baik mengenai obyek perjanjian maupun hak dan kewajiban kedua belah pihak. Pasal 1333 KUHPerdata
memberi petunjuk bahwa mengenai perjanjian yang menyangkut tentang barang paling sedikit ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya kemudian.
Ketentuan tersebut menunjukkan dalam perjanjian harus jelas apa yang menjadi obyeknya, supaya perjanjian dapat dilaksanakan dengan baik. Suatu perjanjian
yang tidak memenuhi syarat yang ketiga ini berakibat batal demi hukum, perjanjian dianggap tidak pernah ada terjadi.
4. Suatu sebab yang halal
Syarat terakhir pada ketentuan ini adalah suatu sebab causa yang halal, artinya suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang halal atau yang
diperbolehkan oleh undang-undang. Kriteria atau ukuran dari suatu sebab yang halal yakni:
Universitas Sumatera Utara
a. Perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan undang-
undang yang berlaku. b.
Perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan. c.
Perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum.
Mengenai suatu sebab yang halal ini diatur dalam KUHPerdata Pasal 1335 sampai 1337. Dengan demikian apabila suatu perjanjian dibuat tanpa memperhatikan atau
melanggar ketentuan-ketentuan di atas, maka perjanjian yang dibuat tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat atau dapat dikatakan batal demi hukum.
C. Jenis-Jenis Kredit Modal Kerja