Niti atau Wulang atau Pitutur.
Babad Palihan Nagari, dan Babad Pacina. Yang berhubungan dengan nama tokoh antara lain Babad Dipanegara, Babad Mangir, Babad Ajisaka, Babad
Surapati, Babad Trunajaya, dsb. Penulisan babad pada umumnya berada di lingkungan kraton dengan
rajanya selaku penguasa daerah yang bersangkutan, atau di lingkungan bangsawan yang lebih kecil, misalnya di kabupaten atau di kadipaten. Materi babad ditulis
sebagian dengan menggunakan kisah nyata dan sebagiannya dengan menggunakan karya sastra fiktif atau cerita yang sudah ada, ditambah dengan pengalaman yang
dihayati pribadi penulis dan para informan di sekitarnya. Pada umumnya babad ditulis dengan tujuan : a mencatat segala
peristiwa, kejadian atau pengalaman yang pernah terjadi pada masa lampau, memberikan gambaran kepada anak cucu untuk menunjukkan contoh dan sejarah
sebagai cermin kehidupan; b untuk menjadi teladan yang baik untuk diambil manfaatnya; c untuk memperkuat sakti raja dan mengukuhkan legitimasinya;
sebagai catatan sejarah bagi kepentingan penguasa dan keturunannya Sedyawati, ed. 2001: 267. Babad juga bisa ditulis dalam rangka sanggahan terhadap cerita
babad yang lainnya yang sekaligus berfungsi sebagai pembenaran pada kelompok tertentu.
Dengan demikian, sering kali babad dutulis dalam versi-versi. Kejadian yang sama sering kali ditulis oleh beberapa penulis yang berbeda, dengan tujuan
subyektif yang boleh jadi berbeda pula. Tidak berlebihan bila setiap penulis loyal terhadap tuannya masing-masing, maka tujuan penulisan babadnya sama-sama
untuk mengukuhkan legitimasi penguasa masing-masing. Dengan demikian terjadi versi-versi penulisan babad. Misalnya saja, motif perseteruan antara Kademangan
mangir di Mangiran-Bantul dengan Panembahan Senapati di Mataram, akan diceritakan secara berbeda antara penulis dari Mataram dengan penulis dari
Mangiran. Babad Dipanegara yang ditulis atas penguasa yang pro Belanda, akan berbeda dengan yang ditulis atas penguasa yang pro Pangeran Dipanegara. Oleh
karena itu dalam rangka pandangan babad sebagai karya historis, dalam studi komparatif harus dicermati lebih hati-hati, agar motif-motif dan kejadian-kejadian
tertentu dapat dipertanggungjawabkan obyektifitasnya.